PEMETAAN TINGKAT KEPEKAAN LINGKUNGAN PESISIR DI KOTA SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGKAJIAN POTENSI RESAPAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI STUDI KASUS CEKUNGAN BANDUNG TESIS MAGISTER. Oleh : MARDI WIBOWO NIM :

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. REKOMENDASI 6.1. Analisis dan Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasar RTRW Rekomendasi Kebijakan untuk RTRW

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

PEMODELAN VULNERABILITAS AIR TANAH DANGKAL DI PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL- YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

GUBERNUR SULAWESI BARAT

ANALISIS KERENTANAN PANTAI BERDASARKAN COASTAL VULNERABILITY INDEX (CVI) DI PANTAI KOTA MAKASSAR

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan

Identifikasi Daerah Rawan Bencana di Pulau Wisata Saronde Kabupaten Gorontalo Utara

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

The analysis of Environmental Sensitivity Index in Jambi Province - East Tanjung Jabung Timur Coast towards Oil Spill Potency

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.


BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

J. Hidrosfir Indonesia Vol. 4 No.1 Hal.17-22 Jakarta, April 2009 ISSN 1907-1043 PEMETAAN TINGKAT KEPEKAAN LINGKUNGAN PESISIR DI KOTA SEMARANG Mardi Wibowo Peneliti Bidang Hidrologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Naskah masuk: 5 Januari 2009; Revisi terakhir: 3 Maret 2009 Abstract Coastal zone of Semarang area has big potencial in fishery, tourism, industrial and service activities. In development of Semarang s coastal zone, is met much of environmental problems such as abration, land subsidence, sedimentation, water and land pollution and seawater intrusion. On the other hand, this area has limited carrying capacity and very sensitive to oil spill pollution and sedimentation. Therefore it is need index environmental sensitivity assessment/mapping with Geographical Information System (GIS) technology in Semarang s coastal zone. For Semarang s coastal zone development plan, should be: western part of Semarang s coastal zone is developed as fishery cultivation; central part as industrial, residential area activity and eastern part as fishery activity with special treatment and protection. Key words : degree environmental sensitivity, GIS technology 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indeks kepekaan lingkungan pada dasarnya adalah mengukur kemudahan/potensi kehilangan nilai ekonomi, sosial, fisik dan biologi dari lahan yang ada (Peterson, 2002). Indeks kepekaan lingkungan disusun untuk mengetahui tingkat karaktersitik dan features kepekaan/ sensitivitas dan kerentanan/vulnerabilitas sumberdaya yang ada di pesisir. Indeks kepekaan lingkungan pada awalnya (Tahun 1976) dilakukan khusus terhadap limpahan minyak untuk kepentingan perencanaan mitigasi bila terjadi tumpahan minyak. Tetapi sesuai dengan perkembangan permasalahan yang ada indeks kepekaan lingkungan ini terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya jenis zat pencemar. Indeks kepekaan lingkungan ini harus memperhatikan sumberdaya fisik dan biologi (seperti : hutan bakau, terumbu karang, dll), lingkungan social dan ekonomi (lokasi wisata, kawasan akuakultur, dll) dan lingkungan ekologi (habitat khusus, kawasan lindung, dll). Peta indeks kepekaan lingkungan sangat berperan dalam perencanaan ICZM (Integrated Coastal Zone Management) seperti sebagai dasar perencanaan kebijakan pemeliharaan lingkungan pesisir, konservasi dan perlindungan habitat/sumberdaya pesisir, pengendalian pencemaran dan perencanaan mitigasi untuk menghadapi bencana laut dan untuk rehabilitasi dan restorasi lingkungan, serta mampu untuk pengkajian dampak lingkungan yang strategis. Sejak tahun 1980-an pemetaan tingkat kepekaan lingkungan banyak memanfaatkan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) karena mampu untuk menangani, menangkap, menyimpan, mengedit, mengambil, menganalisis, mengupdate, menampilkan dan mereproduksi informasi geografis. Korespondensi Penulis Telp/Fax. 62-21-316 9725; m_wibowo@webmail.bppt.go.id 17 Mardi Wibowo, 2009

Wilayah pantai Kota Semarang saat ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dan dinamis baik dari aspek perubahan fisik lahan maupun dari aspek perkembangan kegiatan perkotaan. Perkembangan kegiatan ekonomi tersebut pada umumnya bersifat eksploitatif sehingga perlu diatur secara terpadu dan seimbang. Di lain pihak wilayah pantai/pesisir mempunyai daya dukung yang sangat terbatas dan mempunyai kepekaan/sensitivitas yang sangat tinggi terhadap tekanan pertumbuhan penduduk, polusi terutama dari industri, pembuangan berbagai macam limbah, budidaya perairan (tawar, payau dan laut), perhubungan laut, pariwisata dan kegiatan intensif lainnya. Oleh karena itu dalam perencanaan pengelolaan kawasan pesisir di Kota Semarang perlu adanya pengkajian tingkat kepekaan lingkungan pesisir terutama terhadap sumber pencemar yang banyak terjadi di Kota Semarang seperti sedimen dan tumpahan minyak khususnya di sekitar pelabuhan. 1.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui tingkat kepekaan lingkungan pesisir di Kota Semarang terhadap berbagai macam sumber pencemar terutama tumpahan minyak dan sedimentasi. Sedangkan sasaran dari kegiatan ini adalah : a. Mengidentifikasi & menginventarisasi permasalahan dan kondisi eksisting yang ada di pesisir b. Mengidentifikasi potensi sumberdaya pesisir yang ada c. Menyusunan model indeks kepekaan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk peta konvensional maupun peta digital d. Menyusunan rekomendasi untuk perencanaan, penataan dan pengelolaan pesisir serta prioritas perlindungan lingkungan pesisir. 1.3. Manfaat Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah : a. Sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengelolaan pesisir Kota Semarang. b. Sebagai bahan pertimbangan awal untuk menetukan strategi yang tepat dalam mengendalikan dan menanggulangi dampak tumpahan minyak dan sedimentasi. 2. METODOLOGI Secara umum untuk pengolahan data dalam penelitian pemetaan kepekaan lingkungan pantai ini adalah dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografi (SIG). Gambaran tahapan pelaksanaan dalam pemetaan kepekaan lingkungan pantai dengan memanfaatkan teknologi SIG terlihat pada gambar 1. 3. PEMBAHASAN 3.1. Konsep Pemetaan Tingkat Kepekaan Lingkungan di Pesisir Kota Semarang Konsep ini disusun berdasarkan data-data yang terkumpul baik primer maupun sekunder dan harus banyak mempertimbangkan konsep model yang pernah disusun dan dikembangkan oleh para peneliti baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan literatur-literatur dari peneliti terdahulu dapat dikatakan bahwa parameter yang mempengaruhi kepekaan lingkungan pantai akibat adanya pencemar minyak dan sedimen relatif sama. Parameter-parameter yang dipakai dalam konsep model untuk pemetaan kepekaan lingkungan pantai di Kota Semarang ini adalah : a. Material/ batuan penyusun Semakin halus material/batuan penyusun semakin peka terhadap pencemaran karena pada umumnya batuan yang halus lebih mudah lapuk/ rusak dan kalau sudah tercemar akan semakin sulit untuk dibersihkan. Sehingga semakin halus material penyusunnya semakin besar nilai skor yang diberikan (Tabel 1). Tabel 1. Jenis material & skornya No Material/Batuan Skor 1 Lanau lempungan 3 2 Pasir lanauan 2 3 Berbatu 1 18 Mardi Wibowo, 2009

b. Bentuk garis pantai Semakin cekung bentuk garis pantai semakin peka terhadap pencemaran yang ada di laut. Karena pada umumnya garis pantai yang cekung akan menjadi semacam jebakan (trap) sehingga potensi pencemaran bisa semakin itensif, berbeda dengan pantai yang cembung dimana Tabel 2. Bentuk pantai dan skornya No Bentuk pantai Skor 1 Cekung 3 2 Relatif datar 2 3 Cembung 1 benturan dari gelombang laut dapat mengurangi potensi pencemaran, sehingga bentuk pantai yang cekung mempunyai skor yang lebih besar daripada yang cembung (Tabel 2). c. Potensi Genangan Akibat Pasang Naik (Rob) Semakin besar potensi kemungkinan terjadinya rob di suatu pantai, semakin besar pula kepekaan pantai tersebut untuk terkena pencemaran Tabel 3. Potensi rob dan skornya No Potensi Rob Skor 1 Sangat sering 3 2 Sering 2 3 Jarang 1 baik pencemaran tumpahan minyak maupun sedimen. Sehingga daerah pantai yang sering terjadi rob mempunyai nilai skor yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lain yang jarang terkena rob (Tabel 3). d. Kecepatan Amblesan Semakin besar kecepatan amblesan daerah Tabel 4. Amblesan & skornya No Kecapatan Amblesan Skor 1 >0,2 m/th 3 2 0,15-0,2 m/th 2 3 <0,15 m/th 1 pantai, semakin besar pula kepekaan pantai tersebut terhadap adanya pencemaran. Sehingga daerah pantai yang mempunyai kecepatan amblesan besar akan mempunyai skor tingkat kepekaan yang lebih tinggi (Tabel 4.). e. Perkembangan garis pantai Pantai yang mengalami perkembangan ke arah laut (abrasi) mempunyai kepekaan lingkungan terhadap pencemaran relatif lebih besar dibandingkan garis pantai yang cenderung begeser ke arah laut (akresi). Hal ini dikarenakan dengan adanya abrasi zat pencemar akan dapat lebih meresap ke dalam lahan pantai dibandingkan dengan pantai yang mengalami akresi, karena Tabel 5. Perkembangan garis pantai & skornya No Pertumbuhan Garis Pantai Skor 1 Abrasi 3 2 Relatif tetap 2 3 Akresi 1 proses pencucian yang yang terjadi di kawasan pantai akresi akan lebih efektif dibanding yang abrasi. Sehinggga garis pantai yang mengalami abrasi akan mempunyai skor kepekaan terhadap pencemaran relatif lebih tinggi dibandingkan yang mengalami akresi (Tabel 5) f. Habitat mangrove Habitat mangrove ini merupakan faktor utama dan penentu nilai dari fungsi konservasi. Sebenarnya fungsi konservasi ditentukan pula dengan adanya terumbu karang, padang lamun, kawasan lindung, bangunan bersejarah dan lainlain. Tetapi karena di Semarang yang ada hanya mangrove makanya fungsi konservasi hanya didasarkan kepada ada tidaknya habitat mangrove. Tabel 6. Ada tidaknya Mangrove & skornya No Habitat Skor 1 Mangrove 3 2-2 3 Non Mangrove 1 19 Mardi Wibowo, 2009

Dengan semakin padatnya populasi mangrove maka kepekaan lingkungan kawasan pantai tersebut dibandingkan dengan kawasan pantai yang tidak ada mangrovenya. Sehinggga kawasan pantai yang ada mangrovenya mempunyai skor kepekaan lingkungan terhadap pencemaran yang relatif lebih besar (lihat Tabel 6). g. Nilai ekonomis Dalam penentuan tingkat kepekaan lingkungan dari nilai ekonomis ini utamanya didasarkan pada tata guna lahan yang ada. Besarnya skor ditentukan pada tinggi rendahnya nilai ekonomis dari tiap penggunaan lahan. Semakin tinggi nilai sosial ekonomisnya semakin besar skor yang diberikan untuk tingkat kepekaannya terhadap adanya pencemaran. Dalam hal ini penentuan Tabel 7. Penggunaan lahan & skornya No Penggunaan Lahan Skor 1 Kawasan Terbangun 3 2 Tambak 2 3 Sawah dan Tegalan 1 skor dari nilai eknomis tiap jenis penggunaan lahan ini sangat relatif dan sulit untuk ditentukan. Dan untuk menentukannya dilakukan dengan metodologi angket (atau Participatory Rapid Appraisal/ PRA). Berdasarkan hal tersebut maka penskoran terhadap tiap tata guna lahan yang ada di Kota Semarang terlihat seperti pada Tabel 7 di bawah ini. Kemudian untuk menentukan tingkat kepekaan lingkungan pesisir terhadap pencemaran tumpahan minyak maupun sediment dilakukan dengan melakukan penampalan (overlay) dengan rumus penjumlahan skor dari tiap layer parameter yang dipakai. Rumus yang dipakai adalah : Nilai Total = Skor Batuan + Skor Bentuk Pantai + Skor Potensi Rob + Skor Amblesan + Skor Abrasi + Skor Mangrove + Skor Nilai Ekonomi Semakin besar Nilai Total suatu kawasan maka semakin peka kawasan tersebut terhadap adanya proses pencemaran, sehingga diperlukan perhatian yang lebih untuk pencegahan dan Tabel 8. Kelas Kepekaan Pantai Kota Semarang No Penggunaan Lahan Jumlah Skor 1 Sangat Peka 8,9,10,11 2 Peka 12,13,14,15 3 Tidak Peka 16,17,18,19 penaganannya. Untuk mengklasifikasinya (membuat zonasi tingkat kepekaannya) perlu dibuat kelas-kelas berdasarkan nilai total yang ada di seluruh daerah penelitian. Proses klasifikasi ini dilakukan berdasarkan kriteria seperti yang terlihat pada Tabel 8 berikut ini. 3.2. Tingkat Kepekaan Lingkungan Pantai Kota Semarang Berdasarkan konsep model dilakukanlah penampalan layer Peta Kelas : Batuan Penyusun, Bentuk Garis Pantai, Potensi Genangan (Rob), Kecepatan Amblesan, Perkembangan Garis Pantai, Habitat Mangrove (Fungsi Nilai Konservasi), Tata Guna Lahan (Fungsi Nilai Ekonomis). Dari hasil penampalan tersebut diperoleh layer peta dengan total 75 buah poligon dengan 10 jenis jumlah skor. Perlu ditekankan disini bahwa klasifikasi kepekaan daerah pantai disini merupakan kepekaan relatif terhadap daerah Tabel 9. Luas tiap kelas kepekaan lingkungan pantai di Kota Semarang No Kelas Kepekaan Luas M 2 % 1 Tidak Peka 19.370.802,36 38,39 2 Peka 20.900.610,03 43,03 3 Sangat Peka 8.288.183,63 17,07 Total 48,559,596.016 100,00 Sumber : Hasil pengolahan, 2006 pantai lain dalam lingkup daerah penelitian dan tidak dapat dibandingkan dengan air tanah di luar daerah penelitian secara langsung. Layer peta ini kemudian direklasifikasi sesuai dengan kriteria yang ada pada Tabel 8 untuk memperoleh Peta Kepekaan Lingkungan Pantai di Kota Semarang. 20 Mardi Wibowo, 2009

Luas tiap kelas dan penyebarannya terlihat pada Tabel 9 dan Gambar 2. Berdasarkan pada Peta Kepekaan Lingkungan Pantai (Gambar 2) dan Tabel 9. terlihat bahwa sebagian besar lingkungan pantai di Kota Semarang tergolong peka terhadap adanya pencemaran tumpahan minyak maupun sedimen yang ada di laut, yaitu mencapai 20.900.610,03 m 2 atau sekitar 43,04 % dari total lingkungan pantai di Kota Semarang. Kawasan pantai yang tergolong dalam kelas ini sebagian besar tersebar di bagian timur dan tengah dari Pantai utara Kota Semarang. Sedangkan lingkungan pantai yang mempunyai kepekaan terhadap pencemaran sangat tinggi (tergolong sangat peka) tersebar di bagian tengah daerah penelitian terutama di sekitar pelabuhan Tanjung Emas dan daerah sebelah timurnya. Luas keseluruhan kawasan pantai yang tergolong dalam kelas ini adalah 8.288.183,63 m 2 atau sekitar 17,07% dari total lingkungan pantai di Kota Semarang. Lingkungan pantai di Kota Semarang yang relatif tergolong tidak peka terhadap adanya pencemaran di laut meliputi luasan sekitar 19.370.802,36 m 2 atau sekitar 39,89% dari total luas daerah penelitian. Kawasan pantai yang tergolong tidak peka ini sebagian besar tersebar di bagian barat dari pantai utara Kota Semarang dan berada sedikit masuk ke daratan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kawasan pantai utara Kota Semarang bagian barat relatif tidak peka terhadap adanya pencemaran minyak dan sedimen yang terjadi di laut dibandingkan dengan kawasan pantai di bagian timur peta yang peka terhadap pencemaran, apalagi dibandingkan dengan kawasan pantai bagian tengah yang relatif sangat peka. 3.3.1. Rekomendasi penting, terutama untuk menyusun perencanaan pembangunan wilayah pesisir dan tata ruang wilayah pesisir. a. Untuk rencana pengembangan wilayah di Kota Semarang, sebaiknya kawasan pantai bagian barat dikembangkan untuk sektor budidaya perikanan tambak, rawa disertai dengan penanaman mangrove di sepanjang pantai sebagai area penyangga. Keberadaan kawasan industri di Daerah Beji perlu dipertimbangkan, karena selain tidak sesuai dengan daya dukung lahan juga dapat berpengaruh terhadap produktivitas lahan untuk kegiatan perikanan. Pada dasarnya hutan mangrove ini dapat pula dikembangkan untuk kegiatan wisata lingkungan. b. Bagian tengah pantai Semarang sebaiknya dikembangkan untuk kegiatan industri, perkotaan dengan segala fasilitasnya, karena memang sebelumnya telah banyak berkembang untuk kegiatan tersebut dan sudah relatif lengkap sarana dan prasarannya. Khusus untuk wilayah ini perlu juga disediakan ruang terbuka hijau sebagai penyangga daya dukung lingkungan. c. Bagian timur pantai Semarang sebaiknya dikembangkan untuk perikanan dengan perlakuan dan perlindungan khusus yang lebih terencana. Karena di kawasan ini daya dukung lingkungannya relatif rendah dan sudah banyak kawasan industri. Sehingga diharapkan industri lebih memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya. d. Khusus untuk pengembangan kawasan industri, perkotaan dengan faktor-faktor pendukungnya perlu ada persyaratanpersyaratan khusus yang harus dipenuhi karena secara umum termasuk kawasan yang sangat peka terhadap adanya pencemaran sedimen dan tumpahan minyak di laut. Dalam rangka penerapan konsep pembangunan berkelanjutan untuk pengembangan kawasan pesisir, tingkat kepekaan lingkungan pantai terhadap adanya pencemaran minyak dan sedimen di laut mempunyai peranan yang sangat 21 Mardi Wibowo, 2009

4. PENUTUP a. Wilayah pantai/ pesisir Kota Semarang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan khususnya di sektor perikanan khususnya darat, industri pengolahan hasil perikanan, transportasi (pelabuhan) dan sektor wisata bahari. b. Dalam pengembangannya pantai Kota Semarang banyak menghadapi permasalahan khususnya lingkungan seperti abrasi pantai, amblesan tanah, rob, sedimentasi, pencemaran lingkungan, intrusi air laut, dll. c. Wilayah pantai/ pesisir Kota Semarang mempunyai daya dukung yang sangat terbatas dan mempunyai kepekaan/sensitivitas yang sangat tinggi terhadap tekanan pertumbuhan penduduk, polusi terutama dari industri, pembuangan berbagai macam limbah, budidaya perairan (tawar, payau dan laut), perhubungan laut, pariwisata dan kegiatan intensif lainnya d. Dalam perencanaan pengelolaan kawasan pesisir di Kota Semarang perlu adanya pengkajian tingkat kepekaan lingkungan pesisir terutama terhadap sumber pencemar yang banyak terjadi seperti sedimen dan tumpahan minyak khususnya di sekitar pelabuhan. e. Untuk rencana pengembangan wilayah di Kota Semarang, sebaiknya kawasan pantai bagian barat dikembangkan untuk sektor budidaya perikanan, bagian tengah untuk kegiatan industri, perkotaan dengan segala fasilitasnya, sedangkan bagian timur untuk perikanan dengan perlakuan dan perlindungan khusus yang lebih terencana. DAFTAR PUSTAKA 1., 1998, Studi Penyusunan Indeks Kepekaan Lingkungan Wilayah Pesisir Selat Lombok, Pusat Lindungan Lingkungan dan Pembinaan Keselamatan Kerja, PERTAMINA, Jakarta. 2., 2003, Profil Pesisir dan Kelautan Jawa Tengah, Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah, Semarang 3.., 2003, Pengkajian Abrasi dan Kawasan Sabuk Hijau di Pantura Jawa Tengah, Badan Penelitian & Pengembangan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003 4., 2000, Profil Wilayah Pantai dan Laut Kota Semarang, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kota Semarang, Semarang 5., 2006, Perencanaan Kawasan Pantai Kota Semarang Fakta dan Analisis, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Pemerintah Kota Semarang, Semarang 6. Fisher, B., dkk, 1997, The Development of a Spatio-Temporal Environmental Sensitivity Index Using GIS, Jurnal REER Research Volume 7, No. 3-4 September-December 1997, Royal Melbourne Institute of Technology, Melbourne. 7. Peterson, J., dkk., 2002, Environmental Sensitivity Index Guidelines Version 3.0, NOAA Technical Memorandum NOS OR&R 11, Hazardous Materials Response Division, Office of Response and Restoration, NOAA Ocean Service 8. Saxena, M.R., dkk, 2004, Remote Sensing and GIS Based Approach for Environmental Sensitivity Studies A Case Study From Indian East Coast, National Remote Sensing Agency, Department os Space, Hyderabad, India. 9. Tridech, S., dkk, 2004, Using Coastal Environment Sensitivity Index Map as Tool For Integrated Coastal Zone Management, Marine Environment Division, Water Quality Management Bureau, Pollution Control Department, Bangkok. 22 Mardi Wibowo, 2009