BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

ANTIDUMPING CASE SETTLEMENT IN INDONESIA (In Case wheat flour import form Turkish)

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dumping dan Anti Dumping

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu, di mana

(Suci Hartati, SH, M.Hum) Abstrac

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Sengketa dagang antara Indonesia dan Korea Selatan bermula. pada saat KTC mengajukan petisi anti dumping dan melakukan

Bab I. Pendahuluan. adalah akumulasi keuntungan yang sebesar-besarnya (optimum profit). Tujuan ini

Disampaikan Oleh : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 427 /MPP/Kep/10/2000 T E N T A N G KOMITE ANTI DUMPING INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERUNDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI. NOMOR 546/MPP/Kep/7/2002 TANGGAL 24 JULI 2002 TENTANG PEMBENTUKAN TIM BEA MASUK ANTI DUMPING

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM GATT DAN KETENTUAN ANTI DUMPING DI INDONESIA

DAMPAK DUMPING TERHADAP UMKM (USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH):Suatu kajian dalam perspektif Hukum Dagang Internasional. Oleh Ikarini Dani Widiyanti*

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KONSEP DAN PENGATURAN DUMPING SERTA ANTIDUMPING DALAM KERANGKA GATT WTO

2 Anti Dumping Terhadap Impor Produk Canai Lantaian Dari Besi Atau Baja Bukan Paduan Dari Negara Jepang, Republik Korea, Taiwan, Republik Rakyat Tiong

Kata Kunci: Dumping, price undertaking, KADI, UMKM, BMAD.

Restrukturisasi Perusahaan Akibat Krisis Perekonomian Global

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR

UPAYA MENGURANGI POTENSI KERUGIAN NEGARA DARI PENYIMPANGAN IMPOR CBU

KAJIAN YURIDIS KEBIJAKAN ANTIDUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 2

2016, No dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.011/2013 dan berlaku sampai dengan tanggal 1 April 2016; c. bahwa berdasarkan ketentua

2015, No Menteri Perdagangan Nomor: 639/M-DAG/ SD/8/2015 tanggal 12 Agustus 2015 dan Surat Menteri Perdagangan Nomor: 799/M-DAG/SD/ 9/2015 tan

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

2014, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nega

Presiden Republik Indonesia

Praktek Dumping. Abstraksi

PRAKTEK DUMPING DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA O le h : DR. SUKARMI, S.H.,M.H.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DUMPING DAN ANTI-DUMPING SEBAGAI BENTUK UNFAIR TRADE PRACTICE DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. b. bahwaa. Komite. pengenaan. Indonesia (KPPI), Masuk.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.010/2015 TENTANG

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

2 d. bahwa hasil pembahasan Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional telah memutuskan untuk mengenakan Tindakan Pengamanan Perdagangan berupa kuota terha

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.010/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

195/PMK.011/2010 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR H SECTION DAN I SECTION DARI NEGARA

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DOMESTIK DALAM PERDAGANGAN BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 533/KMK.01/1999 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak dapat dihindari, karena setiap negara yang melakukan praktek di dunia

BAB I PENDAHULUAN. luar negeri nyaris tidak ada perbedaan karena kemudahan akses dari barang dan informasi

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Perdagangan, yaitu pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap impor produk steel wire rod; d. bahwa dalam rangka menindaklanjuti hasil penyeli

PRINSIP WTO IKANINGTYAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL MELALUI DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WORLD TRADE ORGANIZATION

BAB I PENDAHULUAN. internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Dinamika

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SALIN AN TENTANG PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. menentukan strategi pemberdayaan ekonomi di negaranya masing-masing.

KOMITE ANTI-DUMPING INDONESIA

BAB III PENUTUP. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan penyelesaian sengketa

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/PMK.010/2015 TENTANG

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/MPP/Kep/2/2003

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTEK DUMPING

MENTERI KEUANGAN, REPUBLIK INDONESIA SALINAN TENTANG MEALDISH (LACQUERED DENGAN. Bea Masuk. dumping

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

PENYELIDIKAN KASUS ANTI DUMPING DI INDONESIA (Tahun 1996-Mei 2008) I. Penyelidikan Yang Telah Dikenakan Bea Masuk Anti Dumping

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.011/2013 TENTANG

183/PMK.011/2009 PENGENAAN BEA MASUK ANTI DUMPING TERHADAP IMPOR BI-AXIALLY ORIENTED POLYPROPYLENE F

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI PRAKTIK DUMPING

JUNI RUSMINARTY NIM: DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DUMPING. Dumping merupakan suatu kebijakan negara atau perusahaan dari suatu

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL: SINKRONISASI PERATURAN ANTI DUMPING INDONESIA TERHADAP WTO ANTI DUMPING AGREEMENT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang sangat tajam. Para pelaku pasar di satu negara berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. negara membuat arus transaksi perdagangan antarnegara juga semakin mudah dan

Membantu Indonesia Menyediakan Perlindungan terhadap Praktik Perdagangan yang Tidak Adil dan Lonjakan Impor

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

Pengantar Hukum WTO. Peter Van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi 1

JURNAL ILMIAH PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMODITI EKSPOR INDONESIA ATAS TUDUHAN DUMPING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Perjanjian-perjanjian tersebut kemudian menjadi tatanan perdagangan internasional, yang mempunyai tujuan akhir yaitu liberalisasi perdagangan internasional. Berangkat dari kondisi dan perkembangan ekonomi yang berbeda pada negara-negara yang ambil bagian dalam perjanjian-perjanjian internasional tersebut, maka sebenarnya tidak semua negara siap untuk menghadapi era perdagangan bebas yang disepakati GATT/WTO, terutama negara-negara berkembang atau yang biasa disebut sebagai negara dunia ketiga. Perkembangan ekonomi yang semakin mengarah kepada pasar bebas tidak dapat dihindari lagi dengan menyatunya ekonomi semua bangsa. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pola perdagangan bebas ini telah menimbulkan ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. Hal ini merupakan salah satu penyebab dari adanya persaingan antara pelaku ekonomi dalam dunia perdagangan internasional yang semakin ketat, bahkan persaingan ini tampak semakin mendorong untuk 1

terjadinya persaingan curang, salah satu diantaranya adalah Dumping 1, merupakan persaingan dalam bentuk harga berupa diskriminasi harga atau menjual di bawah harga normal. Sebagian besar negara maju melakukan proteksi terhadap praktik Dumping ini, dengan memberlakukan ketentuan perangkat hukum antidumping, guna melindungi industri domestiknya dari desktruksi pasar, karena adanya praktek penjualan barang impor di bawah harga dari yang semestinya. Ketatnya ketentuan hukum antidumping di negara tujuan ekspor ternyata menimbulkan berbagai masalah, secara politis ekonomi, hal ini membatasi akses negara berkembang untuk ikut berperan dalam perdagangan internasional, Hikmahanto Juwana mengatakan: Kepentingan ekonomi negara maju lebih dominan dan mewarnai hukum internasional, perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan masalah ekonomi lebih mengakomodasi prinsip-prinsip yang di anut oleh negara maju. Bahkan para pelaku usaha negara maju banyak yang mendapat perlindungan dari perjanjian internasional yang dinegosiasikan antara negara maju dan negara berkembang. 2 Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dari kecenderungan ekonomi ini, dimana negara-negara pesaing Indoneia baik negara maju maupun negara berkembang disuatu sisi semakin gencar melancarkan tuduhan praktek dumping kepada Indonesia, guna melindungi industri dalam negerinya dan 1 Praktek dumping oleh negara pengekspor dengan menentukan harga dibawah atau lebih rendah dari nilai nominalnya atau unit cost yang sebenarnya atau dapat juga di katakan menjual dengan harga lebih murah di negara pengimpor daripada negara produsennya sendiri, lihat Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, 2002, hal 132. 2 Hikmahanto Juwana, Hukum Internasional Dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2001, hal 4. 2

disisi lain berkemungkinan juga akan melakukan praktek dumping terhadap Indonesia. Dengan adanya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the WTO merupakan awal masuknya Indonesia pada era perdagangan bebas, perdagangan bebas ini ditandai dengan arus keluar masuk barang komoditi ekspor dari maupun ke Indonesia. Praktek dumping yang sering dianggap sebagai cara yang wajar dalam dunia bisnis, pada kenyataannya sering merugikan bagi industri barang sejenis di negara importir. Menurut ketentuan GATT Article VI, dinyatakan bahwa tindakan perlawanan diperbolehkan untuk diambil oleh negara pengimpor sebagai cara untuk mengadakan pemulihan (remedies atau kerugian/injury) yang diderita oleh industri barang sejenis di dalam negeri akibat praktik dumping oleh negara pengekspor. Tindakan perlawanan yang dimaksud adalah pengenaan Bea Masuk Antidumping (BMAD). Sebagai perwujudan dari komitmen Indonesia dalam keanggotaan WTO, ketentuan BMAD diatur oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang termuat dalam bab IV bagian pertama, Pasal 18 sampai dengan Pasal 20. Bab IV tersebut berjudul Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi pembuatan peraturan pelaksanaan tentang Anti Dumping di Indonesia. Untuk pelaksanaannya dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, dalam ketentuan ini diatur mengenai penyelidikan atas adanya dugaan barang dumping, yang dilakukan 3

oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI). Penyelidikan yang dilakukan oleh KADI dilakukan setelah adanya laporan / petisi dari kalangan industri barang sejenis di dalam negeri yang menderita kerugian atas adanya praktik dumping, penyelidikan bertujuan menemukan praktik dumping dengan injury, setelah terbukti adanya Dumping maka diperhitungkan BMAD yang akan dikenakan berdasarkan margin dumping maupun margin injury serta jangka waktu pengenaannya. Penyusunan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan mengacu pada Agreement on Implementation of Article VI GATT, namun demikian perlu diakui masih ada hal-hal yang belum diatur ataupun telah diatur tetapi tidak detail dalam PP No 34 Tahun 1996, sehingga menimbulkan perbedaan interprestasi dalam pelaksanaannya. Telah diutarakan penyelidikan yang dilakukan oleh KADI setelah adanya kerugian /injury yang dirasakan oleh yang melapor ke Komite Anti Dumping Indonesia, dapat dilihat disini bahwa kerugian adalah aspek terpenting, karena penyelidikan dilakukan untuk membuktikan adanya kausalitas dengan dumping itu sendiri. Kerugian bersifat relatif, bagi industri tertentu adanya praktik dumping dapat merugikan industrinya, namun mungkin tidak bagi industri lainnya, lalu apa saja usaha yang dapat dilakukan oleh kalangan industri atau pengusaha terhadap adanya praktik dumping khususnya terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Menurut Agreement on Implementation of Article VI GATT dan PP No. 34 Tahun 1996 dijelaskan defenisi serta cara 4

menentukan kerugian (injury) menjadi dasar dalam pengenaan BMAD, setelah diberlakukan BMAD harus dicegah adanya injury lainnya. Pengenaan BMAD ini bertujuan untuk melindungi kepentingan produsen barang sejenis di dalam negeri serta mencegah adanya persaingan tidak sehat (unfair competition) dan terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. Dalam penelitian ini penulis akan mengangkat wacana mengenai adanya Praktik dumping tepung terigu, kebutuhan tepung terigu di indonesia sangat tinggi, hal tersebut dikarenakan tepung terigu merupakan alternatif pengganti dari makanan pokok dan tepung terigu dapat menghasilkan produk turunan bervariatif di bawahnya. Semenjak tahun 2008 industri tepung terigu dalam negeri mengalami kerugian yang disebabkan oleh impor terigu dengan harga dumping, persaingan bisnis terigu di indonesia semakin memanas, hal ini di sebabkan Impor terigu dari manca negara semakin meningkat dan mempengaruhi pilihan konsumen serta pembentukan harga pasar. Industri tepung terigu dalam negeri indonesia menyadari bahwa dalam dunia perdagangan global ini, industri dalam negeri harus mampu berkompetisi dengan impor, namun demikian, berkompetisi dengan impor tersebut harus di lakukan dengan adil dan perlu ada upaya perlindungan industri dalam negeri dari serbuan barang dumping dengan menerapkan bea masuk anti dumping tepung terigu, sebagai kompensasi atas dilakukannya impor dengan harga dumping. Sampai saat ini penerapan BMAD tersebut masih menjadi suatu pembahasan yang terus berkelanjutan dan belum dapat di terapkan dalam usaha 5

melakukan upaya perlindungan industri dalam negeri, khususnya Industri tepung terigu. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Hal hal apakah yang menjadi permasalahan dalam penerapan aturan Anti Dumping di Indonesia? 2. Bagaimana menentukan adanya kerugian (Injury) sebagai dasar Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dalam rangka memperkuat industri tepung terigu di Indonesia? 3. Bagaimana memposisikan Bea Masuk Anti dumping sebagai unsur penting kebijakan anti dumping di indonesia? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui masalah dalam penerapan aturan Anti Dumping di Indonesia. 2. Mengetahui faktor apa saja yang harus dilihat untuk menentukan adanya kerugian sebagai dasar pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dalam rangka national interest. 3. Mengusahakan untuk dapat diterapkannya Bea Masuk Anti Dumping sebagai suatu kebijakan yang dapat melindungi Industri tepung terigu dalam negeri. 6

D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis diketahui telah ada beberapa penulisan yang mengangkat mengenai aspek kerugian sebagai alasan pengenaan Bea Masuk Anti-dumping tepung terigu. Namun setelah di telaah permasalahan-permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini menurut penulis belum memiliki kesamaan dengan permasalahanpermasalahan penelitian mengenai praktik dumping yang telah ada sebelumnya, dimana dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah suatu wacana terhadap pengenaan BMAD terhadap produk dumping tepung terigu yang hingga saat ini peneganaannya belum dapat di terapkan walaupun sudah terbukti adanya kerugian. E. Manfaat Penelitian berikut. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat sebagai 1. Secara Teoritis Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi perkembangan hukum dumping dan antidumping dalam kerangka teoritis pada khususnya dan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya. Serta sebagai bahan kepustakaan bagi penelitian yang berhubungan dengan analisa pengenaan bea masuk antidumping terhadap masuknya produk impor tepung terigu kedalam negara pengimpor dalam hal ini negara indonesia 7

2. Secara Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya kepada pihak yang terlibat dalam dunia usaha, baik pengurus industri kecil menengah, pengusaha industri besar, investor, birokrasi pemerintah dan pihak-pihak lain yang apabila di hadapkan dengan barang dumping yang merugikan industri dalam negeri dan dapat membela atau mengupayakan kepentingan industri dalam negeri. 8