PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

OTONOMI DAERAH SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT PEREKONOMIAN DAERAH

Dibagikan oleh :

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

ASPEK PERENCANAAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

Bambang P.S Brodjonegoro FEUI & KPPOD

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya desentralisasi atau pemberian kewenangan. pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri daerahnya merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

Transkripsi:

2. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perokonomian daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, dan pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran dan fungsi DPRD. UU ini memberikan otonomi secara penuh kepada daerah kabupaten dan kota untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberi kewenangan penuh untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, desentralisasi kemudian akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi yang seperti ini kemudian akan menjadi dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan. Arahan yang diberikan oleh UU No 22 Tahun 1999 sudah sangat baik. Tetapi benarkah ia dapat mewujudkan pemerintah daerah otonom yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel secara berkesinambungan? Jawabannya tergantung pada formula atau rumusan yang diberikan oleh peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya. Apabila semua peraturan pelaksanaan tersebut sudah searah dengan undang-undang tersebut maka kemungkinan untuk mencapai tujuan tersebut akan semakin besar.

C. OTONOMI DAERAH DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI DAERAH Takl dapat disangkal, saat ini dunia sedang berada pada putaran arus pasar bebas. baik dalam kerangka AFTA, APEC maupun WTO. Setiap negara berupaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan investasi dalam negeri serta mampu mendorong masyarakat untuk bermain di pasar global. Salah satu implikasi dari kondisi di atas adalah adanya tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap efisiensi, dan efektivitas sektor publik (pemerintahan). Hal tersebut disebabkan pasar tidak akan kondusif jika sektor publiknya tidak efisien. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, Daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah (enginee of growth). Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta menimbulkan efek multiplier yang besar. Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu: 1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Globalisasi ekonomi telah meningkatkan persaingan antar negara-negara dalam suatu sistem ekonomi internasional. Salah satu cara menghadapi dan memanfaatkan perdagangan internasional adalah meningkatkan daya saing

melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja. Sebagai langkah awal untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas, perlu dilakukan perubahan struktural untuk memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Perubahan struktural adalah perubahan dari ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi modern yang berorientasi pada pasar. Untuk mendukung perubahan struktural dari ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi moderen diperlukan pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan, penguatan teknologi dan pembangunan sumber daya manusia. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut (Sumodiningrat, 1999): 1. Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi, yang paling mendasar adalah akses pada dana. 2. Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat. 3. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka kualitas sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi. 4. Kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi industri-industri kecil dan menengah yang kuat harus menjadi tulang punggung industri nasional. 5. Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja mandiri sebagai cikal bakal wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang. 6. Pemerataan pembangunan antar daerah. Ekonomi rakyat tersebut tersebar di seluruh penjuru tanah air, oleh karena itu pemerataan pembangunan daerah diharapkan mempengaruhi peningkatan pembangunan ekonomi rakyat. Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah Daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upayaupaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Upaya-upaya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya

daerah harus dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga otonomi yang diberikan kepada daerah akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari aspek perencanaan, Daerah sangat membutuhkan aparat daerah (baik eksekutif maupun legislatif) yang berkualitas tinggi, bervisi strategik dan mampu berpikir strategik, serta memiliki moral yang baik sehingga dapat mengelola pembangunan daerah dengan baik. Partisipasi aktif dari semua elemen yang ada di daerah sangat dibutuhkan agar perencanaan pembangunan daerah benarbenar mencerminkan kebutuhan daerah dan berkaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi daerah. Dari aspek pelaksanaan, Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit pelaksana. Untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik (public money) telah dilakukan sebagaimana mestinya (sesuai konsep value for money), perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun

oleh eksternal auditor, misalnya auditor independen. Untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas publik, pemerintah daerah perlu membuat Laporan Keuangan yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan khususnya dari DPRD mutlak diperlukan agar otonomi yang diberikan kepada daerah tidak kebablasan dan dapat mencapai tujuannya. D. OTONOMI DAERAH DAN KORUPSI Euforia otonomi daerah belum lagi reda, namun sejumlah batu sandungan telah muncul ke permukaan. Salah satu persoala yang cukup menguras energi berbagai pihak dalam peta otonomi daerah adalah korupsi, baik secara individu maupun secara berjamaah. Menurut sebagia pengamat, otonomi daerah betul telah memawa perubahan dan demokratisasi dalam berbagai bidang (ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain). Namun pada saat yang sama. Otonomi daerah telah menciptakan raja-raja kecil di daerah yang pada gilirannya menumbuh-suburkan praktek korupsi. Selama otonomi daerah ini berlangsung, kita tak henti-hentinya menyaksikan perilaku pejabat daerah yang koruptif. Celakanya, korupsi itu tidak dilakukan cara individu, melainkan secara berjamaah dengan desain yang demikian rapi sehingga susah diendus oleh aparat penegak hokum. Sudah berapa banyak anggota DPRD I/II diberbagai daerah yang masuk hotel ptrodeo? sudah tak terhitung Kepala daerah tingkat I/II yang terpaksa harus merasakan dinginnya lantai tahanan. Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh korupsi berjamaah antara Bupati dan seluruh anggota DPRD Kabuupten Banten, belum lagi Bupati Garut, Bupati Purwakarta, dan bupati/gubernur daerah lain. Melihat fenomena seperti itu, kita merasaka kegetiran yang luar biasa. Otonomi yang memiliki tujuan mulia (membebaskan rakyat dari kemiskinan) hanya tinggal wacana indah. Lagi-lagi rakyat seperti sapi perahan dengan harus membayar bergam pajak (pungutan lain) yang nyaris mencekik leher. Sementara para pejabat dan politisi sibuk memanipulasi uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri. Seiring dengan semangat reformasi yang nyaris padam belakangan ini, rasanya sudah saatnya KPK dibentuk di daerah-daerah. Ketika aparat penegak hukum di darah (polisi, jaksa, hakim) tak berdaya (karena seringkali menjadi