BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN FENOMENOLOGI ATAS STIGMATISASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS TUNARUNGU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mencari kegiatan yang bisa memulihkan vitalitas beraktifitas, antara

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mata, bahkan tak sedikit yang mencibir dan menjaga jarak dengan mereka. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Definisi Judul

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105).

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sisi lain. Orang mempunyai kecacatan fisik belum tentu lemah dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB IV PENUTUP. melaksanakan berbagai kegiatan dalam program Pembinaan Bagi Para. Kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya hidup, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAGI PENYANDANG DIFABEL DI GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung selain di kenal sebagai kota Fashion, tapi di kenal juga sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pendengaran merupakan sensori terpenting untuk perkembangan bicara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil pembahasan dari permasalahan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BABI PENDAHULUAN. Sebagai manusia, remaja pada dasarnya menginginkan kesempumaan

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta dapat dijumpai lukisan-lukisan yang

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: pendidikan kewarganegaraan dalam membangun moral anak tunarungu.

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai suatu kelompok kecil yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari belum mengerti sampai mengerti agar lebih maju dan handal dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. tradisionalnya. Tidak jarang tradisi serta kebudayaan dan kesenian yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

SOSIOLOGI KESEHATAN A. Pengertian-pengertian

2. Bagaimana fungsi yang dijalankan media jejaring sosial Facebook di dalam komunitas DTLS?

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DOSEN PEMBIMBING DENGAN TINGKAT STRESS DALAM MENULIS SKRIPSI

BAB VI KESIMPULAN DAN PENUTUP. lakukan terhadap fenomenologi altuisme berikut fenomena yang ada pada subyek

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan luas, namun tidak cukup sebatas berpengetahuan luas saja,

BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai individu yang berinteraksi dengan individu lain tentu memerlukan ruang, khususnya dalam menjalin relasi sosial, dan lingkungan masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial tersebut. Seperti yang disebutkan Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2012: 55) bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Jadi, tidak terbatas hanya pada interaksi individu dengan individu lainnya saja, namun juga interaksi antarkelompok maupun interaksi individu dengan kelompok itu sendiri. Dalam interaksi tersebut pada umumnya terdapat kontak sosial yang tercermin lewat komunikasi. Namun, ketika individu mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi yang dalam hal ini memiliki permasalahan pada kemampuan mendengar akan memunculkan hambatan tersendiri dalam melakukan proses interaksi sosial tersebut. Pada umumnya, seseorang yang memiliki hambatan mendengar karena indera pendengaran yang dimiliki tidak berfungsi sebagaimana mestinya disebut sebagai tunarungu. Pinilih (2012: 19) menjelaskan bahwa sepintas tunarungu tampak seperti orang normal yang tidak memiliki kelainan. Mereka baru mengalami kebutuhan khusus ketika melakukan interaksi sosial terutama saat berkomunikasi dengan orang lain. Tunarungu juga memiliki karakteristik yang 1

2 khas dilihat dari segi inteligensia, bahasa dan bicara, emosi serta sosial. Namun, pada beberapa orang ketidakmampuan mendengar juga disertai dengan ketidakmampuan berbicara. Ketidakmampuan yang membuatnya menjadi terbatas dalam melakukan sesuatu terutama berkomunikasi tentu mengarahkan individu pada suatu kehidupan yang terasing (isolated) dalam masyarakat. Soekanto (2012: 62-63) memaparkan bahwa kehidupan terasing ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial bersama pihak-pihak lain. Dijelaskan pula bahwa seseorang yang sejak kecil dinyatakan memiliki kecacatan pada indera tertentu cenderung mengasingkan diri dari pengaruh-pengaruh kehidupan yang tersalur melalui inderanya, hal tersebut berpengaruh pada pembentukan kepribadian di mana orang-orang cacat akan mengalami perasaan rendah diri karena kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang. Kehidupan terasing dari ketidakmampuan berinteraksi seperti paparan di atas erat kaitannya dengan status tunarungu yang disandang oleh individu yang dalam hal ini dicermati pada usia remaja. Masa remaja memang dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai masa storm dan stress di mana pada masa inilah remaja menjalani proses evolusi menuju kedewasaan (Lestari, 2012: 108). Jika dikaitkan dalam tahapan sosialisasi, usia remaja dikategorikan masuk dalam tahap game stage (siap bertindak) di mana individu mulai mampu mengenali perannya secara pribadi dan bersiap menuju tahap generalized stage (kedewasaan) yang mulai dapat menjalankan perannya serta menempatkan diri di masyarakat.

3 Remaja penyandang tunarungu tentu akan mengalami konflik diri dalam menghadapi realitas bahwa kemampuan berinteraksinya di lingkup masyarakat akan sangat terbatas dikarenakan keterbatasan diri yang dimiliki untuk berkomunikasi, di mana komunikasi menjadi suatu bagian penting dalam memunculkan interaksi sosial. Konflik diri yang muncul bersamaan dengan berbagai persepsi masyarakat atas kedisabilitasan yang memunculkan stigma tersendiri bisa juga menghambat perkembangan potensi maupun kemampuan individu dalam menunjukkan identitasnya. Namun, pada dasarnya setiap individu dapat menjadi pribadi yang mampu melakukan apa yang memang diinginkan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat. Hal ini bergantung pada besarnya introyeksi ke dalam diri yang dijadikan peristiwa definisi terhadap diri (Kartono, 2012: 47). Kemampuan dalam mendefinisikan diri tersebut dapat membuat individu menemukan suatu identitas maupun konsep bahwa ia merupakan aktor yang menjadi bagian dari masyarakat dan sudah semestinya dapat menyesuaikan diri, berpartisipasi, termasuk menjalin relasi bahkan membentuk suatu komunal meski dibatasi dengan kecacatan yang dimiliki. Demikian pula dalam hal meminimalisir keberadaan pada kehidupan yang terasing serta menghadapi stigma-stigma yang terbentuk baik dari dalam diri maupun pihak di luar diri. Pengetahuan mengenai diri dan masyarakat serta berbagai realitas yang dipahami atas status tunarungu tersebut diyakini akan memunculkan beragam perilaku maupun tindakan baik secara individual atau kelompok dari para remaja

4 penyandang tunarungu yang pada akhirnya dapat didefinisikan sebagai suatu fenomena yang patut diketahui dan dipahami di ranah sosial. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Tinjauan Fenomenologi atas Stigmatisasi Sosial Penyandang Disabilitas Tunarungu dengan menekankan pada sudut pandang serta pengalaman hidup remaja tunarungu yang ada di Bali tepatnya di Kota Denpasar mengingat kota ini merupakan pusat berkegiatan sekaligus tempat bersosialisasi para penyandang disabilitas tunarungu ditinjau dari keberadaan SLB khusus tunarungu serta beberapa komunitas maupun organisasi tunarungu yang terbentuk di Bali. Melalui penelitian ini, penulis mencoba memaparkan pengalaman hidup penyandang tunarungu atas proses pembentukan stigma terhadapnya melalui pemahaman pribadi atas kedisabilitasan yang dimiliki maupun persepsi yang diterima dari masyarakat, serta respon dalam menghadapi stigmatisasi sosial tersebut agar mereka tidak terkungkung dalam dunia maupun komunitas tersendiri, dan mampu bergabung atau menyesuaikan diri dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Perlu dipahami bahwa ketidakmampuan berkomunikasi sebagaimana mestinya membuat mereka hanya membagi pengalaman hidup pada sesama tunarungu atau kepada orang-orang yang hanya mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka saja. Jadi, ulasan ini sangat diperlukan untuk dapat membantu pihak-pihak yang berkecimpung di bidang kesejahteraan sosial maupun masyarakat pada umumnya untuk dapat memahami keberadaan penyandang disabilitas khususnya tunarungu sebagai bagian dari masyarakat.

5 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengalaman penyandang disabilitas tunarungu terhadap stigmatisasi sosial yang dialaminya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk dapat membantu memberikan pemahaman mengenai stigmatisasi sosial terhadap penyandang disabilitas sebagai suatu fenomena yang ada di masyarakat yang dikaji melalui pengalaman penyandang disabilitas tunarungu. Di dalam pengalaman-pengalaman tersebut berupaya pula menemukan serta menjelaskan proses dan juga respon atas stigmatisasi sosial yang dialami oleh penyandang disabilitas tunarungu. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan dalam pembelajaran dan pengembangan ilmu terutama disiplin sosiologi serta dapat dijadikan acuan maupun informasi tambahan bagi peneliti lainnya yang ingin menggali lebih dalam mengenai studi terkait penyandang disabilitas khususnya tunarungu dalam lingkup sosial kemasyarakatan.

6 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman pada masyarakat luas mengenai pengalaman hidup dari remaja tunarungu sebagai penyandang disabilitas beserta stigmatisasi yang terbentuk atas kedisabilitasan tersebut di masyarakat. Penelitian ini diharapkan pula mampu membuka wawasan masyarakat agar tidak memberikan label tersendiri pada mereka yang memiliki keterbatasan diri dalam bentuk apapun. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi instansi-instansi yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial terhadap kaum difabel maupun pemerintah Kota Denpasar untuk lebih memahami dan menyadari keberadaan para penyandang disabilitas khususnya remaja tunarungu agar diberikan wadah seluas-luasnya untuk mengembangkan diri serta potensi yang dimiliki namun tidak menjadikannya sebagai komunitas tersendiri dalam lingkungan masyarakat.