Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propoinsi dan terbag

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

111. METODOLOGI. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober tahun 2000 selama kurang lebih

Oleh : Sri Wilarso Budi R

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

TINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Disampaikan Pada Acara :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

BAB. I. PENDAHULUAN A.

KARAKTERISTIK HABITAT GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH KABUPATEN ACEH BESAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEFORESTASI DAN IMPLIKASINYA PADA KONSERVASI GAJAH DI SUMATRA DAN SRI LANKA

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Transkripsi:

11. TNJAUAN PUSTAKA 2.1. Pen yebaran dan Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus mmatranus) Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propoinsi dan terbag dalam 44 populasi, meliputi: Lampung 11 populasi, Surnatera Selatan 8 populasi, Bengkulu 3 populasi, Jambi 5 populasi, Sumatera Barat 1 populasi, Riau 8 populasi, Sumatera Utara 1 populasi dan Nangroe Aceh Darussalam 4 populasi (Gambar 1). Untuk menghitung jumlah individu populasinya, tentu merupakan pekerjaan yang sulit karena kondisi vegetasi di hutan hujan tropis sehingga biasanya populasinya hanya diperkirakan dan kurang tepat. Blouch & Haryanto (1984) dan Blouch & Simbolon (1985) memperlurakan antara 2800 sarnpai 4800 ekor. Dari 44 populasi yang ada, 30% mempunyai populasi kurang dari 50 ekor, 36% mempunyai populasi 50-100 ekor, 25% individu populasinya 100-200 ekor, dan hanya 9% yang rnempunyai ukuran populasi lebih dari 200 ekor (Santiapillai and Jackson, 1990). Populasi gajah di Aceh Utarflimur, menurut Santiapillai (1987) adalah populasi besar dengan jumlah individu antara 300-400 ekor. Populasi ini merupakan populasi terbesar dari 4 populasi yang ada di Aceh. Tiga populasi lainnya adalah di Aceh Barat (200-300 ekor), Singkil dan Gunung Leuser. Dua populasi yang disebutkan terakhir merupakan populasi kecil (50-100 ekor). Namun menurut laporan Griffith (1993) populasi gajah yang ada di ekosistem Leuser diperkirakan mencapai 410-545 ekor.

Sedangkan populasi gajah di Sumatera Utara diperldrakan hanya ada 1 kelompok populasi yang kecil (kurang dari 50 ekor) (Santiapilllai, 1987), meskipun perkiraan populasi ini belum diketahui dengan pasti. Menurut penelitian yang sudah dilakukan, populasi gajah yang ada di Sumatera Utara hanya terdapat di daerah yang berbatasan dengan propinsi Riau di sebelah selatan dan propinsi Nangroe Aceh Darussalam di sebelah utara. Laporan terakhir dari Brett (1999) yang didasarkan hasil survai yang dilakukan oleh Griffiths (1984-1995), Nelson (1993), Jabbar (1995), Bristol University UK & PB (1998) dan van Schaik (1998) perkiraan populasi Gajah Sumatera di Ekosistem Leuser saat ini seperti yang tercantum pada Tabel 1. 2.2. Kondisi Habitat Habitat gajah sumatera terdiri dm beberapa tipe hutan, yaitu: hutan rawa (swamp forest), hutan garnbut (peat swamp forest), hutan hujan dataran rendah (lowland forest), dan hutan hujan pegunungan rendah (lower mountain forest) (Haryanto,l984). Masalah serius yang kita hadapi dalam konservasi gajah sumatera yang mendasar adalah menyempitnya habitat gajah sebagai akibat dari kegatan pembangunan, yakni konversi hutan untuk perkebunan, transmigrasi, logging, dan perladangan liar. Konversi hutan menjadi areal perkebunan dan transmigrasi, sering tidak memperhatikan keberadaan populasi satwaliar dan memotong jalur edarlwilayah pengembaraan gajah, menjadikan habitat gajah tersebut terfiagmentasi dan terbentuk kantong-kantong habitat gajah yang memisahkan kelompok satu dengan lainnya;

yang pada akhimya kelompok-kelompok kecil yang terpisah tersebut sudah tidak ditemukan lagi. Tata guna lahan untuk areal perkebunan kelapa sawit dan karet di Sumatera Utara yang diistilahkan sebagai estate belt sepanjang 370 krn dan selebar 45 km sangat mengurangi sistem pendukung kehidupan gajah sumatera Tidak heran bila di wilayah ini populasi gajahnya kecil (40 ekos) (Santiapillai and Jackson, 1990). Selain di Sumatera Utara areal perkebunan ini juga terdapat di Aceh dan Riau serta wilayah laimya. Tabel 1. Perkiraan populasi gajah sumatera di Ekosistem Leuser Area Jambo Aye (W) Jambo Aye (E) 50 Penaron 50 Serbajadi 50 Pcrkiraan Populasi Sikundur >loo Kluet 40 20 Meureubo (W) 20 Meureubo (E) 20 Total >555 1 Sumber : Brett (1 999) Konversi hutan untuk areal transmigrasi juga menjadi awal tekanan-tekanan terhadap habitat gajah. Selain itu produksi kayu utama di Sumatera berasal dari 1 hutan alarn dengan jenis andalan adalah famili Dipterocarpaceae. Namun pembalakan (logging) yang dilakukan sering tidak memenuhi prosedur yang berlaku

bahkan melebihi target panen, sehingga banyak areal bekas tebangan yang rusak. Padahal menurut Olivier (1978) diperkirakan kepadatan gajah di logged over forests mungkin dua kali lipat daripada di hutan primer. Banyaknya hutan yang mak menyebabkan gjah tidak mempunyai jalan ke luar untuk bergerak dari areal yang terganggu ke hutan tua, yang jaraknya cukq jauh. Hal ini yang menyebabkan fragmentasi habitat gajah, clan populasi yang semula besar menjadi kelompokkelompok kecil (Santiapillai and Jackson, 1990). Untuk menjaga kelestarian gajah di Sumatera, termasuk jenis-jenis satwa lainnya, pemerintah telah menetapkan beberapa kawasan konservasi, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Dari data yang diperoleh ternyata dari 41 populasi gajah yang ada, diketahui hanya 11 populasi yang berada dalam kawasan konservasi dan selebihnya menyebar di hutan-hutan produksi. Mengingat wilayah jelajah (home range) gajah sangat luas, maka sering tgadi populasi gajah keluar dari habitatnya di hutan, ke daerah selutamya yang berupa perkebunan, lahan pertanian maupun pemukiman. Hal ini menimbulkan konflik antara gajah dan manusia. Tabel 2. Jenis dan luas kawasan konservasi di Pulau Sumatera 1. Taman Nasional 34991 74,96% 2. Tarnan Bum 1296,5 2,77% 3. Cagar Alarn 3887,9 8,33% 4. Suaka Margasatwa 5261,6 11,27% 5. Taman Hutan Raya 1035 2,22% 6. Taman Wisata Alarn 206,96 0,44% Sumber: Dir.Konservasi Kawasan, Dirjen. PKA (200 1 ).

1. Gunung Sulah 18. Air Smangls 31. Rlau Tengah Utara 2. Gurmng Tanggang 17. Padang Sugihan 32. Koto Panjang 3. Gunung Betung 18. Sungii Padr 33. Lipat Kain 4. Way Kunbas 19. Eentaym 34. Lan~~am 5. Way Terusan 20. Air Medsk 35. Riw Tengah Sclatpn 8. Buklt Barlwn Sdahn (Uhn) 21. Alr Kepas 38. Ria Selatan 37. 6Urnrt.n 38. Slak Kscll 39. Datann Rmdah Rokn 41. Gunung LMSW (Barat) 43. Acch Bant 44. Aceh Timur Gambar 1. Penyebaran populasi gajah di Pulau Sumatera Sumber : Santiapillai (1987)

kesejahteraan satwa, sehingga dihasilkan satwa-satwa yang mempunyai daya reproduksi tinggi dan ketahanan terhadap penyakit yang juga tinggi. Dalarn hubungannya dengan reproduksi, ketersediaan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup akan mempengaruhi fertilitas dan fekunditas satwa. Ketersediaan sum ber air Air termasuk komponen pakan, yang behgsi dalam proses kimia dan fisik dalam pencernaan makanan. Dan lagi, air dibutuhkan untuk menyejukkan tubuh karena adanya proses evaporasi di lingkungan yang panas. Sebagian besar satwa hidupnya sangat bergantung pada air dalam jumlah dan bentuk ketersediaan sangat bervariasi, tergantung kebutuhan satwa. Bahkan satwaliar untuk mendapatkan air di musim kering, punya bermacam-macarn cara. Satwa-satwa yang mobilitasnya tinggi akan melakukan migrasi untuk mendapatkan air di musim kering; dan gajah yang kebutuhan airnya banyak, akan menggali dasar sungai kering, menyediakan air untuk kebutuhannya sendiri maupun satwa lain (Bailey, 1984). Sumber air merupakan komponen pendukung kehidupan di habitat gajah. Biasanya sumber air tersebut dalam bentuk air mengalir maupun air yang tergenang. Sumber-sumber air yang mengalir berupa sungai besar dan kecil, baik yang mengalir sepanjang tahun maupun yang mengalir hanya pada musim hujan. Sedangkan air yang tergenang, biasanya berupa rawa-rawa yang umumnya tidak pernah kering di musim kering. Sumber air tersebut digunakan oleh gajah sebagai air minum, mandi, berkubang dan berlumpur, serta media untuk membina hubungan antar anggota kelompok (sosialisasi). Ketersediaan air ditentukan oleh faktor biotik dan faktor fisik lainnya.

Pelindung (Cover) Pelindung (cover) didefinisikan sebagai struktur sumberdaya lingkungan yang menyediakan fungsi-wgsi alami spesies yang dapat meningkatkan daya reproduksi dantatau kelangsungan hidup satwa (Bailey, 1984). Oleh karena itu, cover merupakan ha1 yang diperhitungkan dalam pemilihan habitat oleh satwaliar. Pada siang hari setelah aktivitas makan biasanya gajah akan beristirahat. Untuk menghindari sengatan sinar matahari langsung mereka mencari tempat-tempat yang rindang, yang bertajuk rapat. Selain itu untuk mengurangi panas di tubuhnya biasanya dia berkubang dan berlumpur. Setelah berkubang, aktivitas berikutnya adalah menggosok-gosokkan badannya di batang pohon untuk mengurangi rasa gatal di tubuhnya. Pohon-pohon yang dipakai untuk menggosok badannya (rubbing trees) akan terlihat jelas karena ada bekas lurnpur yang menempel di tempt tertentu, yang biasanya cukup tinggi sesuai dengan tinggi gajah. Gajah seperti halnya herbivora lainnya, membutuhkan garam-garam mineral yang diperlukan dalam proses metabolisme tubuhnya dan melancarkan proses pencernaan makanan. Untuk memperoleh garam-garam mineral tersebut mereka mengunjungi tempat-tempt tertentu yang disebut sebagai salt licks terutama pada saat atau sesudah hujan, dimana air tanah meluap menjadi keruh seperti susu. Jika tidak hujan, salt licks menjadi lebih keras dan untuk mendapatkan garam gajah yang bergading akan menusuk/menggali dinding salt licks dengan gadingnya; atau bagi yang tidak bergading dengan cara menggaruk-garuk tanah dengan kaki dan belalainya atau dengan menumbuldmendobraknya (Leckagul & McNeely, 1977). Ketersediaan salt licks di daerah jelajah gajah sangat menentukan tingkat kesejahteraan satwa ini.

2.6. Organisasi Komunitas Populasi yang terdapat bersamaan dalam ruang dan waktu tertentu, secara fungsional berhubungan satu sama lain membentuk unit ekologi yang disebut komunitas. Organisasi komunitas membicarakan suatu komunitas yang mempunyai bentuk kehidupan, komposisi spesies, dan jumlah organisme yang terdapat di dalamnya yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Komposisi spesies akan mengalami perubahan seiring dengan berubahnya faktor lingkungan yang mempengaruhi, seperti: iklim, tanah, organisme seperti binatang dan mikroba, serta aktivitas manusia terhadap komunitas tersebut (McNoughton and Wolf (1990) ;Setiadi dan Tjondronegoro ( 1996)). Untuk mempelajari suatu organisasi komunitas, diperlukan data kualitatif dan kuantitatif dari sifat-sifat komunitas yang selanjutnya dapat ditentukan sistesis karakteristik dari komunitas tersebut. Perbedaan antar kornunitas &pat diketahui dengan membandingkan karakteristik sintesisnya. Data kualitatif dari suatu komunitas di antaranya adalah komposisi dan struktur vegetasi, fenologi, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan data kuantitatif yang perlu diketahui adalah: pola penyebaran, frekuensi, kerapatan dan kelimpahan jenis serta penutupan tajumuas bidang dasar jenis. Berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif diperoleh karakteristik sintesis suatu komunitas seperti: sifat kehadiran spesies, dominansi, indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman. Sifat kehadiran spesies di dalam komunitas dapat dilihat dari frekuensi jenis tersebut pada tiap tipe vegetasi.

Dominansi merupakan gambaran yang mencakup karakteristik sifat kuantitatif suatu komunitas, yaitu merupakan bentuk sintesis dari kepadatan, fi-ekuensi, dan penutupan tajuk/luas bidang dasar. Nilai dari dominansi disebut sebagai ndeks Nilai Penting (NP). ndeks keanekaragaman jenis merupakan gambaran jumlahhanyaknya jenis yang ada di dalam suatu komunitas. Pada komunitas yang lebih stabilkomunitas alami akan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi dibandingkan komunitas yang sedang berlcernbanglkomunitas buatan. ndeks keanekaragarnan akan tinggi pada komunitas yang mempunyai keanekaragaman jenis tinm. ndeks kesamaan komunitas menunjukkan tingkat kesamaan antara dua atau beberapa tipe vegetasl/komunitas. ndeks ini bernilai 0-1, dimana bila nilainya mendekati 0 maka dikatakan antar komunitas tersebut sangat berbeda dan bila mendekati 1 berarti komunitas tersebut dapat dikatakan hampir sama.