BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

PERAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA WONOGIRI DALAM MENGELOLA, MERAWAT DAN MENYIMPAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

Semoga dokumen ini memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

LEMBAGA PENGELOLA ASET TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

C. Penggeledahan Definisi Penggeledahan rumah penggeledahan badan Tujuan Pejabat yang berwenang melakukan penggeledahan Tata cara penggeledahan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

Oleh : MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017. PENGELOLAAN BENDA SITAAN MENURUT PASAL 44 KUHAP 1 Oleh : Maria Prisilia Djapai 2

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB IV. MANAJEMEN ORGANISASI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

1 Universitas Indonesia Pengelolaan barang..., Joelman Subaidi, FH UI, 2011.

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2010 Kementerian Kehutanan. Barang Bukti. Pengurusan.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

( SOP BALIKPAPAN, PEBRUAR

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

Kementerian PPNBappenas

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dalam perkara pidana di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Yossie Ariestiana E.

A. RENCANA STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :


BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

PERATURAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

STANDAR EVALUASI DAN PELAPORAN

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi kebijakan..., Atiek Meikhurniawati, FISIP UI, Universitas Indonesia

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Pengelolaan Keuangan BAB IV PENUTUP Kesimpulan... 73

PERAN KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM JAWA TENGAH DALAM PEMENUHAN HAM ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

A. RENCANA STRATEGIS

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.4/Menhut-II/2010 TENTANG PENGURUSAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA KEHUTANAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP 558 /A/J.A/ 12/ 2003 TENTANG

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen PAS Depkumham), Rumah Pengelolaan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) memang belum sepopular Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan). Meskipun kurang tenar, Rupbasan menjadi wahana yang krusial dalam menegakan hukum. Hal ini tidaklah lepas dari peran penting Rupbasan dalam menunjang proses peradilan yang sederhana, cepat dengan biaya yang ringan. Sebab, pengelolaan benda sitaan (basan) sangatlah terkait dengan kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan. Menurut KUHAP dalam pasal 39 ayat (1) menyebutkan bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah : a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Selain basan, Rupbasan juga berperan dalam menyimpan barang rampasan (baran). Baran merupakan barang bukti yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dirampas untuk negara yang selanjutnya dieksekusi. Eksekusi yang dimaksud dapat berupa pemusnahan, pelelangan, lalu diserahkan kepada instansi

2 yang ditetapkan untuk dimanfaatkan, atau disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain. Ada beberapa langkah yang akan dilalui sejak sebuah barang masuk ke dalam Rupbasan. Pertama, ketika sebuah barang diterima Rupbasan, barang tersebut akan dicatat dalam buku pendaftaran sebagai persiapan administrasi dan dokumentasi. Kedua, setelah selesai didaftarkan tahap berikutnya adalah penelitian basan dan baran. Tahap ini berkisar pada kegiatan pemeriksaan, menguji dan menaksir semua benda yang akan disimpan di Rupbasan. Setelah melalui proses administrasi, basan dan baran akan dipelihara dan dimutasikan ke Rupbasan. Pemeliharaan dimaksudkan untuk menjaga keutuhan nilai ekonomis barang tersebut, baik jenis, macam, kadar, kualitas dan kuantitasnya tetap terjamin. Aspek pemeliharaan pun tidak terlepas dari pengamanan dan penyelamatan basan dan baran. Kegiatan pengamanan dilakukan untuk mencegah gangguan dan ancaman terhadap keutuhan Basan dan atau Baran baik dari luar maupun dari dalam Rupbasan. Tahap terakhir adalah Pengeluaran atau Penghapusan. Tahap ini dilakukan baik sebelum adanya putusan pengadilan (prajudication) maupun sesudah adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (post-adjudication). (lihat www. hukumham.info : diakses tanggal 05 Januari 2008) Peran penting Rupbasan dalam sistem peradilan pidana (integrated crmininal justice system) memerlukan organisasi yang ditunjang oleh kekuatan personel yang berkualitas untuk mendukungnya, baik pemimpin maupun sumber daya petugas pelaksananya. Namun pada kenyataannya kondisi tersebut masih sulit tercapai. Hal ini misalnya masih seringnya perlakuan buruk terhadap barang sitaan baik dari segi penyimpanan maupun penjagaan, pada umumnya anggota masyarakat yang bersangkutan jarang mengharapkannya bisa kembali kepada yang berhak dalam keadaan utuh. Hampir semua dalam keadaan hancur tanpa mempunyai nilai harga lagi. Hal ini disebabkan antara lain cara pembungkusan, penyimpanan pemeliharaan dan penjagaannya yang kurang bertanggung jawab, juga disebabkan faktor tempat penyimpanannya yang tidak memadai serta pengetahuan dan ketrampilan pegawai mengenai tata cara penyimpanan,

3 pemeliharaan, penjagaan terhadap barang-barang sitaan tersebut belum memiliki kompetensi yang memadai (Harsono, 2006). Dari sisi organisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) masih menganggap Rupbasan sebelah mata. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya alokasi petugas yang ditempatkan di Rupbasan serta minat petugas baik lulusan AKIP (Akademi Ilmu Pemasyarakatan) maupun petugas umum untuk ditempatkan di Rupbasan. Kondisi ini kemudian diperparah lagi dengan stigma bahwa Rupbasan sebagai sebagai tempat pembuangan bagi petugas-petugas yang bermasalah di Lapas atau Rutan, hingga jabatan struktural yang hanya sekedar numpang singgah atau batu loncatan semata. Hal inilah yang menyebabkan kualitas layanan ke publik yang diberikan oleh Rupbasan masih fluktuatif, artinya masih pasang surut. Adakalanya pelayanan yang diberikan merefleksikan adanya suatu prestasi yang menggemberikan, tetapi kadangkala pelayanan yang diberikan masih menunjukkan adanya deviasi/penyimpangan yang bermuara pada kurang terlayaninya publik secara maksimal. Sebagai konsekuensinya Rupbasan menuai kritik sebagai refleksi dari ketidakpuasan publik terhadap pelayanan yang diberikan. Jika deviasi dalam pemberian layanan masih saja terus terjadi, sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap kinerja dan efektivitas serta efisiensi pencapaian tujuan suatu pemerintahan atau organisasi. Untuk itu dibutuhkan sumber daya manusia/aparatur yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berperan dalam suatu organisasi atau pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada publik. Bahkan sumber daya manusia sering disebut sebagai the most prominent variable in the organization (brooks, 2002). Sedangkan Rahim (2003) menyatakan bahwa Bagaimanapun baiknya suatu tujuan yang telah direncakan jika tanpa didukung sumberdaya yang berkualitas dan memadai, tidak akan dapat diwujudkan secara optimal. Oleh karena itu, peran aparatur dalam tata pemerintahan merupakan key factor yang berpengarh terhadap kualitas service atau layanan yang diberikan (Guo 2002). Perlunya optimalisasi peran Rupbasan baik dari sisi organisasi, maupun unsur pendukungnya diperlukan sebuah upaya Revitalisasi Organisasi. Menurut

4 Gouillart dan Kelly (1995) Revitalisasi Organisasi adalah perubahan organisasi yang ditujukan untuk memacu pertumbuhan organisasi dengan cara menselaraskan organisasi dengan lingkungannya. Kemudian Revitalisasi Organisasi menurut Robert L. Laund (Lance A. Berger, Martin J Sikora dan Dorothy R Berger,1994) merupakan bagian dari Change Effort Curve yang mencakup 4 jenis perubahan, yaitu Adaptasi, Revitalisasi, Transformasi dan Turnaround. Revitalisasi Organisasi mencakup perubahan substansial pada organisasi, tetapi masih selaras dengan struktur, sistem dan proses yang telah ada pada organisasi tersebut. Pada revitalisasi organisasi, perubahan yang dicanangkan signifikan dan dilaksanakan dengan upaya yang besar, tetapi dengan resiko yang tidak terlalu besar bagi organisasi. Revitalisasi menurut Ashby (1999), mencakup perubahan yang dilaksanakan secara Quantum-Leap, yaitu lompatan besar yang tidak hanya mencakup perubahan bertahap atau incremental, melainkan langsung menuju sasaran yang jauh berbeda dengan kondisi awal organisasi. Salah satu wujud Quantum-Leap tersebut adalah melalui Benchmarking. Revitalisasi Organisasi dapat dicapai salah satunya dengan melakukan pengembangan organisasi atau Organization Development (OD). Organization Development (OD) adalah respon untuk berubah melalui a complex educational strategy dan niat untuk merubah keyakinan, sikap, nilai struktur organisasi agar dapat beradaptasi lebih mudah dengan teknologi baru, pasar dan peluang (Bennis 1969). Disisi lain OD juga diartikan sebagai sistem yang menyeluruh dengan nilai-nilai dasar kolaboratif, melalui proses penerapan ilmu perilaku, untuk perubahan yang adaptif, penyempurnaan strategi, struktur, proses, SDM dan budaya yang mengarahkan organisasi agar efektif (Bradford, Burke, Seashore, Worley & Tannenbaum, 2001). Dengan demikian OD dapat dijabarkan sebagai berikut : - Merupakan persepktif jangka panjang bukanlah quick fix ; - Harus didukung oleh top manajemen; - Efek perubahan OD bukanlah secara eksklusif, tetapi melalui pembelajaran; - Penekanan pada partisipasi anggota organisasi;

5 - Menekankan keikutsertaaan karyawan dalam menilai organisasi saat ini menuju suatu hal positif dimasa depan, melibatkan karyawan dalam menilai organisasi sekarang menuju hal positif masa depan. Organization Develompment (OD) pada Rupbasan memerlukan realisasi segera, sebab lingkungan berubah semakin cepat. Masyarakat semakin kritis menuntut pelayanan prima ddalam penanganan basan dan baran, perubahan teknologi yang berbasis pengetahuan semakin pesat menuntut unsur petugas tanggap akan tantangan perawatan da pengamanan basan dan baran, demikian juga dengan perubahan di bidang ekonomi, soial dan keamanan. B. Perumusan Masalah Salah satu upaya dalam rangka memberikan jaminan perlindungan HAM adalah berkenaan dengan benda sitaan yang disita dari tersangka/pihak yang berpekara untu disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), baik teradap benda-benda untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, maupun terhadap benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan undang undang untuk menjamin dan melindungi hak tersangka/pihak yang berpekara. Sebelum adanya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP tanggung jawab pengelolaan benda sitaan Negara ada pada masing-masing instansi yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan mulai dari penyidik, penuntut umum dan hakim yang mengadili perkara yang bersangkutan. Karena tanggung jawab tersebut secara fisik, maka ketiga instansi tersebut sekaligus juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda sitaan. Konsekuensi logis dari sistem tersebut adalah benda sitaan akan berpindah-pindah tempat penyimpanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan selama proses peradilan. Akibat perpindahan secara fisik berulang-ulang ini maka akan berakibat : - Kurang terjaminnya keutuhan benda sitaan; - Terjadinya kerusakan atau bahkan hilangnya benda sitaan tersebut.

6 Akibat dari kondisi diatas adalah kemungkinan gagalnya menghadirkan benda sitaan sebagai barang bukti di sidang pengadilan atau ditolaknya benda sitaan oleh pihak yang berhak jika nantinya dikembalikan kepada pemiliknya karena tidak sesuai lagi dengan spesifikasi benda sitaan pada saat disita. Adanya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP beserta peraturan pelaksanaannya merupakan dasar hukum utama untuk operasionalisasi Rupbasan. Berikut adalah Dasar Hukum adanya Rupbasan : 1. Undang Undang Nonor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Dalam Undang Undang ini ada 3 (tiga) pasal yang memuat materi tentang Rupbasan, yaitu : - Pasal 44 ayat (1) dan (2) a. Ayat (1) pasal ini memuat ketentuan bahwa benda sitaan harus disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara. Dari bunyi pasal inilah dikenal nama lembaga baru Rupbasan, yang merupakan singkatan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara; b. Ayat (2) pasal ini memuat ide dasar bagaimana cara menyimpan, pejabat mana yang bertanggung jawab secara yuridis. Ayat ini juga memuat larangan pemakaian/penggunaan benda sitaan secara tidak sah. - Pasal 45 ayat (1) sampai dengan ayat (4) Pasal 45 ini memuat ketentuan yang berupa perlunya tindakan tertentu jika karena sesuatu hal benda sitaan tidak mungkin disimpan di Rupbasan, maka benda sitaan dapat dilelang, uang hasil penjualan lelang dijadikan sebagai barang bukti. Namun benda sitaan tersebut harus disisakan sebagian kecil untuk keperluan pembuktian. - Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Ayat (1) mengatur pengembalian benda sitaan sebelum adanya keputusan/vonis pengadilan. Sedangkan ayat (2) menunjukkan aturan pengembalian benda sitaan setelah adanya keputusan hakim.

7 2. Peratutan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP Dalam Peratutan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 ini terdapat 11 (sebelas) pasal yang memuat materi mengenai Rupbasan. Peraturan Pemerintah ini merupakan penjabaran 4 (empat) pasal dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dari pasal-pasal tersebut ditemukan sebutan resmi/penamaan instansi Rupbasan, kemudian pasal-pasal berikutnya menjelaskan secara garis besar tentang organisasi, kedudukan, tugas pokok dan fungsi Rupbasan berkenaan dengan pengelolaan benda sitaan negara. 3. Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Dalam Bab I Peraturan Menteri Kehakiman ini dimuat aturan, tata cara penerimaan, penempatan dan pedaftaran benda sitaan. Sedangkan pada Bab II dijelaskan bagaimana cara pemeliharaan dan pengamanan. Di bagian terakhir, Bab III diatur bagaimana cara dan prosedur pengeluaran dan pemusnahan barang rampasan Negara. 4. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rupbasan Keputusan ini memuat tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, klasifikasi dan susunan organisasi Rupbasan. 5. Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tehnis Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E2.UM.01.06 tahun 1986 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Juklak-Juknis ini memberikan acuan dan petunjuk tehnis pengaturan dan pengurusan benda sitaan Negara mulai dari penerimaan sampai dengan pengeluaran benda sitaan. Juklak-Juknis ini kemudian disempurnakan dengan Juklak-Juknis Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor :E1.35.PK.03.10 tahun 2002 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara. 6. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

8 Dalam Undang Undang ini yang erat kaitannya dengan Rupbasan adalah pasal 36 dan pasal 37 yang mencantumkan tentang perlindungan harta/hak milik seseorang (yang sedang dikenakan penyitaan oleh yang berwenang). Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran) dalam Rupbasan juga dimaksudkan untuk menjamin keselamatan dan keamanan benda-benda sitaan dan barang rampasan tersebut. Benda sitaan sebagai barang bukti menuntut pemeliharaan yang tidak terpisahkan dengan proses itu sendiri, status benda sitaan pada hakikatnya tidak bias dengan status seorang tersangka. Selain itu juga dengan penempatan benda-benda tersebut di rupbasan, secara psikologis juga memberikan rasa aman bagi pemilik benda/barang tersebut, baik benda milik terdakwa atau terlebih lagi milik korban kejahatan atau pihak ketiga. Rupbasan mempunyai 3 macam fungsi yaitu fungsi penerimaan, fungsi pemeliharaan dan keamanan serta fungsi pengeluaran dan pemusnahan barang sitaan. Fungsi penerimaan adalah menerima dan penyimpanan benda sitaan yang diperlukan untuk barang bukti dalam pemeriksaan perkara mulai dari penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk penyimpanan barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan pengadilan. Fungsi pemeliharaan dan pengamanan yaitu dalam hal ini Kepala Rupbasan bertanggung jawab atas keutuhan mutu dan jumlah benda sitaan. Fungsi pengeluaran dan pemusnahan benda sitaan, dalam hal ini maka benda harus keluar dari Rupbasan untuk kepentingan pemeriksaan, atau bila penyidik maupun penuntut umum memerintahkan penjualan lelang atau pemusnahan terhadap benda sitaan, untuk memenuhi perintah itu barang harus dikeluarkan dari Rupbasan. Kewenangan untuk menjual lelang atau memusnahkan benda sitaan harus memenuhi syarat dan formalitas yang kewenangannnya ada pada instansi lain yaitu : 1. Tidak dapat disimpan baik di Rupbasan maupun di tempat instansi lain yang sesuai untuk itu; 2. Benda itu lekas rusak atau membahayakan keselamatan lingkungan dan masyarakat;

9 3. Ada pembuktian dari lembaga ahli tentang sifat benda itu mudah rusak atau membahayakan keselamatan lingkungan dan masyarakat; 4. Sejauh mungkin ada persetujuan tersangka atau terdakwa atau kuasanya; 5. Ada persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara; 6. Ada ijin persetujuan Ketua Pengadilan Negeri jika penjualan lelang atau pemusnahan benda sitaan masih dalam tingkat pemeriksaan penyidikan atau penuntutan; 7. Ada ijin persetujuan hakim yang memeriksa atau menyidangkan perkara sesuai dengan tingkat pemeriksaan pengadilan jika penjualan atau pemusnahan itu dilakukan setelah pemeriksaan perkara berada pada tingkat pemeriksaan pengadilan; 8. Penjualan lelang atau pelaksanaan pemusnahan benda sitaan disaksikan oleh tersangka atau terdakwa atau kuasanya. Berdasarkan uraian pasal-pasal yang tercantum dalam KUHAP jelas menunjukkan bahwa penanganan benda yang disita sebagai barang bukti menjadi kewajiban Negara sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System) selain Polisi, institusi lain yang diberi wewenang untuk itu adalah Kejaksaan, Pengadilan dan Rupbasan sebagai unit yang ditugasi untuk menyimpan, memelihara dan menjaga benda sitaan. Disamping mengelola benda sitaan, Rupbasan juga mengelola barang rampasan sebagaimana yang diatur dalam pasal 46 ayat (2) KUHAP dan dipertegas lagi dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor : M.05.UM.01.06 tahun 1983 tentang Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara. Bertitik tolak dari latar belakang yang dikemukakan, dan sehubungan dengan perkembangan kejahatan dimana akan berdampak semakin beragamnya barang bukti dalam kasus kejahatan peneliti memandang perlu untuk membatasi pokok permasalahan yang hendak diteliti yaitu :

10 1. Bagaimana peranan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran)? 2. Apa Saja Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran)? 3. Strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan peran Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara ( Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran)? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana peran Rupbasan dalam pengelolaan Benda Sitaan Negara (Basan) dan Barang Rampasan Negara (Baran) dari mulai pra ajudikasi sampai post ajudikasi dalam sistem peradilan pidana (integrated criminal justice system), kendala-kendala yang dihadapi serta strategi yang dilakukan dalam rangka meningkatkan peran Rupbasan. D. Manfaat Penelitian - Secara akademis, penelitian ini diharapkan mengembangkan penjelasanpenjelasan yang sudah ada mengenai Revitalisasi Organisasi dan Organization Development (OD), khususnya pada organisasi Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) - Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menyusun program Organization Development (OD) pada UPT di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) umumnya dan UPT Rumah Peyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) khususnya. E. Sistematika Penelitian Sistematika penelitian ini terdiri dari enam bab yang masing-masing berisikan :

11 BAB I PENDAHULUAN Menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB II GAMBARAN UMUM RUPBASAN Berisi tentang sejarah, struktur organisasi, visi, dan misi Rupbasan di DKI Jakarta yang terdiri dari Rupbasan Jakarta Pusat, Rupbasan Jakarta Timur, Rupbasan Jakarta Selatan, Rupbasan Jakarta Barat, dan Rupbasan Jakarta Utara. BAB III KERANGKA TEORI Berisi tentang peraturan perundang-undangan yang mempunyai relefansi dengan penelitian serta teori-teori Revitalisasi Organisasi dan Organization Development (OD). BAB IV METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data, tehnik pengolahan data dan analisis data. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi tentang hasil penelitian fungsi dan peran Rupbasan dalam sistem peradilan pidana dikaitkan dengan teori yang digunakan dalam menciptakan revitalisasi organisasi pada organisasi Rupbasan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

12 Merupakan bab penutup, dimana peneliti akan memberikan kesimpulan dan saran-saran yang disampaikan kepada pimpinan Rupbasan dan pihak-pihak terkait setelah mengetahui masalah yang berkaitan dengan peran kepemimpinan dalam menciptakan revitalisasi organisasi di Rupbasan.