Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk Menentukan Koefisien Konveksi Udara dengan Metode Pendinginan Air

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN COACHLAB II + DALAM MENENTUKAN KOEFISIEN KONVEKSI

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

LAPORAN R-LAB. : Angeline Paramitha/

LAMPIRAN I. Tes Hasil Belajar Observasi Awal

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Pengaruh Temperatur Air Terhadap Aliran fluida dan laju Pemanasan Pada Alat Pemanas Air

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

MENGAMATI ARUS KONVEKSI, MEMBANDINGKAN ENERGI PANAS BENDA, PENYEBAB KENAIKAN SUHU BENDA DAN PENGUAPAN

Ditemukan pertama kali oleh Daniel Gabriel Fahrenheit pada tahun 1744

MATERI POKOK. 1. Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor 2. Kalorimeter 3. Kalor Serap dan Kalor Lepas 4. Asas Black TUJUAN PEMBELAJARAN

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

RANCANG BANGUN TEMPORARY AIR CONDITIONER BERBASIS PENYIMPANAN ENERGI TERMAL ES

PENGANTAR PINDAH PANAS

FISIKA TERMAL Bagian I

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

PENGARUH PERBANDINGAN TANPA SIRIP DENGAN SIRIP LURUS DENGAN ALIRAN AIR BERLAWANAN TERHADAP EFISIENSI PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER ABSTRAK

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

Fisika Dasar I (FI-321)

KALOR SEBAGAI ENERGI B A B B A B

Sistem Kontrol Temperatur Air pada Proses Pemanasan dan Pendinginan dengan Pompa sebagai Pengoptimal

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

Analisa pengaruh variasi laju aliran udara terhadap efektivitas heat exchanger memanfaatkan energi panas LPG

ANALISIS PERPINDAHAN PANAS PADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGER DI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTTM XIV) Banjarmasin, 7-8 Oktober 2015 Pengaruh Variasi Luas Heat Sink

FISIKA TERMAL(1) Yusron Sugiarto

Kalor yang digunakan untuk menaikkan suhu Kalor yang digunakan untuk mengubah wujud (kalor laten),

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

Kalor dan Hukum Termodinamika

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

P I N D A H P A N A S PENDAHULUAN

KALOR. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan

ANALISIS PERHITUNGAN LAJU PERPINDAHAN PANAS ALAT PENUKAR KALOR TYPE PIPA GANDA DI LABORATORIUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Fisika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

PENGARUH BAHAN INSULASI TERHADAP PERPINDAHAN KALOR PADA TANGKI PENYIMPANAN AIR UNTUK SISTEM PEMANAS AIR BERBASIS SURYA

BAB II LANDASAN TEORI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

METODOLOGI PENELITIAN

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

ANALISIS PENGARUH SUHU TERHADAP KONSTANTA PEGAS DENGAN VARIASI JUMLAH LILITAN DAN DIAMETER PEGAS BAJA

MASSA JENIS MATERI POKOK

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

VERIFIKASI ULANG ALAT PENUKAR KALOR KAPASITAS 1 kw DENGAN PROGRAM SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER DESIGN

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

1 By The Nest We do you. Question Sheet Physics Suhu Kalor dan Perpindahannya

FISIKA THERMAL II Ekspansi termal dari benda padat dan cair

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

MENGEFISIENSIKAN PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK : STUDI KASUS PADA MODEL ALIRAN PANAS PADA WATER COOKER (PEMANAS AIR ELEKTRIK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

12/3/2013 FISIKA THERMAL I

BAB IV PENGOLAHAN DATA

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Soal Dan Pembahasan Suhu Dan Kalor

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Alat Peraga Pembelajaran Laju Hantaran Kalor

Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

HEAT TRANSFER METODE PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

Fisika Umum (MA101) Kalor Temperatur Pemuaian Termal Gas ideal Kalor jenis Transisi fasa

Gaya Angkat dan Perbedaan Tekanan di Dalam dan Luar Apollo Koran

HASIL DAN PEMBAHASAN

9/17/ KALOR 1

Momentum, Vol. 9, No. 1, April 2013, Hal ISSN ANALISA KONDUKTIVITAS TERMAL BAJA ST-37 DAN KUNINGAN

PENGUKURAN KONDUKTIVITAS TERMAL

BAB II DASAR TEORI. Elektroforesis adalah pergerakan molekul-molekul kecil yang dibawa oleh

ANALISA PENGARUH VARIASI LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP EFEKTIVITAS HEAT EXCHANGER MEMANFAATKAN ENERGI PANAS LPG

Pengaruh Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas Plate Heat Exchanger

STUDI EKSPERIMENTAL DISTRIBUSI TEMPERATUR TRANSIEN PADA SEMI SPHERE SAAT PENDINGINAN. Amirruddin 1, Mulya Juarsa 2

PEMBUATAN KOLEKTOR PELAT DATAR SEBAGAI PEMANAS AIR ENERGI SURYA DENGAN JUMLAH PENUTUP SATU LAPIS DAN DUA LAPIS

PERPINDAHAN PANASPADA GAS TURBINE CLOSED COOLING WATER HEAT EXCHANGERDI SEKTOR PEMBANGKITAN PLTGU CILEGON

BAB SUHU DAN KALOR. Dengan demikian, suhu pelat baja harus ( ,3 0 C) = 57,3 0 C.

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

Lampiran 1 Nilai awal siswa No Nama Nilai Keterangan 1 Siswa 1 35 TIDAK TUNTAS 2 Siswa 2 44 TIDAK TUNTAS 3 Siswa 3 32 TIDAK TUNTAS 4 Siswa 4 36 TIDAK

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

ANALISA KARAKTERISTIK ALAT PEMANAS AIR DENGAN MENGGUNAKAN KOLEKTOR PALUNG PARABOLA

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Bergelombang untuk Pengering Bunga Kamboja

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Pengaruh Jarak Kaca Ke Plat Terhadap Panas Yang Diterima Suatu Kolektor Surya Plat Datar

I. TUJUAN PERCOBAAN 1. Mempelajari cara kerja kalorimeter 2. Menentukan kalor lebur es 3. Menentukan kalor jenis berbagai logam

MODIFIKASI SEBUAH PROTOTIPE KALORIMETER BAHAN BAKAR (BOMB CALORIMETRY) UNTUK MENINGKATKAN AKURASI PENGUKURAN NILAI KALOR BAHAN BAKAR CAIR

BAB II LANDASAN TEORI

RANCANG BANGUN ALAT PENGONDISI TEMPERATUR AIR PADA BUDI DAYA UDANG CRYSTAL RED

Transkripsi:

Jurnal EduMatSains, 1 (2) Januari 2017, 165-176 Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk Menentukan Koefisien Konveksi Udara dengan Metode Pendinginan Air Taat Guswantoro * Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Kristen Indonesia Jln. Mayjend Sutoyo, No.2, Cawang, Jakarta Timur, 13630 *e-mail: taat_toro@yahoo.co.id Abstract Water cooling occurs since the heat energy of water is transferred to the air. Water is placed in a thin transparant vessel can reduce the effects of heat transfer by radiation and conduction, so the most dominant heat transfer is convection. Newton's law of cooling states that the rate of cooling is directly proportional to the temperature difference between the object and room temperature. By knowing the value of constant cooling, the air convection coefficient can be calculated. This study using three different sizes of cups, each of which is filled with hot water. In each glass inserted temperature sensors that connected to the interface, recording the temperature every 60 seconds using pasco capstone 14.1. The resulting graph was analyzed by exponential regression, in order to find the value of constant cooling, from this value can be calculated the air convection coefficient. The research result shows air convection coefficient value of h 19,9 0, 6 W/m 2O C, that mean if there is an object that has an area of 1 m 2 and 1 O C higher than room temperature, the thermal energy of the object will be lost of 19.9 J for each second. Keywords: Water cooling, heat transfer, air convection coefficient. PENDAHULUAN Benda bersuhu tinggi ketika berada di udara bebas akan kehilangan energi panas karena energi panasnya ditransfer oleh partikel-partikel udara disekitar benda tersebut secara konveksi. Transfer panas secara konveksi dapat terjadi secara baik alami maupun secara paksaan yaitu dengan mengalirkan fluida pada benda panas agar fluida tersebut mengambil panas dari benda. Koefisien konveksi paksa suatu fluida akan meningkat ketika fluida tersebut diberikan suspensi partikel padat berukuran nano. Fluida air bersuspensi partikel nano Al 2 O 3 dan mendapatkan peningkatan koefisien konveksi paksa lebih dari 31% (Putra, 2005). Proses transfer panas secara konveksi menyebabkan benda panas akan menjadi dingin. Sebuah sistem pendingin dengan memanfaatkan konveksi alami akan lebih efektif ketika menggunakan penukar panas berupa pipa dan kawat, seperti penukar panas pada lemari pendingin. Efisiensi dari penukar panas yang memanfaatkan konveksi bergantung pada geometri penukar panas, Ma sum pada tahun 2012 berhasil meningkatkan efisiensi penukar panas sebesar 4% dengan massa penukar panas berkurang 19%. 165

Taat Guswantoro Hukum Newton tentang pendinginan menyebutkan bahwa laju pendinginan berbanding lurus dengan selisih suhu benda dengan suhu ruangan. Penurunan suhu pada pendinginan mengikuti kurva peluruhan, dengan mengetahui konstanta waktu peluruhan maka dapat ditentukan koefisien konveksi suatu fluida. Penggunaan perangkat lunak akan memudahkan dalam perhitungan koefisien konveksi ini, Ramadhanti menggunakan Coachlab II+ untuk menentukan koefisien konveksi bahan-bahan tertentu. Software pasco capstone dapat digunakan untuk mencatat data temperatur dan tekanan secara realtime dan otomatis, dengan sensor dan interface yang telah terkalibrasi dengan akurat. Disamping mampu mencatat suhu dan tekanan pada software pasco capstone juga dibekali plot grafik dan analisis regresi, sehingga memudahkan dalam menganalisa data. Penggunaan program pasco capstone dapat digunakan untuk mencatat penurunan suhu pada air yang dibiarkan mendingin, serta dapat langsung menganalisis persamaan suhu terhadap waktu dari hasil pencatatan, dengan kemudahan ini peneliti menggunakan data-data dan analisis hasil sofware pasco untuk mendapatkan nilai koefisien konveksi udara. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan koefisien Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 konveksi alami udara di dalam lingkungan Laboratorium Fisika Dasar, UKI, Jakarta Timur. KAJIAN TEORITIS Kalor dan Kalor Jenis Kalor adalah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari satu benda ke benda yang lain karena adanya perbedaan suhu. Ketika dua benda yang memiliki perbedaan dua suhu bertemu maka kalor akan berpindah (dari yang suhu tinggi ke suhu yang rendah). Misalnya kita mencampurkan air panas dengan air dingin maka kita akan mendapatkan air yang hangat. Pemberian kalor pada benda mengakibatkan dua hal yaitu, kenaikan suhu dan perubahan wujud. Banyak kalor yang di gunakan untuk menaikan suhu di rumuskan sebagai berikut: Q = m.c. T (1) Banyak kalor yang di gunakan untuk mengubah wujud adalah Q = m.l (2) Q = m.u (3) Dengan c adalah kalor jenis zat (J/kg C), Q adalah banyaknya kalor (J), m adalah massa benda (kg), T adalah besarnya perubahan suhu ( C), L adalah kalor lebur (J/kg) dan U adalah kalor uap (J/kg) (Giancoli, 2001). 166

Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk Perpindahan Panas Secara Konveksi Panas dapat berpindah secara konveksi yaitu dengan aliran partikel-partikel pembawa panas. Perpindahan panas secara konveksi dapat terjadi secara alami maupun paksaan. Besarnya panas yang dipindahkan karena secara konveksi dirumuskan sebagai berikut: dengan Q ha T t T0 (4) Q t adalah jumlah kalor yang dipindahkan tiap satuan waktu (J/s), h adalah koefisien konveksi (W/m 2o C), A adalah luas penampang (m 2 ), T adalah suhu benda ( o C) dan T 0 adalah suhu lingkungan ( o C) (Tipler, 1998). Hukum Newton Tentang Pendinginan Hukum Newton tentang pendinginan air menyatakan bahwa laju penurunan suhu berbanding lurus dengan selisih suhu air dan ruangan, secara matematis dirumuskan sebagai: dt dt 0 T T (5) dengan α adalah konstanta pendinginan air (s -1 ), T adalah suhu air ( o C) dan T 0 adalah suhu ruangan ( o C). Penurunan persamaan (1) akan menghasilkan persamaan: 0 T t T T e t (6) Dengan T Δ adalah selisih suhu awal air panas dengan suhu ruangan ( o C) (Margenau, 1953). Jumlah panas yang ditransfer oleh benda ke lingkungan secara konveksi dirumuskan sebagai : dengan Q ha T t T0 Q t (7) adalah jumlah kalor yang ditransfer tiap satuan waktu (J/s), h koefisien konveksi (W/m 2o C), A luas penampang (m 2 ), T adalah suhu benda ( o C) dan T 0 adalah suhu lingkungan ( o C). Banyaknya kalor yang hilang akibat penurunan suhu benda dirumuskan sebagai: Q mc T (8) dengan m adalah massa benda (kg), c adalah kalor jenis benda (J/kg o C) dan ΔT adalah perubahan suhu benda ( o C). Air panas di dalam sebuah wadah dibiarkan di udara bebas maka akan mengalami penurunan suhu, dengan energi panas yang hilang sebagai berikut: Q m c m c T (9) a a w w dengan m a adalah massa air, c a adalah kalor jenis air, m w adalah masa wadah dan c w adalah kalor jenis wadah. Penurunan suhu air ini disebabkan karena terjadinya transfer panas dari air ke udara secara konveksi, sehingga dengan 167

Taat Guswantoro mensubtitusikan persamaan (7) ke persamaan (9) diperoleh: T ha T T t m c m c a a w w 0 (10) Berdasar persamaan (10) laju penurunan suhu dapat dituliskan sebagai berikut: dt ha dt m c m c a a w w T T 0 (11) Persamaan (11) sesuai dengan persamaan (5), dengan: ha m c m c a a w w (12) atau maca mwcw h (13) A Dari persamaan (13) dapat diketahui yang mempengaruhi kecepatan pendinginan air adalah koefisien konveksi, luas penampang, masa air, masa wadah dan bahan dari wadah. Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 dengan interface pasco. Pencatatan suhu dilakukan dengan software pasco capstone versi14.1 yang terinstall dalam Acer All in one PC, pencatatan suhu dilakukan setiap 60 s selama masing-masing 2 jam. Setelah selesai proses pendinginan massa gelas berisi air ditimbang, sehingga diperoleh massa air (m a ). Data yang diperoleh diplotkan dalam grafik dengan menggunakan software pasco capstone versi 14.1, selanjutnya dianalisis pola grafik yang diperoleh dengan menggunakan analisis regresi natural eksponensial, sehingga diperoleh nilai konstanta pendinginan air dari masingmasing gelas. Untuk mendapatkan nilai koefisien konveksi udara digunakan persamaan (13) dengan data tambahan yaitu massa air, massa gelas, kalor jenis air dan kalor jenis gelas. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan tiga buah gelas yang berbeda ukuran, timbangan, sensor suhu, interface dan PC. Masingmasing gelas dalam keadaan kosong ditimbang untuk mendapatkan massa gelas (m w ), kemudian diisi dengan air panas dan dibiarkan mendingin karena proses transfer panas ke udara. Sensor suhu diletakkan pada masing-masing gelas, terhubung Gambar 1. Peralatan Penelitian 168

Analisis grafik yang diperoleh dari sorftware pasco capstone 14.1, dianalisis dengan metode regresi linier untuk mendapatkan persamaan empiris dari grafik yang dibentuk, dari persamaan empiris ini diperoleh nilai konstanta pendinginan air α. Untuk mendapatkan nilai koefisien konveksi udara digunakan persamaan (12), dengan memasukkan nilai c a dan c w dari referensi, yaitu ca 4200 J/kg O C dan c 840 J/kg O C. w HASIL DAN PEMBAHASAN Pendinginan Air pada Gelas I Tabel 1 Merupakan data yang diperoleh dari pencatatan dengan software Pasco Capstone 14.1, yaitu waktu (t), temperatur air pada gelas I (T 1 ), temperatur air pada gelas II (T 2 ), temperatur air pada gelas III (T 3 ), dan suhu ruangan laboratorium (T 0 ). Rata-rata suhu ruangan laboratorium sebesar 27,371 O C. Gelas I memiliki ukuran diameter 5,13 cm, tinggi 8,06 cm, massa 58 gram dan diisi 169 Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk dengan air panas 130 gram. Hasil plot dan analisis grafik pada gelas I diperoleh seperti pada gambar 2. Dari gambar 2 terlihat bahwa penurunan suhu air mengikuti eksponensial peluruhan, hal ini sesuai dengan pernyataan hukum Newton tentang pendinginan. Pada saat awal perbedaan suhu antara air dan udara lebih besar sehingga penurunan suhu akan berlangsung cepat, setelah suhu air menurun, maka perbedaan dengan suhu udara akan semakin kecil, sehingga penurunan suhu air akan menjadi lebih lama. Hasil regresi menghasilkan persamaan eksponensial peluruhan sebagai berikut: 4 T 4,87t 10 37,4e 28,9 Dengan t dalam s dan T dalam O C. (14) Dari persamaan (14) ketika disesuaikan dengan persamaan (6) diperoleh suhu di lingkungan sekitar gelas I sebesar T0 28,9 O C, suhu awal air sebesar T 37, 4 28,9 66,3 i O C dan 4 koefisien pendinginan air 4,8710 s -1. Tabel 1. Waktu vs suhu air pada gelas I, II, III dan suhu ruangan. t (s) T 1 ( C) T 2 ( C) T 3 ( C) T 0 ( C) 0 67,245 67,151 69,526 27,750 60 65,703 66,287 68,570 27,608 120 64,383 64,746 67,583 27,522 180 63,123 63,818 66,638 27,619 240 61,935 63,494 65,715 27,549 300 60,822 61,955 64,953 27,576 360 59,740 61,137 64,224 27,598 420 58,691 60,216 63,316 27,552...............

Taat Guswantoro Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 Gambar 2. Grafik hubungan waktu dan suhu air pada gelas I. Pendinginan Air pada Gelas II dan III Gelas II memiliki ukuran diameter 6,40 cm, tinggi 9,15 cm, massa 101 gram dan diisi dengan air panas 233 gram. Hasil plot dan analisis grafik pada gelas II diperoleh seperti pada gambar 3. Gelas III memiliki ukuran diameter 8,82 cm, tinggi 11,73 cm, massa 139 gram dan diisi dengan air panas 488 gram. Hasil plot dan analisis grafik pada gelas II diperoleh seperti pada gambar 4. Dari gambar 3 terlihat bahwa penurunan suhu air mengikuti eksponensial peluruhan, serupa dengan penurunan suhu pada gelas I, sehingga dapat dikatakan bahwa pada gelas II juga sesuai dengan pernyataan hukum Newton tentang pendinginan yang menghasilkan grafik berupa grafik peluruhan sesuai persamaan (6). Hasil regresi menghasilkan persamaan eksponensial peluruhan sebagai berikut: 4 T 4,14t 10 36,7e 29,5 Dengan t dalam s dan T dalam O C. (15) Dari persamaan (15) ketika disesuaikan dengan persamaan (6) diperoleh suhu di lingkungan sekitar gelas II sebesar T0 29,5 O C, suhu awal air sebesar T 36, 7 29,5 66, 2 i O C dan koefisien 4 pendinginan air 4,1410 s -1. 170

Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk Gambar 3. Grafik hubungan waktu dan Suhu air pada gelas II. Dari gambar 4 terlihat bahwa penurunan pernyataan hukum Newton tentang suhu air mengikuti eksponensial peluruhan, serupa dengan penurunan suhu pada gelas I dan II, sehingga dapat dikatakan bahwa pendinginan yang menghasilkan grafik berupa grafik peluruhan sesuai persamaan (6). pada gelas III juga sesuai dengan Gambar 4. Grafik hubungan waktu dan Suhu air pada gelas III. 171

Taat Guswantoro Hasil regresi menghasilkan persamaan eksponensial peluruhan sebagai berikut: 4 T 3,56t 10 38,4e 30,3 Dengan t dalam s dan T dalam O C. (16) Dari persamaan (16) ketika disesuaikan dengan persamaan (6) diperoleh suhu di lingkungan sekitar gelas III sebesar T0 30,3 O C, suhu awal air sebesar T 38, 4 30,3 68, 7 i O C dan koefisien 4 pendinginan air 3,56 10 s -1. Perbandingan Suhu Lingkungan dengan Suhu Sekitar Gelas I, II dan III Tabel 2 adalah perbandingan suhu lingkungan dengan suhu sekitar gelas I, II dan III. Data yang tertera pada tabel 2 diambil dari hasil pencatatan oleh sensor dan hasil analisis menggunakan software Pasco Capstone 14.1. Dari tabel 2 suhu sekitar gelas yang diperoleh dari hasil analisis menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan laboratorium, hal Tabel 2. Perbandingan suhu lingkungan dan suhu sekitar gelas I, II dan III. T 0 ( O C) Gelas I Gelas II Gelas III Analisis 28,4 29,5 30,3 Sensor 27,4 27,4 27,4 ΔT 0 1,0 2,1 2,9 Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 ini dikarenakan udara di sekitar gelas akan menerima tambahan kalor dari air panas. Perbedaan suhu terkecil pada gelas I dan terbesar pada gelas III, hal ini disebabkan oleh jumlah air terbesar ada pada gelas III, sehingga udara disekitar gelas III lebih banyak menerima kalor dibandingkan dengan gelas II dan gelas I. Dari persamaan (1), (2) dan (3) dapat dilihat bahwa suhu awal air hasil analisis selalu lebih kecil dari suhu awal air yang tercatat oleh sensor, ini karena sistem merupakan perpaduan antara air dan gelas, sedangkan yang tercatat oleh sensor hanya suhu air. Perbedaan hasil analisis dan hasil pembacaan pada sensor ini merupakan konsekuensi dari kesetaraan dengan komponen-komponen penyusun sistem tersebut. Perbandingan Konstanta Pendinginan Air Pada Gelas I, II dan III. Tabel 3 menyajikan perbandingan konstanta pendinginan air (α) dan umur panas (τ) dari gelas I, II dan III. Umur panas memiliki persamaan 1, didefinisikan sebagai waktu energi panas dapat terperangkap di dalam air, atau waktu yang dibutuhkan air panas untuk menjadi dingin. 172

Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk Tabel 3. Perbandingan konstanta pendinginan air (α) dan umur panas (τ) dari gelas I, II dan III. Konstanta Gelas I Gelas II Gelas III α (s -1 ) 4 4,87 10 4,14 10 4 3,56 10 4 τ (s) 2053 2415 2808 Konstanta pendinginan air pada gelas I adalah yang terbesar dan untuk gelas III adalah yang terkecil, hal ini menunjukkan panas pada gelas III adalah yang paling lama, hal ini juga ditunjukkan pada tabel 3. Koefisien Konveksi Udara bahwa pada air pada gelas I akan Air panas di dalam gelas berangsurangsur mendingin paling cepat, dan air pada gelas ke III kan mendingin paling lambat, hal ini akan mengalami penurunan suhu karena energi panas dari air dan kaca ditunjukkan oleh gambar 5 grafik pada dipindahkan ke udara melalui proses gelas I paling curam peluruhannya dan konveksi. Air mengalami pengurangan grafik pada gelas III paling landai energi panas sehingga suhunya akan turun peluruhannya. Air pada gelas I adalah yang paling cepat mendingin sehingga umur panasnya paling singkat sedangkan umur dan ketika suhu air, gelas dan udara berada pada keseimbangan maka tidak terjadi lagi perpindahan panas, sehingga suhu air, kaca dan udara tidak berubah. Gambar 5. Perbandingan peluruhan suhu air dalam gelas I, II dan III 173

Taat Guswantoro Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 Gelas I Gelas II Gelas III Tabel 4. Perhitungan koefisien konveksi dari gelas I, II dan III. α (s -1 ) m w (kg) m a (kg) A (m 2 ) h (W/m 2. O C) 4,87 10 4 0,058 0,130 4,14 10 4 0,101 0,233 3,56 10 4 0,139 0,488 h 19,9 0, 6 W/m 2. O C 1,50 10 2 19,3 2,16 10 2 20,4 3,86 10 2 20,0 Perpindahan secara konveksi dapat terjadi secara alami maupun dengan paksaan. Konveksi secara alami pergerakan partikel pemindai panas terjadi karena perubahan massa jenis partikel tersebut setelah menerima panas, sedangkan pada konveksi paksa partikel pemindai panas dengan sengaja dialirkan untuk mengambil panas. Pada penelitian ini partikel pemindai panas adalah udara di ruangan laboratorium tidak dengan sengaja dialirkan ke air dan gelas, sehingga proses konveksi pada penelitian ini adalah konveksi secara alami. Perhitungan koefisien konveksi alami dari penelitian ini dengan menggunakan persamaan (11) yang disajikan pada tabel 4. Luas penampang A diperoleh dengan mengasumsikan bahwa gelas berbentuk silinder dan bagian bawah gelas tidak mengalami kontak dengan udara, sehingga perhitungan luas adalah luas penampang lingkaran gelas ditambah dengan luas selimut silinder. Berdasarkan tabel 4 diperoleh bahwa besarnya koefisien konveksi udara di dalam ruangan laboratorium sebesar h 19,9 0, 6 W/m 2. O C. Jika terdapat sebuah benda seluas 1 m 2 yang memiliki suhu 1 O C lebih tinggi dari suhu ruangan maka energi panas benda tersebut akan hilang sebesar 19,9 J tiap detiknya. KESIMPULAN Pendinginan air dapat terjadi karena adanya perpindahan panas secara konveksi dari air panas ke udara. Pada proses pendinginan air persamaan suhu terhadap waktu merupakan persamaan eksponensial peluruhan, sesua dengan hukum Newton tentang pendinginan. Besarnya konstanta pendinginan menunjukkan seberapa cepat air akan menjadi dingin ketika dibiarkan bebas di udara. Besarnya konstanta pendinginan tidak lepas dari besarnya koefisien konveksi udara. Dari penelitian diperoleh nilai koefisien konveksi udara sebesar h 19,9 0, 6 W/m 2. O C, yang berarti jika terdapat sebuah benda seluas 1 m 2 yang memiliki suhu 1 O C lebih tinggi dari suhu ruangan maka energi panas benda 174

Penggunaan Pasco Capstone 14.1 untuk tersebut akan hilang sebesar 19,9 J tiap detiknya. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan dosen Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Kristen Indonesia dan kepada Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indoneisa. DAFTAR PUSTAKA Giancolli, Douglas C.2001.FISIKA Jilid 1 Edisi Kelima.Jakarta:Erlangga. Margenau, Henry., Watson, William W., Montgomery, C.G., 1953, Physics: Principles and Application Second Edition, McGraw Hill. Ma sum, Zuhdi., Arsana, Made., Malik, Fathurrahman., Priyono, Wahyudi., Altway, Ali., 2012. Analisis Perpindahan Panas dengan Konveksi Bebas Dan Radiasi pada Penukar Panas Jenis Pipa dan Kawat, Jurnal Teknik Kimia Vol.7, No.1, September 2012 Putra, Nandy., Maulana, Syahrial., Koestoer, R.A., Danardono A.S., 2005, Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air Bersuspensi Nano Partikel(Al2O3) pada Fintube Heat Exchanger, Jurnal Teknologi, Edisi No. 2, Tahun XIX, Juni 2005, 116-125 ISSN 0215-1685 Ramadhanti, Putri., Fathurohman, Apit., 2014, Penggunaan Coachlab II+ dalam Menentukan Koefisien Konveksi, diakses pada tanggal 4 april 2016 dari http://ejournal.unisri.ac.id/index.php /jipf/view/1806/751. Tipler, P.A., 1998, Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1 (Terjemahan), Jakarta : Erlangga 175

Taat Guswantoro Jurnal EduMatSains, Januari 2017 Vol. 1 No.2 176