Bab 3. Analisis Data. Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat

dokumen-dokumen yang mirip
Ucapan Terima Kasih. dapat mnyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis Pengaruh Shinto dalam Jidai

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Diadakannya Tagata Jinja Hounen Matsuri

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Monoimi, Shinsen, Naorai dan Norito dalam Sanja matsuri, untuk dianalisis.

Bab 5. Ringkasan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas wilayah

Abstraksi. Kata kunci : Tagata Jinja Hounen matsuri, kami

Bab 5. Ringkasan. kepercayaan asli masyarakat Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tak

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Abstraksi. Keyword: Aoi matsuri, Shintō, Matsuri. iii

Abstraksi. Kata kunci : Sanja matsuri

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

Abstraksi. Kata kunci : Aoba Matsuri, Shinto, Matsuri.

Bab 5. Ringkasan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto adalah

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Agama dan Kepercayaan Masyarakat Jepang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang (Nippon/Nihon) secara harfiah memiliki arti asal-muasal matahari

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu olahraga. Dapat dibuktikan jika kita membaca komik dan juga

Bab 1. Pendahuluan. tertentu. Seperti halnya tanabata (festival bintang), hinamatsuri (festival anak

BAB I PENDAHULUAN. tradisi Jepang ada satu tradisi yang dapat mengangkat pamor pariwisata negeri

Bab 1. Pendahuluan. masyarakat Jepang yang pada perayaan shougatsu terdapat berbagai macam jenis

Bab 1. Pendahuluan. tinggi. Walaupun Jepang merupakan negara yang maju, tetapi masyarakatnya tetap

Bab 1. Pendahuluan. matahari adalah sebuah negara di Asia Timur yang terletak di suatu rantai kepulauan

RINGKASAN SUSHI. dari luar Jepang maupun dari orang Jepang sendiri adalah sushi. Sushi adalah

EKSISTENSI SHINTO DALAM SHOGATSU

Bab 1. Pendahuluan. Menurut Kodansha (1993: ) Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki

Bab 2. Landasan Teori. Mengenai Agama dan Tradisi di Jepang dalam Buku Panduan Jepang (1996)

DAFTAR PUSTAKA. Anesaki, Masaharu History of Japanese Religion. Tokyo: Charles E

RANGKAIAN UPACARA ADAT KESULTANAN DALAM RANGKA PESTA ADAT ERAU.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Abstraksi. 2. Daijousai. iii

BAB 3 ANALISIS DATA. 3.1 Analisis Hubungan Antara Shinto dan Tango no Sekku

Bab 3. Analisis Data. 3.1 Analisis Pengaruh Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Tenjin Matsuri

BAB 1 PENDAHULUAN. Sering dijumpai bahwa mereka agak sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Namun, jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Simbol atau lambang adalah sesuatu seperti tanda yang menyatakan suatu hal atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Jepang bangga akan kebudayaan yang mereka miliki. Permainan-permainan

Bab 2. Landasan Teori. Kebudayaan didefinisikan oleh Suparlan (1997: ) sebagai pedoman menyeluruh bagi

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

BAB l PENDAHULUAN. pencapaian inovasi tersebut manusia kerap menggunakan kreativitas untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. keragaman aktivitas musik pada kelompok agama dan etnis di dunia. Musik tidak

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

DAFTAR PERTANYAAN. 4. Bagaimana prosesi upacara sebelum kesenian Jonggan dilaksanakan?

BAB I PENDAHULUAN. Banyak orang Indonesia yang tertarik akan kebudayaan Jepang. Hal ini

BAB IV ANALISIS ALAT MUSIK DAN TARIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai upacara ritual yang bersifat magis, adat istiadat maupun hiburan.

BAB 3 ANALISIS DATA. dapat diterima dengan baik oleh adat kepercayaan dan sistem religi tradisional yang

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Kepercayaan Agama Dalam Masyarakat Jepang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ALAT MUSIK SHAKUHACHI DI JEPANG. Musik dikenal masyarakat Jepang pada abad ke-7, dan pada masa itu sangat

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

MASYARAKAT JEPANG MEMAKNAI MATSURI DALAM KEHIDUPANNYA

Kerangka Materi, Narasi, dan Hasil Produk

BAHAN USBN AKORD. = 2 1 ½ m = 1 ½ 2 dim = 1 ½ - 1 ½ M 7 = 2 1 ½ - 2 m 7 = 1 ½ 2-1 ½ 7 = 2 1 ½ - 1 ½ Sus 4 = = 2 ½ - 1 Sus 2 = = 1 2 ½

BAB I PENDAHULUAN. Gereja mulai menggunakan nyanyian dalam upacara keagamaan sebelum abad

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG BIWA. pada masa itu sangat antusias mempelajari musik dari benua Asia. Musik

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai estetis (indah) yang disukai oleh manusia dan mengandung ide-ide

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

Bab 2. Landasan Teori. Definisi kebudayaan dijelaskan oleh Tylor dalam Agus (2006 : 34) sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

Meiji Jinggu.

BAHAN AJAR MATA KULIAH KEJEPANGAN II

Bab 1. Pendahuluan. menjadi pemimpin bagi negara-negara lain di sekitarnya dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai objek daya tarik wisata meliputi; pesta panen hasil kebun, makan adat Horum

LAMPIRAN. Gambar 1. Teru teru bozu ningyou. Gambar 2. Peralatan Membuat Teru teru bozu ningyou. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga

3. Menambah referensi atau repertoar lagu, khususnya untuk instrumen gitar tunggal.

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seni merupakan salah satu bentuk unsur kebudayaan manusia, baik

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KUIL SHINTO ITSUKUSHIMA DAN TORII. sebagai agama negara pada tahun Shintoisme dipandang oleh bangsa

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

Nihonshi( 日本史 ) SEJARAH JEPANG

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Jepang dikenal dengan istilah washoku atau nihon shoku.

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kodansha Encyclopedia of Japan, pengertian matsuri ( 祭り ) adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam kehidupan manusia. Pada masa-masa sekarang musik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Contoh Alat Musik Ritmis dan Melodis

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh suatu negara. Seorang ahli antropologi, Koentjaraningrat (1990) mengemukakan

Bab 1. Pendahuluan. Agama-agama yang ada di Jepang mempunyai sejarah yang panjang. Shinto sudah

Bab 1. Pendahuluan. kepulauan di Asia Timur dengan ibukota Tokyo. Jepang merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga tidak luput dari kebudayaannya yang sangat kental. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

tidak diselenggarakan dengan baik maka akan menyebabkan ketidakberuntungan pada tahun itu

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

BAB IV HASIL KERJA PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

Photo 8 Saluang Darek (Dokumentasi: Wardizal)

Permulaan Kesedihan Seseorang Manusia

Transkripsi:

Bab 3 Analisis Data Dalam bab ini, saya akan menganalisis pengaruh konsep Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri, berdasarkan empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Empat unsur penting tersebut adalah monoimi (penyucian), shinsen (persembahan), norito (doa-doa), naorai (jamuan makan bersama). Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1998:51-52), yang mengatakan bahwa ada empat unsur penting dalam matsuri, yaitu unsur pertama adalah monoimi (penyucian) diadakan dengan maksud untuk membersihkan diri dari dosa dan hal-hal yang bersifat kotor dalam diri manusia, unsur kedua adalah shinsen (persembahan untuk dewa), unsur ketiga adalah norito (doadoa), dan unsur keempat adalah naorai (jamuan suci) biasanya dilakukan pada akhir upacara Shinto. Sebelum menganalisis konsep Shinto yang terdiri dari empat unsur penting dalam Jidai matsuri, saya akan menganalisis terlebih dahulu konsep Shinto dalam tujuan dilaksanakannya Jidai matsuri di Kyoto. 3.1 Analisis Konsep Shinto Dalam Tujuan Dilaksanakannya Jidai Matsuri di Kyoto Sesuai dengan Masaaki (2007), Jidai matsuri merupakan sebuah festival yang diadakan setahun sekali pada 22 Oktober di Heian Jingu yang terletak di Kyoto dan pernah menjadi ibukota Jepang pada saat itu. Tujuan diadakannya Jidai Matsuri adalah sebagai tanda terima kasih kepada Kaisar Kammu sebagai kaisar pertama dan Kaisar Komei sebagai kaisar terakhir yang memerintah Kyoto karena telah membangun Heian 29

Jingu pada tahun 1895 dan untuk memperingati 1100 tahun perpindahan ibu kota Jepang dari Nara ke Kyoto oleh masyarakat kota Kyoto. Menurut analisis saya, tujuan diselenggarakan Jidai matsuri terdapat pengaruh Shinto karena Jidai matsuri diselenggarakan untuk menghormati Kaisar Kammu dan Kaisar Kommei. Kaisar Kammu dan Kaisar Komei dianggap sebagai kami (dewa) karena berjasa telah memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto dan membangun Heian Jingu. Hal ini sesuai dengan pendapat Picken (1994 : 94-121), bahwa terdapat beberapa kelompok kami dalam Shinto, salah satu diantaranya adalah kami yang berhubungan dengan sejarah personal, yaitu manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai kami atau dewa karena berjasa dalam sejarah. Berdasarkan penggolongan Shinto, menurut analisis saya, Jidai matsuri termasuk dalam kategori Shinto kuil karena Jidai matsuri ini diadakan di sebuah kuil Shinto yang bernama Heian Jingu di mana usia kuil tersebut sudah lebih dari 1200 tahun. Heian Jingu dibangun dengan tujuan untuk memajukan citra Kyoto dan menyegarkan suasana kehidupan kota Kyoto akibat adanya perpindahan ibu kota sekali lagi dari Kyoto ke Tokyo pada akhir abad ke-19. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Ono (1998 : 12-15), bahwa terdapat tujuh macam penggolongan Shinto di mana salah satunya yaitu Shinto kuil. Yang dimaksud dengan Shinto kuil di sini adalah kuil yang digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan ritual dan prosesi matsuri tersebut. Shinto kuil memiliki hubungan yang erat dengan tempat pemujaan terhadap kami atau para dewa. 30

Gambar 3.1 Heian Jingu Sumber : http://www.iqc.ca/pictures/2006/japan/gate_of_heian_jingu_shrine.jpg 3.2 Analisis Unsur Shinto Monoimi (Penyucian) yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Monoimi (penyucian) adalah pembersihan atau penyucian diri. Secara simbolik monoimi merupakan pintu gerbang yang dilalui ketika para peserta acara meninggalkan dunia sehari-hari (ke) untuk memasuki dunia khusus (hare). Dalam Jidai matsuri terdapat beberapa jenis monoimi (penyucian), yakni misogi (penyucian dengan menggunakan air), dan penggunaan tali yang berwarna merah sebagai bentuk monoimi (penyucian). Menurut analisis saya, jenis-jenis monoimi (penyucian) dalam Jidai matsuri mendapat pengaruh Shinto, yakni unsur penting pertama dalam konsep matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1998:51-52), yang mengatakan bahwa unsur penting pertama dalam matsuri adalah monoimi yang artinya penyucian dan diadakan dengan maksud untuk membersihkan diri dari dosa dan hal-hal yang bersifat kotor dalam diri manusia. 31

Dalam sub bab berikut ini, saya akan menganalisis lebih detail konsep Shinto pada beberapa monoimi (penyucian) yang terdapat dalam Jidai matsuri, yakni penyucian dengan menggunakan air (misogi), dan penggunaan tali yang berwarna merah sebagai bentuk monoimi (penyucian). 3.2.1 Analisis Unsur Shinto Misogi yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Yang berada di bagian paling depan dalam iring-iringan Jidai matsuri adalah seorang pemimpin misogi. Misogi merupakan penyucian dengan menggunakan air. Seorang pemimpin misogi tersebut berada di bagian depan iring-iringan sebagai pemimpin parade sekaligus sebagai orang yang berperan penting dalam menyucikan jalan yang akan dilalui oleh iring-iringan parade dengan menggunakan air. Gambar 3.2 Penyucian Dengan Cara Misogi Sumber : http://www.kyoto-np.co.jp/kp/koto/jidai/2003/photo/photo.html 32

Menurut analisis saya, air digunakan sebagai salah satu bentuk penyucian karena air mempunyai kekuatan yang besar untuk mengusir roh jahat. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Schumacher (2007), bahwa air digunakan sebagai salah satu bentuk penyucian. Hal ini dikarenakan bahwa air dianggap sebagai air mata dewa sehingga memiliki kekuatan yang besar untuk mengusir roh jahat. Api, garam, dan sake (arak beras khas Jepang) juga digunakan sebagai alat penyucian atau oharai. Dalam ritual upacara Shinto, pemercikan yang menggunakan air ini disebut dengan misogi. Selain itu, menurut analisis saya, seorang pemimpin misogi yang berada di bagian paling depan berperan sebagai pemimpin dalam iring-iringan parade Jidai matsuri ini dan mempunyai tujuan khusus, yaitu sebagai petugas yang menyucikan jalan yang dianggap kotor yang akan dilewati oleh iring-iringan parade. Hal ini termasuk dalam unsur-unsur matsuri yaitu misogi. Misogi adalah salah satu bentuk penyucian (monoimi) yang menggunakan air. Kegiatan ini sesuai dengan ajaran Shinto yang mengatakan bahwa salah satu cara penyucian adalah dengan menggunakan air. Hal ini juga seperti yang dikatakan oleh Picken (1994:172), bahwa terdapat tiga bentuk penyucian dalam monoimi, yang salah satu diantaranya adalah misogi yakni penyucian dengan menggunakan air. 3.2.2 Analisis Unsur Shinto pada Tali Berwarna Merah yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Dalam Jidai matsuri, tali digunakan untuk mengusir roh jahat, yang biasanya tali tersebut diikatkan di depan pintu menuju altar Heian Jingu atau Kuil Heian dan digantungkan bersama kertas putih yang dilipat dengan bentuk zig-zag. Dalam Jidai 33

matsuri, tali tidak hanya digunakan di depan pintu altar kuil saja tapi tali juga digunakan pada hewan kerbau dan hewan tersebut digunakan untuk menarik mikoshi. Tali tersebut digunakan pada hewan kerbau dengan cara digantungkan pada lehernya. Tali yang digantungkan pada kerbau juga mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengusir roh jahat. Gambar 3.3 Tali yang Terdapat di Depan Kuil Heian Sumber : www.bicki.de/heianjingu.html Menurut analisis saya, dalam tali terdapat nilai-nilai Shinto, karena dalam Shinto banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengusir roh jahat. Adapula cara yang dilakukan untuk mengusir roh jahat adalah dengan menggunakan tali. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Yamada dalam Lindawaty (2007: 39 ), bahwa tali dalam kepercayaan Shinto dapat digunakan untuk mengusir roh jahat. 34

Gambar 3.4 Tali Berwarna Merah yang Digantungkan Pada Tubuh Kerbau Sumber : http://www.flickr.com/photos/jidai-matsuri/1882891526/ Menurut analisis saya, dalam tali yang berwarna merah terdapat unsur-unsur matsuri yang mengandung nilai-nilai Shinto yaitu monoimi atau penyucian. Tali yang berwarna merah dapat digunakan untuk mengusir roh jahat. Karena dalam kepercayaan Shinto warna merah dapat mengusir roh jahat dan mengusir roh jahat merupakan salah satu bentuk dari monoimi (penyucian). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Schumacher (2007), bahwa dalam Shinto juga mengenal beberapa warna yang dianggap sebagai pembawa keberuntungan seperti warna merah. Warna merah dianggap dapat mengusir roh jahat dan mengusir penyakit. Hal tersebut juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (1998:51-52), bahwa monoimi adalah penyucian yang harus dilakukan ketika akan melaksanakan matsuri. Monoimi atau penyucian dilakukan untuk membersihkan diri dari dosa dan hal-hal yang bersifat kotor dalam diri manusia. 35

3.3 Analisis Unsur Shinto Shinsen atau Persembahan yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Shinsen adalah persembahan sesajian kepada dewa. Persembahan merupakan unsur kedua yang penting dalam matsuri. Sesajian yang paling umum adalah kue mochi, osake, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Dalam Jidai matsuri terdapat beberapa jenis shinsen (persembahan), yaitu shinsen (persembahan) yang berupa bunga dan sayur; barang-barang seperti spanduk bergambar burung dan pedang; kegiatan simbolik seperti musik, yakni alat musik tiup dan taiko (drum), tari-tarian yakni tari-tarian dan nyanyian tradisional, serta acara Yamaguni Tai (upacara menembak) dan Kyuusen Gumi (upacara memanah). Menurut analisis saya, kegiatan yang telah disebutkan di atas dalam Jidai matsuri mengandung pengaruh Shinto karena termasuk dalam unsur penting kedua dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1998:51-52), yang mengatakan bahwa unsur penting kedua dalam Shinto adalah shinsen yang artinya sesajian yang diadakan untuk persembahan kepada dewa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Picken (1994 : 183), yang mengatakan bahwa terdapat empat jenis persembahan yang umumnya dipersembahkan pada kami atau dewa yaitu persembahan berupa uang, makanan dan minuman, barang-barang seperti senjata dan kegiatan simbolis seperti musik dan tarian. Dalam sub bab berikut ini, saya akan menganalisis lebih detail lagi tentang pengaruh Shinto pada shinsen atau persembahan untuk dewa yang terdapat pada Jidai matsuri yang terdiri dari : shinsen (persembahan) berupa bunga dan sayur; shinsen (persembahan) berupa barang-barang seperti spanduk, pedang serta iring-iringan 36

mikoshi; dan shinsen (persembahan) berupa kegiatan simbolis seperti musik dan tarian. 3.3.1 Analisis Unsur Shinto Shinsen Berupa Bunga dan Sayur yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Menurut Kyoto-shi Jidai matsuri to Heian Jingu ( 京都市時代祭と平安神宮 (2003) ), terdapat iring-iringan yang membawa bunga-bunga yang dipetik, sayursayuran, serta kain sutra dan kain katun. Bunga-bunga tersebut dibawa dengan cara ditaruh di atas kepala si pembawa bunga. Gambar 3.5 Shinsen Berupa Bunga Gambar 3.6 Shinsen Berupa Sayur Sumber : http://flickr/photos/jidai-matsuri Sumber :http://flickr.com/jidaimatsuri/ Menurut analisis saya, bunga, sayuran, serta kain sutra dan kain katun yang dibawa dalam iring-iringan parade Jidai matsuri merupakan shinsen atau 37

persembahan. Hal ini sesuai dengan Picken (1994 : 183), bahwa ada empat jenis persembahan yang diberikan kepada dewa pada umumnya, yaitu diantaranya adalah makanan dan barang seperti kain sutra dan kain katun. Adanya shinsen atau persembahan ini merupakan salah satu dari empat unsur penting yang terdapat dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1998 : 51-57), bahwa terdapat empat unsur penting dalam matsuri yaitu oharai atau penyucian, shinsen atau persembahan kepada dewa, norito atau doa-doa, dan naorai atau jamuan makan dan minum bersama dewa. 3.3.2 Analisis Unsur Shinto Shinsen pada Spanduk dan Pedang yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Iring-iringan berikutnya adalah iring-iringan pembawa spanduk dan pedang. Spanduk yang terdapat dalam Jidai matsuri ini adalah bergambar burung. Menurut analisis saya, spanduk dan pedang yang digunakan dalam Jidai matsuri ini adalah barang-barang yang digunakan untuk shinsen (persembahan). Hal ini sesuai dengan Picken (1994 : 183), bahwa benda-benda yang termasuk dalam shinsen (persembahan) diantaranya adalah senjata. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Ono (1998 : 24-25), bahwa terdapat berbagai peralatan yang digunakan dalam Shinto seperti spanduk, pedang, dan juga haraigushi (sebuah tongkat yang ditempelkan kertas putih yang berbentuk zig-zag). 38

Gambar 3.7 Pedang dalam Jidai Matsuri Sumber : http://www.flickr.com/photos/baker_nurse/1935304219/ Gambar 3.8 Spanduk Bergambar Burung Sumber :http://images.yahoo.com/jidai Selain itu, menurut analisis saya, spanduk juga digunakan sebagai bentuk perwujudan nyata dari kami atau dewa karena pada dasarnya kami atau dewa yang diundang datang ke dalam suatu matsuri tidak hadir dalam bentuk nyata. Hal ini sesuai dengan yang ditulis dalam Pye (1996), bahwa Kami tidak memiliki wujud sendiri. Biasanya untuk menunjukan keberadaan mereka, mereka harus dipanggil atau 39

dibujuk untuk hadir dalam bentuk yang sesuai, bentuk ini dikenal dengan nama yorishiro. Yorishiro biasanya memiliki bentuk yang panjang dan tipis. Kayu, tongkat, dan spanduk adalah yang paling lazim digunakan. 3.3.3 Analisis Unsur Shinto Shinsen pada Yamaguni Tai dan Kyuusen Gumi yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Yamaguni Tai adalah upacara menembak dan Kyuusen Gumi adalah melepaskan anak panah. Ketika Jidai matsuri ini berlangsung, upacara ini biasanya diselenggarakan di Heian Jingu tanggal 22 Oktober. Gambar 3.9 Yamaguni Tai Gambar 3.10 Kyuusen Gumi Sumber : http://www.flickr.com/216476/ Sumber : http://japundit.com/archive/2005/ Menurut analisis saya, dalam Yamaguni Tai (upacara menembak) dan Kyuusen Gumi (upacara memanah) terdapat nilai-nilai Shinto karena kedua acara tersebut dalam Jidai matsuri termasuk dalam shinsen (persembahan). Alat-alat yang dipakai dalam upacara ini berupa pistol dan alat panah dan kegiatan ini termasuk dalam kegiatan simbolis. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Picken (1994 : 40

183), bahwa ada empat jenis shinsen (persembahan) pada umumnya diantaranya adalah barang-barang seperti senjata dan berbagai macam hiburan seperti acara panahan termasuk sebagai persembahan kepada kami. 3.3.4 Analisis Unsur Shinto Shinsen pada Peralatan Musik yang Terdapat Dalam Parade Jidai Matsuri Menurut Kyoto-shi Jidai matsuri to Heian Jingu ( 京都市時代祭と平安神宮 (2003) ), parade Jidai matsuri mempunyai iring-iringan alat musik seperti fue (sejenis suling yang mempunyai enam lubang), uchi-mono (gong), dan taiko (drum). Alat musik ini terus menerus dimainkan selama parade Jidai matsuri berlangsung. Menurut analisis saya, iring-iringan peralatan musik ini merupakan kegiatan simbolis yang termasuk dalam salah satu dari empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto yaitu shinsen (persembahan). Hal ini sesuai dengan Picken (1994 : 183), yang mengatakan bahwa berbagai macam hiburan diantaranya adalah musik termasuk dalam persembahan kepada kami dan peralatan musik yang digunakan dalam sebuah matsuri, antara lain taiko atau drum, uchi-mono atau gong, fue atau suling yang mempunyai enam lubang, hichikiri yaitu sejenis suling yang terdiri dari sembilan lubang, sho yaitu alat musik yang menyerupai angklung yang terbuat dari bambu, serta suzu atau rebana. 41

Gambar 3.11 Alat Musik Tiup Sumber : http://picasaweb.google.com/pigonjinn/jidaimatsuri/photo35986 Gambar 3.12 Taiko atau Drum Sumber : http://picasaweb.google.com/pigonjinn/jidaimatsuriphoto797298 3.3.5 Analisis Unsur Shinto Shinsen pada Tari-Tarian dalam Parade Jidai Matsuri Menurut Heian Jingu History pada Jidai matsuri (2000), sebelum parade Jidai matsuri dimulai, terdapat tari-tarian tradisional dan nyanyi-nyanyian sebagai acara pembuka yang dipertunjukan kepada para penonton. 42

Menurut analisis saya, adanya tari-tarian dalam Jidai matsuri merupakan salah satu bentuk persembahan kepada kami. Hal ini sesuai dengan Picken (1994 : 183), bahwa salah satu dari empat persembahan kepada kami adalah berbagai macam hiburan. Dalam ajaran Shinto terdapat cerita bahwa pada saat Dewi Amaterasu Omikami marah dan bersembunyi di dalam gua, beliau berhasil dibujuk keluar oleh tari-tarian dan keramaian yang dilakukan oleh para dewa-dewa lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Picken (1994 : 178), bahwa musik dan tarian termasuk beberapa bentuk yang terpisah yang memiliki unsur keseniannya sendiri. Kagura adalah sebuah tarian Jepang yang dipertunjukkan oleh gadis perawan kuil (miko). Tari-tarian ini mempunyai bagian penting dalam agama orang Jepang. Tarian tersebut adalah tarian yang menarik Amaterasu untuk keluar dari gua. Seiring dengan alunan musik fue dan irama gendang, tarian singa mempertunjukkan rangkaian tariannya. Gambar 3.13 Tari Tradisional Gambar 3.14 Nyanyian tradisional Sumber : www.flickr.com/photos Sumber : www.flickr.com/photos/baker 43

Selain itu, menurut analisis saya, tari-tarian tradisional yang dilakukan pada awal parade Jidai matsuri ini bukan hanya sebagai acara pembuka saja, melainkan sebagai salah satu bentuk cara untuk mengundang dan menarik perhatian para dewa atau kami untuk ikut serta hadir dalam matsuri ini. Hal tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam Pye (1996), bahwa dengan adanya alat musik dan tari-tarian tradisional ini, para dewa atau kami dapat meninggalkan dunia mereka sendiri dan hadir ke dalam dunia manusia selama masa perayaan berlangsung. 3.3.6 Analisis Unsur Shinto Shinsen pada Shinko Retsu Dalam Parade Jidai Matsuri Sesuai dengan Kyoto-shi Jidai matsuri to Heian Jingu ( 京都市時代祭と平安神宮 (2003) ), iring-iringan terakhir adalah Shinko Retsu atau prosesi kereta suci. Prosesi ini adalah sebuah prosesi untuk memanggil roh Kaisar Kammu dan Kaisar Komei untuk hadir dalam parade Jidai matsuri. Sebuah burung phoenix emas yang berada di atas atap merupakan sebuah dekorasi Shinko Retsu yang merupakan kereta sejenis mikoshi untuk go-shinrei (roh dewa) dari Kaisar Kammu dan Kaisar Komei. Shinko Retsu ini setelah berangkat dari Kyoto Gosho (istana kekaisaran Kyoto) kemudian dibawa masuk ke dalam Heian Jingu. 44

Gambar 3.17 Shinko Retsu Sumber : http://www.heianjingu.or.jp/ Menurut analisis saya, Kaisar Kammu adalah kaisar yang memerintah pertama kali di Kyoto dan Kaisar Komei adalah kaisar yang memerintah terakhir kali di Kyoto merupakan manusia yang berjasa yang kemudian dianggap sebagai kami atau dewa, karena mereka telah berjasa dengan memindahkan ibukota dari Nara ke Kyoto pada 22 Oktober 794 dan telah membangun Heian Jingu pada tahun 1895. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Picken (1994 : 94-121), bahwa terdapat beberapa kelompok kami dalam Shinto, salah satu diantaranya adalah kami yang dikaitkan dengan sejarah personal, yaitu manusia yang pada akhirnya dianggap sebagai kami atau dewa karena berjasa dalam sejarah. Selain itu, menurut analisis saya, pengaruh Shinto yang terdapat dalam Shinko Retsu (prosesi kereta suci) ini tedapat pada ritual pemindahan go-shinrei (roh dewa) yang merupakan roh dewa Kaisar Kammu dan Kaisar Komei ke dalam sebuah Shinko Retsu yang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara untuk roh Kaisar Kammu dan 45

Kaisar Komei. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ono (1998 : 68-69), bahwa di dalam matsuri biasanya terdapat pemindahan roh kami ke dalam sebuah tempat tinggal sementara yang biasa disebut dengan mikoshi dan yang dipakai dalam ritual ini adalah Shinko Retsu (prosesi kereta suci). 3.4 Analisis Unsur Shinto Norito dalam Jidai Matsuri Dalam Jidai matsuri sebelum dilakukan iring-iringan atau parade dari Kyoto Gosho (istana kekaisaran Kyoto) ke Heian Jingu, dilakukan terlebih dahulu norito yakni pembacaan doa-doa oleh seorang kannushi (pendeta Shinto) dengan menggunakan gaya bahasa Jepang kuno untuk menjelaskan kepada dewa tentang arti dan alasan dalam mengadakan matsuri. Norito dalam Jidai matsuri biasanya hanya dilakukan oleh para pendeta dari kuil tersebut dan juga dilakukan oleh beberapa orang yang ingin berpartisipasi dalam pembacaan doa tersebut. Dalam Jidai matsuri tujuan diadakan norito adalah untuk memberikan penghormatan atau meminta ijin kepada kami atau dewa, untuk melakukan berbagai upacara-upacara suci yang diadakan pada hari itu. 46

Gambar 3.15 Norito dalam Jidai matsuri Sumber : http://www.heianjingu.or.jp/03/0101.html Menurut analisis saya, dalam penyelenggaraan Jidai matsuri terdapat unsurunsur Shinto yang berupa norito (pembacaan doa). Upacara tersebut dilakukan di dalam kuil Shinto yaitu Heian Jingu dan merupakan salah satu hal yang berhubungan dengan Shinto. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang mengadakan ibadah untuk menghormati para dewa atau kami, agar mereka diberkahi dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan. Ibadah yang dilakukan di kuil dipimpin oleh seorang pendeta. Hal ini sesuai dengan pendapat Ono (1998 : 51-52), bahwa isi norito (pembacaan doa) adalah mengungkapkan rasa terima kasih kepada dewa serta memohon kepada dewa dengan tujuan untuk meminta kesejahteraan atau perlindungan kepada dewa. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Holtom (1995 : 28), bahwa pembacaan norito bertujuan untuk mencegah terkontaminasinya kekotoran yang mungkin timbul karena pengaruh buruk tindakan atau objek tertentu dengan kesucian kami. Selain itu, menurut saya, norito (pembacaan doa) merupakan unsur ketiga dari empat unsur penting dalam matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto. Hal ini sesuai 47

dengan pendapat Ono (1998 : 51-57), bahwa empat unsur penting dalam matsuri diantaranya adalah monoimi (penyucian), shinsen (persembahan), norito (pembacaan doa), dan naorai (jamuan makan bersama). 3.5 Analisis Unsur Shinto Naorai pada Ritual yang Terdapat Dalam Jidai Matsuri Sesuai dengan Heian Jingu History pada Jidai matsuri (2000), setelah semua iring-iringan parade Jidai matsuri berakhir, maka dilaksanakan naorai, yaitu sebuah acara makan bersama dengan para peserta parade dengan menyantap makanan yang telah dipersembahkan kepada dewa. Naorai merupakan unsur keempat yang penting dalam menyelenggarakan matsuri. Gambar 3.16 Naorai dalam Jidai Matsuri Sumber : http://www.flickr.com/photos/17534397/ 48

Menurut analisis saya, dalam penyelenggaraan Jidai matsuri terdapat salah satu unsur penting dari matsuri yang sesuai dengan konsep Shinto yang berupa naorai atau acara makan bersama para peserta upacara matsuri. Makanan yang dimakan pada acara naorai merupakan sesajian yang disediakan untuk para dewa dan sudah didoakan oleh kannushi (pendeta Shinto). Hal ini seperti yang telah dikatakan oleh Ono (1998 : 51-52), bahwa terdapat empat unsur penting dalam matsuri, diantaranya adalah Naorai. Naorai dilakukan pada akhir upacara Shinto, jamuan makanan yang dimakan adalah sesajian yang telah disediakan bagi para dewa dan sudah didoakan oleh kannushi (pendeta Shinto). 49