Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Analytial Hierarchy Process (AHP) Pengertian Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Kudus Dengan Metode Analytical Hierarchy Process

PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN LALULINTAS DI WILAYAH BANDUNG METROPOLITAN AREA

APLIKASI METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMILIHAN GALANGAN KAPAL UNTUK PEMBANGUNAN KAPAL TANKER DI PULAU BATAM

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

METODE PENELITIAN. Kata Kunci analytical hierarchy process, analytic network process, multi criteria decision making, zero one goal programming.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

ANALISIS SISTEM PEMBAYARAN PERKULIAHAN DI UKRIDA MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KOTA DI KOTA PONTIANAK DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI PERANGKINGAN PEGAWAI MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DAN SUPERIORITY INDEX

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyebaran Kuisioner

PENERAPAN FUZZY ANALYTICAL NETWORK PROCESS DALAM MENENTUKAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

Penentuan Pemilihan Bentuk Outline Tugas Akhir Dengan Menggunakan Model Analytical Hierarchy Process (AHP)

Fasilitas Penempatan Vektor Eigen (yang dinormalkan ) Gaji 0,648 0,571 0,727 0,471 0,604 Jenjang 0,108 0,095 0,061 0,118 0,096

BAB III ANALISA DAN DESAIN SISTEM

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PRIORITAS PERBAIKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB III METODE PENELITIAN

Sesi XIII AHP (Analytical Hierarchy Process)

Nany Helfira, Manyuk Fauzi, Ari Sandhyavitri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN KADER KESEHATAN DI KECAMATAN PEUDAWA KABUPATEN ACEH TIMUR

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BONUS KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE AHP SKRIPSI

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. perumahan yang terletak di jalan Kedungwringin Patikraja, Griya Satria Bukit

III. METODE PENELITIAN. informasi dari kalangan aparat pemerintah dan orang yang berhubungan erat

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF ELEMEN FAKTOR TENAGA KERJA GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA DENGAN SWOT DAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS

RANCANG BANGUN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENGGUNAKAN MODEL ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS UNTUK PEMBERIAN BONUS KARYAWAN

PEMILIHAN SUPPLIER ALUMINIUM OLEH MAIN KONTRAKTOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

BAB 2 LANDASAN TEORI

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 3, No. 2 : , September 2016

EVALUASI KEANDALAN KESELAMATAN KEBAKARAN PADA GEDUNG FISIP II UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG.

III. METODE PENELITIAN

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN. 3.1 Penerapan AHP dalam Menentukan Prioritas Pengembangan Obyek Wisata Di Kabupaten Toba Samosir

STUDI ALTERNATIF LOKASI LAHAN TERMINAL BUS KOTA SABANG

IV METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperkuat dan mendukung analisis penelitian adalah:

Analisa Pemilihan Kualitas Android Jelly Bean Dengan Menggunakan Metode AHP Pendekatan MCDM

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PERBANDINGAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KABUPATEN BENGKAYANG ANTARA METODE AHP DENGAN METODE BINA MARGA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISA FAKTOR PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT SARJANA MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALITICAL HIRARKI PROCESS)

Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk Sistem Pendukung Keputusan Penilaian Kinerja Karyawan Pada Perusahaan XYZ

Jurnal SCRIPT Vol. 3 No. 1 Desember 2015

AHP (Analytical Hierarchy Process)

Sabdo Wicaksono Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma, Jakarta

Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process dalam Analisis Profil Badan Usaha Milik Negara Tempat Kerja bagi Lulusan Program Studi Matematika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MAHASISWA DALAM PEMILIHAN TEMPAT KERJA MELALUI METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Perhitungan Contoh Kasus AHP

repository.unisba.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek pada penelitian ini adalah CV. Bagiyat Mitra Perkasa. Lokasi

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

Analytic Hierarchy Process

Bab II Analytic Hierarchy Process

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI PT SANSAN SAUDARATEX JAYA

Penentuan Toko Buku Gramedia ter Favorit pilihan Mahasiswa T Di Bogor Dengan Metode AHP (Analytical. Hierarchy Process)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERBANDINGAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN PROVINSI DI SUMATERA BARAT

MEMILIH METODE ASSESMENT DALAM MATAKULIAH PENERBITAN DAN PEMROGRAMAN WEB MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

URUTAN PRIORITAS PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN/KOTA DI KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN MENGGUNAKAN PROSES HIRARKI ANALITIK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

Analisa Pemilihan Kualitas Android Jelly Bean Dengan Menggunakan Metode AHP Pendekatan MCDM

Prioritas Pengembangan Jaringan Jalan Pendukung Kawasan Strategis Di Pulau Sumbawa

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

TELEMATIKA, Vol. 06, No. 02, JANUARI, 2010, Pp ISSN X TEKNIK PERMODELAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCES (AHP) SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Seleksi Material Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process Dan Pugh Gabriel Sianturi

IMPLEMENTASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN ( RASKIN ) MENGGUNAKAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS) Ilyas

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

APLIKASI AHP UNTUK PENILAIAN KINERJA DOSEN

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN SEKOLAH DASAR DI KOTA DEPOK MENGGUNAKAN METODE PROSES ANALISA BERTINGKAT

PENERAPAN METODE ANP DALAM MELAKUKAN PENILAIAN KINERJA KEPALA BAGIAN PRODUKSI (STUDI KASUS : PT. MAS PUTIH BELITUNG)

PEDEKATAN MODEL FUZZY TIME SERIES DENGAN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS UNTUK PERAMALAN MAHASISWA BERPRESTASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENENTUAN RATING RISIKO PROYEK PT. XYZ METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROSES (AHP)

ANALISIS LOKASI CABANG TERBAIK MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS SEBAGAI PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT) PEMILIHAN LOKASI PEMBANGUNAN RUMAH KOS UNTUK KARYAWAN

IMPLEMENTASI METODE AHP UNTUK REKOMENDASI TEMPAT KOST PADA APLIKASI KOST ONLINE

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

PENENTUAN DALAM PEMILIHAN JASA PENGIRIMAN BARANG TRANSAKSI E-COMMERCE ONLINE

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

Transkripsi:

Rekaracana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Januari 2016 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process SYABILLA KARTIKA SONDAKA 1, DWI PRASETYANTO 2 1 Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung 2 Dosen, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional, Bandung Email : sondakasyabilla@gmail.com ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi mengakibatkan peningkatan terhadap pertumbuhan lalu lintas, hal ini dapat menimbulkan masalah apabila tidak diimbangi dengan peningkatan mutu terhadap sarana dan prasarana jalan yang sudah ada. Salah satu masalah yang terjadi yaitu kerusakan jalan, dimana kerusakan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi dapat merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling terkait. Pada penelitian ini masalah dianalisis menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan urutan faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan kuisioner kepada para responden ahli di bidang jalan. Data dari hasil kuesioner yang telah diolah menggunakan metode AHP, didapat bahwa penilaian responden terhadap beberapa kriteria menunjukan faktor beban lalu lintas memiliki pengaruh terpenting yaitu dengan bobot 29,9% kemudian faktor mutu perkerasan jalan dengan bobot 29,7%, faktor daya dukung tanah dengan bobot 28.5%, dan yang terakhir faktor lingkungan dengan bobot 11,9%. Kata kunci: AHP, kerusakan jalan, perkerasan jalan ABSTRACT The Economic growth causing an increase of the traffic growth, this could make problems if not syncronized with the increase in the quality of the facilities and infrastructure of existing roads. One of the problems that occur are the broken road, which the damage is not only caused by one factor, but may be a combination of several interrelated factors. In this study, the problem is going to be analyzed using the Analytic Hierarchy Process (AHP) to obtain a sequence of factors that influence the damage to roads in the city of Bandung.This research was done by giving questionnaires to the expert respondents in the field of road which the content is directly related to the structure of the hierarchy. The data from the questionnaires that had been processed using AHP method found that the criteria showed the load factor of traffic has a more significant impact which is shown in 29,9% and then the factor of the pavement s quality shown in 29,7%, Bearing capacity factor shown in 28,5% and the latter environmental factors shown in 11,9%. Keyword: AHP, road damaged, pavement Rekaracana - 1

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto 1. PENDAHULUAN Jalan melayani lalulintas sejak dibuka untuk umum. Struktur perkerasan jalan mengalami penurunan kerja akibat berbagai sebab antara lain repetisi beban lalulintas, air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase yang kurang baik, perubahan temperatur dan intensitas curah hujan, kondisi geologi lingkungan, kondisi tanah dasar yang kurang stabil, dan proses pelaksanaan konstruksi yang kurang baik. Dampak pada konstruksi jalan yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes), bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun. Penurunan kinerja perkerasan jalan terjadi secara kumulatif sejak jalan tersebut dibuka untuk umum. Oleh karena itu evaluasi kinerja perkerasan secara periodic perlu dilakukan sehingga pilihan tindakan pemeliharaan, rehabilitasi, ataupun rekonstruksi pekerjaan dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran. Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan oleh beberapa intitusi pemerintah, beberapa perbaikan tersebut diantaranya menambal lubang-lubang dan melapis ulang seluruh permukaan jalan baik itu menggunakan aspal atau beton, tetapi setalah dilakukan perbaikan kerusakan tersebut tetap terulang kembali. Maka dari itu, dalam studi kali ini secara khusus dicoba untuk menganalisa faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Diharapkan dengan menggunakan metode ini dapat diketahui urutan yang mempengaruhi kerusakan jalan, agar dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaannya dapat mencegah terjadinya kerusakan jalan kembali. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki, menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dan alternatif. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Dengan menggunakan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Gambar 1. Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan (Sumber : Saaty, 1986) Rekaracana - 2

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.2 Matrik Perbandingan Berpasangan Konsep dasar AHP adalah penggunaan matrik pairwise comparasison ( matrik perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relatif antar kriteria maupun alternatif. Matrik yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi. Pendekatan dengan matrik mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 sampai 9 seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan perbandingan kriteria berpasangan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1. Skala Matrik Perbandingan Berpasangan (Sumber : Saaty, 1986) Intensitas Definisi Penjelasan Kepentingan 1 Elemen yang sama pentingnya dibanding dengan elemen yang lain (Equal Importance) Kedua elemen menyumbang sama besar pada sifat tersebut 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lain (Moderate more importance) 5 Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada elemen lain (Essential, strong more importance) 7 Elemen yang satu sangat jelas lebih penting dari pada elemen yang lain (Demonstrated importance) 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain (Absolutely more importance) 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai ruang berdekatan Pengalaman menyatakan sedikit berpihak pada satu elemen Pengalaman menunjukan secara kuat memihak pada satu elemen Pengalaman menunjukan secara kuat disukai dan dominannya terlihat dalam praktek Pengalaman menunjukan satu elemen sangat jelas penting Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi Table 2. Perbandingan Kriteria Berpasangan (Sumber : Saaty, 1986) PK Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Prioritas A B C D E Kriteria A 1,00 Kriteria B 1,00 Kriteria C 1,00 Kriteria D 1,00 Kriteria E 1,00 2.3 Perhitungan Bobot Elemen dan Konsistensi Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matrik. Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3, An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki yang paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk matrik perbandingan berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Rekaracana - 3

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto Table 3. Bobot Elemen Matrik Perbandingan Berpasangan (Sumber : Saaty, 1986) A 1 A 2 A n A 1 A 11 A nn A 1n A 2 A 21 A 22 A 2n.. A n A n1 A n2 A nn Bila elemen A dengan parameter I, dibandingkan dengan elemen operasi A dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj dilambangkan dengan Aij maka: A(ij) = Ai/Aj, dimana : I,j = 1,2,3, n... (1) matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrik), dapat digambarkan menjadi matrik perbandingan prefersensi seperti diperlihatkan pada Tabel 4. Table 4. Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan (Sumber : Saaty, 1986) W 1 W 2 W n W 1 W 1/ W 1 W 1/ W 2 W 1/ W n W 2 W 2/ W 1 W 2/ W 2 W 2/ W n.. W n W n/ W 1 W n/ W 2 W n/ W n Nilai Wi/Wj dengan I,j = 1,2, n dijajagi dengan melibatkan responden yang memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunkan Rumus 2.... (2) Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector yang juga merupakan bobot kriteria. Bobot kriteria atau Eigen Vector adalah (Xi) seperti pada Rumus 3. Dengan nilai Eigen Vector terbesar (λmaks) seperti pada rumus 4. Xi = wi/ wi... (3) λmaks = aij.xj... (4) Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks konsistensi didapat Rumus 5.... (5) Dengan: λmaks = Nilai Eigen Vektor Maksimum n = Ukuran matrik Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 berserta kebalikannya sebagai Random Index (RI). Dengan Random Index (RI) setiap ordo matrik seperti diperlihatkan pada Tabel 4. Rekaracana - 4

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Tabel 4. Random Index (Sumber : Saaty, 1986) Ordo Matrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matrik didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi atau Consitency Ratio (CR) seperti pada Rumus 6. Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1. CR =... (6) 4.3 Penyusunan Hirarki dan Bobot 3. ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Penyusunan level hirarki yang digunakan dalam metode Analytic Hierarchy Process (AHP) terdiri dari 3 (tiga) level yaitu level I (tujuan), level II (kriteria), dan level III (sub kriteria). Adapun Bagan Alir penyusunan level hierarki yang terdiri dari 3 (tiga) level tersebut diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar 2. Hirarki Penentuan Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung 3.2 Perhitungan Bobot Krieria Perbandingan karakteristik dari semua aspek atau tingkat kriteria dinyatakan dengan matriks yang diperlihatkan pada Tabel 5. Rekaracana - 5

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto Tabel 5. Matrik Awal Kriteria A B C D A 1,000 0,440 0,377 0,402 B 2,274 1,000 0,778 1,500 C 2,655 1,285 1,000 0,638 D 2,490 0,667 1,567 1,000 8,419 3,391 3,722 3,540 Selanjutnya vektor eigen dan nilai eigen dihitung dari setiap matrik pada setiap level dari struktur hirarki. Dengan demikian jumlah vektor eigen dan nilai eigen maksimum sama dengan jumlah matriks dalam AHP. Hasil perhitungan nilai eigen vektor untuk faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan pada level 1 atau Kriteria diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Eigen Vektor untuk Kriteria A B C D Jumlah Wi E-Vektor A 1,000 0,440 0,377 0,402 0,067 0,508 0,119 B 2,274 1,000 0,778 1,500 2,655 1,277 0,299 C 2,655 1,285 1,000 0,638 2,177 1,215 0,285 D 2,490 0,667 1,567 1,000 2,600 1,270 0,297 8,419 3,391 3,722 3,540 7,499 4,269 1,000 Contoh perhitungan: - Jumlah baris A = 1,000 x 0,440 x 0,377 x 0,402 = 0,067 - Jumlah baris B = 2,274 x 1,000 x 0,778 x 1,500 = 2,655 - Menentukan besaran Wi: Wi =, n ukuran matrik 4x4 Wi = = = 1,277 - Eigen Vektor (Xi) = Wi/ Wi = 1,277/4,269 = 0,119 Nilai Eigen Maksimum diperoleh dari Matrik Awal dikalikan dengan E-Vektor masing-masing matrik dan kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan. Nilai eigen maksimum untuk tingkat kriteria yaitu sebesar 4,128. Eigen Maksimum (λmaks) = aij.xj = 4,128 CI = = =0,0423 CR = CI/RI= 0,0432/ 0,90 = 0,048 < 0,1 Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1. Bobot elemen diperoleh dari nilai E-Vektor yang dinyatanyan dalam presentase seperti yang diperlihatkan pada Tabel 7. Tabel 7. Bobot Kriteria Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan Faktor Lingkungan 0,119 11,90 4 Faktor Beban Lalu Lintas 0,299 29,90 1 Faktor Daya Dukung Tanah 0,285 28,45 3 Faktor Mutu Perkerasan Jalan 0,297 29,75 2 Jumlah 1,000 Rekaracana - 6

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) 3.3 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Selanjutnya perhitungan untuk level 3 (tiga) atau sub kriteria dilakukan tahapan yang sama dengan perhitungan level 2 atau kriteria di atas. 1. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Lingkungan besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 8. Tabel 8. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Lingkungan a1 a2 a3 a1 1,000 0,295 2,125 a2 3,393 1,000 4,800 a3 0,471 0,208 1,000 4,864 1,503 7,925 Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor lingkungan diperlihatkan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Lingkungan a1 a2 a3 Jumlah Wi E-Vektor a1 1,000 0,295 2,125 0,626 0,856 0,222 a2 3,393 1,000 4,800 16,289 2,535 0,658 a3 0,471 0,208 1,000 0,098 0,461 0,120 4,864 1,503 7,925 17,013 3,852 1,000 Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor lingkungan yaitu sebesar 3,018 Consistency Index (CI) =, dimana n = ukuran matrik 3x3 = = 0,0405 Consistency Ratio (CR) = CI/RI, n = 3 maka RI = 0,58 = 0,0405/0,58 = 0,069 < 0,1 Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dari 0,1. Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Bobot Sub Kriteria Faktor Lingkungan Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan Iklim/Cuaca 0,222 22,21 2 Drainase 0,658 65,82 1 Pohon Besar 0,120 11,97 3 Jumlah 1,000 2. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 11. Rekaracana - 7

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto Tabel 11. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas b1 b2 b3 b4 b1 1,000 2,220 0,778 0,706 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 b3 1,286 1,171 1,000 2,390 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 4,152 5,216 3,051 5,308 Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas b1 b2 b3 b4 Jumlah Wi E-Vektor b1 1,000 2,220 0,778 0,706 1,220 1,051 0,257 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 0,466 0,826 0,202 b3 1,286 1,171 1,000 2,390 3,596 1,377 0,337 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 0,489 0,836 0,204 4,152 5,216 3,051 5,308 5,771 4,091 1,000 Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Gambar 3. b1 b2 b3 b4 E-Vektor b1 1,000 2,220 0,778 0,706 0,257 1,112 b2 0,450 1,000 0,854 1,212 0,202 0,853 x = b3 1,286 1,171 1,000 2,390 0,337 1,392 b4 1,416 0,825 0,418 1,000 0,204 0,876 4,232 Gambar 3. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas Consistency Index (CI) =, dimana n = ukuran matrik 4x4 = = 0,077 Consistency Ratio (CR) = CI/RI, n = 4 maka RI = 0,90 = 0,077/0,90 = 0,086 < 0,1 Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 13. Tabel 13. Bobot Sub Kriteria Faktor Beban Lalu Lintas Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan Volume Lalu Lintas 0,257 25,69 2 Repetisi Beban Lalu Lintas 0,202 20,20 4 Beban Sumbu 0,337 33,67 1 Beban Roda Kendaraan 0,204 20,44 3 Jumlah 1,000 Rekaracana - 8

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) 3. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah Besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 14. Tabel 14. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah c1 c2 c3 c4 c1 1,000 0,378 1,308 0,925 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 c3 0,764 0,469 1,000 1,600 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 5,489 2,360 5,067 5,475 Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor daya dukung tanah diperlihatkan pada Tabel 15. Tabel 15 Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah c1 c2 c3 c4 Jumlah Wi E-Vektor c1 1,000 0,378 1,308 0,925 0,458 0,839 0,199 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 10,996 1,715 0,406 c3 0,764 0,469 1,000 1,600 0,573 0,882 0,209 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 0,347 0,788 0,187 5,489 2,360 5,067 5,475 12,373 4,224 1,000 Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor beban lalu lintas diperlihatkan pada Gambar 4. c1 c2 c3 c4 E-Vektor c1 1,000 0,378 1,308 0,925 0,199 0,798 c2 2,643 1,000 2,133 1,950 0,406 1,740 x = c3 0,764 0,469 1,000 1,600 0,209 0,849 c4 1,081 0,513 0,625 1,000 0,187 0,740 4,128 Gambar 4. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah Consistency Index (CI) =, dimana n = ukuran matrik 4x4 = = 0,045 Consistency Ratio (CR) = CI/RI, n = 4 maka RI = 0,90 = 0,045/0,90 = 0,047 < 0,1 Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16. Bobot Sub Kriteria Faktor Daya Dukung Tanah Sub Kriteria Bobot Bobot (%) Urutan CBR 0,199 19,86 3 DCP 0,406 40,60 1 Modulus Resilient (Mr) 0,209 20,89 2 Modulus Reaksi Tanah Dasar 0,187 18,65 4 Jumlah 1,000 Rekaracana - 9

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto 4. Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 16. Tabel 16. Matrik Awal Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan d1 d2 d3 d1 1,000 6,000 5,000 d2 0,167 1,000 4,000 d3 0,200 0,250 1,000 1,367 7,250 10,000 Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria faktor mutu perkerasan jalan diperlihatkan pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan d1 d2 d3 Jumlah Wi E-Vektor d1 1,000 1,658 1,545 2,562 1,368 0,442 d2 0,603 1,000 1,550 0,935 0,978 0,316 d3 0,647 0,645 1,000 0,418 0,747 0,242 2,250 3,303 4,095 3,914 3,094 1,000 Nilai Eigen Maksimum sub kriteria faktor mutu perkerasan jalan diperlihatkan pada Gambar 7. d1 d2 d3 E-Vektor d1 1,000 1,658 1,545 0,442 1,340 d2 0,603 1,000 1,550 x 0,316 = 0,957 d3 0,647 0,645 1,000 0,242 0,732 3,029 Gambar 5. Nilai Eigen Maksimum Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan Consistency Index (CI) =, dimana n = ukuran matrik 3X3 = = 0,0145 Consistency Ratio (CR) = CI/RI, n = 3 maka RI = 0,58 = 0,0145/0.58 = 0,025 < 0,1 Nilai Ratio konsistensi lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari 10%, Setelah di uji nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu lebih kecil dai 0,1 Bobot sub kriteria kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 18. Rekaracana - 10

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Jalan Di Kota Bandung Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Tabel 18. Bobot Sub Kriteria Faktor Mutu Perkerasan Jalan Kriteria Bobot Urutan International Roughness index (IRI) 0,442 1 Indeks Permukaan (IP) 0,316 2 Tahanan Gelincir 0,242 3 Jumlah 1,000 5. KESIMPULAN 1. Parameter pada level 1 (kriteria) yang digunakan pada penelitian ini yaitu faktor lingkungan, faktor beban lalu lintas, faktor daya dukung tanah, dan faktor mutu perkerasan jalan. 2. Parameter pada level 2 (sub kriteria) untuk faktor lingkungan yaitu iklim/cuaca, drainase, dan pohon besar/tanaman, untuk faktor beban lalu lintas yaitu volume lalu lintas, repetisi beban lalu lintas, beban sumbu, dan beban roda kendaraan, untuk faktor daya dukung tanah yaitu pengujian CBR, DCP, Modulus Resilient, dan Modulus Reaksi Tanah (k), dan untuk faktor mutu perkerasan jalan sub kriterianya yaitu IRI, IP, dan tahanan gelincir. 3. Dengan menggunakan metode AHP, diperoleh urutan yang mempengaruhi kerusakan jalan di Kota Bandung pada tingkat kriteria yaitu faktor beban lalu lintas, kemudian faktor mutu perkerasan jalan, selanjutnya faktor daya dukung tanah dan yang terakhir faktor lingkungan. 4. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor beban lalu lintas yaitu beban sumbu, kemudian volume lalu lintas, selanjutnya beban roda kendaraan dan yang terakhir repetisi beban lalu lintas. 5. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor mutu perkerasan jalan yaitu International Roughness index (IRI), kemudian Indeks Permukaan (IP) dan yang terakhir tahanan gelincir. 6. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor daya dukung tanah yaitu pengujian DCP, kemudian Pengujian Modulus Resilient (Mr), selanjutnya pengujian CBR dan yang terakhir pengujian Modulus Reaksi Tanah Dasar. 7. Urutan pada tingkat sub kriteria untuk faktor lingkungan yaitu drainase, kemudian iklim/cuaca, dan yang terakhir pohon besar/tanaman. DAFTAR RUJUKAN Andriyanto, C. (2010). Pemilihan Teknik Perbaikan Perkerasan Jalan Dan Biaya Penanganannya. Surakarta. Anonim, (1998). Pemecahan Masalah Dengan Metode AHP. Diambil dari: http://www. itelkom.ac.id/ahp/library. Anonim, (2008). Metode Kuisioner Penanganan Jalan. Diambil dari: http://spssonline.blogspot.com. Apriyanto, A. (2010). Perbandingan Kelayakan Jalan Beton dan Aspal Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Semarang. Putri, I.D. (2011). Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Di Kabupaten Bangli. Denpasar. Republik Indonesia, (2004). Undang-Undang no. 38 Tentang Jalan. Jakarta: Sekertariat Negara. Rekaracana - 11

Syabilla Kartika Sondaka, Dwi Prasetyanto Saaty, T.L. (2000). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta: Penerbit PPM. Saaty, T.L. (2001). The Analytic Network Process : descision Making With Depenence and Feedback. ISBN 0-9620317-9-8. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta. Sukirman, S. (2010). Perkerasan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Bandung: Penerbit Nova. Sukirman, S. (2010). Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan. Bandung: Institut Teknologi Nasional. Rekaracana - 12