BAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Variabel bebas yang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr Moewardi.

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. ini menggunakan rancangan cross sectional untuk mempelajari dinamika. pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu.

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 359 per

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan

ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG VK RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui pengetahuan yang baik tentang pentingnya dan manfaat kolostrom

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang nutrisi,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

HUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan hanya satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro & Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

I. PENDAHULUAN. terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011) World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Kolostrum merupakan air susu yang pertama kali keluar seringkali berwarna

Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan mengukur variabel

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang variabel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

BAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG KEBUTUHAN NUTRISI PADA MASA NIFAS DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RUMAH BERSALIN MULIA KASIH BOYOLALI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional salah satu tujuannya yaitu membangun sumber

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

HUBUNGAN INISIASI MENYUSU DINI DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RSUD WATES YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. dengan preeklamsi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang sesuai kriteria inklusi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI. NY. N DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI KAMAR BAYI RESIKO TINGGI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sama. Angka tersebut yang akan menjadi indikator penilaian derajat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. masih tingginya angka kematian bayi. Hal ini sesuai dengan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. (BBLR) adalah salah satu dari penyebab utama kematian pada neonates

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB III METODE PENELITIAN. kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

PENGARUH UMUR KEHAMILAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI

PENJELASAN MENGIKUTI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. awal Maret 2016 sampai dengan jumlah sampel terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. saat pemberian makan. Sensory food aversion atau picky eater adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asupan gizi yang baik selama kehamilan merupakan hal yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak. (Kliegman, 1999). BBLR memiliki peluang meninggal 35 kali lebih tinggi

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan bayi, ibu, dan keluarga. Namun sering ibu-ibu tidak berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

34 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga November 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Data yang dianalisis berasal dari kuesioner pemberian ASI untuk menilai seberapa sering pemberian ASI oleh ibu dan dari data hasil diagnosis dokter untuk menilai ada atau tidaknya ikterus pada bayi. 1. Frekuensi Pemberian ASI Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan ibu yang memberikan ASI pada bayinya dengan frekuensi sedang, yakni 8 sampai 12 kali per hari, menempati urutan terbanyak yaitu 46 orang (56,1%). Selanjutnya adalah pemberian ASI dengan kategori jarang dengan frekuensi pemberian ASI kurang dari 8 kali perhari sebesar 24 orang (29,3%) dan frekuensi sering, di mana ASI diberikan lebih dari 12 kali per hari sebesar 12 orang (14,6%). Menurut Rosidah (2008), Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami pertama dan utama selama tahun pertama bayi dan menjadi makanan penting selama tahun kedua. ASI juga dikondisikan untuk memenuhi kebutuhan bayi, mengandung nutrisi dan kemampuan biologis tinggi untuk pertumbuhan (Prasetyono, 2012).

35 Faktor pertumbuhan dan nutrisi yang terdapat dalam ASI sangat menentukan proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu sangat diperlukan perhatian dalam frekuensi pemberiannya, di mana bayi yang sehat akan menyusu 8 hingga 12 kali per hari (Arief, 2009). Frekuensi pemberian ASI yang kurang pada penelitian ini mungkin dapat disebabkan oleh proses persalinan ibu. Sebagian besar ibu dalam penelitian ini melahirkan dengan cara bedah caesar. Menurut Prasetyono (2012) dibutuhkan tenggang waktu setelah ibu melahirkan dengan bedah caesar akibat efek bius yang digunakan. Hal ini dapat menyebabkan penundaan proses menyusui sehingga frekuensi pemberian ASI kurang maksimal. Selain itu, pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan frekuensi ASI yang diberikan. Hal ini mungkin disebabkan pemahaman ibu mengenai pentingnya pemberian ASI sudah cukup baik, dan kemungkinan tenaga kesehatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta cukup mendukung ibu yang baru saja melahirkan untuk menyusui bayinya. Sehingga usia ibu tidak berhubungan dengan pemberian ASI pada bayi. 2. Ikterus Neonatorum Tabel 4.6 menunjukkan kejadian ikterus neonatorum pada 82 sampel. Sebanyak 24 bayi (29,3%) mengalami ikterus dan sisanya, yakni 58 bayi (70,7%) tidak mengalami ikterus.

36 Ikterus merupakan pewarnaan kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa bayi akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus sering dialami oleh bayi pada minggu pertama kehidupan (Depkes, 2005). Prevalensi ikterus pada bayi baru lahir cukup tinggi dan memerlukan perhatian khusus dari tenaga medis. Ikterus juga sering menyebabkan bayi harus dibawa ke rumah sakit kembali setelah bayi baru lahir tersebut dirawat di rumah selama beberapa hari (Jardine dan Woodgate, 2010). Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri maupun disebabkan oleh beberapa faktor. Pendapat Yang et al., (2013), adanya peningkatan kadar bilirubin pada ikterus dapat disebabkan peningkatan pemecahan sel darah merah atau heme, fungsi hepar yang belum sempurna, peningkatan sirkulasi enterohepatik pada bilirubin, dan intake nutrisi yang tidak adekuat. Pada tabel 4.7 dapat dilihat gambaran kejadian ikterus neonatorum berdasarkan berat badan bayi. Setelah dianalisis, tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kejadian ikterus neonatorum dengan berat badan bayi. Hal ini mungkin disebabkan pada penelitian ini sudah dilakukan restriksi mengenai sampel yang digunakan adalah bayi yang tidak mengalami Berat Lahir Rendah (BBLR). Menurut Moeslichan (2004), bayi BBLR berisiko tinggi mengalami ikterus pada minggu pertama hidupnya. Oleh karena itu, penelitian ini memasukkan BBLR dalam kriteria eksklusi.

37 Selain itu pada tabel tersebut juga masih didapatkan bayi dengan berat lahir antara 3401 sampai 3900 gram mengalami ikterus neonatorum dan jumlahnya lebih banyak daripada bayi yang memiliki berat lahir antara 2500 sampai 2900 gram. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain yang belum dapat dijelaskan dalam penelitian ini. 3. Uji Korelasi Tabel 4.8 menunjukkan bayi yang jarang diberi ASI dan mengalami ikterus sebanyak 17 bayi dan yang tidak mengalami ikterus sebanyak 7 bayi. Pemberian ASI dengan frekuensi sedang didapatkan sebanyak 7 bayi mengalami ikterus dan 39 lainnya tidak mengalami ikterus. Sedangkan bagi 12 orang ibu yang menyusui dengan frekuensi sering, seluruh bayinya tidak ada yang mengalami ikterus. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.8 didapatkan nilai r = 0,514 yang berarti secara statistik terdapat korelasi antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Dr. Moewardi di mana tingkat korelasinya tergolong sedang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Tazami et al., (2013) mengenai gambaran faktor risiko ikterus neonatorum didapatkan bahwa faktor maternal yakni frekuensi pemberian ASI yang kurang dari 8 kali sehari meningkatkan risiko terjadinya ikterus neonatorum. Sejalan pula dengan pernyataan Maisels dan McDonagh (2008) yang menyatakan bahwa intake kalori yang sedikit, terutama akibat kesulitan dalam

38 menyusui, menyebabkan peningkatan resirkulasi bilirubin dalam darah kemudian menjadi ikterus. Penelitian Yang et al. (2013) menyebutkan bahwa ASI memberikan manfaat yang besar bagi bayi baru lahir. Namun bila pemberiannya tidak adekuat, maka hal itu dapat menyebabkan penurunan berat badan bayi dan berhubungan dengan kejadian ikterus. Hasil penelitian di atas sesuai dengan teori bahwa bayi yang kurang mendapat asupan ASI menyebabkan pengeluaran mekonium terhambat, sehingga meningkatkan ambilan kembali bilirubin yang seharusnya dikeluarkan bersama mekonium tersebut. Mekonium merupakan kotoran sisa makanan berwarna hijau tua ketika bayi masih berada di dalam rahim ibu, di mana bayi menerima makanan melalui plasenta (Cohen et al., 2010). Prasetyono (2012) memaparkan bahwa kolostrum yang terdapat saat ASI keluar pertama kali memiliki efek laksatif yang dapat membantu bayi baru lahir untuk mengeluarkan mekonium dari ususnya. Bersamaan dengan keluarnya mekonium, dikeluarkan pula kelebihan bilirubin, sehingga akan mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir. Moerschel et al., (2008) menyatakan bahwa petugas kesehatan seharusnya memberikan nasihat agar ibu menyusui bayinya minimal 8 sampai 12 kali sehari selama beberapa hari setelah melahirkan agar intake nutrisi yang didapatkan oleh bayi adekuat sehingga meminimalisir risiko terjadinya ikterus pada bayi.

39 Secara umum hasil penelitian ini menyatakan terdapat hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Dr. Moewardi dengan tingkat korelasi sedang. B. Keterbatasan Peneliti telah berusaha melakukan upaya maksimal agar penelitian ini dapat berhasil dengan baik, namun tetap ada beberapa kekurangan di dalamnya. Penelitian ini belum memperhatikan beberapa variabel lain yang dapat berpengaruh pada hasil penelitian, seperti pemberian susu formula, jenis persalinan, maupun penyakit kongenital yang diderita bayi. Faktorfaktor risiko tersebut seharusnya ikut diperhatikan saat pengambilan data agar dapat memperkecil bias. Selain itu metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian menggunakan cross sectional paling mudah dilakukan, murah, hasilnya cepat diperoleh, namun desain ini memiliki kelemahan yaitu mempunyai kekuatan korelasi yang paling lemah dibandingkan desain penelitian yang lain. Dengan penelitian ini, peneliti tidak dapat menjelaskan sebab akibat antara variabel yang diteliti. Hal ini dikarenakan pengambilan sampel penelitian hanya dilakukan sekali pada saat yang sama (Taufiqurrahman, 2004).