SKRIPSI. Oleh : PEDUT HANANTA PUTRA NIM. K

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada faktor, kondisi,dan pengaruh-pengaruh dalam menuju sebuah

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan

SKRIPSI. Oleh : Imanuel Agus Santoso K

EFEKTIFITAS LATIHAN SPEED PLAY DAN INTERNAL TRAINING TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 1500 METER PADA KLUB INDONESIA MUDA ATLETIK JAKARTA

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Arif Nur Setyawan A BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

BAB I PENDAHULUAN. olahraga tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan prestasi tertinggi hanya

Skripsi Oleh : Mahlich Ibrahim NIM. K

2015 PENGARUH LATIHAN SQUAT D AN LATIHAN PNF TERHAD AP HASIL SMASH KED ENG PAD A PERMAINAN SEPAKTAKRAW

H. Kajian Pustaka 1. Hakekat Belajar Mengajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Dalam pelaksanaannya,lompat jauh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI DENGAN JARAK TETAP DAN

Disusun oleh : Rihandoyo A BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Atlet-atlet juara yang mampu memperoleh prestasi tertinggi dalam dunia

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh : MINARDI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan atau bagian hidup yang tidak dapat ditinggalkan. dan kebiasaan sosial maupun sikap dan gerak manusia.

BAB I PENDAHULUAN. lari terdiri dari enam macam yang salah satunya adalah Lari cepat (Sprint) yang

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mendorong, membimbing mengembangkan dan membina kemampuan

Skripsi Oleh: Hendrik Wibowo NIM. K

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN MEMUKUL BOLA DENGAN PITCHEDBALL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga,

I. PENDAHULUAN. dalam proses belajar melatih harus selalu dilakukan. Hal ini sesuai dengan

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK ANTARA DOUBLE LEG BOUND DAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Hakikat Kecepatan

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA

ANALISIS KONDISI FISIK PEMAIN SEPAK BOLA KLUB PERSEPU UPGRIS TAHUN 2016

KAJIAN PUSTAKA. pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2)

MAKALAH LARI JARAK JAUH, JARAK PENDEK, DAN JARAK MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi, tantangan yang dihadapi akan semakin berat, hal ini disebabkan karena semakin

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Heri Muhammad Saefullah, 2013

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa atletik adalah ibu dari semua cabang olahraga (mother of

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN. Hedi Ardiyanto Hermawan

PENINGKATAN KECEPATAN LARI ANTAR BASE

II. TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN KEKUATAN MAKSIMAL OTOT TUNGKAI DAN FREKUENSI LANGKAH (CADENCE) TERHADAP KECEPATAN SPRINT

III. METODE PENELITIAN. variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Soekidjo

I. PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak besar pada perkembangan

Pengaruh Latihan Pliometrik antara Box Jump dan Leaps terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Kelas XI Geomatika SMK Negeri 1 Bireun

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding atau berlomba (Yudha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N

I. PENDAHULUAN. Meroda merupakan salah satu gerak dasar yang kompleks, karena dalam

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya dalam kamus olahraga, menurut Syarifudin (1985: 62) lompat

JURNAL HUBUNGAN ANTARA DAYA LEDAK TUNGKAI BAWAH DAN KELINCAHAN DENGAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS IX SMP NEGERI 6 KEDIRI 2016/2017

PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP TINGKAT KESEGARAN JASMANI PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2015/ 2016

I. PENDAHULUAN. unsur yang berpengaruh terhadap semua jenis olahraga. Untuk itu perlu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tua, orang muda, bahkan anak-anak. Banyak diantara anak-anak yang ingin

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN FARTLEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun tingkat internasional (yang diselenggarakan oleh IAAF). Selain itu,

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN

LARI JARAK PENDEK (SPRINT)

BAB V KEBUGARAN JASMANI. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat olahraga merupakan kegiatan fisik yang mengandung sifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua didunia, karena

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN TEKNIK DAN BERMAIN

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI

A. Daya Tahan dan Kekuatan Otot

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN REPETITION SPRINT

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN LOMBA MEMINDAHKAN BENDA

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PEMBEBANAN LINIER

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Waktu penelitian dilaksanakan

Oleh MUHAMMAD RISKI ADI WIJAYA K

melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan

Bayu Puspayuda*,Made Darmada**, Putu Citra Permana Dewi***

SKRIPSI PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PASSING MENYUSUR TANAH SECARA DRILL DAN GAME TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PASSING MENYUSUR TANAH

bagi manusia, karena dengan gerak manusia dapat meraih sesuatu yang menjadi harapannya. Menurut Rusli Lutan (1988: 93) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. melakukan olahraga pada pagi maupun sore hari, serta banyaknya club

PERIODISASI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

I. PENDAHULUAN. kegiatan olahraga ditempuh melalui tiga pilar, yaitu olahraga pendidikan, olahraga

BAB I PENDAHULUAN. Atletik dalam perkembangan di zaman modern ini semakin dapat diterima

HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BULUTANGKIS DITINJAU DARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITION SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Oleh : PEDUT HANANTA PUTRA NIM. K 5604058 JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITION SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh : PEDUT HANANTA PUTRA NIM. K 5604058 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 ii

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes. Slamet Widodo, S.Pd, M.Or NIP. 19620518 198702 1 001 NIP. 19711228 200312 1 001 iii

PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan. Pada Hari : Selasa Tanggal : 01 Februari 2011 Tim Penguji Skripsi (Nama Terang) (Tanda Tangan) Ketua : Drs. H. Agustiyanto, M.Pd Sekretaris : Slamet Riyadi, S.Pd, M.Or Anggota I : Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes Anggota II : Slamet Widodo, S.Pd, M.Or Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001 iv

ABSTRAK Pedut Hananta Putra. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITION SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. (2) Pengaruh latihan yang lebih baik antara latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan pretestpostest designs. Subyek penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 orang diambil dari 25% dari 7 kelas yang berjumlah keseluruhan 133 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Proporsional Random Sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes lari 100 meter. Teknik analisis data dengan uji t-test dengan taraf signifikansi 5%. Penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 dengan t hitung yang diperoleh = 2,430 > t tabel = 2,120. (2) Latihan repetition sprint lebih baik pengaruhnya daripada latihan acceleration sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 dengan presentase peningkatan kelompok 2 (repetition sprint) sebesar 6,129% lebih besar daripada kelompok I (acceleration sprint) sebesar 3,932%. v

MOTTO Kegagalan merupakan awal dari suatu keberhasilan yang tertunda. (Penulis) Barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang lain yang sedang mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan kepadanya dunia dan akhirat (HR. Ibnu dari Abu Hurairah) Jika kamu mendapat nasehat atau masukan dari orang lain, janganlah kamu memandang siapa orang yang memberi masukan kepada kamu, tetapi ambillah ilmu itu sebagai pelajaran yang berharga. (Penulis) Dalam setiap kesulitan terdapat pelajaran yang berharga. (Penulis) vi

PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu yang tercinta. 2. Kakak dan adikku yang tersayang. 3. Keponakanku yang tersayang. 4. Sahabatku yang selalu memberi semangat dan dukungan moril. 5. Rekan-rekan angkatan 2004. 6. Almameter. vii

KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 3. Ketua Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 4. Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes sebagai Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 5. Slamet Widodo, S.Pd, M.Or sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi. 6. Siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 yang telah bersedia menjadi subyek penelitian ini. 7. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Semoga segala amal tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Surakarta, Januari 2011 Penulis viii

DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PENGAJUAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv ABSTRAK... v MOTTO... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 5 D. Perumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 5 F. Manfaat Penelitian... 6 BAB II LANDASAN TEORI... 7 A. Tinjauan Pustaka... 7 1. Lari 100 Meter... 7 a. Teknik Lari 100 Meter... 7 b. Kecepatan Lari... 13 c. Sistem Energi untuk Lari 100 Meter... 14 2. Latihan... 16 a. Pengertian Latihan... 16 b. Tujuan Latihan... 17 c. Aspek-aspek Latihan... 18 d. Prinsip-prinsip Latihan... 20 ix

e. Komponen-komponen Latihan... 25 3. Latihan Acceleration Sprint... 27 a. Pelaksanaan Acceleration Sprint... 27 b. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint 28 4. Latihan Repetition Sprint... 29 a. Pelaksanaan Repetition Sprint... 29 b. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Repetition Sprint. 30 B. Kerangka Pemikiran... 31 C. Perumusan Hipotesis... 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35 A. Tempat dan Waktu Penelitian... 35 1. Tempat Penelitian... 35 2. Waktu Penelitian... 35 B. Metode Penelitan... 35 C. Variabel Penelitian... 37 D. Subjek Penelitian... 37 E. Teknik Pengumpulan Data... 38 F. Teknik Analisis Data... 38 BAB IV HASIL PENELITIAN... 41 A. Deskripsi Data... 41 B. Uji Prasyarat Analisis Data... 43 C. Hasil Analisis Data... 45 D. Pembahasan Hasil Analisis Data... 48 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN... 50 A. Simpulan... 50 B. Implikasi... 50 C. Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA... 52 LAMPIRAN... 54 x

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Teknik Start Jongkok... 9 Gambar 2. Teknik Start pada Tahap Pelaksanaan... 9 Gambar 3. Teknik Gerakan Lari Sprint... 11 Gambar 4. Teknik-Teknik Memasuki Garis Finish... 12 Gambar 5. Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang Latihan... 22 Gambar 6. Rangkaian Penelitian... 36 Gambar 7. Pembagian Kelompok Eksperimen dengan Ordinal Pairing 36 xi

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi... 14 Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi... 15 Tabel 3. Pengambilan Sampel... 38 Tabel 4. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter... 41 Tabel 5. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter... 42 Tabel 6. Derajat Reliabilitas... 42 Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Tes... 43 Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 44 Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas... 44 Tabel 10. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal Kelompok 1 dan Kelompok 2... 45 Tabel 11. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 1... 46 Tabel 12. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 2... 46 Tabel 13. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Akhir Antar Kelompok... 47 Tabel 14. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Presentase Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 dan Kelompok 2... 47 xii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Petunjuk Pelaksanaan Tes... 54 Lampiran 2. Program Latihan... 56 Lampiran 3. Data Penelitian... 62 Lampiran 4. Rangking... 64 Lampiran 5. Pembagian Kelompok Penelitian... 66 Lampiran 6. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1... 67 Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 2... 68 Lampiran 8. Uji Reliabilitas... 69 Lampiran 9. Uji Normalitas Data dengan Lilliefors... 75 Lampiran 10. Uji Homogenitas... 77 Lampiran 11. Uji Perbedaan Tes Awal Kelompok 1 dan Kelompok 2.. 79 Lampiran 12. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 1... 81 Lampiran 13. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 2... 83 Lampiran 14. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Akhir Antara Kelompok 1 dan Kelompok 2... 85 Lampiran 15. Presentase Pengaruh Latihan... 87 Lampiran 16. Foto-foto Penelitian... 88 xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik merupakan cabang olahraga yang mempunyai peran penting untuk menunjang perkembangan gerak dasar anak dalam olahraga. Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang diajarkan disekolah-sekolah. Pelajaran atletik disekolah-sekolah dapat dikuasai oleh seorang siswa karena gerakan-gerakan dalam atletik sangat erat dengan aktivitas sehari-hari, misalnya: lari, melompat, melempar. Perkembangan olahraga terus meningkat dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia yang semakin maju. Dengan keadaan itu manusia menciptakan fasilitas olahraga yang semakin bervariasi untuk mendukung prestasi olahraga. Selain dukungan fasilitas, diperlukan juga perhatian yang serius dari para pelatih dan atlit untuk meningkatkan prestasi. Olahraga dapat menjadikan manusia yang utuh, disiplin, sportif, kerjasama, sehat jasmani dan rohani yang dapat membentuk sumber daya manusia yang baik untuk membangun bangsa dan negara. Tujuan pembinaan olahraga adalah untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani serta sebagai sarana untuk miningkatkan prestasi dibidabg olahraga. Pencapaian prestasi yang tinggi dalam olahraga merupakan salah satu usaha untuk mengharumkan nama bangsa dan negara. Prestasi yang tinggi dalam olahraga tidak dapat dicapai dengan mudah, sebab banyak faktor yang turut serta berpengaruh terhadap pencapaian prestasi olahraga yang maksimal. Menurut Suharno HP (1985:4) bahwa, Faktor faktor yang menentukan pencapaian prestasi maksimal adalah faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yang meliputi kesehatan fisik dan mental yang baik, bentuk tubuh yang selaras dengan cabang olahraga yang diikuti, kondisi fisik yang baik, aspek kejiwaan dan kepribadian yang baik dan adanya kematangan juara yang mantap. Faktor eksogen yang meliputi pelatih, keuangan, tempat, alat, perlengkapan, organisasi, lingkungan, dan partisipasi pemerintah. 1

2 Ada banyak cabang olahraga, atletik merupakan cabang unggulan yang diperbandingkan pada multi event olahraga, karena didalamnya terdaapat nomornomor lari, jalan, lompat, dan lempar. Diantara nomor-nomor yang ada dalam atletik, nomor lari 100 meter merupakan nomor bergengsi di antara nomor yang lain, karena lari 100 meter dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan penuh, sehingga membutuhkan atlet yang mempunyai kecepatan reaksi dan kecepatan berlari yang baik. Untuk meningkatkan prestasi cabang olahraga atletik, termasuk lari 100 meter, diperlukan perhitungan yang jelas serta analisis gerakan yang kompleks baik dari pengetahuan, tujuan latihan dan penetapan prosedur latihan, kerena banyak faktor yang menentukan tercapainya prestasi lari 100 meter Menurut M. Sajoto (1995:50) bahwa, Prestasi olahraga ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor biologis, faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor penunjang. Menurut Mulyono Biyakto Atmojo (1998: 53-54) Faktor biologis atau faktor fisik merupakan faktor penentu prestasi yang terdiri dari beberapa komponen dasar, yaitu kekuatan (strenght), daya tahan (endurance), daya ledak otot (muscular power), Kecepatan (speed), kelentukan (flexibility), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), dan koordinasi (coordination). Dari beberapa komponen kondisi fisik tersebut, komponen kecepatan (Speed) dan kekuatan (Strenght) merupakan salah satu faktor penting untuk nomor lari 100 meter. Menurut Suharno HP (1985:21) bahwa, Faktor penentu dalam lari jarak pendek adalah kekuatan, kecepatan, dan akselerasi. Pembinaan olahraga dari cabang atletik, harus dimulai penerapannya pada anak anak usia muda, yang bertujuan untuk mengadakan pembibitan atlit berbakat. Menurut Harre, Ed. (1982:21) bahwa, Proses pembinaan memerlukan waktu yang lama, yakni mulai dari masa kanak kanak atau usia dini hingga anak mencapai tingkat efisiensi kompetisi yang tertinggi. Oleh karena itu, latihan latihan pembentukan kondisi fisik seperti power, kecepatan, daya tahan, kelentukan, koordinasi, kelincahan harus sudah diberikan agar kelak mereka dapat menguasai cabang olahraga tertentu dengan baik.

3 Untuk meletakkan dasar dasar perkembangan motorik yang baik pada anak anak tingkat pemula atau usia dini, maka pelajaran jasmani dijenjang SMP harus sudah diberikan dengan baik. Kerena itu pula, para pembina (guru guru) pendidikan jasmani SMP haruslah guru guru yang berkualitas dan mempunyai wewenang untuk mengajar pendidikan jasmani. Bagi siswa usia SMP, mereka sedang dalam keadaan tumbuh dan berkembang, sehingga dalam pembinaan olahraga untuk mencapai puncak prestasi mereka harus terus dibina. Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang dengan meningkatan beban latihan secara bertahap yang dilakukan secara teratur dan terpogram untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Ada berbagai macam bentuk dan metode latihan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecepatan lari 100 meter. Metode untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter diantaranya adalah acceleration sprint dan repetititon sprint. Dalam pelaksanaan latihan lari cepat 100 meter harus diterapkan latihan yang baik dan tepat. Latihan acceleration sprint dan repetition sprint merupakan bentuk latihan yang menekankan pada pengulangan gerak. Acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya yang pelaksaannya diselinggi dengan istirahat diantara waktu latihan. Repetition Sprint merupakan program latihan yang dilakukan dengan intensitas atau kecepatan penuh yang diselingi waktu istirahat pada setiap sesi latihannya. Dari kedua latihan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga kemungkinan akan memiliki pengaruh yang berbeda pula dalam meningkat kemampuan lari 100 meter. Disamping itu juga kecepatan lari seseorang tidak hanya dipengaruhi metode latihan dan program latihan yang diterapkan dalam pelatihan. Tetapi faktor interen atau kemampuan yang dimiliki siswa sangat berpengaruh dalam melakukan gerakan yaitu salah satunya kemampuan kondisi fisik. Untuk melatih kecepatan harus dilakukan melalui latihan yang terprogram secara sistematis. Selain itu agar program latihan dapat berjalan sesuai dengan harapan, maka perlu dipilih metode latihan yang paling besar memberikan peningkatan lari 100 meter. Pemilihan commit metode to user ini didasarkan pada pemakaian

4 sistem energi paling dominan dalam lari 100 meter. Untuk lari 100 meter yang harus mengeluarkan tenaga dalam waktu kurang dari 30 detik, sistem energi yang diperlukan adalah ATP-PC. Ada beberapa latihan yang mengembangkan sistem latihan ATP PC untuk meningkatkan prestasi lari 100 meter, diantaranya adalah latihan akselerasi (accelaration Sprint), latihan hollow (hollow sprint), latihan lari cepat (sprint training)dan latihan interval (interval training). Dalam berbagai gerakan olahraga yang mulai dari nol, faktor yang sangat penting adalah memperoleh kecepatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin, seperti halnya dalam lari cepat 100 meter. Menurut Josef Nosseck (1982:64) bahwa, Lari jarak pendek dapat dianalisis dari aspek aspek kualitas kecepatan berbeda melalui empat fase, yaitu waktu reaksi dan kecepatan reaksi, akselerasi, kecepatan dasar dan lari cepat, dan daya tahan kecepatan. Dari beberapa metode berdasarkan analisis kualitas kecepatan di atas, metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint adalah metode yang tepat untuk melatih kecepatan lari dan kecepatan reaksi, tetapi pelatih kurang memperhatikan perbedaan latihan tersebut. Siswa ekstrakurikuler SMP Negeri 25 Surakarta tahun 2010 adalah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini. Guna meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa secara optimal perlu latihan yang tepat, karena latihan selama ini belum menunjukkan hasil yang maksimal. Kondisi semacam ini perlu di telusuri faktor penyebabnya dari semua aspek baik siswa, pelatih maupun latihan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka penelitian ini mengambil judul Perbedaan Pengaruh Latihan Acceleration Sprint dan Repetition Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas VIII SMP N 25 Surakarta Tahun pelajaran 2010/2011. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka permasalahan ini dapat commit diidentifikasikan to user sebagai berikut :

5 1. Pelatih / guru belum memperhatikan pola latihan menggunakan metode acceleration sprint dan repetition sprint. 2. Pengaruh tingkat usia terhadap pemilihan metode latihan belum diketahui. 3. Pengaruh Latihan Acceleration Sprint dan Repetition Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas VIII SMP N 25 Surakarta Tahun pelajaran 2010/2011. 4. Kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 masih rendah. C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari agar tidak terjadi penafsiran yang salah dalam penelitian ini, masalah penelitian akan dibatasi sebagai berikut : 1. Latihan acceleration sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 2. Latihan repetition sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 3. Upaya meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Adakah perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011? 2. Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011?

6 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui : 1. Perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. 2. Latihan yang lebih baik pengaruhnya antara acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pejaran 2010/2011. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain: 1. Menambah khasanah pengetahuan olahraga secara umum dan pengetahuan cabang olahraga atletik nomor lari cepat 100 meter pada khususnya. 2. Dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan bagi guru penjas di SMP Negeri 25 Surakarta dalam melatih dan meningkatkan kecepatan lari 100 meter secara intensif. 3. Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, untuk meningkatkan pembinaan dan pelatihan lebih maksimal agar mencapai prestasi lebih baik.

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lari 100 Meter Menurut Aip Syarifuddin (1992: 41) lari adalah gerakan perpindahan tempat dengan maju ke depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Berjalan, salah satu kakinya selalu kontak dengan tanah, sedangkan lari ada saatnya kedua kaki lepas dari tanah, sehingga ada saatnya badan melayang di udara. Lari jarak pendek sering disebut sebagai lari cepat atau sprint. Menurut A. Hamidsyah Noer (2000: 49) Sprint adalah suatu aktivitas atau gerakan lari yang dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan penuh. Dengan demikian lari 100 meter adalah gerakan lari secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat - singkatnya dengan kecepatan penuh. Josef Nossec untuk lari sprint meliputi akselerasi (Acceleration), kecepatan absolute (Absolute Speed), dan daya tahan kecepatan (Speed Endurance Dengan demikian, untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, seorang sprinter harus mempunyai kecepatan dan kecepatan akselerasi yang baik, kemampuan berlari yang baik, dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal. a. Teknik Lari 100 Meter Dalam semua perlombaan lari jarak pendek, masing - masing peserta harus lari pada lintasan terpisah. Lintasan ini lebarnya minimal 1,22 meter, yang dibatasi dengan garis putih selebar 5 cm, peserta yang mendorong, mendesak, menubruk, dan memotong atau menghalangi pelari lain, sehingga mengganggu lajunya lari, dapat dinyatakan diskualifikasi. Untuk mencapai prestasi maksimal pada lari 100 meter perlu diperhatikan teknik teknik khusus lari cepat yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 7

8 1) Start Start adalah awalan atau permulaan seorang pelari akan melakukan lari. Kemampuan start yang baik sangat diperlukan karena start merupakan kecepatan awal yang mempengerahui kecepatan selanjutnya. Keterlambatan melakukan start sangat merugikan pelari, hal ini disebabkan pelari tersebut akan tertinggal dengan pelari lainnya. Start dalam lari jarak pendek harus menggunakan start jongkok, yaitu start yang dilakukan dengan permulaan sikap jongkok di belakang garis start. Aba - aba untuk start ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, "Bersedia", "Siap", dan "Ya" atau menggunakan pistol. Bila atlit mendengar aba - aba "Bersedia", harus mempersiapkan diri menuju start blok yang berada di belakang garis start. Mulai membungkukkan badannya dengan kedua kaki bertumpu pada balok start dan lutut kaki diletakan di tanah. Pada saat yang sama, tangan diletakan segera di belakang garis start, kira - kira selebar bahu, dengan ujung jari menyentuh tanah, badan dibuat seimbang, dan kepala relaks. Pada aba - aba "Siap", lutut diangkat dari tanah sedemikian rupa sehingga kedua kaki sama - sama sedikit bengkok (Kaki depan 90 0 dan kaki belakang membentuk 130 0 ) dan kedua kaki tersebut menekan pada balok start. Pinggul menjadi naik sedemikian rupa, sehingga lebih tinggi dari bahu yang letaknya berada diatas tangan. Lengan dipertahankan lurus dengan berat badan dibebankan merata pada semua titik tumpu dan pandangan mata tetap rendah. Pada aba - aba "Ya" atau pada saat pistol berbunyi, si atlit dengan gerak reflek bertolak dari balok start, pada saat yang sama mengangkat kedua tangannya dari tanah, yang mengakibatkan ketidak seimbangan badan sebagai tahap awal dari gerakan start. Kaki belakang dalam keadaan bengkok bergerak maju, kaki yang lain diluruskan dengan kuat untuk memberi daya dorong ke depan, kedua lengan memberi imbangan gerak terhadap kedua kaki dan membantu menimbulkan daya selama gerakan lari. Selama langkah pertama, tubuh bergerak ke depan dengan langkah pendek, cepat dan rendah, dengan gerak kaki yang lincah di tanah, tetapi tidak dengan sengaja dipendekan. Sedikit demi sedikit

9 tubuh akan tegak, sedang langkah kaki menjadi lebih panjang sampai posisi yang wajar tercapai. Posisi balok start, berbeda - beda sesuai dan tergantung pada anatomi atlit. Sudut kemiringan balok sebaiknya sesuai dengan arah dorongan langkah yang pertama, permukaannya tidak terlalu curam seperti pada balok yang di belakang. Gambar 1 : Teknik Start Jongkok (Hamidsyah Noer : 2000 : 51) Gambar 2 : Teknik Start Pada Tahap Pelaksanaan (Hamidsyah Noer : 2000 : 53)

10 2) Teknik Lari Setelah melakukan start dengan langkah langkah peralihan yang meningkat semakin panjang dan condong badan yang berangsur berkurang, maka selanjutnya dilakukan lari secepat mungkin sampai garis finish. Lari adalah lompatan yang berturut turut, di dalamnya terdapat fase dimana ke dua kaki tidak menginjak atau menumpu pada tanah. Jadi lari ini berbeda dengan berjalan. Gerak lari secara keseluruhan dimulai dari kaki mulai menyentuh tanah lagi. Teknik lari terdiri atas tiga tahap, yaitu : a) Tahap melangkah Mata kaki dan lutut yang melangkah diluruskan pada saat titik berat badan bergerak di depan kaki yang menumpu dan mendorong pinggul ke depan. Pada saat bersamaan kaki yang lain, yang disebut sebagai kaki bebas, ditekuk, dan bergerak kearah depan dan ke atas memberikan kekuatan ganda. Perpanjangan melangkah bersamaan dengan mengangkat paha kaki bebas. Kaki langkah meninggalkan tanah dengan mengangkat tumit dan menekan tanah dengan ujung jari. Kedua tangan mengayun mengimbangi gerak kedua kaki. Kekuatan terbesar dari langkah ini, bersamaan dengan dorongan akhir ketika siku berada jauh di belakang dan lutut kaki yang berlawanan mencapai ketinggian tertinggi di depan. Lengan berayun sedikit menyilang dada dan membentuk sudut 90 0. Kekuatan gerakan tangan dan kaki langsung mengimbangi kecepatan lari dan gerak posisi tubuh hampir tegak, tanpa membungkuk ke depan atau ke belakang. b) Tahap pemulihan kembali Sesaat setelah melangkah, hubungan dengan tanah putus dan titik berat badan mengikuti arah parabola. Pada tahap ini kecepatan menghilang. Kaki yang melangkah bergerak ke belakang dan kaki yang lain ke depan membuat tarikan aktif ketika menyentuh tanah. Selama kaki belakang melakukan gerakan ke atas berulang - ulang, lengan berayun dengan langkah berlawanan. Keseluruhan gerakan ini, dapat disebut gerak relaks pada saat melayang atau tahap pemulihan. c) Tahap sprint Setelah melakukan gerakan start dengan langkah - langkah peralihan yang meningkat makin lebar dan condong badan berangsur - angsur berkurang,

11 maka kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan sprint. Pada tahap ini, kaki bertolak kuat - kuat sampai terkadang lurus, lutut diangkat tinggi - tinggi setinggi panggul, tungkai bawah mengayun ke depan untuk mencapai langkah lebar. Usahakan agar badan tetap relaks, badan condong ke depan dengan sudut 25 0 sampai 30 0. Lengan bergantung di camping tubuh secara wajar, siku ditekuk kira - kira 90 0, tangan menggenggam kendor, ayunan lengan ke muka dan ke belakang harus secara wajar. Punggung lurus dan segaris dengan kepala, pandangan lurus ke depan. Pelari harus menggerakan kaki dengan frekuensi yang setinggi - tingginya dan langkah selebar mungkin. Gerakan sprint itu walaupun dilakukan dengan seluruh tenaga, tetapi gerakan harus tetap relaks. Lari cepat menggunakan ujung - ujung kaki untuk menapak. Tumit hanya sedikit saja menyentuh tanah pada pemulaan tolakan kaki, dan berat badan harus selalu berada sedikit di depan kaki pads waktu menapak. Gambar 3 : Teknik Gerakan Lari Sprint (Hamidsyah Noer : 2000 : 53) 3) Teknik Melewati Garis Finish Seorang pelari dianggap sudah finish ditentukan dengan bagian - bagian tubuhnya dalam mencapai bidang vertikal dari sisi terdekat garis finish sesuai yang telah ditentukan dalam peraturan. Yang dimaksud dengan bagian tubuh adalah kepala, leher, lengan, dan kaki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pelari pada waktu melewati garis finish, yaitu : a) Lari terus tanpa mengubah sikap lari. b) Dada dicondongkan ke depan, tangan kedua - duanya diayunkan ke

12 bawah belakang. c) Dada diputar dengan diayunkan tangan ke depan - atas sehingga bahu sebelah maju ke depan. Menurut A. Hamidsyah Noer (2000 diperhatikan percepatan dan lebar langkah tetapi harus tetap rileks, pusatkan pikiran untuk mencapai finish, jangan melakukan gerakan secara bernafsu sehingga menimbulkan ketegangan, jangan menengok lawan, jangan melompat, dan jangan memperlambat langkah (Lari) sebelum nencapa Ada beberapa hal yang harus dihindari dalam lari jarak pendek, antara lain: 1. Dorongan ke depan tidak cukup dan kurang tinggi mengangkat lutut. 2. Menjejakkan kaki keras keras di tanah dan mendaratkannya dengan tumit. 3. Tubuh condong sekali ke depan atau lengkung kebelakang. 4. Memutar kepala dan nenggerakkan baku secara berlebihan. 5. Lengan diayun ke atas dan ayunannya terlalu jauh menyilang dada. 6. Meluruskan kaki yang akan dilangkahkan kurang sempurna. 7. Berlari zig zag dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. 8. Pada aba terlalu rendah. Langkah kurang sempurna dan mencondongkan badan ke depan secara tiba- tiba. Gambar 4 : Teknik Teknik Memasuki Garis Finish (Hamidsyah Noer : 2000 : 60)

13 b. Kecepatan Lari Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam lari jarak pendek. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan lari jarak pendek idealnya pelari akan berlari dengan kecepatan maksimal dari start sampai finish. Menurut Harsono (1988:216), Kecepatan adalah kemampuan melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut - turut dalam waktu sesingkat - singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat - singkatnya. Menurut Bompa (1982:249), Kecepatan dibagi menjadi tiga, yaitu kecepatan reaksi, kecepatan gerakan siklis (Berulang - ulang), dan kecepatan gerakan asiklis (Kecepatan aksi). Menurut Josef Nosseck (1982:277), menyatakan bahwa, Terdapat empat macam kecepatan, yaitu : a. Kecepatan sprint, kemampuan organisme untuk bergerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal. Kekuatan sprint ditentukan oleh otot dan persendian kaki. b. Kecepatan reaksi, kemampuan organisme untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin. Kecepatan reaksi ditentukan oleh iritabilitas susunan syaraf, daya orientasi situasi, dan ketajaman panca indera. c. Kecepatan gerak, kemampuan organisme untuk bergerak secepat mungkin dalam gerak yang utuh. Kecepatan gerakan ditentukan oleh kecepatan otot, daya ledak, daya koordinasi gerakan, kelincahan, dan keseimbangan. d. Daya tahan kecepatan, daya kemampuan seseorang pelari mempertahankan kecepatan maksimal. Bila daya tahan kecepatan menurun, maka kecepatan maksimalnya akan menurun. Dari ketiga pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sama-sama dapat meningkatkan kecepatan reaksi otot yang ditandai dengan pertukaran antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari. Dengan demikian kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet kecepatan sangat diperlukan dalam berbagai cabang olahraga, khususnya dalam atletik nomor lari cepat.

14 c. Sistem Energi Untuk Lari 100 Meter Suatu program latihan harus disusun untuk mengkembangkan kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk penampilan ketrampilan olahraga. Tujuan latihan harus didasarkan pada suatu pemahaman sistem energi manusia dan kebutuhan energi tertentu dalam aktivitas olahraga. Pemahaman sistem energi sangat penting karena digunakan untuk pedoman dalam memberikan program latihan kepada atlit. Kesalahan pemberian program latihan dapat menyebabkan prestasi yang dicapai kurang optimal. Menurut Fox (1984:22), "Sumber energi yang diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan olahraga yang dilakukan, yaitu : Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi Bidang Waktu Sistem Energi Utama Penampilan yang Terlibat Contoh Jenis Aktivitas 1. Kurang dari 30 detik ATP-PC - Lari 100 meter, tolak peluru, pukulan dalam tenis dan golf. 2. 30 detik 1,5 ATP-PC dan Asam - Lari cepat 200-400 menit Laktat meter, renang 100 meter. 3. 1,5 menit 3 Asam laktat dan - Lari 800 meter, nomor menit Oksigen senam, tinju (1 ronde 3 menit), gulat (periode 2 menit). 4. Lebih dari 3 Oksigen - Sepak bola, lari menit marathon, joging. Adapun karakteristik umum dari sistem energi tersebut di atas menurut Fox (1984: 22) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

15 Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi Sistem ATP-PC Sistem Asam Laktat Sistem Oksigen - Anaerobik (tanpa oksigen) - Sangat cepat - Bahan bakar kimia PC - Produksi ATP sangat terbatas - Penyimpanan atau penimbunan di otot terbatas - Menggunakan aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, lama aktivitas pendek. - Anaerobik - Aerobik (oksigen) - Cepat - Lambat - Bahan bakar - Bahan bakar makanan makanan: glikogen glikogen dan protein - Produksi ATP - Produksi ATP tidak terbatas terbatas - Dengan - Dengan produksi, memproduksi asam tidak melelahkan laktat menyebabkan kelelahan otot - Menggunakan - Menggunakan daya aktivitas dengan tahan atau aktivitas lama (durasi) antara atau durasi panjang 1-3 menit Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan dalam lari 100 meter adalah sistem ATP-PC karena dalam melakukan lari tanpa menggunakan oksigen (anaerob) dan jumlah ATP yang diproduksi terbatas hal ini tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. Menurut Fox (1984: 22-23) a antara penyediaan energi anaerobik dan aerobik adalah jika dilakukan pembentukan jumlah glikogen yang sama, maka dengan cara aerobik lebih banyak 13 kali ATP yang dikembangkan dari pada dengan proses anaerobik. Ini berarti cara penyediaan energi aerobik lebih ekonomis dan tentu saja otot dapat

16 a. Pengertian Latihan 4. Latihan Untuk menjelaskan apa sebenarnya latihan itu, akan dikemukakan beberapa definisi latihan yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik, dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang- dirumuskan bahwa latihan olahraga adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan secara berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban latihan secara periodik dan berkelanjutan dan dilakukan berdasar jadwal, pola dan sistem serta metodik tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi olahraga. Penambahan beban harus secara teratur dan terus menerus dikontrol. Dengan cara ini, atlit tersebut mendapatkan informasi obyektif tentang kemajuannya, dan pelatih mempunyai umpan balik tentang efisiensi langkah - langkah latihan. Josef Nosseck (1982:3), mengemukakan pengaturan latihan dilaksanakan dalam lima langkah, yaitu : 1) Penentuan (diagnosis) tentang tingkat kondisi awal dan aktual, dengan menggunakan berbagai jenis tes. 2) Persiapan program latihan, yang mempertimbangkan titik titik kelemahan dan kekuatan atau kelebihan. 3) Pelaksanaan program latihan untuk periode tertentu yang telah direncanakan. 4) Pengecekan peningkatan kondisi fisik tersebut dengan metode observasi, penilaian dan tes tes kondisi yang khusus atau kompetisi. 5) Perbandingan standar kondisi awal dengan kondisi sekarang, evaluasi dan penyimpulan. Dengan memperhatikan pengaturan langkah di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa latihan yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektifitas kemampuan fisik

17 untuk tujuan yang ingin dicapai. Dengan latihan yang teratur dan kontinyu, akan terjadi adaptasi yang baik oleh tubuh terhadap situasi latihan yang dilakukan, maka kemampuan tubuh akan meningkat sesuai dengan rangsangan yang diterima. b. Tujuan Latihan Tujuan latihan dapat dicapai secara optimal jika berpedoman pada prinsip latihan yang benar. Prinsp-prinsip latihan tersebut harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam latihan. Latihan tanpa berpedoman pada prinsipprinsip latihan yang tidak benar, tujuan latihan tidak akan tercapai. Menurut Fox (1984:47-51) oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan efekti domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus. Tujuan umum latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan ketrampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin. Untuk dapat mencapai tujuan utama dari latihan, yaitu taraf ketrampilan atau prestasi dari para atlit, maka tujuan umum dari latihan harus dicapai. Maksud tujuan umum latihan menurut Bompa (1990:4) adalah : 1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multilateral. 2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni. 3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya. 4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan. 5) Untuk mengelola kualitas kemauan. 6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal. 7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 8) Untuk pencegahan cedera. 9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori. Dari pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa latihan dapat akan memberikan manfaat yang baik dalam mencapai prestasi yang ingin diraih

18 asalkan latihan tersebut dilakukan dengan benar dan baik. Dari pelaksanaan latihan akan mudah efeknya ini terlihat dari struktur akademis dan fisiologisnya. Kunci dari latihan itu sebenarnya terletak pada program latihan yang disusun sehingga apabila program tersebut disusun secara baik dan benar maka akan memberikan peningkatan prestasi dalam berolahraga.. c. Aspek - Aspek Latihan Menurut Harsono (1998:100), Untuk mencapai tujuan latihan, ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental. Keempat aspek latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian maksimal hasil latihan, karena merupakan hal yang mendasar bagi atlit maupun tim dalam pertandingan atau perlombaan. Keempat latihan diuraikan sebagai berikut 1) Latihan Fisik Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi fisik harus dilakukan dan dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja. Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting dan pertama - tama harus dilakukan secara intensif, karena dengan terbentuknya dan dimilikinya kondisi fisik akan sangat memudahkan untuk pembinaan selanjutnya. Baik usaha untuk pembinaan teknik, taktik, maupun untuk meningkatkan ketrampilan dan penampilan lainnya. Beberapa komponen fisik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, kelentukan, daya tahan, ketepatan, dan keseimbangan. 2) Latihan Teknik Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk

19 dan mengembangkan kebiasaan - kebiasaan motorik dan neuromuscular menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu, teknik dasar yang diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih secara baik. Untuk mendukung tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika. Hasil analisis yang tepat dipakai sebagai patokan pembinaan, sehingga hanya gerakan - gerakan yang tepat dan benar serta berfungsi saja yang dipilih untuk latihan kecakapan teknik untuk menghasilkan prestasi tinggi. Melalui analisa dan penilaian yang seksama dapat diketahui elemen - elemen yang penting, yang berfungsi dengan baik dalam usaha pembentukan kecakapan teknik. 3) Latihan Taktik Latihan taktik dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan perkembangan daya tafsir pada atlit, pola - pola permainan, strategi, atau siasat yang digunakan untuk memperoleh kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:118) bahwa, Taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berpikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan. Teknik - teknik yang telah dikuasai dengan baik, harus terus dilatih dan dikembangkan. Selain itu harus dianalisis kelebihan dan kekurangan dari teknik -teknik tersebut sehingga dapat dikembangkan taktik - taktik untuk mengalahkan lawan. 4) Latihan Mental Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Meski bagaimanapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik, dan taktik seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin dapat tercapai apabila mental tidak berkembang. Sebab setiap pertandingan bukan hanya merupakan pertandingan atau perlombaan fisik, akan tetapi juga pertandingan atau perlombaan mental, bahkan 70% adalah komponen mental dan hanya 30% komponen lainnya. Latihan mental lebih menekankan pada perkembangan kedewasaan atlit

20 serta perkembangan emosional implusif, misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri, sportifitas, kematangan juara, dan keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan tertekan. d. Prinsip - Prinsip Latihan Pada prinsipnya pengaruh yang ditimbulkan dari latihan akan bersifat khusus sesuai dengan latihan yang dilakukan atau karakteristik gerakan keterampilan yang dipelajari atau unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu atau teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Menurut sesuai dengan cabang olahraga yang ditangani. Hal tersebut sesuai dengan sifat dan tuntutan tiap-tiap cabang olahraga yang selalu berbeda- Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tuntutan cabang olahraga yang dipelajari. Kekhususan tersebut disesuaikan dengan pola gerakan (keterampilan) cabang olahraga yang dipelajari. Dalam mencapai tujuan latihan haruslah menggunakan prinsip prinsip latihan tertentu. Dengan mengetahui prinsip prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlit akan cepat meningkat. Menurut Bompa (1990:29), Seluruh program latihan menerapkan beberapa prinsip latihan yaitu prinsip beban lebih, prinsip perkembangan multilateral, prinsip identitas latihan, prinsip kualitas latihan, prinsip berpikir positif, prinsip variasi dalam latihan, prinsip individualisasi, penerapan sasaran, dan prinsip perbaikan kesalahan. Prinsip prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Prinsip Beban Lebih Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit. Atlit harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada yang

21 dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang. Kalau beban terlalu ringan walaupun latihan sampai lelah berulang - ulang dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai. Latihan beban lebih ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik, maupun mental. Meskipun beban latihan itu harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas - batas kemampuan atlit untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembanganpun tidak akan mungkin tercapai, karena tubuh tidak akan memberi reaksi terhadap beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal itu juga bisa mengakibatkan cedera. 2) Prinsip Perkembangan Multilateral Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlit - atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar mereka memiliki dasar dasar yang lebih kokoh untuk menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit pada program latihan yang menjurus pada perkembangan spesialisasi yang terlalu sempit pada masa usia dini. Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada saling ketergantungan antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen komponen biomotorik, dan komponen komponen psikologis. 3) Prinsip Intensitas Latihan Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlit dilatih atau berlatih melalui program latihan yang intensif, dimana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas dari repetisi tersebut. Untuk memperoleh kemajuan atau perkembangan yang mernuaskan, frekuensi latihan sebaiknya perminggu tidak kurang dari 3 kali. Kurang dari itu memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan prestasi yang optimal. Atlit atlit yang secara alamih kuat sekalipun, dan yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan beban latihan yang berat, tetap harus berlatih intensif. Terlebih bagi atlit yang jarang berpotensi,

22 mereka harus berlatih lebih intensif. Menurut Katch dan McArdle (1993) dikutip M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:35), Dalam menentukan kadar intensitas latihan adalah sebagai berikut : a) Mula mula dihitung dengan denyut nadi maksimal (DNM) dengan rumus Denyut Nadi Maksimal (DNM) =220 umur b) Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80% - 90% dari DNM (Untuk olahraga kesehatan cukup antara 70% - 35% dari DNM). Jadi seorang atlit berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif kalau nadinya berdenyut antara 80% - 90% x (220 20) =160 180 d. n per menit. Ini menandakan bahwa berlatih dalam training zonenya (Ambang rangsang) c) Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif tidaknya latihan. (1) Untuk atlit : 45 120 menit (2) Untuk olahraga kesehatan : 20 Gambar 5 : Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang Latihan (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syaifuddin : 1996 : 136)

23 4) Prinsip Kualitas Latihan Berlatih secara intensif saja belum cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, dan berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis nafasnya dan tenaga, tetapi apabila latihan tidak efektif maka hasil yang diperoleh tidak bisa maksimal. Maksud dari latihan yang berkualitas adalah : a) Apabila latihan dan drill - drill yang diberikan memang benar - benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit. b) Apabila koreksi - koreksi yang tepat dan kontruktif sering diberikan. c) Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan dan setiap kesalahan segera diperbaiki. d) Apabila prinsip - prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental. Kekeliruan banyak pelatih atau atlit biasanya mereka lebih menekankan pada lamanya latihan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya. Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan yang bermanfaat. Jika latihan berlangsung lama dan melelahkan, maka atlit akan memandang setiap latihan sebagai siksaan dan malas berlatih esok harinya. 5) Prinsip Berpikir Positif Banyak atlit yang tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang berat dari pada yang diperkirakan. Pada atlit biasanya terletak pada kata hatinya. Kalau kata hatinya negatif maka hasilnya juga negatif, tetapi kalau kata hatinya positif, maka hasilnya akan positif karena atlit akan merasa mampu untuk mencapai hasil yang maksimal. Kalau mau berprestasi, atlit harus berani berusaha untuk mau merasa sakit dalam latihan. Pelatih harus mengerti kata hati para atlit, dan mempengaruhi kata hati atlit agar selalu berpikir positif dan optimis. 6) Variasi Dalam Latihan Latihan yang dilakukan biasanya menuntut banyak waktu, pikiran, dan tenaga. Karena itu, bukan tidak mungkin kalau latihan intensif dan terus menerus kadang menimbulkan rasa bosan pada atlit. Kalau rasa bosan sudah ada pada atlit,

24 maka gairah dan motivasinya untuk berlatih juga menurun. Hal ini akan menyebabkan turunnya prestasi. Karena itu perlu direncanakannya suatu usaha untuk mencegah timbulnya kebosanan berlatih dengan variasi variasi latihan yang menyenangkan tetapi tetap melibatkan unsur fisik yang dibutuhkan atlit. 7) Prinsip Individualisasi Anak adalah suatu pribadi yang unik, artinya mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain. Begitu juga pada atlit, tidak ada dua atlit yang secara fisiologis dan psikologis sama persis. Demikian pula setiap atlit berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik. Oleh karena setiap individu berbeda dari segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda beds terhadap suatu beban latihannya yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasa terlalu berat bebannya, ada yang merasa terlalu ringan, dan ada Pula yang merasa bebannya sudah cukup. Oleh karena itu, latihan akan selalu menjadi persoalan pribadi bagi atlit dan tidak bisa disamakan porsi latihannya antara atlit satu dengan yang lain agar mendapatkan prestasi yang paling baik bagi setiap individu. 8) Penerapan Sasaran Kadang suatu tim atau atlit tidak berlatih dengan sungguh sungguh, atau kurang motivasi untuk berlatih. Hal ini disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim itu berlatih. Menurut H. M Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996:139) menyatakan bahwa, Beberapa alasan penetapan sasaran sangat penting bagi atlit adalah : a) Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber kegiatan untuk turut serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih. b) Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih. c) Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha - usaha untuk mencapai sasaran tersebut. d) Atlit secara mental terikat dan merasa wajib untuk mencapai sasaran tersebut.