BAB 1 PENDAHULUAN. dkk, 2005). Namun gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar umumnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dentin secara alami, terhidrasi, merupakan mineralisasi jaringan keras yang

BAB 1 PENDAHULUAN. layer. 4 Smear layer menutupi seluruh permukaan saluran akar yang telah dipreparasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. setelah instrumentasi pada saluran yang tidak diirigasi lebih banyak daripada saluran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan utama dari perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar bertujuan untuk mengeleminasi bakteri yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nekrosis pulpa adalah kematian sel-sel di dalam saluran akar yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1 Alur Pikir

BAB 1 PENDAHULUAN. iskemik jaringan pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membentuk saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. saluran akar dan menggantinya dengan bahan pengisi. Perawatan saluran akar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan perawatan sistem saluran akar.

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mahkota (crown) dan jembatan (bridge). Mahkota dapat terbuat dari berbagai

PREFABRICATED (PENELITIAN IN VITRO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

ALUR PIKIR. Kitosan Molekul Tinggi 1. Knor (1982) Kitosan mempunyai gugus amino bebas Dakin untuk merawat infeksi luka.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolismenya dari saluran akar (Stock dkk., 2004). Tujuan perawatan saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERBEDAAN JUMLAH EKSTRUSI DEBRIS ANTARA KITOSAN BLANGKAS MOLEKUL TINGGI DENGAN SODIUM HIPOKLORIT PADA TINDAKAN IRIGASI SALURAN AKAR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar selama atau sesudah perawatan endodontik. Infeksi sekunder biasanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

PERUBAHAN KEKERASAN DENTIN PADA SALURAN AKAR. SETELAH APLIKASI NaOCl 3%, KOMBINASI NaOCl 3% - EDTA 17%, DAN NaOCl 3% - KLORHEKSIDIN 2%

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB 2 PENGENALAN DAN PENGGUNAAN MIXTURE OF A TETRACYCLINE ISOMER, AN ACID AND A DETERGENT (MTAD) SEBAGAI BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun bangsa (Taringan, 2006). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting dalam proses reparasi gigi baik pada perawatan endodontik maupun

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga didapatkan fungsi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

MIXTURE OF A TETRACYCLINE ISOMER, AN ACID AND A DETERGENT (MTAD) SEBAGAI BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. infeksi dan menutup sistem saluran akar dengan rapat. Perawatan saluran akar

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. estetika yang sangat mempengaruhi penampilan. Hal ini menjadi permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cukup tinggi. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, indeks DMF-T Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Karies gigi, trauma dan kegagalan restorasi menyebabkan kerusakan dan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan bakteri semakin hari semakin tidak dapat terkontrol. Peralatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertujuan untuk mempertahankan gigi vital atau gigi nekrosis, agar gigi tetap

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan endodonti bertujuan menghilangkan jaringan nekrotik dan jaringan dentin yang terinfeksi, mengeliminasi mikrooganisme dari saluran akar dan tubulus dentin, serta mencegah kontaminasi ulang saluran akar setelah perawatan (Zivkovic dkk, 2005). Namun gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar umumnya memiliki struktur gigi lebih lemah daripada gigi sehat karena kehilangan struktur gigi yang disebabkan oleh perluasan karies atau prosedur endodonti yang dilakukan (Kishen, 2006). Prosedur endodonti memungkinkan terjadinya pengurangan kekuatan mahkota gigi hingga 38% (Hussain dkk, 2007 cit. Michael, 2010). Kekuatan gigi endodonti berbanding lurus dengan jumlah struktur gigi sehat yang tersisa dan jika struktur gigi hilang, potensi fraktur gigi akan meningkat (Sornkul dkk, 1992 cit. Tay dan Pashey, 2007). Penyebab fraktur pada gigi endodonti bersifat multifaktorial yang dapat dikelompokkan akibat iatrogenik dan non-iatrogenik. Fraktur secara biomekanik adalah suatu proses yang sangat kompleks yang melibatkan pembentukan dan pertumbuhan retak mikro dan retak makro. Celah-celah mikroskopik dapat bertambah dari waktu ke waktu yang akhirnya mengakibatkan fraktur pada stuktur gigi. Perbedaan utama antara gigi utuh dan gigi endodonti yang direstorasi dengan pasak inti adalah (1) peningkatan konsentrasi tegangan dan (2) peningkatan tegangan tarik

pada struktur jaringan yang tersisa. Pola distribusi tekanan pada gigi yang telah direstorasi dengan menggunakan pasak inti mahkota jelas berbeda dengan gigi yang masih utuh. Sistem pasak inti mahkota merupakan satu unit tunggal yang dapat melengkung dan meregang selama proses pengunyahan. Perbedaan pola regangan tersebut berbeda jika dibandingkan dengan gigi normal, yang dapat menyebabkan kehilangan tulang periodontal. Penggunaan pasak fiber merupakan perkembangan ilmu endodonti untuk menggantikan sistem pasak metal maupun pasak tuang (cast metal). Penggunaan pasak fiber menunjukkan hasil yang estetis karena tidak korosi, perlekatan sangat baik dengan memanfaatkan sistem adesif, memiliki modulus elastisitas menyerupai dentin sehingga dapat mendistribusikan tekanan secara merata, mengurangi resiko terjadinya fraktur akar dan lebih mudah diperbaiki (repairable) (Torabi dan Fattahi, 2009). Teknik ini menciptakan suatu sistem monoblok di dalam saluran akar yaitu suatu istilah yang secara harfiah berarti satu kesatuan. Bahan monoblok harus memiliki kemampuan ikatan kuat dan saling menyatu satu sama lain, serta substrat monoblok mampu berfungsi sebagai reinforced (penguat) dan memiliki modulus elastisitas yang mirip dengan dentin (Tay dan Pashley, 2007). Beberapa penelitian yang menggunakan analisis FEM juga menyimpulkan bahwa penggunaan pasak yang memiliki modulus elastisitas mirip dengan dentin menghasilkan suatu kesatuan unit homogen dengan kinerja

biomekanik yang lebih baik (Barjau-Escribano dkk, 2006; Silva dkk, 2009 cit. Soares, 2012). Dentin secara alami, terhidrasi, merupakan mineralisasi jaringan keras yang membentuk sebagian besar gigi. Dentin memiliki ribuan tubulus mikroskopis yang berdiameter antara 0.5-4.0 µm, dengan kepadatan tubulus dentin berkisar dari 10.000 96.000 tubulus per mm 2 (Mjor, 1996 cit. Kishen, 2006). Dentin dewasa (matur) terdiri dari 30% kolagen bahan organik, 60% anorganik dan 10% air. Persentase bahan organik sebagian besar terdiri dari 90% kolagen tipe I dan sisanya (10%) non kolagen protein seperti phospoproteins dan proteoglikan (Embery, 2001 cit. Fawzy dkk, 2012). Kolagen pada bahan organik berfungsi memberikan daya tahan terhadap retak (crack), meningkatkan kemampuan untuk menyerap ketangguhan (toughness) dan memberikan kekuatan tarik (tensile strength). Bahan anorganik berfungsi untuk meningkatkan kekakuan (stiffness), modulus elastisitas dan kekuatan tekan (compressive strength). Air pada dentin berfungsi memberikan sifat viskoelastisitas, meningkatkan kemampuan untuk menyerap tegangan (stress) dan meningkatkan distribusi tegangan/regangan (stress/strain) pada dentin. Hilangnya jaringan pulpa dan tipe air bebas dari permukaan dentin, porositas, dan tubulus dentin dapat mempengaruhi pengurangan sifat mekanik pada integritas gigi yang dirawat endodonti (Kishen, 2006).

Prosedur preparasi chemo-mechanical pada perawatan endodonti memerlukan suatu bahan irigasi sebagai debridemen dan disinfektan sistem saluran akar. Larutan irigasi sebaiknya mempunyai spektrum antimikroba luas dan memiliki efektifitas tinggi melawan bakteri anaerob dan mikroorganisme fakultatif yang terdapat dalam biofilm, mampu melarutkan sisa jaringan pulpa yang nekrosis, inaktivasi endotoksin, mencegah pembentukan smear layer selama instrumentasi atau melarutkan smear layer yang ada (Kishen, 2006). Bahan irigasi juga harus memiliki tingkat toksisitas yang rendah, pelumas yang baik, memiliki ketegangan permukaan yang rendah sehingga mudah mengalir ke daerah yang tidak terjangkau, tidak menimbulkan korosi pada instrumen dan tidak melemahkan struktur gigi (Zehnder, 2006). Namun bahan irigasi saluran akar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan fraktur. Telah dilaporkan bahwa beberapa bahan kimia yang digunakan untuk irigasi endodonti mampu menyebabkan perubahan komposisi kimia dari dentin. Setiap perubahan rasio kalsium/phospat (Ca/P) dapat mengubah komponen organik dan anorganik, sehingga dapat mempengaruhi microhardness, permeabilitas dan kelarutan karakteristik dentin (Sayin dkk, 2007). Sodium hipoklorida (NaOCl) adalah bahan irigasi endodonti yang paling sering digunakan karena mampu melarutkan jaringan seperti jaringan nekrotik, bersifat antibakteri dan sebagai lubrikasi namun efek konsentrasi larutan ini (2,6% - 5,25%) bersifat toksis terhadap jaringan mengakibatkan hemolisis, ulserasi pada kulit, nekrosis dan reaksi alergi (Pashley dkk, 1985 cit. Hulsman dan Hahn, 2000).

Toksisitas NaOCl berkurang pada konsentrasi rendah; sifat dissolusi jaringan, debridemen dan antimikroba juga menurun (Osetek, 1988 cit. Turkun dan Cengiz, 1997). Beberapa peneliti juga telah membuktikan adanya efek NaOCl terhadap sifat fisik seperti kekuatan lentur, modulus elastisitas, dan microhardness dentin. Penelitian Slutzky-Goldberg dkk, (2004) menunjukkan bahwa terjadi penurunan microhardness dentin sebesar 500µm antara sampel kontrol dengan sampel yang diirigasi dengan NaOCl 2,5% dan 6% selama 5, 10, dan 20 menit. Pengaruh NaOCl terhadap komposisi dan struktur dentin dapat mempengaruhi sifat mekanik dentin akibat degradasi komponen organik dentin yaitu terjadi perubahan fase anorganik dan organik dentin sehingga permukaan dentin menjadi lebih kasar pada dinding saluran akar dan terjadi demineralisasi pada dentin yang menyebabkan kehilangan kekuatan mekanik dentin. Penelitian Oyarzun dkk, (2002) cit. Mohammadi (2008) menunjukkan bahwa NaOCl 5% menyebabkan perubahan kolagen dentin tipe I dan glikosaminoglikan, dan terjadi demineralisasi dentin. Ethylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan salah satu bahan irigasi yang efektif mengangkat smear layer yang terbentuk setelah preparasi saluran akar, umumnya dipergunakan dengan konsentrasi 15-17%. EDTA mengeliminasi jaringan anorganik dengan cara mendemineralisasi jaringan anorganik, menggantikan ion kalsium dengan ion natrium sehingga membentuk senyawa baru yang larut dalam bahan irigasi (Haapasalo dkk, 2010). Meskipun demikian, EDTA tidak memiliki efek antimikroba dan tidak mampu mengeliminasi jaringan organik dari smear layer

sehingga perlu dikombinasikan dengan NaOCl secara bergantian atau EDTA digunakan sebagai lubrikan saat instrumentasi mekanik (Zehnder, 2006). Penggunaan EDTA selama 5 menit pada saluran akar akan mengangkat smear layer dan membuka tubulus dentinalis sebesar 20-30 µm. Penggunaan kombinasi EDTA dan NaOCl dapat menyebabkan kelarutan dentin yang progresif meluas ke area peritubular dan intertubular (Silva dkk, 2012). Penelitian Calt dan Serper (2002) cit. Kishen (2006) menyebutkan bahwa dentin yang diirigasi dengan EDTA 17% sebanyak 10 ml selama 1 dan 10 menit yang diikuti dengan NaOCl 5% sebanyak 10 ml, pada kelompok 1 menit EDTA efektif mengangkat smear layer sedangkan pada kelompok 10 menit EDTA terjadi demineralisasi yang berlebih pada daerah peritubular dan intertubular dentin. Sayin dkk, (2007) membuktikan bahwa penggunaan EDTA, baik sendiri atau dikombinasikan dengan NaOCl dapat mengurangi microhardness dentin akar secara signifikan. Penelitian lain menyebutkan dentin saluran akar yang diirigasi dengan NaOCl 5,25%, NaOCl 2,5%, H 2 O 2 3%, EDTA 17% dan khlorhexidin glukonat 0,2% selama 15 menit, kecuali klorheksidin, semua bahan irigasi mengurangi kekerasan permukaan dentin (Kishen, 2006). Namun khlorhexidine tidak mampu melarutkan jaringan organik pada saluran akar serta mengangkat smear layer sehingga diperlukan suatu bahan irigasi yang bersifat biokompatibel terhadap jaringan gigi (Haapasalo dkk, 2010). Kitosan sebagai polisakarida alami setelah selulosa yang diperoleh melalui deasetilasi kitin memiliki sifat biokompatibel, bioadesi dan tidak toksis pada sel

manusia (Pimenta, 2012) saat ini telah dikembangkan dalam perawatan kedokteran gigi sebagai bahan kaping pulpa, medikamen intrakanal, dan bahan kandungan pasta gigi karena memiliki sifat biokompatibel, antimikroba, memacu dentinogenesis serta menambah kekuatan permukaan gigi. Trimurni dkk, (2006) pertama kali menggunakan kitosan blangkas (Tachypleus gigas) dengan derajat deasetilisasi 84,20% dan berat molekul 893.000 Mv. yang terbukti dapat memacu dentinogenesis jika digunakan sebagai bahan kaping pulpa. Silva dkk, (2012) memperkenalkan kitosan molekul rendah (Acros Organics, Geel, Belgium) sebagai bahan irigasi alternatif saluran akar. Kitosan molekul rendah dijadikan larutan chelator dan irigan akhir pada 25 sampel kaninus, dibandingkan dengan EDTA. Hasilnya menunjukkan efek smear layer removal yang hampir sama antara kitosan dengan EDTA. Pimenta dkk, (2012) meneliti tentang pengaruh kitosan 0,2% (ph 3,2) terhadap kekuatan dentin. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitosan memiliki sifat chelating jika digunakan sebagai bahan irigasi, menyebabkan erosi dentin namun tidak mengenai intertubular dentin. Palma-Dibb dkk, (2012) meneliti efek kitosan pada konsentrasi dan larutan yang berbeda terhadap permukaan dentin setelah diberi perlakuan selama 10 detik untuk melihat efek larutan kitosan terhadap permukaan dentin dan erosi yang terjadi. Hasilnya larutan kitosan dalam asam hidroklorik menghasilkan permukaan dentin tanpa smear layer dan terdapat collagen fiber. Penelitian Hayani dan Trimurni (2013) menunjukkan bahwa larutan irigasi kitosan 0,1% dan 0,2% menghasilkan ekstrusi debris lebih sedikit bila

dibandingkan dengan larutan irigasi NaOCl 2,5% dan kombinasi EDTA 17% dengan NaOCl 2,5% (unpublished). Penelitian Ayu dan Trimurni (2013) juga menunjukkan bahwa larutan irigasi kitosan molekul tinggi 0,2% dapat mengangkat smear layer pada 1/3 apikal (unpublished). Kemampuan kitosan sebagai antibakteri, agen kelasi mampu mengangkat smear layer, ekstrusi debris lebih sedikit, tidak mengerosi dentin, dan mampu membentuk kolagen fiber sehingga meningkatkan sistem adesif. Diharapkan dengan berkembangnya kitosan sebagai bahan irigasi saluran akar (nantinya) dapat menggantikan kekurangan bahan irigasi yang selama ini menjadi gold standar (NaOCl). Uji mekanis dekstruktif, seperti uji fraktur, penting untuk analisis biomekanik gigi dan bahan restorasi gigi, karena mampu meningkatkan pengetahuan mengenai sifat materi gigi jika diberi beban yang tinggi. Namun, uji ini memiliki kapasitas terbatas untuk menjelaskan hubungan tegangan dan regangan (stress-strain relationships) pada restorasi gigi yang kompleks. Selain mengurangi biaya penelitian, analisa FEM juga mampu memperoleh informasi lebih seperti distribusi tekanan internal dibandingkan pada penelitian eksperimen. Menurut Geng dkk, (2001) dan Henry (1977) cit. Yamamoto (2011), analisis FEM berguna untuk mempelajari distribusi tekanan yang berkaitan dengan pasak intraradikular. Metode ini mengevaluasi sifat mekanik dan membantu meneliti material baru untuk mengurangi risiko kegagalan dan fraktur pada bahan restorasi dan struktur gigi.

Analisis FEM mampu menganalisis perubahan pola distribusi tegangan pada struktur gigi setelah penempatan pasak, inti, dan restorasi akhir. Penelitian Yamamoto (2011) menunjukkan pasak titanium (original dan modifikasi) berdasarkan uji eksperimen memiliki ketahanan fraktur yang hampir sama dan hasil analisis stress dengan uji FEM memiliki hasil yang terbaik jika dibandingkan pada pasak komersil. Selain itu, analisis FEM lebih mudah membandingkan respon biomekanik dengan penambahan berbagai parameters (Lin, 2009). FEM dapat menganalisa distribusi tegangan pada gigi premolar dengan titik kontak yang berbeda (Borcic dkk, 2007) dan menganalisa distribusi tegangan pada gigi pasca endodonti dengan berbagai pasak yang berbeda (Pegoretti dkk, 2002). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat perbedaan bahan irigasi NaOCl yang dikombinasikan EDTA, dengan irigasi NaOCl yang dikombinasikan kitosan blangkas (Tachypleus gigas) dan irigasi kitosan blangkas (Tachypleus gigas) itu sendiri terhadap ketahanan fraktur (fracture resintance) dan distribusi fraktur setelah perawatan endodonti dengan mengunakan uji eksperimen dan uji analisa FEM. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan ketahanan dan distribusi fraktur jika gigi diirigasi dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, NaOCl 2,5% yang dikombinasikan dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, dan

larutan EDTA 17% yang dikombinasikan dengan NaOCl 2,5% setelah perawatan endodonti. 2. Apakah ada persamaan antara hasil penelitian simulasi FEM dengan hasil penelitian eksperimen terhadap ketahanan dan distribusi fraktur jika gigi diirigasi dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, NaOCl 2,5% yang dikombinasikan dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, dan larutan EDTA 17% yang dikombinasikan dengan NaOCl 2,5% setelah perawatan endodonti. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis perbedaan ketahanan dan distribusi fraktur jika gigi diirigasi dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, NaOCl 2,5% yang dikombinasikan dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, dan larutan EDTA 17% yang dikombinasikan dengan NaOCl 2,5% setelah perawatan endodonti. 2. Menganalisis hasil penelitian simulasi FEM dengan penelitian eksperimen terhadap ketahanan dan distribusi fraktur jika gigi diirigasi dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, NaOCl 2,5% yang dikombinasikan dengan kitosan blangkas molekul tinggi 0,2%, dan larutan EDTA 17% yang dikombinasikan dengan NaOCl 2,5% setelah perawatan endodonti.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memberikan penjelasan terhadap pemilihan jenis bahan irigasi untuk irigasi saluran akar pada perawatan endodonti, pemanfaaatan kitosan blangkas bermolekul tinggi sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar, serta penggunaan analisis FEM dibidang ilmu kedokteran gigi khususnya ilmu konservasi gigi. 2. Secara metodologi, hasil penelitian yang menjelaskan mekanisme ketahanan dan distribusi fraktur pasca endodonti melalui uji tekan eksperimen dan simulasi FEM. 3. Secara aplikatif, hasil penelitian ini dapat mendukung perkembangan ilmu kedokteran gigi, terutama di bidang perawatan endodonti, yang memungkinkan meningkatkan kemampuan hasil perawatan gigi untuk mempertahankan gigi selama mungkin dalam lengkung rahang.