APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOT A BERKELANJUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOTA BERKELANJUTAN

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Existensi proyek

Arsitektur Vernakuler

MUSEUM BUDAYA DI PONTIANAK, KALIMANTAN BARAT

KONSEP dan TEKNIK PENYAJIAN GAMBAR PADA PROYEK ARSITEKTUR KOTA (URBAN DESIGN)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA SULTAN SYARIF KASIM II PEKANBARU RIAU

PENGARUH ARSITEKTUR LOKAL DAERAH PERBATASAN TERHADAP DESAIN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR II

Lampiran 1. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA BIODATA KETUA TIM PENELITI

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

Keselarasan antara Baru dan Lama Eks-Bioskop Indra Surabaya

Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda

Citra Lokal Pasar Rakyat pada Pasar Simpang Aur Bukittinggi

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI REGIONALISME DALAM DESAIN ARSITEKTUR

PRINSIP BERKELANJUTAN PADA ARSITEKTUR VERNAKULAR (Studi Kasus Huma Gantung Buntoi, Kalimantan Tengah)

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. arsitektur di Indonesia adalah masuknya pola arsitektur modern yang diadopsi dari

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PERENCANAAN KOTA Studi kasus kota New York, London dan Tokyo (Global Cities)

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU

ELEMEN ARSITEKTURAL ATAP PADA RUMAH TRADISIONAL MELAYU RIAU ROOF ARCHITECTURAL ELEMENT OF THE RIAU MALAY TRADISIONAL HOUSE

Pendekatan Kontekstual pada Rancangan Pusat Kajian Pekembangan Islam di Komplek Makam Siti Fatimah binti Maimun, Leran, Manyar, Gresik

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CITRA PUSAT KOTA DEPOK BERDASARKAN KOGNISI PENGAMAT

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

Perancangan Apartemen dengan Alat Bantu Software Simulasi Aliran Angin

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban


PERKAMPUNGAN TUA DI TENGAH KOTA, Upaya Mewujudkan Kawasan Bantaran Sungai sebagai Kawasan Budaya Berjatidiri

PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR PADA STASIUN PASAR MINGGU

PENATAAN BUNDARAN KALIBANTENG SEBAGAI SIMPUL KOTA DENGAN KORIDOR JALAN JENDERAL SUDIRMAN SEMARANG

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN (PS ALB)

KAJIAN TERHADAP KONSEP ELEMEN ALAMI DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TEPIAN PANTAI

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Redesain Pusat Kegiatan Budaya Melayu di Pekanbaru 1

BAB I MENGENAL ARSITEKTUR KOTA, BENTUK DAN DINAMIKANYA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

1. BAB I INTRODUCTION. perbelanjaan dengan tema besar Post-Modern Vernacularism. Adapun definisi

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang proyek

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) adalah Lembaga Pemerintah yang dibentuk untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai

2.2.3 Jenis Kegiatan Pada Gedung DPRD Tingkat IRiau Kebutuhan Ruang Pada Gedung DPRD Tingkat IRiau... 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS TEMA

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

REDESIGN TAMAN BUDAYA PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

Carmona, M., Heath, T., Oc, T., Tiesdell, S., 2003, Public Places - Urban Spaces, Architectural Press, Oxford.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG BERWAWASAN BUDAYA

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

MODEL SMALL BUILDING SEBAGAI SALAH SATU WUJUD EFFEKTIFITAS RUANG DAN IMPLEMENTASI ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

Wajah Militair Hospitaal dan 'Kota Militer' Cimahi

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

ARSITEKTUR MAXIMALIS, MUNGKINKAH TERJADI 01 INDONESIA? ABSTRACT

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

POLA LETAK STRUKTUR PONDASI PADA RUMAH LAMA PEKANBARU

1) Sumber Daya Air, 2) Pertanian dan Ketahanan Pangan, 3) Kesehatan Manusia, 4) Ekosistem daratan,

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APRIL 2010 VOLUME 2 NOMOR 1 JURNAL LANSKAP INDONESIA. perencanaan perancanganan pengelolaan tanaman FAKULTAS PERTANIAN IPB

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

BAB IV GAMBARAN UIN SUSKA. Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 tertanggal 4 Januari Keputusan Menteri Agama RI No. 194 Tahun 1970.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

Transkripsi:

ProceedingPESAT(Psikologi,Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) UniversitasGunadarma- Depok18-19Oktober2011 Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559 APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN MENUJU KOT A BERKELANJUTAN Faku/tas Wahyu Hidayat Teknik Universitas Riau Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru 28293,Riau. hidayat79 _iium@yahoo.com Abstrak Perkembangan kota yang berkelanjutan (sustainable city) merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan serangkaian interaksi berbagai aspek seperti ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam kehidupan komunitas kota. Aristektur merupakan salah satu bagian yang paling dominan dalam membentuk wajah dan identitas kota serta mempengaruhi kualitas hidup masyarakan kota. Dalam konteks arsitektur dan desain perkotaan, arsitektur berkelanjutan (sustainable architecture) dapat dicapai jika aspek budaya dan ekologi disinergikan sebagai dua hal yang saling melengkapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentijikasi pen erapan langgam arsitektur melayu dalam desain bangunan kontemporer di kota Pekanbaru. ldentifikasi didasarkan pada dua variable yaitu, aspek budaya yang menjelaskan penggunaan langgam arsitektur melayu sebagai identitas kota dan kawasan dan aspek ekologi yang merefleksikan penggunaan elemen arsitektur melayu dalam merespon kondisi lingkungan. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif yang menggambarkan penggunaan langgam arsitektur melayu di kota Pekanbaru. Dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas desain bangunan kontemporer menggunakan langgam arsitektur melayu secara tidak tepat menurut jilosojinya dan lebih memprioritaskan aspek identitas daripada aspek ekologi dalam merespon kondisi lingkungan. Hasi/ studi juga mengidentifikasi perberbedaan antara bangunan milik pemerintah daerah dan bangunan milik swasta dalam penggunaan langgam arsitektur melayu. Kata kunci: langgam arsitektur melayu, kearifan lokal, identitas kawasan, kota berkelanjutan PENDAHULUAN Pekanbaru merupakan ibukota Propinsi Riau yang berada di pulau Sumatera dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu visi Propinsi Riau adalah untuk menjadi pusat kebudayaan melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kota Pekanbaru sebagai ibukota propinsi merupakan indikator utama dalam mengukur dan menilai bagaimana kebudayaan melayu di kawasan tersebut dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai perkembangan kebudayaan melayu di daerah Asia Tenggara. Arsitektur merupakan salah satu bagian lingkungan binaan yang secara fisikal dapat menggambarkan ciri khas dan identitas kawasan. Kebijakan pemerintah Kota Pekanbaru yang mensyaratkan aplikasi langgam arsitektur melayu dalam setiap desain bangunan di wilayah perkotaan merupa- kan salah satu upaya dalam menjaga identitas kawasan sebagai daerah berbudaya melayu. Namun dalam perkembangannya, aplikasi langgam arsitektur melayu pada bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru telah mengalami pergeseran dari nilai-nilai budaya ash. Aplikasi langgam arsitektur melayu direpresentasikan sesuai dengan pemahaman masing-masing arsitek tanpa mempelajari nilai filosofis tradisi dan nilai-nilai arsitektur melayu itu sendiri. Ruang lingkup yang menjadi fokus dalam studi ini, pertama adalah tingkat aplikasi langgam arsitektur melayu dalam desain bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru Kedua, penggunaan langgam arsitektur melayu dinilai berdasarkan nilai-nilai filosofi yang benar sesuai dengan tradisi kebudayaan melayu, dan yang ketiga adalah evaluasi aplikasi elemen arsitektur vemakular melayu dalam merespon kondisi iklim. Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai penerapaan langgam arsitektur AT- 115

melayu pada desain bangunan-bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru. Hasil dari studi ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan evaluasi mengenai aplikasi langgam arsitektur melayu pada wajah kota Pekanbaru untuk menjaga orisinalitas nilainilai budayanya serta meningkatkan kualitas hidup komunitas perkotaan. METODE PENELITIAN Penelitian ini didasarkan pada kondisi eksisiting kota yang memiliki kecenderungan kehilangan identitas kawasan sebagai daerah melayu akibat intervensi sejumlah bangunan kontemporer yang tidak menereapkan langgam arsitektur melayu secara tepat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif yang menjelaskan tingkat penggunaan langgam arsitektur melayu pada bangunan-bangunan di Kota Pekanbaru dan jenis langgam arsitektur melayu yang digunakan. Sampel dari studi ini adalah bangunan-bangunan yang terdapat di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman sebagai koridor atau jalan utama yang menghubungkan bandara Sultan Syarif Kasim II dengan pusat kota Pekanbaru. Data yang didapat dianalisis secara deskriptif mengenai tingkat penggunaan langgam arsitektur melayu dan jenis elemen arsitektur melayu yang digunakan. Evaluasi selanjutnya meliputi perbandingan antara bangunan milik pemerintah dan bangunan milik swasta atau BUMN. dan kajian mengenai pemilihan jenis elemen arsitektur melayu yang digunakan berdasarkan fungsinya sebagai identitas atau fungsi ekologis. BASIL DAN PEMBAHASAN Lewis Mumford dalam The Culture of Cities (1938) mengungkapkan bahwa kota merupakan titik di mana terjadi konsentrasi maksimum bagi power dan culture suatu komunitas (Wheeler, 2004). Implikasinya kota menjadi indikator untuk mengukur kekuatan dan eksistensi budaya suatu kawasan. Seiring dengan berbagai tantangan dan masalah penurunan kualitas lingkungan, yang menjadi pembahasan hangat saat ini adalah bagaimana potensi kearifan lokal setiap kawasan dapat dieksplorasi untuk meningkatkan kualitas hidup perkotaan sekaligus mempertahankan identitas budaya kawasan. Namun pengaruh globalisasi telah merusak dan mengancam keberadaan nilai-nilai kearifan lokal, sementara ia merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz,1992). Untuk mencapai sustainable architecture, aspek budaya dan ekologi mesti dipandang sebagai dua buah entitas yang saling melengkapi (Giilmez, 2007). Dalam konteks budaya, arsitektur berkelanjutan merefleksikan penghargaan terhadap nilainilai tradisi dan budaya dalam aplikasi arsitektur kontemporer sebagai identitas kota dan kawasan. Sementara dari aspek ekologi, arsitektur berkelanjutan mampu memberikan solusi terhadap kondisi lingkungan melalui adopsi dan adaptasi kearifan lokal dari arsitektur vernakular. Sementara kearifan lokal yang diwariskan oleh arsitektur vernakular merupakan esensi dari nilai-nilai keberlanjutan (sustainability) yang dapat dilihat dari karakter bangunannya yang dapat mengatasi permasalahan lingkungan dan mencerminkan nilai-nilai budaya yang tinggi disaat yang bersamaan. Menurut James Ackerman dalam artikelnya "The History of Design and The Design of History ", dalam menciptakan suatu pengalaman terhadap suatu lokasi sebaiknya sasaran desain suatu bangunan dan kota mesti dapat menciptakan keterkaitan antara aspek sosial dengan pertimbangan ekologi (Heath, 2009). Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu sebagai Identitas Kawasan Vellinga (2005) dalam artikelnya berjudul "Anthropology and the Challenges of Sustainable Architecture" fokus pada pemahaman bagaimana bangunan terhubung dengan proses identifikasi sosial. Prinsipprinsip sustainable architecture mesti memperhatikan aspek keberlanjutan nilai-nilai budaya dan tradisi dalam desain bangunan di kawasan perkotaan. Kota Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi Riau yang memiliki visi sebagai pusat kebudayaan melayu di Asia Tenggara tahun 2020 perlu dikaji mengenai tingkat aplikasi langgam arsitektur melayu pada wajah kotanya. Dari data yang didapat, diketahui bahwa hanya 31% bangunan di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman yang menggunakan langgam arsitektur melayu pada desain bangunannya (Gambar 1). Apli- AT- 116

ProceedingPESAT(Psikologi,Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) UniversitasGunadarma- Depok18-19 Oktober2011 Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559 kasi langgam arsitektur melayu ini dibagi dalam tiga elemen utama, yaitu desain atap, penggunaan selembayung, dan penggunaan omamen atau ukiran tradisional melayu (Gambar 2). Berdasarkan fungsi bangunan, diidentifikasi bahwa bangunan yang menggunakan langgam arsitektur melayu secara konsisten adalah bangunan milik pemerintah daerah. Sementara mayoritas bangunan milik swasta tidak menampilkan langgam arsitektur melayu pada desain bangunannya (Gambar 3). Dalam penggunaan langgam arsitektur melayu tersebut, desain yang digunakan sering tidak sesuai dengan filosofi arsitektur tradisional dan budaya melayu sebenamya. Sebagian bangunan khususnya yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kota Pekanbaru dan Propinsi Riau menggunakan langgam arsitektur melayu sesuai dengan filosofmya. Namun untuk bangunan milik BUMN dan swasta cenderung menggunakan langgam arsitektur melayu hanya untuk mejadi simbol sebagai suatu persyaratan bangunan di Kota Pekanbaru. Beberapa contoh Tampilan fasad bangunan di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru terlihat pada Gambar 4. Beberapa contoh aplikasi langgam arsitektur melayu terlihat pada Gambar 5, sementara contoh analisis jenis bangunan yang menggunakan langgam arsitektur melayu terlihat pada Gambar 6. Gambar 1. Tingkat Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu 100 80 60 40 20 o. Melayu IITidak.;:.~ ~~~0 #~ ~<o~ ~~ ') <:<--S O~ Gambar 2. Analisis Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu 100 80 60 40 20 o Kantor Kantor Pertokoan Pemerintah Swasta.. Melayu 11II Tidak Gambar 3. Analisis Jenis Bangunan yang Menggunakan Langgam Arsitektur Melayu AT- 117

Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu dalam Kontelts Ekologi Menurut Giilmez (2007), contohcontoh dari arsitektur vemakular yang dibangun pada beberapa wilayah yang berbeda mampu menjadi solusi praktikal bagi permasalahan geografis dan iklim, yang hal tersebut mesti dipandang sebagai sensitivitas terhadap linkungan. Dari data yang didapat, penggunaan langgam arsitektur melayu didominasi oleh penggunaan selembayung sebagai simbol arsitektur melayu yang diwajibkan penggunaannya di kota Pekanbaru diikuti oleh penggunaan elemen atap arsitektur melayu. Dari hasil survei diketahui bahwa mayoritas bangunan di Kota Pekanbaru memilih langgam arsitektur melayu yang digunakan adalah selembayung dan omamen atau ukiran yang mencapai angka 67% (Gambar 7). Kedua elemen ini dapat dikatakan berfungsi sebagai simbol atau identitas yang menjadi ciri khas tradisi dan filosofi arsitektur tradisional melayu. Sementara nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dalam arsitektur tradisional melayu juga dimaksudkan bagaimana bangunan tersebut dapat selaras dan mampu mengatasi kondisi lingkungan. Atap sebagai elemen bangunan yang paling berperan dalam mengatasi masalah iklim khususnya kondisi termal yang semakin panas di Kota Pekanbaru justru tidak banyak diadopsi dan diadaptasi. Aplikasi atap berlanggam arsitektur melayu mencapai jumlah 35%. Sedangkan aplikasi ukiran dan omamen khas melayu mencapai jumlah 31%. Gambar 4: Beberapa Tampilan Fasad Bangunan di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru Gambar 5: Beberapa Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu AT- 118

ProceedingPESAT (Psikologi,Ekonomi,Sastra,Arsitektur& Sipil) UniversitasGunadarma- Depok18-19Oktober2011 Vol.4 Oktober2011 ISSN:1858-2559 Gambar 6. Beberapa Tampilan Bangunan dengan Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu 0% 35% II Atap.. Selembayung II Ornamen 36% Gambar 7. Jenis Aplikasi Langgam Arsitektur Melayu SIMPULAN Analisis hasil survei dari penelitianini menggambarkanbahwa tingkat penggunaan langgamarsitekturmelayu masihrendahdan mayoritasdi antarabangunanyangmengaplikasikanlanggamarsitekturmelayutidak menerapkannyasecarabenarsesuaidenganfilosofi nilai-nilai budayamelayuitu sendiri.jika dilihat dari tujuan aplikasi langgam arsitektur melayu pada bangunan-bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru, mayoritas diantaranya cenderung menggunakan omamen atau ukiran dan selembayung sebagai identitas bangunan dan fungsi estetika. Sementara aplikasi atap khas arsitektur tradisional melayu hanya digunakan oleh sepertiga dari jumlah total bangunan di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Dari hasil survei di atas dapat disimpulkan bahwa desain bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru yang menggunakan langgam arsitektur melayu hanya sebagai identitas, bukan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dalam menagatasi masalah iklim dan kondisi termal tempatan. Sementara diantara bangunan yang menjadikan aplikasi langgam arsitektur melayu sebagai identitas bangunan dan kawasan cenderung tidak memahami nilai-nilai filosofis dan tradisi yang melatar belakangi suatu elemen arsitektur melayu tersebut digunakan. Selain itu terdapat perbedaan yang signifikan antara bangunan milik pemerintah dengan bangunan milik swasta dalam tingkat penggunaan langgam arsitektur melayu. Menurut Oliver (2006), suatu tradisi tidaklah cukup untuk mempertahankan keberlanjutan suatu budaya. Di dalam dunia modem saat ini, nilai-nilai budaya tersebut harus ditransformasikan menjadi sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan dan menjadi solusi praktis di tengah masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan evaluasi bagi Pemerintah Kota Pekanbaru dan Propinsi Riau dalam menciptakan wajah kota yang benar benar memiliki identitas yang kuat sebagai kawasan berbudaya melayu. Selain itu dalam konteks kota yang berkelanjutan, aplikasi langgam arsitektur melayu seharusnya bisa mendukung visi Propinsi Riau di satu sisi dan di sisi yang lain hal tersebut dapat menjadi solusi bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat kota melalui desain bangunan yang responsif terhadap kondisi lingkungan. AT- 119

DAFTAR PUSTAKA Heath, Kingston WM. 2009. Vernacular Architecture and Regional Design: Cultural Process and Environmental Response, Architectural Press, Oxford. Geertz, C.1992. Kebudayaan dan Agama, Kanisius Press, Yogyakarta. Giilmez, Nilay D., and Uraz, Tiirkan U. 2007. Vernacular Urban Fabric as a Source of Inspiration for Contemporary Sustainable Urban Environments Mardin and the case of "Mungan House". International Conference on Sustainable Urban Areas, Rotterdam. Oliver, Paul. 2006. Built to Meet Needs: Cultural Issues in Vernacular Architecture, Architectural Press, Oxford. Umbach, M. and B.Huppauf. 2005. Vernacular Modernism: Heimat, Globalization, and the Built Environment, Stanford University Press, Stanford. Vellinga, M. 2005. "Anthropology and the Challenges of Sustainable Architecture". Anthropology Today, Vol 21 No3, pp. 3-7. Wheeler, Stephen M, and Timothy Beattley. 2004. The Sustainable Urban Development York. Reader, Routledge, New 1, ji JI ".. i ~ ;1 t AT- 120 Hidayat, Aplikasi Langgam Arsitektur...