SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK KULIT BIJI SAGA (Adenanthera pavonina Linn) Antitermites Properties Of Extract Shell Seed Saga (Adenanthera pavonina Linn)

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK KULIT BAWANG MERAH (Allium cepa L.) SKRIPSI

Sifat Antirayap Ekstrak Kulit Bawang merah (Allium cepa L.) (Antitermites Properties of Onion Shell Extract)

DAYA RACUN EKSTRAK AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignatus Holmgren)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN ANTI NYAMUK (Mosquito repellent) dari AKAR TUBA (Derris elliptica (Roxb.) Benth)

Saga merupakan pohon yang memiliki biji kecil berwarna merah dengan. Pohon Saga dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang terbuka dan

BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Miduk Sihombing a, Yunus Afiffuddin b, Luthfi Hakim b

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK BIJI MENGKUDU (Morinda citrifolia Linn) TERHADAP RAYAP TANAH (Macrotermes gilvus Hagen)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. POTENSI LIMBAH BUNGKIL JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn) SEBAGAI TERMISIDA ORGANIK RAMAH LINGKUNGAN

METODOLOGI PENELITIAN

Uji Toksisitas Potensi Insektisida Nabati Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata terhadap Larva Spodoptera litura

BIOAKTIVITAS EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI N-HEKSANA DAUN SUNGKAI (PERONEMA CANESCENS JACK) TERHADAP LARVA UDANG (ARTEMIA SALINA LEACH)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

EFEKTIFITAS BAHAN PENGAWET DARI ASAP CAIR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

PENGUJIAN BIOINSEKTISIDA DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN Bruguiera gymnorrhiza Lamk. (RHIZOPHORACEAE)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL CABAI MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

BAB I PENDAHULUAN. menyerang produk biji-bijian salah satunya adalah ulat biji Tenebrio molitor.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016 di Laboratorium Proteksi

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT KAYU GERUNGGANG

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

AKTIVITAS ANTI RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) TIGA FRAKSI EKSTRAK KAYU PELANJAU (Pentaspadon Motleyi Hook.f)

Uji Efikasi Ekstrak Batang Tembakau (Nicotiana spp.) untuk Pengendalian Rayap Tanah (Coptotermes spp.)

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Tempat : Penelitian ini dilaksanakan di Green House Kebun. Biologi FMIPA UNY.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

PEMANFAATAN EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG TUMBUHAN NYIRI BATU (Xylocarpus moluccensis (Lamk) M. Roem.) (Meliaceae) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

I. PENDAHULUAN. kalorinya dari beras. Ketersediaan beras selalu menjadi prioritas pemerintah. karena menyangkut sumber pangan bagi semua lapisan

AGROVIGOR VOLUME 8 NO. 1 MARET 2015 ISSN POTENSI BERBAGAI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI ANTI RAYAP

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Molekuler dan Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pembuatan ekstrak buah A. comosusdan pembuatan hand sanitizerdilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan

SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI (Tectona grandis) SEBAGAI BAHAN PENGAWET KAYU DURIAN (Durio zibethinus)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh: Nur Alindatus Sa Diyah

POTENSI EKSTRAK KULIT BUAH JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.) SEBAGAI TERMITISIDA NABATI PADA KAYU PULAI (Alstonia scholaris L.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

Keefektifan Daun Sangitan (Sambucus javanica Reinw) Sebagai Insektisida Nabati dalam Pengendalian Rayap Tanah (Coptotermes sp.)

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pestisida Nabati dan Aplikasinya. Oleh: YULFINA HAYATI

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

RENDAMAN DAUN PEPAYA (Carica papaya) SEBAGAI PESTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura) PADA TANAMAN CABAI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

SIFAT ANTI RAYAP ZAT EKSTRAKTIF KAYU KOPO (Eugenia cymosa Lamk.) TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren RATIH MAYANGSARI

Feri Hartini 1 dan Yahdi 2 1 Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram 2 Dosen Jurusan Tadris IPA Biologi FITK IAIN Mataram.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

Uji Suspensi Kitosan untuk Mengendalikan Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) pada Tanaman Karet di Lapangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

UJI EFEK TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL AKAR AWAR-AWAR (Ficus septica Burm.F) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

Uji Toksisitas Ekstrak Batang Pinang Yaki (Areca vestiaria) pada Artemia salina Leach.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

Transkripsi:

SIFAT ANTIRAYAP EKSTRAK KULIT BIJI SAGA (Adenanthera pavonina Linn) Antitermites Properties Of Extract Shell Seed Saga (Adenanthera pavonina Linn) Lensi Mian Sinaga, Rudi Hartono, Luthfi Hakim, Arif Nuryawan Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Jl. Tri Dharma Ujung No.1, Medan 2155 (Penulis Korespondensi, E-mail : lensisinaga@ymail.com) ABSTRACT The aims of these research were to know the extract content of saga seed shell, to evaluated weight lost of cellulose paper, to evaluated mortality of termites and to evaluated termites consumption. Research was done by extracting sample with methanol then partitioning with n-hexane. Concentrated extractive of 2%, 4%, and 6% were used the toxic test of the termite Coptotermes curvignathus. The Result showed that extract content of saga seed shell was 15.82%. Mortality with concentration of 2%, 4% and 6% were not significantly so the concentration of 2% was effective, eficien and happened in 6 th day. The tendency showed that increasing concentration of extract caused decreasing of weight lost of cellulose paper and consumption of termites. The percentage weight lost of cellulose paper was 3.88% 11.4% and consumption of termite was.26.73 mg. The extract with concentration of 2% was effective based of evaluated from mortality, weight lost of cellulose paper and rate consumption of termites. Keyword : Saga, Extractive, Concentration, Toxic, Termites PENDAHULUAN Rayap perusak kayu mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan tempat hidupnya. Kayu dianggap sebagai inang bagi rayap perusak, karena rayap hidup dan makan di dalam kayu (Tohir, 21). Menurut Tarumingkeng (23), di Jakarta kerugian terhadap kerusakan bangunan akibat serangan rayap mencapai Rp 2,6 Triliun per tahun. Melihat tingginya tingkat kerugian akibat rayap maka perlu upaya pengendalian rayap. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet, baik secara kimia ataupun nabati (Kardinan, 1992). Beberapa bahan pengawet alami telah diuji coba terhadap rayap adalah ekstrak kulit kayu Accacia auricoliformis A (Yanti, 28), ekstrak daun mimba (Priadi, 27), ekstrak antiaris (Prianto, et al, 26) dan lain-lain. Walau sudah banyak bahan pengawet nabati, namun masih perlu mengeksplorasi jenis-jenis lain yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet nabati seperti kulit biji saga. Hasil penelitian Lie, et al, (198) dan Oey, et al, (1981) mengemukakan bahwa biji saga mengandung suatu senyawa beracun. Lebih lanjut Oey, et al, (1983) mengemukakan bahwa senyawa beracun dalam biji saga kemungkinan besar berbeda dengan senyawa-senyawa antinutrisi yang telah diketahui seperti antitripsin, saponin atau hemaglutinin. Sampai saat ini belum diketahui keefektifan ekstrak kulit biji saga sebagai bahan termitisida alami. Berdasarkan hal ini, maka dilakukan penelitian pengujian ekstrak kulit biji saga dengan berbagai konsentrasi terhadap rayap tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kadar ekstrak kulit biji saga dan mengevaluasi tingkat ketoksikan ekstrak kulit biji saga terhadap mortalitas rayap, mengevaluasi penurunan berat contoh uji pada kertas selulosa yang telah diberi ekstrak, dan mengevaluasi tingkat konsumsi rayap. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni 212. Pembuatan ekstrak kulit biji saga dan pengujian terhadap rayap dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan USU. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah serbuk kulit biji saga (Adenanthera pavonina Linn) yang berasal dari Hutan kota kampus USU, tisu gulung, plester pipa, double tip, kain penutup, karet gelang, pasir, air aquades, kertas selulosa, aluminium foil, pelarut metanol, n-heksana, dan rayap tanah jenis Coptotermes curvignathus dari kampus kehutanan USU untuk menguji toksitasnya. Alat yang digunakan adalah rotary evaporator, ember, tangga, palu, spraying, blender, bak pengumpanan, pinset, saringan, cawan petri, erlenmeyer, penangas air, ekstraktor, oven, timbangan analitik, gelas ukur, kamera digital, botol kaca, batang pengaduk, masker, sarung tangan, kalkulator, software minitab 15 dan alat tulis. Ekstraksi Kulit Biji Saga Kulit biji saga yang telah kering dihaluskan dan disaring sampai didapat 2 Kg serbuk kulit biji saga. Selanjutnya kulit biji saga tersebut diekstrak. Metode ekstraksi acuan pada penelitian Hakim, et al, (28). Kulit biji saga direndam dengan pelarut metanol dengan perbandingan tinggi serbuk dan pelarut 1:3 dan dipartisi dengan menggunakan n-heksana. Pelarut yang terdapat pada ekstrak kulit biji saga diuapkan sehingga didapatkan ekstrak pekat kulit biji saga. Selanjutnya kadar ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar ekstrak (%) = (bobot kering ekstrak/bobot kering serbuk sebelum ekstraksi) x 1%. 1

Mortalitas (%) Dengan demikian ekstrak pekat tersebut akan diuji ketoksikan terhadap rayap C. curvignathus. Pengumpulan C. curvignathus Rayap C. curvignathus diperoleh dengan cara pengumpanan dilakukan di gedung Kehutanan USU selama 4 bulan menggunakan tisu gulung. Rayap yang diperoleh digunakan untuk menguji ketoksikan ekstraksi kulit biji saga. Metode Pengumpanan Kertas selulosa yang telah kering oven direndam dalam ekstrak kulit biji saga dengan konsentrasi 2%, 4%, dan 6% selama beberapa menit. Kemudian dikeringudarakan selama 24 jam untuk menguapkan pelarut. Untuk kontrol digunakan kertas selulosa tanpa diberi perlakuan. Selanjutnya kertas selulosa yang telah diberi ekstrak dimasukkan ke dalam botol uji. Setiap botol uji dimasukkan 5 ekor rayap (45 ekor rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit). Pengamatan pada rayap dalam botol uji dilakukan setiap hari. Mortalitas Rayap Mortalitas rayap adalah persentase jumlah rayap yang mati (B1) terhadap seluruh jumlah rayap yang diumpankan (B). Nilai mortalitas pada rayap yang diamati dihitung dengan rumus : Mortalitas (%) = (B1/ B) x 1%. Perhitungan mortalitas dilakukan setiap hari. Rayap yang mati bangkainya dibuang untuk menghindari adanya konsumsi terhadap rayap lainnya atau sifat kanibalisme rayap. Persentase Penurunan Berat Persentase penurunan berat contoh uji dinyatakan dengan rumus : Penurunan berat (%) = [(B-B1)/B1 x 1%, dimana B adalah berat sebelum pengumpanan (g) dan B1 adalah berat setelah pengumpanan (g) selama 12 hari. Tingkat Konsumsi Rayap Laju konsumsi rayap dihitung berdasarkan penelitian Rudi dan Nandika (1999). Konsumsi makan rayap ratarata juga dihitung dengan rumus : Konsumsi makan rayap (g) = (B-B1)/N, dimana B adalah berat contoh uji sebelum diumpankan (g), B1 adalah berat contoh uji setelah diumpankan (g), dan N adalah jumlah rayap pekerja awal. Analisis data Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap sederhana. Apabila perlakuan berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey. 12 1 8 6 4 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Ekstrak Kulit biji saga yang diekstrak menghasilkan ekstrak padat berwarna hitam kekuningan dan berbau kacangkacangan. Kadar ekstrak yang diperoleh dari 2 g kulit biji saga dihasilkan sebanyak 316.48 g ekstrak padat atau sebesar 15.82%. Penelitian Adharini (28), dari 1 g serbuk akar tuba (Derris elliptica Benth) didapat kadar ekstrak sebesar 8.53% dengan perendaman pelarut etanol. Hal ini menunjukkan perbedaan yang tidak jauh dari ekstrak kulit biji saga dan ekstrak akar tuba. Besar kecilnya nilai rendemen menunjukkan keefektifan proses ekstraksi. Menurut Kartikasari (28), efektivitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai pengekstrak, ukuran partikel ekstrak, metode, dan lamanya ekstraksi. Penggunaan pelarut metanol bertujuan untuk mempercepat proses keluarnya zat ekstraktif yang terkandung pada tumbuhan tersebut. Selain itu, hasil penelitian Rahmana, et al, (21), menunjukkan bahwa antara air, metanol, etanol, dan propanol yang mampu melarutkan zat warna yang paling banyak adalah metanol. Hasil kandungan senyawa ekstraksi biji saga oleh Lukman (1982), didapatkan bahwa biji saga mengandung flavogloid, alkaloid, antitripsin, saponin, hemaglutinin, dan faktor goitrogenik. Mortalitas Rayap Pengaruh mortalitas rayap terlihat pada berbagai tingkat konsentrasi ekstrak kulit biji saga. Hasil efektivitas nilai mortalitas dapat dilihat pada Gambar 1. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Hari Pengamatan Lc5 Gambar 1. Mortalitas rayap selama 12 hari pengamatan % 2% 4% 6% Gambar 1 dapat dilihat bahwa mortalitas paling tinggi adalah perlakuan konsentrasi 6% selanjutnya diikuti oleh konsentrasi 2% dan 4%. Pemberian ekstrak kulit biji saga 2

Penurunan Berat (%) pada konsentrasi 2% dan 4% mortalitasnya 1% pada hari ke-6 dan konsentrasi 6% mortalitasnya 1% pada hari ke-5, sedangkan kontrol dapat bertahan hingga pengamatan hari ke-12. Gambar 1 juga dapat dilihat mortalitas rayap dengan LC5. 5% rayap mati pada kontrol di hari ke-7 (LC5= 54.2%), hari ke-4 pada konsentrasi 2% dan 4% (LC5= 49.34% dan 61.34%), dan hari ke-3 pada konsentrasi 6% (LC5 = 51.34%). Hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak kulit biji mengakibatkan kematian rayap tanah yang cukup tinggi. Sebaliknya pada perlakuan kontrol tingkat mortalitas yang terjadi cukup lama dan rendah kuantitas yang berarti pada tingkat ini daya tahan rayap tanah cukup tinggi. Dengan demikian konsentrasi 6% memiliki efektivitas antirayap tertinggi yang tercapai pada pengamatan hari ke-3. Hasil analisis sidik ragam ditunjukkan bahwa sangat nyata terhadap mortalitas rayap. Hal ini berarti perlakuan konsentrasi disimpulkan berpengaruh terhadap mortalitas rayap. Uji lanjutan Tukey ternyata kulit biji saga dengan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan 2%, 4% dan kontrol. Hal ini berarti penggunaan konsentrasi 2% sudah cukup efektif untuk membunuh rayap C.curvignathus. Ditinjau dari mortalitas total, perbedaan hanya selisih satu hari antara konsentrasi 6% (hari ke-6) dengan konsentrasi 2% dan 4% (hari ke-5). Demikian juga jika ditinjau dari Lc 5, selisih 5% mortalitas rayap antara konsentrasi 6% dengan konsentrasi 2% dan 4% hanya selisih satu hari (Gambar 1). Berdasarkan penelitian Adharini (28), kematian rayap dapat disebabkan oleh dua hal, pertama bahwa zat ekstraktif tersebut menyebabkan kematian protozoa di dalam perut rayap ketika memakan kertas selulosa dan kedua bahwa ekstrak tersebut telah menyebabkan rusaknya sistem saraf pada rayap. Protozoa atau enzim yang terdapat di dalam perut rayap yang bertugas mencerna selulosa tidak dapat memakan kertas tersebut, sehingga kematian protozoa di dalam perut rayap, rayap akan menjadi mati karena umpan yang dimakan rayap yang terutama terdiri dari selulosa tidak dapat diserap oleh tubuh rayap. Pengujian ini disimpulkan bahwa ekstrak kulit biji saga perlakuan perendaman menghasilkan senyawa racun terhadap rayap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lie, et al, (198) dan Oey, et al, (1981) yang mengemukakan bahwa senyawa beracun dalam biji saga yakni senyawa-senyawa antinutrisi yang telah diketahui seperti antitripsin, saponin atau hemaglutinin. Persentase Penurunan Berat Penurunan berat contoh uji yang dihasilkan berkisar antara 3.88-11.4%. Penurunan berat rata-rata dapat dilihat dalam Gambar 2. 12 1 8 6 4 2 11,4 7,1 5,61 3,88 % 2% 4% 6% Konsentrasi Gambar 2. Penurunan berat dengan berbagai konsentrasi Gambar 2 terlihat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi maka semakin rendah persentase penurunan berat contoh uji. Penurunan berat kertas uji dengan berbagai tingkat konsentrasi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kertas uji kontrol. Hal ini sejalan dengan hasil pengamatan mortalitas, dimana tingkat konsentrasi 6% lebih tinggi daripada konsentrasi 2% dan 4% dan diduga karena adanya komponen bioaktif yang mengandung racun terhadap rayap. Ekstrak biji saga konsentrasi 6% mampu melindungi kertas selulosa sehingga sedikit kerusakan yang disebabkan oleh rayap. Hal ini disebabkan pada ekstrak kulit biji saga dengan konsentrasi 6% mempunyai efek bau ekstrak sampel yang lebih kuat dibandingkan konsentrasi 2% dan 4%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa sangat nyata terhadap penurunan berat contoh uji. Hasil uji lanjutan Tukey ternyata kulit biji saga dengan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan 2% dan 4%. Hal ini berarti konsentrasi 2% diduga sudah efektif dan efisien dalam mematikan rayap dan hasil evaluasi terhadap penurunan berat contoh uji juga kecil. Sastrodiharjo (1999), mengemukakan bahwa senyawa bioaktif yang terkandung tersebut diduga memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan sifat anti rayap dalam mematikan rayap. Demikian juga Robinson (1995), mengemukakan bahwa kemungkinan lain senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak menjadi sebagai pelindung terhadap serangan serangga. Rendahnya penurunan berat contoh uji menurut Tarumingkeng (1971), dikarenakan rayap memiliki sifat yang nechrophagy (memakan bangkai sesamanya) dan kanibalisme (memakan anggota yang lemah atau sakit). Diduga rayap yang mati atau dalam keadaan lemah tersebut dapat diakibatkan karena memakan racun ekstrak kulit biji saga tersebut, sehingga rayap yang memakan sesamanya tersebut akan mati. Tingkat Konsumsi Rayap Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat daya racun zat ekstraktif adalah penilaian laju konsumsi 3

Tingkat Konsumsi Rayap (mg) terhadap contoh uji oleh rayap. Tingkat konsumsi rayap dapat dilihat pada Gambar 3.,8,7,6,5,4,3,2,1,73,48,38 Gambar 3. Tingkat konsumsi rayap,26 % 2% 4% 6% Konsentrasi Gambar 3 menunjukkan bahwa laju konsumsi rayap setelah pengumpanan selama 12 hari pada kertas uji yang telah diberi ekstrak pada berbagai konsentrasi berkisar antara.48%-.26%, sedangkan kontrol sebesar.73%. Berdasarkan Gambar 3 terdapat kecenderungan, semakin tinggi konsentrasi maka semakin menurun tingkat konsumsi rayap yang dihasilkan. Tingkat konsumsi rayap sangat bervariasi bergantung pada konsentrasi ekstrak yang ditambahkan pada kertas selulosa. Syafii, (2), menyatakan bahwa ekstrak yang ditambahkan pada kertas uji tersebut mempunyai daya racun terhadap perkembangan rayap, yang ditunjukkan oleh hilangnya kemampuan rayap dalam mengkonsumsi kertas uji tersebut. Hasil analisis sidik ragam ditunjukkan bahwa sangat nyata terhadap tingkat konsumsi rayap. Sehingga perlakuan konsentrasi disimpulkan mempengaruhi tingkat konsumsi rayap. Uji lanjutan Tukey ternyata kulit biji saga dengan konsentrasi 6% tidak berbeda nyata dengan 2% dan 4% terhadap tingkat konsumsi rayap. Tingkat konsumsi rayap kecil berarti penghambat aktivitas makannya tinggi. Hal ini diduga disebabkan protozoa yang berperan dalam merombak polimer selulosa tidak dapat bekerja dengan baik sehingga rayap tidak memperoleh suplai makanan (Arif, et al, 28). Dengan demikian kertas uji yang diberikan ekstrak mempengaruhi rayap dalam mengkonsumsi kertas tersebut sedangkan kertas uji tanpa ekstrak kulit biji saga (kontrol) lebih banyak dikonsumsi rayap. Ekstrak kulit biji saga diduga bersifat antifeedant (penghambat makan) bagi serangga dikarenakan adanya senyawa antitripsin yang dapat bersifat sebagai racun sehingga mengakibatkan kematian. Sifat trophalaxis rayap juga diduga sebagai penyebab matinya rayap pada kertas uji yang diberi perlakuan. Tambunan dan Nandika (1989), menyatakan bahwa terdapat Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul mengadakan pertukaran bahan makanan pada rayap. Dari sifat rayap yang bersentuhan dengan kertas uji yang mengandung ekstrak akan mempercepat penyebaran racun saat mengadakan pertukaran bahan makanan sehingga rayap tersebut mati. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ekstrak pekat kulit biji saga yang dihasilkan berwarna hitam kekuningan dan memiliki bau yang khas yakni kacang-kacangan. Kandungan ekstrak yang diperoleh dari 2 g kulit biji saga adalah sebesar 15.82%. Terdapat kecenderungan semakin tinggi konsentrasi semakin cepat mortalitas rayap, penurunan berat contoh uji semakin kecil, dan laju konsumsi rayap juga menurun. Mortalitas rayap pada konsentrasi 2% sudah cukup efektif untuk membunuh rayap C. curvignathus. Selain itu persentase penurunan berat kertas selulosa adalah 3.88 11.4 %, dan tingkat konsumsi makan rayap per individu adalah.26.73 mg. Saran Saran dalam penelitian ini perlu dilakukan pengujian fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia kulit biji saga. DAFTAR PUSTAKA Adharini, G. 28. Uji Keampuhan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Benth) untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. IPB Press. Bogor. Arif, A., Usman, M., dan Fatmawaty, S. 28. Sifat anti rayap dari ekstrak ijuk aren (arenga pinnata merr.) Antitermicidal activities of sugar- palm tree fibers extract. Jurnal perennial, Vol 3 No 1 Hal 15-18. Hakim, L., Azhar, I, Utomo B, dan Silaen, PC. 28. Pemanfaatan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica) Sebagai Biotermitisida. Jurnal Akademika. Jurnal Akademia. Vol. 13 No. 4. Iskandar, M. dan A. Kardinan. 1995. Manfaat biji saga (Abrus precatorius L.) sebagai bahan pengendali hama yang berwawasan lingkungan. Prosiding Seminar Peranan MIPA dalam Menunjang Pengembangan Industri dan Pengelolaan Lingkungan. Universitas Pakuan, Bogor. Kardinan, A. 1992. Pestisida Nabati: Ramuan dan aplikasi. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hlm. Kartikasari, N. 28. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Awar- Awar (Ficus septica B) terhadap Artemia salina L dan profil Kromatografi Lapis Tipis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Lie, G, H., Oey, G., Nainggolan-Sihombing, J. Herlinda dan R. Aminah. 198. Investigation Of Saga Seed (Adenanthera pavonina Linn). Second Report For 4

ASEAN Project of Soybean and Protein Rich Foods. Nutrition Unit Dipenogoro. Jakarta. Lukman, A. 1982. Pengaruh Perajangan dan LamaPengukusan Biji Saga Pohon (Adenanthera pavonina L) terhadap rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan pada proses ekstraksi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Oey, K.N., G.H. Lie, J. Herlinda, G. Nainggolan- Sihombing, R. Aminah dan Sumardi. 1981. An Unknown Toxic (Or Anti Nutritive) Substance In The Sagabean. Health Studies In Indonesia Vol. 9 No. 1. Hal 37-45. Oey, K.N., G.H. Lie, J. Herlinda, G. Nainggolan- Sihombing, dan Lie, G.H. 1983. More Evidence On The Presence of An Unknown Toxic Substance In The Saga Bean. Paper to be Presented at The Fourth Asian Congress on Nutrition. Bangkok. Thailand. Hal 1-4. Priadi, T. 27. Efikasi Ekstrak Daun Mimba terhadap Rayap Kayu Kering dalam Pengawetan bambu. Prosiding Seminar Nasional Mapeki X. Pontianak. Kalimantan Barat. Prianto, A., Guswenrivo., Tarmadi, D., Kartika, T., dan Yusuf, S. 26. Sifat Anti Rayap Ekstrak Antiaris (Antiaris toxicaria) dan Ki Pahit (Picrasima javanica) Terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). UPT BPP-Biomaterial LIPI. Bogor. Rahmana, U., Kris, Irmina., dan Presetyoko. 21. Optimasi Ekstraksi Zat Warna Pada Kayu Intsia bijuga dengan Metode Pelarutan. Institut Teknologi Sepuluh November. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB. Bandung. Rudi dan Nandika. 1999. Konsumsi Makan dan Daya Tahan Hidup Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera : Rhinotermitidae) pada pengujian laboratorium. IPB. Bogor. Sastrodiharjo, S. 1999. Arah Pembangunan dan Strategi Penggunaan Pestisida Nabati. Makalah Disajikan pada Forum Komunikasi Pemanfaatan Pestisida Nabati, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan obat. Bogor. Syafii, W. 2. Zat Ekstraktif Kayu Damar Laut (Hopea Spp) dan Pengaruhnya Terhadap Rayap Kayu Kering Cryptotermes cynochepalus L. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol. 13 No. 2 Hal 1-8. Tambunan, B. dan D. Nandika. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Instititut Pertanian Bogor. Bogor. Tarumingkeng, R. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. No. 133. Bogor. Tarumingkeng, R. 23. Biologi dan Perilaku Rayap. Http://Tumoutou.net (Biologi_dan_perilaku_ rayap.html) [14 Maret 26]. Tohir, A. 21. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) Di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. Vol 15 No. 1, hal 37-4. Bogor. Yanti, H., Syafii., dan Darma, T. 28. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Acacia auricoliformis A Cunn Ex Benth. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI XI. Palangkaraya. 5