BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan olahraga terus meningkat dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia yang semakin maju. Dengan keadaan itu manusia menciptakan fasilitas olahraga yang semakin bervariasi untuk mendukung prestasi olahraga. Selain dukungan fasilitas, diperlukan juga perhatian yang serius dari para pelatih dan atlit untuk meningkatkan prestasi. Pencapaian prestasi yang tinggi dalam olahraga merupakan salah satu usaha untuk mengharumkan nama bangsa dan negara. Prestasi yang tinggi dalam olahraga tidak dapat dicapai dengan mudah, sebab banyak faktor yang turut serta berpengaruh terhadap pencapaian prestasi olahraga yang maksimal. Menurut Suharno HP (1985:4) bahwa, Faktor - faktor yang menentukan pencapaian prestasi maksimal adalah pertama faktor endogen yang meliputi kesehatan, fisik, mental yang baik dan bentuk tubuh yang selaras dengan cabang olahraga yang diikuti, kondisi fisik yang baik, aspek kejiwaan dan kepribadian yang baik dan adanya kematangan juara yang mantap. Kedua faktor eksogen yang meliputi pelatih, keuangan, tempat, alat, perlengkapan, organisasi, lingkungan, dan partisipasi pemerintah. Pada banyak cabang olahraga, atletik merupakan cabang unggulan yang dipertandingkan pada multi event olahraga, karena di dalamnya terdapat nomer - nomer lari, jalan, lempar, dan lompat. Pada nomer lari jarak 100 meter, merupakan nomer bergengsi, karena pada lari 100 meter dilakukan dengan cara berlari dari start sampai finish dengan kecepatan penuh, untuk dapat memperoleh catatan waktu yang baik dan prestasi yang maksimal. Untuk meningkatkan prestasi cabang olahraga atletik, termasuk lari 100 meter, diperlukan perhitungan yang jelas serta analisis gerakan yang kompleks baik dari pengetahuan, tujuan latihan dan penetapan prosedur latihan, kerena banyak faktor yang menentukan tercapainya prestasi lari 100 meter 1

2 a. Tujuan Latihan Tujuan umum latihan adalah untuk membantu altit meningkatkan ketrampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin. Untuk dapat mencapai tujuan utama dari latihan, yaitu taraf ketrampilan atau prestasi dari para atlit, maka tujuan umum dari latihan harus dicapai. Maksud tujuan umum latihan adalah : 1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multilateral. 2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni. 3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya. 4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan. 5) Untuk mengelola kualitas kemauan. 6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal. 7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 8) Untuk pencegahan cedera. 9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori (Bompa 1990:4). b. Aspek - Aspek Latihan Menurut Harsono, (1998:100), "Untuk mencapai tujuan latihan, ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental. Keempat aspek latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian maksimal hasil latihan, karena merupakan hal yang mendasar bagi atlit maupun tim dalam pertandingan atau perlombaan. Keempat latihan diuraikan sebagai berikut 1) Latihan Fisik Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi fisik harus dilakukan dan dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kemampuan di 2

3 dalam melakukan kerja. Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting sekali dan pertama - tama harus dilakukan secara intensif, karena dengan terbentuknya dan dimilikinya kondisi fisik akan sangat memudahkan untuk pembinaan selanjutnya. Baik usaha untuk pembinaan teknik, taktik, maupun untuk meningkatkan ketrampilan dan penampilan lainnya. Beberapa komponen fisik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, kelentukan, daya tahan, ketepatan, dan keseimbangan. 2) Latihan Teknik Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaan - kebiasaan motorik dan neuromuscular menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu, teknik dasar yang diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih secara baik. Untuk mendukung tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika. Hasil analisis yang tepat dipakai sebagai patokan pembinaan, sehingga hanya gerakan - gerakan yang tepat dan benar serta berfungsi saja yang dipilih untuk latihan kecakapan teknik untuk menghasilkan prestasi tinggi. Melalui penganalisisan dan penilaian yang seksama dapat diketahui elemen - elemen yang penting, yang berfungsi dengan baik dalam usaha pembentukan kecakapan teknik. 3) Latihan Taktik Latihan taktik dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan perkembangan daya tafsir pada atlit, pola - pola permainan, strategi, atau siasat yang digunakan untuk memperoleh kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:118) bahwa, Taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berpikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai 3

4 kemenangan. Teknik - teknik yang telah dikuasai dengan baik, harus terus dilatih dan dikembangkan. Selain itu harus dianalisis kelebihan dan kekurangan dari teknik - teknik tersebut sehingga dapat dikembangkan taktik - taktik untuk mengalahkan lawan. 4) Latihan Mental Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Meski bagaimanapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik, dan taktik seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin dapat tercapai apabila mental tidak berkembang. Sebab setiap pertandingan bukan hanya merupakan pertandingan atau perlombaan fisik, akan tetapi juga pertandingan atau perlombaan mental, bahkan 70% adalah masalah mental dan hanya 30% masalah lainnya. Latihan mental lebih menekankan pada perkembangan kedewasaan atlit serta perkembangan emosional implusif, misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri, sportifitas, kematangan juara, dan keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan tertekan. c. Prinsip - Prinsip Latihan Dalam mencapai tujuan latihan haruslah menggunakan prinsip - prinsip latihan tertentu. Dengan mengetahui prinsip - prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlit akan cepat meningkat. Menurut Bompa (1990:29), Seluruh program latihan menerapkan beberapa prinsip latihan yaitu prinsip beban - lebih, prinsip perkembangan multilateral, prinsip identitas latihan, prinsip kualitas latihan, prinsip berpikir positif, prinsip variasi dalam latihan, prinsip individualisasi, penerapan sasaran, dan prinsip perbaikan kesalahan. Prinsip -prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Prinsip Beban Lebih Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit. Atlit harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada yang 4

5 dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang. Kalau beban terlalu ringan walaupun latihan sampai lelah berulang - ulang dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai. Latihan beban lebih ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik, maupun mental. Meskipun beban latihan itu harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas - batas kemampuan atlit untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembanganpun tidak akan mungkin tercapai, karena tubuh tidak akan memberi reaksi terhadap beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal itu juga bisa mengakibatkan cedera. 2) Prinsip Perkembangan Multilateral Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlit - atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar mereka memiliki dasar - dasar yang lebih kokoh untuk menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit pada program latihan yang menjurus pada perkembangan spesialisasi yang terlalu sempit pada masa usia dini. Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada saling ketergantungan antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen - komponen biomotorik, dan antara proses - proses faalih dengan psikologis. 3) Prinsip Intensitas Latihan Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlit dilatih atau berlatih melalui program latihan yang intensif, dimana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas dari repetisi tersebut. Untuk memperoleh kemajuan atau perkembangan yang mernuaskan, frekuensi latihan sebaiknya per - minggu tidak kurang dari 3 kali. Kurang dari itu memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan prestasi yang optimal. Atlit - atlit yang secara alamih kuat sekalipun, dan yang sudah bisa 5

6 menyesuaikan diri dengan beban latihan yang berat, tetap harus berlatih intensif. Terlebih bagi atlit yang jarang berpotensi, mereka harus berlatih lebih intensif. Menurut Katch dan McArdle (1993), "Dalam menentukan kadar intensitas latihan adalah sebagai berikut : a) Mula - mula dihitung dengan denyut nadi maksimal (DNM) dengan rumus Denyut Nadi Maksimal (DNM) = umur b) Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80% - 90% dari DNM (Untuk olahraga kesehatan cukup antara 70% - 35% dari DNM). Jadi seorang atlit berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif kalau nadinya berdenyut antara 80% - 90% x (220-20) = d. n per menit. Ini menandakan bahwa berlatih dalam training zonenya (Ambang rangsang) c) Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif tidaknya latihan. (1) Untuk atlit : menit (2) Untuk olahraga kesehatan : menit. Gambar 1 : Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang Latihan (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syaifuddin, 1996 : 136) 6

7 4) Prinsip Kualitas Latihan Berlatih secara intensif saja belum cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, dan berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis nafasnya dan tenaga, tetapi apabila latihan tidak efektif maka hasil yang diperoleh tidak bisa maksimal. Maksud dari latihan yang berkualitas adalah : a) Apabila latihan dan drill - drill yang diberikan memang benar - benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit. b) Apabila koreksi - koreksi yang tepat dan kontruktif sering diberikan. c) Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan dan setiap kesalahan segera diperbaiki. d) Apabila prinsip - prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental. Kekeliruan banyak pelatih atau atlit biasanya mereka lebih menekankan pada lamanya latihan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya. Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan yang bermanfaat. Jika latihan berlangsung lama dan melelahkan, maka atlit akan memandang setiap latihan sebagai siksaan dan malas berlatih esok harinya. 5) Prinsip Berpikir Positif Banyak atlit yang tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang berat dari pada yang diperkirakan. Pada atlit biasanya terletak pada kata hatinya. Kalau kata hatinya negatif maka hasilnya juga negatif, tetapi kalau kata hatinya positif, maka hasilnya akan positif karena atlit akan merasa mampu untuk mencapai hasil yang maksimal. Kalau mau berprestasi, atlit harus berani berusaha untuk mau merasa sakit dalam latihan. Pelatih harus mengerti kata hati para atlit, dan mempengaruhi kata hati atlit agar selalu berpikir positif dan optimis. 7

8 6) Variasi Dalam Latihan Latihan yang dilakukan biasanya menuntut banyak waktu, pikiran, dan tenaga. Karena itu, bukan tidak mungkin kalau latihan intensif dan terus menerus kadang menimbulkan rasa bosan pada atlit. Kalau rasa bosan sudah ada pada atlit, maka gairah dan motivasinya untuk berlatih juga menurun. Hal ini akan menyebabkan turunnya prestasi. Karena itu perlu direncanakannya suatu usaha untuk mencegah timbulnya kebosanan berlatih dengan variasi - variasi latihan yang menyenangkan tetapi tetap melibatkan unsur fisik yang dibutuhkan atlit. 7) Prinsip Individualisasi Anak adalah suatu pribadi yang unik, artinya mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain. Begitu juga pada atlit, tidak ada dua atlit yang secara fisiologis dan psikologis sama persis. Demikian pula setiap atlit berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik. Oleh karena setiap individu berbeda dari segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda - beda terhadap suatu beban latihannya yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasa terlalu berat bebannya, ada yang merasa terlalu ringan, dan ada Pula yang merasa bebannya sudah cukup. Oleh karena itu, latihan akan selalu menjadi persoalan pribadi bagi atlit dan tidak bisa disamakan porsi latihannya antara atlit satu dengan yang lain agar mendapatkan prestasi yang paling baik bagi setiap individu. 8) Penerapan Sasaran Kadang suatu tim atau atlit tidak berlatih dengan sungguh - sungguh, atau kurang motivasi untuk berlatih. Hal ini disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim itu berlatih. Menurut H. M Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996:139) menyatakan bahwa, "Beberapa alasan penetapan sasaran sangat penting bagi atlit adalah : a) Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber kegiatan untuk turut serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih. 8

9 b) Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih. c) Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha - usaha untuk mencapai sasaran tersebut. d) Atlit secara mental terikat dan merasa wajib untuk mencapai sasaran tersebut. e) Mendidik sifat positif. f) Merupakan umpan balik bagi atlit maupun pelatih. g) Kalau sasaran berhasil dicapai, atlit akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi. 9) Prinsip Perbaikan Kesalahan Kalau atlit sering melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus selalu berusaha untuk selalu cermat mencari dan menemukan sebab - sebab timbulnya kesalahan. Karena prinsip perbaikan kesalahan adalah latihlah sebab - sebab terjadinya kesalahan bukan gejalanya. 2. Lari 100 Meter a. Pengertian Lari adalah gerakan perpindahan tempat dengan maju ke depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Berjalan, salah satu kakinya selalu kontak dengan tanah, sedangkan lari ada saatnya kedua kaki lepas dari tanah, sehingga ada saatnya badan melayang di udara. Lari jarak pendek sering disebut sebagai lari cepat atau sprint. Sprint adalah suatu aktivitas atau gerakan lari yang dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan penuh. Dengan demikian lari 100 meter adalah gerakan lari secepat - cepatnya dalam waktu sesingkat - singkatnya dengan kecepatan penuh. Jossef Nossek (1982:64), mengemukakan bahwa Komponen dasar untuk lari sprint meliputi akselerasi (Acceleration), kecepatan absolute (Absolute Speed), dan daya tahan kecepatan (Speed Endurance). 9

10 Dengan demikian, untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, seorang sprinter harus mempunyai kecepatan dan kecepatan akselerasi yang baik, kemampuan berlari yang baik, dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal. b. Teknik Lari 100 Meter Dalam semua perlombaan lari jarak pendek, masing - masing peserta harus lari pada lintasan terpisah. Lintasan ini lebarnya minimal 1,22 meter, yang dibatasi dengan garis putih selebar 5 cm, peserta yang mendorong, mendesak, menubruk, dan memotong atau menghalangi pelari lain, sehingga mengganggu lajunya lari, dapat dinyatakan diskualifikasi. Untuk mencapai prestasi maksimal pada lari 100 meter perlu diperhatikan teknik - teknik khusus lari cepat yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu 1) Start Start adalah awalan atau permulaan seorang pelari akan melakukan lari. Kemampuan start yang baik sangat diperlukan karena start merupakan kecepatan awal yang mempengerahui kecepatan selanjutnya. Keterlambatan melakukan start sangat merugikan pelari, hal ini disebabkan pelari tersebut akan tertinggal dengan pelari lainnya. Start dalam lari jarak pendek harus menggunakan start jongkok, yaitu start yang dilakukan dengan permulaan sikap jongkok di belakang garis start. Aba - aba untuk start ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, "Bersedia", "Siap", dan "Ya" atau menggunakan pistol. Bila atlit mendengar aba - aba "Bersedia", harus mempersiapkan diri menuju start blok yang berada di belakang garis start. Mulai membungkukkan badannya dengan kedua kaki bertumpu pada balok start dan lutut kaki diletakan di tanah. Pada saat yang sama, tangan diletakan segera di belakang garis start, kira - kira selebar bahu, dengan ujung jari menyentuh tanah, badan dibuat seimbang, dan kepala relaks. Pada aba - aba "Siap", lutut diangkat dari tanah sedemikian rupa sehingga kedua kaki sama - sama sedikit bengkok (Kaki depan 90 0 dan kaki belakang 10

11 membentuk ) dan kedua kaki tersebut menekan pada balok start. Pinggul menjadi naik sedemikian rupa, sehingga lebih tinggi dari bahu yang letaknya berada diatas tangan. Lengan dipertahankan lurus dengan berat badan dibebankan merata pada semua titik tumpu dan pandangan mata tetap rendah. Pada aba - aba "Ya" atau pada saat pistol berbunyi, si atlit dengan gerak reflek bertolak dari balok start, pada saat yang sama mengangkat kedua tangannya dari tanah, yang mengakibatkan ketidak seimbangan badan sebagai tahap awal dari gerakan start. Kaki belakang dalam keadaan bengkok bergerak maju, kaki yang lain diluruskan dengan kuat untuk memberi daya dorong ke depan, kedua lengan memberi imbangan gerak terhadap kedua kaki dan membantu menimbulkan daya selama gerakan lari. Selama langkah pertama, tubuh bergerak ke depan dengan langkah pendek, cepat dan rendah, dengan gerak kaki yang lincah di tanah, tetapi tidak dengan sengaja dipendekan. Sedikit demi sedikit tubuh akan tegak, sedang langkah kaki menjadi lebih panjang sampai posisi yang wajar tercapai. Posisi balok start, berbeda - beda sesuai dan tergantung pada anatomi atlit. Sudut kemiringan balok sebaiknya sesuai dengan arah dorongan langkah yang pertama, permukaannya tidak terlalu curam seperti pada balok yang di belakang. Gambar 2 : Teknik Start Untuk Sprint (Hamid, SN, 2000 : 51) 11

12 2) Teknik Lari Setelah melakukan start dengan langkah - langkah peralihan yang meningkat semakin panjang dan condong badan yang berangsur berkurang, maka selanjutnya dilakukan lari secepat mungkin sampai garis finish. Lari adalah lompatan yang berturut - turut, di dalamnya terdapat fase dimana ke dua kaki tidak menginjak atau menumpu pada tanah. Jadi lari ini berbeda dengan berjalan. Gerak lari secara keseluruhan dimulai dari kaki mulai menyentuh tanah lagi. Teknik lari terdiri atas tiga tahap, yaitu : a) Tahap melangkah Mata kaki dan lutut yang melangkah diluruskan pada saat titik berat badan bergerak di depan kaki yang menumpu dan mendorong pinggul ke depan. Pada saat bersamaan kaki yang lain, yang disebut sebagai kaki bebas, ditekuk, dan bergerak kearah depan dan ke atas memberikan kekuatan ganda. Perpanjangan melangkah bersamaan dengan mengangkat paha kaki bebas. Kaki langkah meninggalkan tanah dengan mengangkat tumit dan menekan tanah dengan ujung jari. Kedua tangan mengayun mengimbangi gerak kedua kaki. Kekuatan terbesar dari langkah ini, bersamaan dengan dorongan akhir ketika siku berada jauh di belakang dan lutut kaki yang berlawanan mencapai ketinggian tertinggi di depan. Lengan berayun sedikit menyilang dada dan membentuk sudut Kekuatan gerakan tangan dan kaki langsung mengimbangi kecepatan lari dan gerak posisi tubuh hampir tegak, tanpa membungkuk ke depan atau ke belakang. b) Tahap pemulihan kembali Sesaat setelah melangkah, hubungan dengan tanah putus dan titik berat badan mengikuti arah parabola. Pada tahap ini kecepatan menghilang. Kaki yang melangkah bergerak ke belakang dan kaki yang lain ke depan membuat tarikan aktif ketika menyentuh tanah. Selama kaki belakang melakukan gerakan ke atas berulang - ulang, lengan berayun dengan langkah berlawanan. Keseluruhan gerakan ini, dapat disebut gerak relaks pada saat melayang atau tahap pemulihan. 12

13 c) Tahap sprint Setelah melakukan gerakan start dengan langkah - langkah peralihan yang meningkat makin lebar dan condong badan berangsur - angsur berkurang, maka kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan sprint. Pada tahap ini, kaki bertolak kuat - kuat sampai terkadang lurus, lutut diangkat tinggi - tinggi setinggi panggul, tungkai bawah mengayun ke depan untuk mencapai langkah lebar. Usahakan agar badan tetap relaks, badan condong ke depan dengan sudut 25 0 sampai Lengan bergantung di camping tubuh secara wajar, siku ditekuk kira - kira 90 0, tangan menggenggam kendor, ayunan lengan ke muka dan ke belakang harus secara wajar. Punggung lurus dan segaris dengan kepala, pandangan lurus ke depan. Pelari harus menggerakan kaki dengan frekuensi yang setinggi - tingginya dan langkah selebar mungkin. Gerakan sprint itu walaupun dilakukan dengan seluruh tenaga, tetapi gerakan harus tetap relaks. Lari cepat menggunakan ujung - ujung kaki untuk menapak. Tumit hanya sedikit saja menyentuh tanah pada pemulaan tolakan kaki, dan berat badan harus selalu berada sedikit di depan kaki pads waktu menapak. Gambar 3 : Teknik Lari Sprint Tahap Melangkah (Hamid, A S, 2000 : 53) 13

14 Gambar 4 : Teknik Lari Sprint Tahap Pemulihan Kembali (Hamid, A S, 2000 : 53) Gambar 5 : Teknik Lari Sprint Tahap Sprint (Hamid, A S, 2000 : 53) 3) Teknik Melewati Garis Finish Seorang pelari dianggap sudah finish ditentukan dengan bagian - bagian tubuhnya dalam mencapai bidang vertikal dari sisi terdekat garis finish sesuai yang telah ditentukan dalam peraturan. Yang dimaksud dengan bagian tubuh adalah kepala, leher, lengan, dan kaki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pelari pada waktu melewati garis finish, yaitu : a) Lari terus tanpa mengubah sikap lari. b) Dada dicondongkan ke depan, tangan kedua - duanya diayunkan ke bawah belakang. c) Dada diputar dengan diayunkan tangan ke depan - atas sehingga bahu 14

15 sebelah maju ke depan. Menurut A. Hamid S N (2000:59), Menjelang garis finish perlu diperhatikan percepatan dan lebar langkah tetapi harus tetap rileks, pusatkan pikiran untuk mencapai finish, jangan melakukan gerakan secara bernafsu sehingga menimbulkan ketegangan, jangan menengok lawan, jangan melompat, dan jangan memperlambat langkah (Lari) sebelum nencapai garis finish. Gambar 6 : Teknik Teknik Memasuki Garis Finish (Hamid, A S, 2000 : 60) 3. Kecepatan Lari Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam lari jarak pendek. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan lari jarak pendek idealnya pelari akan berlari dengan kecepatan maksimal dari start sampai finish. Menurut Harsono (1988:26), "Kecepatan adalah kemampuan melakukan gerakan - gerakan yang sejenis secara berturut - turut dalam waktu sesingkat - singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat - singkatnya". Menurut Bompa (1982:249), "Kecepatan dibagi menjadi tiga, yaitu kecepatan reaksi, kecepatan gerakan siklis (Berulang - ulang), dan kecepatan gerakan asiklis (Kecepatan aksi). 15

16 Harsono (1988:27), menyatakan bahwa, "Terdapat empat macam kecepatan, yaitu : a. Kecepatan sprint, kemampuan organisme untuk bergerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal. Kekuatan sprint ditentukan oleh otot dan persendian kaki. b. Kecepatan reaksi, kemampuan organisme untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin. Kecepatan reaksi ditentukan oleh iritabilitas susunan syaraf, daya orientasi situasi, dan ketajaman panca indera. c. Kecepatan gerak, kemampuan organisme untuk bergerak secepat mungkin dalam gerak yang utuh. Kecepatan gerakan ditentukan oleh kecepatan otot, daya ledak, daya koordinasi gerakan, kelincahan, dan keseimbangan. 4. Sistem Energi Untuk Lari 100 Meter Suatu program latihan harus disusun untuk mengkembangkan kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk penampilan ketrampilan olahraga. Tujuan latihan harus didasarkan pada suatu pemahaman sistem energi manusia dan kebutuhan energi tertentu dalam aktivitas olahraga. Pemahaman sistem energi sangat penting karena digunakan untuk pedoman dalam memberikan program latihan kepada atlit. Kesalahan pemberian program latihan dapat menyebabkan prestasi yang dicapai kurang optimal. Menurut Fox (1984), "Sumber energi yang diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan olahraga yang dilakukan, yaitu : a. Waktu pelaksanaan olahraga, kurang dari 30 detik, sistem energi yang digunakan adalah ATP - PC. b. Waktu pelaksanaan olahraga 30 detik - 1, 5 menit, sistem energi yang digunakan adalah ATP - PC dan asam laktat. c. Waktu pelaksanaan olahraga 1, 5 menit - 3 menit, sistem energi yang digunakan adalah asam laktat dan oksigen. d. Waktu pelaksanaan olahraga lebih dari 3 menit, sistem energi yang digunakan adalah oksigen". Sehingga, dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan dalam lari 100 meter adalah sistem ATP - PC, karena dalam melakukan lari tanpa menggunakan oksigen, dan tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. 16

17 5. Latihan Hollow Sprint Menurut Fox (1984), bahwa Hollow adalah lari secepatnya berkali - kali dengan setiap kali diselingi dengan berlari pelan atau jalan". Untuk mencapai finish dengan waktu sesingkat - singkatnya, seorang pelari harus mampu mempertahankan kecepatan lari pada jarak 20 meter sampai 40 meter sebelum finish. Pelari berkualitas akan mempertahankan kecepatan maksimurn pada jarak yang lebih panjang. Fox (1984) mengemukakan kembali bahwa, Hollow sprint dilakukan dengan jarak tempuh lari 60 meter dan jarak jogging atau jalan adalah 60 meter". Latihan hollow sprint sangat berguna untuk pengembangan sistem energi pada atlit tipe sprinter, yaitu untuk ATP - PC dan asam laktat 85%, asam laktat dan oksigen 10%, dan oksigen 5%. Namun mempertahankan kecepatan maksimum untuk setiap atlit berbeda - beda, sehingga diperlukan variasi - variasi latihan untuk pencapaian tujuan latihan yang maksimal. Menurut A. Hamid S N (2000:46), Hollow sprint dapat divariasikan pads jarak tempuh, yaitu 20 meter, 30 meter, dan 50 meter. Sehingga dari keterangan di atas, latihan hollow sprint berguna untuk meningkatkan kualitas pelari, dan tentunya latihan hollow sprint dapat diaplikasikan sesuai tingkat kemampuan atlit. 6. Kekuatan Otot Tungkai a. Kekuatan Dalam olahraga kekuatan sangat terkait dengan otot karena otot adalah komponen sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan Suharno HP (1985:21) mengemukakan bahwa, "Kekuatan ialah kemampuan dari otot untuk mengatasi tahanan atau beban dalam menjalankan aktivitas". 17

18 Pada olahraga kompetisi, kekuatan merupakan salah satu unsur fundamen penting untuk mencapai prestasi maksimal, dan untuk mempermudah mempelajari teknik serta mencegah terjadinya cedera. Kekuatan terdiri dari beberapa macam, yaitu 1) Kekuatan maksimal (Maximum Power) adalah kemampuan otot dalam kontraksi maksimal, serta dapat melawan atau menahan beban yang maksimal pula. 2) Kekuatan daya ledak (Muscular Power) adalah kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. 3) Kekuatan daya tahan (Power Endurance) adalah kemampuan tahan lama kekuatan otot untuk tahanan beban yang tinggi intensitasnya. Kekuatan masing - masing orang berbeda - beda, hal ini disebabkan besar kecilnya kemampuan otot dalam menahan beban. Selain itu, faktor latihan juga turut mempengaruhi kekuatan seseorang. Faktor - faktor penentu baik tidaknya kekuatan adalah : 1) Besar kecilnya kekuatan melintang otot. 2) Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam menahan beban. 3) Besar kecilnya rangka tubuh. 4) Innervasi otot baik pusat maupun perifeer. 5) Keadaan zat kimia dalam otot. 6) Keadaan tonus otot saat beristirahat. 7) Umur dan jenis kelamin seseorang. b. Kekuatan Otot Tungkai Seperti yang telah dijelaskan di atas, otot adalah merupakan komponen penting dari kondisi fisik dan sangat terkait dengan kekuatan. Dalam lari jarak pendek kekuatan otot sangat berperan penting dibanding faktor - faktor lainnya. 18

19 Dalam bidang olahraga, kerja otot selama aktivitas terjadi dengan dua cara sistem kedua yaitu : 1) Kerja otot dinamis (Aktif), dalam hal ini terjadi beberapa kontraksi, yaitu : a) Kontraksi isotonik adalah kekuatan otot yang dinamis yang bersifat aktif dan dilakukan dengan memanjangkan atau memendekan otot. b) Kontraksi konsentris adalah tindakan yang berganti - ganti, dimana otot - otot tersebut memendek dengan cara positif. c) Kontraksi eksentrik adalah suatu tindakan melepas, dicirikan dengan jenis kekuatan negatif dimana otot - otot mengembang. 2) Kerja otot statis (Tetap), dalam hal ini tejadi kontraksi isometrik, yaitu gerakan memegang dengan meniadakan perubahan panjang otot. Menurut Jossef Nossek (1982:43), Dalam lari jarak pendek cara kerja otot konsentris dan eksentrik biasanya bekerja dalam pengubahan yang cepat dari gerakan start ke gerakan lari, dengan karakteristik yang sangat eksplosif, otot - otot tersebut pertama - tama meregang selama jenis gerakan eksentrik, sebelum otot - otot itu secara intensif berkontraksi konsentris. Menurut A. Hamid S N (2000:55) bahwa, "Gerakan lari adalah gerakan yang dimana otot - otot harus melakukan kontraksi secara mendadak dan menahan dalam intensitas tinggi dengan kekuatan penuh". dua, yaitu : Kemudian kekuatan berdasarkan tujuan - tujuan latihan, dibedakan menjadi 1) Kekuatan umum adalah kekuatan sistem otot secara keseluruhan. Kekuatan ini mendasari bagi latihan kekuatan atlit secara menyeluruh. 2) Kekuatan khusus adalah merupakan kekuatan otot tertentu yang berkaitan dengan gerakan tertentu pada cabang olahraga. Dari uraian tersebut, kekuatan otot tungkai merupakan kekuatan khusus dalam lari, dan dapat dirumuskan bahwa kekuatan otot tungkai dalam lari adalah kemampuan otot - otot tungkai untuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi maupun yang tinggi intensitasnya dalam sistem kerja otot yang dinamis. 19

20 B. Kerangka Berpikir Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat diajukan kerangka pemikiran sebagai berikut : 1. Perbedaan Pengaruh Latihan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Berubah dan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Tetap Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Hollow sprint dengan pola jarak berubah dan hollow sprint dengan pola jarak tetap merupakan suatu latihan yang dikembangkan dari definisi dasar latihan hollow sprint. Latihan ini diberikan kepada pelajar SMP didasarkan karena belum adanya pola latihan yang tepat untuk diberikan pada anak usia dini di Indonesia. Hollow sprint dengan pola jarak berubah adalah latihan hollow sprint dengan jarak bertahap dengan awal jarak 30 meter, 40 meter, dan 60 meter dengan pengurangan waktu tempuh 1 kali dalam 1 minggu dan penambahan jarak 2 minggu sekali. Dalam latihan ini kemampuan siswa dilatih secara bertahap sehingga tidak terlalu mengalami kelelahan dan kebosanan dalam pelaksanaan latihan, namun dalam peningkatan kemampuan kurang cepat. Dengan demikian diharapkan siswa dapat memberikan kecepatan lari yang lebih baik pada tes lari 100 meter setelah mendapatkan latihan. Sedangkan hollow sprint dengan pola jarak tetap adalah latihan hollow sprint dengan menggunakan jarak 60 meter dan pengurangan waktu tempuh 1 sampai 2 kali dalam 1 minggu. Dalam latihan ini kemampuan siswa sangat dipacu agar tujuan latihan cepat tercapai, namun tingkat kelelahan dan kebosanan sangat tinggi, karena kemampuan siswa pada tahap awal latihan dan selanjutnya dituntut bekerja keras. Sehingga kemampuan kecepatan lari siswa terhadap tes lari 100 meter dapat memberikan hasil yang lebih baik setelah mendapatkan latihan. Berdasarkan perbedaan tersebut tentunya akan menimbulkan pengaruh yang berbeda pada kecepatan lari 100 meter setelah mendapat perlakuan dari masing - 20

21 masing latihan dan akan diketahui pola latihan yang tepat untuk diberikan anak usia SMP. 2. Perbedaan Pengaruh Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Tinggi dan Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Rendah Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Kekuatan otot tungkai merupakan salah satu komponen penting dalam lari 100 meter, dan kekuatan otot tungkai merupakan kekuatan khusus dari lari 100 meter. Maksud dari kekuatan khusus adalah kekuatan otot tertentu dalam mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi maupun yang tinggi intensitasnya dalam sistem kerja otot yang dinamis, dan dalam hal ini adalah otot tungkai. Kemudian mengenai kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi, adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai untuk mengatasi suatu beban dengan kemampuan melebihi dari rata - rata hasil angkatan beban seluruh atlit. Demikian halnya dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah adalah tenaga kontraksi otot yang dicapai untuk mengatasi suatu beban dengan kemampuan kurang dari rata - rata hasil angkatan beban seluruh atlit. Atlit yang mempunyai kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi tentunya akan dapat melakukan latihan yang lama dan dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan beban latihan yang diberikan, sehingga dapat memberikan kinerja otot tungkai yang maksimal pada tes lari 100 meter. Sedangkan atlit yang mempunyai kekuatan otot tungkai kapasitas rendah tentunya akan lebih cepat merasa lelah dalam latihan, sehingga kurang memberikan kinerja otot tungkai yang maksimal pada tes lari 100 meter. 3. Interaksi Latihan Hollow Sprint dan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Latihan hollow sprint merupakan latihan lari 100 meter yang baik, karena latihan hollow sprint dilakukan secara berulang - ulang dan berkelanjutan yang dapat 21

22 meningkatkan kemampuan fisik, teknik, dan kecepatan terutama pada kecepatan maksimal yang terjadi pada jarak 40 meter sampai 60 meter sebelum finish. Kekuatan otot tungkai merupakan faktor penting dalam lari 100 meter, karena hampir pada semua gerakan lari kekuatan otot tungkai sangat banyak berperan. Jadi hubungan antara latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai sangat saling mempengaruhi dalam hasil lari 100 meter. Dapat dilihat pada saat melakukan start latihan hollow sprint, kecepatan reaksi sangat menentukan dalam meminimalisir waktu tempuh dalam lari 100 meter, dan dalam kecepatan reaksi ini kekuatan otot tungkai yang berperan baik tidaknya kecepatan reaksi. Kemudian dalam hal terpenting dalam lari yaitu kecepatan, latihan hollow sprint sangat menekankan pada kecepatan maksimal, yaitu terjadi pada jarak 40 meter sampai 60 meter sebelum finish, seperti halnya dalam lari jarak latihan hollow sprint, dan kecepatan maksimal ini juga dipengaruhi oleh kekuatan otot tungkai dimana dalam mengatasi tahanan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian, antara latihan hollow sprint dengan kekuatan otot tungkai saling mempengaruhi dalam meningkatkan kecepatan maksimal untuk memberikan hasil lari 100 meter yang maksimal. C. Perumusan Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Ada perbedaan pengaruh antara kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah terhadap kecepatan lari 100 meter siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 /

23 3. Ada interaksi latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapangan olahraga SMP Islam Al - Hadi Mojolaban, Jl. Raya Solo - Tawangmangu km 9,5 Sapen, Mojolaban Sukoharjo, Telepon. (0271) Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan November sampai awal bulan Januari 2008, yaitu mulai tanggal 22 November Januari 2009, dengan frekuensi latihan tiga kali dalam satu minggu. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sumadi Suryabrata (1997:29) menerangkan bahwa, Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang menyelidiki kemungkinan hubungan sebab - akibat dengan cara memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasil dari perlakuan. 23

24 Dengan demikian metode penelitian eksperimen adalah metode yang memberikan suatu gejala yaitu berupa latihan atau percobaan maka akan terlihat hubungan sebab akibat sebagai pengaruh dari latihan. maka dapat diketahui bahwa kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah lebih besar 0,72 daripada kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap. 2) Jika antara kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dan yang memiliki kekuatan otot tungkai kapasitas rendah dibandingkan, dapat diketahui bahwa kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi lebih besar 3,14 peningkatannya dari kelompok siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai kapsitas rendah. 3) Untuk mengetahui gambaran menyeluruh dari nilai rata - rata kecepatan lari 100 meter sebelum dan sesudah diberi perlakuan, maka dapat dibuat grafik perbandingan nilai - nilai sebagai berikut : Tes Awal Tes Akhir 5 0 HSJT HSJB KOT KT KOT KR Gambar 7. Grafik Nilai Rata - Rata Kecepatan Lari 100 Meter Berdasarkan Tiap Kelompok Latihan dan Tingkat Kapasitas Kekuatan Otot Tungkai. Keterangan : HSJT : Latihan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Tetap. 24

25 HSJB KOT KT KOT KR : Latihan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Berubah. : Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Tinggi. : Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Rendah. 4) Agar nilai rata - rata peningkatan kecepatan lari 100 meter yang dicapai tiap kelompok perlakuan dapat dipahami, maka nilai peningkatan kecepatan lari 100 meter pada tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut : 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 Gambar 8. Grafik Nilai Rata - Rata Peningkatan Kecapatan Lari 100 Meter Antara Kelompok Latihan. Keterangan : A 1 B 1 A 1 B 2 A 2 B 1 A 2 B 2 : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap dengan kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi. : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah. : Kelompok latihan hollow spint dengan pola jarak berubah dengan kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi. : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah. 25

26 B. Uji Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode Lilliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dengan Lilliefors Kelompok N M SD L hitung L tabel 5 % Kesimpulan A 1 B ,235 1,057 0,1331 0,258 Berdistribusi Normal A 1 B ,816 0,547 0,1974 0,258 Berdistribusi Normal A 2 B ,100 0,985 0,1664 0,258 Berdistribusi Normal A 2 B ,397 0,583 0,1325 0,258 Berdistribusi Normal Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa L hitung < L tabel 5 %. Hal ini menunjukan bahwa sampel yang terambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dengan demikian persyaratan normalitas data telah terpenuhi. Rincian dan prosedur uji normalitas dapat dilihat pada lampiran. 2. Uji Homogenitas 26

27 Dengan data yang sama, setelah dianalisis menggunakan uji bartlet, maka diperoleh hasil pengujian yang tercantum dalam table berikut : Tabel 3. Hasil Uji Bartlet. kelompok N 1 S 2 X 2 hit X 2 tabel Kesimpulan , , ,81 Homogen Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui X 2 hit lebih < dari pada X 2 tabel. Hal ini menunjukan bahwa sampel penelitian bersifat homogen. Dengan demikian persyaratan homogenitas juga dipenuhi. Mengenai rincian dan prosedur analisis uji homogenitas varians dapat diperiksa pada lampiran. C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis berdasarkan pada hasil analisis data dan interprestasi analisis varians. Uji rentang Newman Keuls ditempuh sebagai langkah uji rerata setelah anava. Bila anava mengahsilkan kesimpulan tentang perbedaan pengaruh kelompok yang dibandingkan, maka uji rentang Newman Keuls dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kelompok mana yang lebih baik. Berkenaan dengan hasil analisis dan uji rentang Newman Keuls, ada beberapa hipotesis yang harus diuji. Hasil analisis data dapat dilihat seperti yang tercantum dalam tebel berikut ini. Tabel 4. Ringkasan Nilai Rerata Kecepatan Lari 100 Meter Berdasarkan Bentuk Latihan dan Kapasitas Kekuatan Otot Tungkai Sebelum dan Sesudah Latihan. Variabel penelitian A 1 A 2 27

28 Rerata B 1 B 2 B 1 B 2 Sebelum 17,550 17,231 17,709 17,517 Sesudah 14,315 15,415 14,610 14,120 Peningkatan 3,235 1,816 3,099 3,397 Tabel 5. Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor. Sumber Varians Dk Jk RJk Fo Ft Rata rata perlakuan 1 333, , A 1 5,2201 5,220 6,8890 * 4,11 B 1 3,1416 3,142 4,1460 * - Sumber Varians Dk Jk RJk Fo Ft AB 1 7,3702 7,370 9,7266 * - Sumber Varians Dk Jk RJk Fo Ft Kekeliruan 36 27,2786 0, Total , Keterangan : A : Kelompok latihan hollow sprint. B : Kelompok siswa berdasarkan tinggi - rendahnya kapasitas kekuatan otot tungkai. AB : Interaksi antara kelompok latihan hollow sprint dengan tinggi - rendahnya kapasitas kekuatan otot tungkai. * : Tanda signifikan pada α = 0,05 28

29 Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman Keuls KP Rerata A1B1 A2B2 A1B2 A2B1 1,816 3,099 3,235 3,397 RST A1B1 1,816-1,283 * 1,419 * 1,581 * 0,7955 A2B2 3,099-0,136 0,298 0,9579 A1B2 3,235-0,162 1,0570 A2B1 3,397 - Keterangan : * signifikan pada P 0,05 Keterangan : A 1 B 1 A 1 B 2 A 2 B 1 A 2 B 2 : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap dengan kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi. : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah. : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi. : Kelompok latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah. 1. Pengujian Hipotesis Pertama Latihan kecepatan lari 100 meter antara hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan hollow sprint dengan pola jarak tetap dari hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan kecepatan dalam olahraga atletik pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Dari perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai F o = 6,8890 lebih besar dari F 1 = 4,11 (F o > F 1 ) pada signifikan 5 %. Ini berarti 29

30 hipotesis nol (H o ) ditolak. Yang artinya, antara latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. 2. Pengujian Hipotesis Kedua Berdasarkan tingkat kapasitas kekuatan otot tungkai yang dimiliki siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai F 0 = 4,1460 lebih besar dari F 1 = 4,11 (F o > F 1 ) pada taraf signifikan 5%. Ini berarti hipotesis nol (H o ) ditolak. Yang berarti antara kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dengan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah, terdapat perbedaan terhadap kecepatan lari 100 meter. 3. Pengujian Hipotesis Ketiga Interaksi faktor utama penelitian dalam bentuk interaksi dua faktor menunjukan ada interaksi antara latihan hollow sprint dengan kekuatan otot tungkai. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F o = 9,7266 ternyata lebih besar dari F 1 = 4,11 (F o > F 1 ) pada taraf signifikan 5%, sehinggan H o ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, antara latihan hollow sprint dengan kekuatan otot tungkai terdapat interaksi terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter. D. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian ini memberikan penafsiran lebih lanjut mengenai hasil - hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan pengujian hipotesis telah memberikan tiga kesimpulan yaitu (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dan 30

31 latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / (2) Ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / (3) Ada interaksi antara latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Isalam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Simpulan analisis tersebut dapat dipaparkan secara rinci sebgai berikut : 1. Perbedaan Pengaruh Antara Latihan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Berubah dan Latihan Hollow Sprint dengan Pola Jarak Tetap Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter. Berdasarkan pengujian hipotesis pertama menunjukan pengaruh yang signifikan antara latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dengan latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Pada kelompok siswa yang diberi perlakuan latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah mempunyai peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok siswa yang diberi perlakuan latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap. Hal ini dikarenakan dalam latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah bentuk latihannya sistem jarak bertahap sehingga tidak terlalu mengalami kelelahan dan kebosanan dalam pelaksanaan latihan, sehingga siswa atau atlit dapat berlatih dengan lebih serius karena tidak mengalami kebosanan. Sedangkan dalam latihan hollow sprint dengan pola jarak tetap bentuk latihannya monoton, sehingga tingkat kelelahan dan kebosanan sangat tinggi, karena kemampuan atlit pada tahap awal latihan dan selanjutnya dituntut bekerja keras. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F o sebesar 6,8890 > F t 4,11. Dengan demikian hipotesis menyatakan, ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dan latihan 31

32 hollow sprint dengan pola jarak tetap terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / 2009, dapat diterima. 2. Perbedaan Pengaruh Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Tinggi dan Kekuatan Otot Tungkai Kapasitas Rendah Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter. Berdasarkan pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa, ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / Hal ini karena, kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi memiliki kemampuan lebih besar dibandingkan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F o 4,1460 > F t 4,11. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan, ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan otot tungkai kapasitas tinggi dan kekuatan otot tungkai kapasitas rendah terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra SMP Islam Al - Hadi Mojolaban tahunpelajaran 2008 / 2009, dapat diterima kebenarannya. 3. Interaksi Antara latihan Hollow Sprint dan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter. Dari tabel 6 tampak ada interaksi secara nyata antara kedua faktor utama penelitian. Untuk kepentingan pengujian interaksi faktor utama terbentuklah tabel sebagai berikut : Tabel 7. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor Utama Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter. 32

33 A1 A2 Rerata A2 A1 B1 3,235 3,099 3,167-0,136 B2 1,816 3,397 2,607 1,581 Rerata 2,526 3,248 2,887 0,723 B2 B1-1,419 0,298 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 A1 A2 B1 B2 Gambar 9. Bentuk Interaksi Kecepatan Lari 100 Meter. Berdasarkan gambar 9 menunjukan bahawa, bentuk garis perubahan besarnya nilai peningkatan kecepatan lari 100 meter adalah bertemu dalam satu titik. Ini artinya antara latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai terdapat interaksi diantara keduanya. Dengan demikian dalam menerapkan latihan hollow sprint perlu pertimbangan kapasitas kekuatan otot tungkai. Hal ini dikarenakan interaksi antara latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai termasuk jenis interaksi independen. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh nilai F o = 9,7266 > F t = 4,11. Dengan demikian hipotesis menyatakan ada interaksi antara latihan hollow sprint dan kekuatan otot tungkai terhadap kecepatan lari 100 meter 33

34 pada siswa putra SMP Islam Al Hadi Mojolaban tahun pelajaran 2008 / 2009, dapat diterima kebenarannya. 1. Untuk meningkatan kecepatan lari 100 meter dapat diterapkan latihan hollow sprint baik dengan jarak tetap maupun jarak berubah. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa, latihan hollow sprint dengan pola jarak beubah lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kecepatan lari 100 meter, sehingga sehingga latihan hollow sprint dengan pola jarak berubah dapat diterapkan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. 2. Tinggi - rendahnya kapasitas kekuatan otot tungkai yang dimiliki siswa sangat berpengaruh terhadap kecepatan lari 100 meter. Oleh karena itu, kekuatan otot tungkai perlu dilatih dan ditingkatkan dengan latihan yang tepat. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, saran - saran yang dapat diberikan kepada pengajar olahraga dan pelatih olahraga pada siswa atau atlit usia dini adalah sebagai berikut : 1. Dalam usaha meningkatan kecepatan lari 100 meter, disamping menerapkan latihan yang tepat, tingkat kapasitas kekuatan otot tungkai yang dimiliki siswa atau atlit juga dapat mempengaruhi kecepatan lari 100 meter. Untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter, maka perlu mempertimbangkan tingkat kapasitas kekuatan otot tungkai yang dimilki siswa atau atlet. 2. Disamping penerapan pendekatan latihan yang tepat, penguasaan teknik lari juga perlu diperhatikan dan ditingkatkan untuk mendukung kecepatan lari 100 meter. 34

SKRIPSI. Oleh : PEDUT HANANTA PUTRA NIM. K

SKRIPSI. Oleh : PEDUT HANANTA PUTRA NIM. K PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITION SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Oleh : PEDUT HANANTA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian berdasarkan analisis statistika yang dilakukan pada tes

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Power Otot Tungkai a. Pengertian Power otot tungkai Power otot tungkai adalah sekelompok otot tungkai dalam berkontraksi dengan beban tertentu. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada faktor, kondisi,dan pengaruh-pengaruh dalam menuju sebuah

BAB I PENDAHULUAN. bergantung kepada faktor, kondisi,dan pengaruh-pengaruh dalam menuju sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi olahraga merupakan tindakan dilakukan secara menyeluruh yang bergantung kepada faktor, kondisi,dan pengaruh-pengaruh dalam menuju sebuah keberhasilan.

Lebih terperinci

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas Kekuatan otot adalah tenaga, gaya, atau tegangan yang dapat dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi dengan beban maksimal. Otot-otot tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktivitas fisik yang besar manfaatnya bagi manusia. Olahraga dapat berfungsi sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan, untuk prestasi dan

Lebih terperinci

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh Lompat Jauh A. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik yang paling populer dan paling sering dilombakan dalam kompetisi kelas dunia, termasuk Olimpiade.

Lebih terperinci

H. Kajian Pustaka 1. Hakekat Belajar Mengajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

H. Kajian Pustaka 1. Hakekat Belajar Mengajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. H. Kajian Pustaka 1. Hakekat Belajar Mengajar Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Belajar adalah merupakan suatu usaha untuk menambah atau mengumpulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Gaya Jongkok a. Pengertian Lompat Jauh Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS LATIHAN SPEED PLAY DAN INTERNAL TRAINING TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 1500 METER PADA KLUB INDONESIA MUDA ATLETIK JAKARTA

EFEKTIFITAS LATIHAN SPEED PLAY DAN INTERNAL TRAINING TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 1500 METER PADA KLUB INDONESIA MUDA ATLETIK JAKARTA 73 EFEKTIFITAS LATIHAN SPEED PLAY DAN INTERNAL TRAINING TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 1500 METER PADA KLUB INDONESIA MUDA ATLETIK JAKARTA Deni Afrizal 1, Bambang Kridasuwarso 2, Ika Novitaria Marani

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEKUATAN MAKSIMAL OTOT TUNGKAI DAN FREKUENSI LANGKAH (CADENCE) TERHADAP KECEPATAN SPRINT

HUBUNGAN KEKUATAN MAKSIMAL OTOT TUNGKAI DAN FREKUENSI LANGKAH (CADENCE) TERHADAP KECEPATAN SPRINT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini pendekatan ilmiah sangat diperlukan untuk memecahkan berbagai masalah di berbagai bidang, termasuk bidang olahraga. Untuk meningkatkan olahraga diperlukan

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA TEORI DAN METODOLOGI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA Konsep Dasar Latihan Suatu proses yang sistematis dari program aktivitas gerak jasmani yang dilakukan dalam waktu relatif lama dan berulang-ulang, ditingkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan jasmani Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cabang olahraga atletik adalah salah satu nomor cabang yang tumbuh dan berkembang seiring dengan kegiatan alami manusia. Berlari adalah bagian yang tak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Heri Muhammad Saefullah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Heri Muhammad Saefullah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua didunia, karena gerak dasar yang terdapat didalamnya sudah dilakukan sejak jaman peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Dalam pelaksanaannya,lompat jauh

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Dalam pelaksanaannya,lompat jauh 1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor bergengsi dalam cabang olahraga atletik khususnya dalam nomor lompat. Lompat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

LARI JARAK PENDEK (SPRINT)

LARI JARAK PENDEK (SPRINT) LARI JARAK PENDEK (SPRINT) Lari jarak pendek (sprint) adalah semua perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan penuh/maksimal sepanjang jarak yang harus ditempuh. Kelangsungan gerak pada sprint

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahraga tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan prestasi tertinggi hanya

BAB I PENDAHULUAN. olahraga tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan prestasi tertinggi hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi olahraga merupakan tindakan dilakukan secara menyeluruh yang bergantung kepada faktor, kondisi,dan pengaruh-pengaruh dalam menuju sebuah keberhasilan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN Asep Dedi Paturohman NPM: GIC.14.0703 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di SMA Veteran 1 Sukoharjo, yang beralamat di Jl.Dr. Muwardi No. 84 Gayam Sukoharjo dan Stadion

Lebih terperinci

Skripsi Oleh: Hendrik Wibowo NIM. K

Skripsi Oleh: Hendrik Wibowo NIM. K PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LARI CEPAT 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Skripsi Oleh: Hendrik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada tes

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2)

KAJIAN PUSTAKA. pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) 6 II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Jasmani Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) mengatakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN Asep Dedi Paturohman 1) Deni Mudian 2) Iyan Nurdiyan Haris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola

BAB II KAJIAN PUSTAKA Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola 2.1.1. Pengertian Passing Yang dimaksud dengan passing adalah mengoper bola dengan menggunakan kaki yang sebenarnya.pada permainan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pandega wreksa 10 Jalan Kaliurang 5,6 Yogyakarta, latihan bertempat di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pandega wreksa 10 Jalan Kaliurang 5,6 Yogyakarta, latihan bertempat di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian PS PADMA berdiri pada tanggal 20 Juni 1982 yang beralamat di Jl. Pandega wreksa 10 Jalan Kaliurang 5,6 Yogyakarta, latihan bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola

BAB I PENDAHULUAN. satu karakteristik permainan sepak bola yaitu menendang dan mengoper bola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permainan sepak bola adalah permainan bola besar yang dimainkan oleh dua tim dengan masing-masing beranggotakan sebelas orang. Sepak bola merupakan olahraga paling populer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lari terdiri dari enam macam yang salah satunya adalah Lari cepat (Sprint) yang

BAB I PENDAHULUAN. lari terdiri dari enam macam yang salah satunya adalah Lari cepat (Sprint) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atletik merupakan dasar dari segala macam olahraga. Karena sebagian gerakannya dimiliki oleh sebagian besar cabang olahraga lainnya. Cabang atletik memiliki empat macam,

Lebih terperinci

MAKALAH LARI JARAK JAUH, JARAK PENDEK, DAN JARAK MENENGAH

MAKALAH LARI JARAK JAUH, JARAK PENDEK, DAN JARAK MENENGAH MAKALAH LARI JARAK JAUH, JARAK PENDEK, DAN JARAK MENENGAH Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pedidikan Jasmani, dan Kesehatan Disusun oleh Nitya Nurul Fadilah Kelas 12.IPA 4 SMA NEGERI 1 TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Hakikat Kecepatan

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Hakikat Kecepatan BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kecepatan a. Pengertian Kecepatan Dalam cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam cabang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data digilib.uns.ac.id 76 BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Arif Nur Setyawan A BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Arif Nur Setyawan A BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pengaruh latihan plyometrics dan berat badan terhadap peningkatan prestasi lompat jauh ( Studi eksperimen dengan latihan Double Leg bound dan Alternate Leg Bound pada siswa putra kelas VIII MTS

Lebih terperinci

A. Daya Tahan dan Kekuatan Otot

A. Daya Tahan dan Kekuatan Otot Kebugaran jasmani harus dipenuhi oleh setiap orang. Kebugaran jasmani merupakan pendukung keberhasilan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Latihan kebugaran jasmani meliputi daya tahan, kekuatan, kelenturan,

Lebih terperinci

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N

P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N P E N G E M B A N G A N E K T R A K U R I K U L E R O L A H R A G A S E K O L A H H E D I A R D I Y A N T O H E R M A W A N Dasar-Dasar Melatih dalam Olahraga Latihan adalah proses yang sistematis dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena gerakan-gerakannya merupakan dasar dari seluruh gerakan olahraga. Oleh karena itu atletik menjadi salah satu

Lebih terperinci

melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan

melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Atletik Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan dasar yang dinamis dan harmonis yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar.

Lebih terperinci

Disusun oleh : Rihandoyo A BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Atlet-atlet juara yang mampu memperoleh prestasi tertinggi dalam dunia

Disusun oleh : Rihandoyo A BAB I PENDAHULAUAN. A. Latar Belakang. Atlet-atlet juara yang mampu memperoleh prestasi tertinggi dalam dunia Perbedaan pengaruh metode latihan dan power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari (Studi eksperimen metode latihan lari cepat Akselerasi dan Repetisi pada siswa putra kelas 2 SMP Negeri 4 Pringsewu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Deskripsi data hasil analisis tes peningkatan dribble shooting sepakbola yang dilakukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data. Deskripsi data hasil analisis tes peningkatan dribble shooting sepakbola yang dilakukan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Deskripsi data hasil analisis tes peningkatan dribble shooting sepakbola yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan, berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI DENGAN JARAK TETAP DAN

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI DENGAN JARAK TETAP DAN PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI DENGAN JARAK TETAP DAN JARAK BERTAHAP TERHADAP KEMAMPUAN LARI 40 METER PADA SISWA PUTRA KELAS IV DAN V SD NEGERI GUMPANG 1 KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Soekidjo

III. METODE PENELITIAN. variabel satu dengan variabel yang lain. Sedangkan menurut Soekidjo 23 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2006 : 11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua didunia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua didunia, karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua didunia, karena gerak dasar yang terdapat didalamnya sudah dilakukan sejak zaman peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ayunan. Terdapat berbagai macam lari, misalnya: sprint (lari cepat), lari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ayunan. Terdapat berbagai macam lari, misalnya: sprint (lari cepat), lari BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kecepatan Lari a. Pengertian Kecepatan Lari Lari merupakan salah satu nomor dalam atletik, yang terdiri dari empat tahap yaitu menumpu ke depan, mendorong, pemulihan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di SMPN 2 Maja tepatnya di kabupaten majalengka kecamatan maja. Populasi penelitian adalah semua siswa dan siswi yang mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Atletik di ambil dari bahasa Yunani yaitu Athlon yang artinya bertanding atau berlomba, menurut Syarifuddin (1992: 2) berasal dari bahasa Yunani, yaitu Athlon

Lebih terperinci

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN BAB III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian ini di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Kuningan, Kecamatan Cilimus.

Lebih terperinci

RUNNING SKILLS. Skill highlights

RUNNING SKILLS. Skill highlights RUNNING SKILLS Skill highlights 1. Waktu yg ditempuh atlet pada jarak tertentu ditentukan oleh panjang langkah (stride length) dan frekuensi langkah (stride frequency) Panjang tungkai atlet dan dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan atau bagian hidup yang tidak dapat ditinggalkan. dan kebiasaan sosial maupun sikap dan gerak manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan atau bagian hidup yang tidak dapat ditinggalkan. dan kebiasaan sosial maupun sikap dan gerak manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha memasyarakatkan olahraga sekarang ini sudah nampak hasilnya. Hal ini ditandai dengan maraknya orang melakukan olahraga untuk kesehatan dan sebagai sarana

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN STEP HURDLE TERHADAP PENINGKATAN HASIL LARI SPRINT 60 METER PADA ATLET PRA REMAJA PUTRA RAWAMANGUN ATHLETICS CENTRE (RACE)

PENGARUH LATIHAN STEP HURDLE TERHADAP PENINGKATAN HASIL LARI SPRINT 60 METER PADA ATLET PRA REMAJA PUTRA RAWAMANGUN ATHLETICS CENTRE (RACE) PENGARUH LATIHAN STEP HURDLE TERHADAP PENINGKATAN HASIL LARI SPRINT 60 METER PADA ATLET PRA REMAJA PUTRA RAWAMANGUN ATHLETICS CENTRE (RACE) Elly Diana Mamesah 1 Universitas Islam 45 Bekasi elly_mamesah@yahoo.com

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN. Hedi Ardiyanto Hermawan

PRINSIP-PRINSIP LATIHAN. Hedi Ardiyanto Hermawan PRINSIP-PRINSIP LATIHAN Hedi Ardiyanto Hermawan Latihan? Latihan merupakan proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulangulang, dengan kian hari kian menambah junlah beban latihannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun tingkat internasional (yang diselenggarakan oleh IAAF). Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. maupun tingkat internasional (yang diselenggarakan oleh IAAF). Selain itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lompat jangkit merupakan salah satu nomor yang dilombakan dalam kejuaraan atletik, baik untuk tingkat nasional (yang diselenggarakan oleh PASI) maupun tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia olahraga yang sifatnya persaingan satu dengan lainnya, termasuk dalam olahraga permainan sepakbola untuk mencapai prestasi dibutuhkan kemampuan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Olahraga yang sangat membudaya dari zaman kuno sampai ke zaman modern sekarang ini, baik di Indonesia maupun dunia internasional mulai dari wanita atau laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian dapat tercapai dengan data yang diperoleh dari objek penelitian. Data penelitian dikumpulkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian dapat tercapai dengan data yang diperoleh dari objek penelitian. Data penelitian dikumpulkan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian dapat tercapai dengan data yang diperoleh dari objek penelitian. Data penelitian dikumpulkan sesuai dengan permasalahan penelitian. Dalam penelitian

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN SQUAT D AN LATIHAN PNF TERHAD AP HASIL SMASH KED ENG PAD A PERMAINAN SEPAKTAKRAW

2015 PENGARUH LATIHAN SQUAT D AN LATIHAN PNF TERHAD AP HASIL SMASH KED ENG PAD A PERMAINAN SEPAKTAKRAW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk meningkatkan prestasi dalam bidang olahraga, proses latihan seyogyanya berpedoman pada teori dan prinsip-prinsip serta norma-norma latihan yang benar, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demi menghadapi perkembangan jaman dan teknologi yang semakin pesat sudah semestinya manusia menyadari arti penting hidup sehat. Hidup sehat dapat tercapai melalui berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Penyajian hasil penelitian adalah berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada tes awal dan tes

Lebih terperinci

BAB V KEBUGARAN JASMANI. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117

BAB V KEBUGARAN JASMANI. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117 BAB V KEBUGARAN JASMANI Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 117 Kebugaran jasmani merupakan alat pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, juga merupakan upaya untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hendra Dana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hendra Dana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan olahraga prestasi yang baik tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung.faktor tersebut diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unsur yang berpengaruh terhadap semua jenis olahraga. Untuk itu perlu

I. PENDAHULUAN. unsur yang berpengaruh terhadap semua jenis olahraga. Untuk itu perlu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang perlu mendapat perhatian, pembinaan, dan pengembangan serta peningkatan prestasi. Peningkatan ini perlu, karena atletik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya dalam kamus olahraga, menurut Syarifudin (1985: 62) lompat

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya dalam kamus olahraga, menurut Syarifudin (1985: 62) lompat BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu bagian dari nomor lompat dalam olahraga atletik. Ada banyak pakar yang mengartikan lompat jauh, diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan situasi, tempat, dimana penelitian dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Pajajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh Latihan ladder drill Terhadap kelincahan dan Power Tungkai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh Latihan ladder drill Terhadap kelincahan dan Power Tungkai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga futsal merupakan olahraga permainan yang sekarang sudah berkembang pesat, karena futsal diminati oleh seluruh kalangan masyarakat baik anak-anak, remaja

Lebih terperinci

PERIODISASI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA

PERIODISASI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA PERIODISASI LATIHAN OLEH: YUNYUN YUDIANA KONSEP DASAR PERIODISASI PROGRAM LATIHAN Suatu perencanaan latihan dan pertandingan yang disusun sedemikian rupa sehingga kondisi puncak dicapai pada waktu yang

Lebih terperinci

Bayu Puspayuda*,Made Darmada**, Putu Citra Permana Dewi***

Bayu Puspayuda*,Made Darmada**, Putu Citra Permana Dewi*** PELATIHAN LONCAT GAWANG SETINGGI 25 CM DENGAN JARAK 0,5 M DAN 1 M TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PESERTA EKSTRAKURIKULER BOLA VOLI PUTRA SMP NEGERI 2 SUKAWATI TAHUN 2015/2016 Bayu Puspayuda*,Made

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Waktu penelitian dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Waktu penelitian dilaksanakan BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lapangan SD Negeri Surodadi 1 Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Stadion Sriwedari Surakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Stadion Sriwedari Surakarta. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Stadion Sriwedari Surakarta.. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah atletik berasal dari bahasa Yunani yaitu Athlon yang memiliki makna bertanding dan berlomba, Rahmat dan Hendrayana, (2007, hlm. 3). Selanjutnya istilah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding atau berlomba (Yudha

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding atau berlomba (Yudha 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Atletik BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN Atletik merupakan istilah dalam olahraga yang berasal dari bahasa yunani yaitu Athlon yang berarti memiliki makna bertanding

Lebih terperinci

Fitria Dwi Andriyani, M.Or.

Fitria Dwi Andriyani, M.Or. Fitria Dwi Andriyani, M.Or. PRINSIP LATIHAN Prinsip latihan yang dapat dijadikan pedoman dalam melatih kegiatan ekstrakurikuler olahraga di antaranya ialah: prinsip multilateral, individu, adaptasi, beban

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian

III. METODE PENELITIAN. digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian III. METODE PENELITIAN 3. Metode penelitian Menurut Suharsimi Arikunto (006:60) Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program pendidikan. Tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010:3). Metode

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010:3). Metode BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian secara umum dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010:3). Metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah merupakan suatu bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah merupakan suatu bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebugaran jasmani Pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah merupakan suatu bentuk pembinaan dan peningkatan kebugaran jasmani bagi siswa. Batasan mengenai kebugaran jasmani dikemukakan

Lebih terperinci

TESIS. Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd. Dr.Atrub, M.Pd.,MM. SYKLES WANTINA HAQQI NIM : UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

TESIS. Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd. Dr.Atrub, M.Pd.,MM. SYKLES WANTINA HAQQI NIM : UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI PENGARUH BERAT BADAN DAN LATIHAN PLYOMETRIC SPLIT SQUAT JUMP DAN DEPTH JUMP TERHADAP POWER OTOT TUNGKAI PADA ATLET CLUB BOLA VOLI PUTRI MITRA KOTA KEDIRI TESIS Prof. Dr. Agus Kristiyanto, M.Pd Dr.Atrub,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Menurut Mochamad Djumidar (2004: 65) lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suati titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengolahan data dan Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengolahan data dan Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengolahan data dan Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil tes dan pengukuran masih merupakan data mentah, supaya data tersebut memiliki makna. Maka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Lompat Jauh a. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompatdalam cabang olahraga atletik. Lompat jauh merupakan suatu bentuk gerakan melompat,

Lebih terperinci

terdiri dari Langkah Berirama terdiri dari Latihan Gerak Berirama Senam Kesegaran Jasmani

terdiri dari Langkah Berirama terdiri dari Latihan Gerak Berirama Senam Kesegaran Jasmani Gerak Berirama Gerak berirama disebut juga gerak ritmik. Gerak ini dilakukan dalam gerakan dasar di tempat. Contoh dari gerakan yang berirama adalah gerak jalan, menekuk, mengayun, dan sebagainya. Ayo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lapangan sepakbola Desa Mangkubumi Kecamatan Sadananya Kabupaten Ciamis 2. Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi, tantangan yang dihadapi akan semakin berat, hal ini disebabkan karena semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi, tantangan yang dihadapi akan semakin berat, hal ini disebabkan karena semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era globalisasi, tantangan yang dihadapi akan semakin berat, hal ini disebabkan karena semakin ketatnya tingkat kompetisi antar individu, kelompok, masyarakat

Lebih terperinci

JURNAL HUBUNGAN ANTARA DAYA LEDAK TUNGKAI BAWAH DAN KELINCAHAN DENGAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS IX SMP NEGERI 6 KEDIRI 2016/2017

JURNAL HUBUNGAN ANTARA DAYA LEDAK TUNGKAI BAWAH DAN KELINCAHAN DENGAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS IX SMP NEGERI 6 KEDIRI 2016/2017 JURNAL HUBUNGAN ANTARA DAYA LEDAK TUNGKAI BAWAH DAN KELINCAHAN DENGAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS IX SMP NEGERI 6 KEDIRI 2016/2017 THE RELATIONSHIP BETWEEN LOWER LIMB EXPLOSIVE POWER

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lapangan Asrama PPLP Sumatera Utara di Jl.Sekolah pembangunan NO. 7A Medan Sunggal 2.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah upaya yang. negara. Pada negara-negara yang baru berkembang pendidikan

I. PENDAHULUAN. berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah upaya yang. negara. Pada negara-negara yang baru berkembang pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor yang dapat mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah upaya yang dikerjakan secara sadar oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani dan rohani. Untuk mencapai hasil pembangunan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses latihan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Proses latihan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses latihan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam memberikan peningkatan kemampuan atlet mencapai prestasi puncak. seperti yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

PROFIL VO2MAX DAN DENYUT NADI MAKSIMAL PEMAIN DIKLAT PERSIB U-21

PROFIL VO2MAX DAN DENYUT NADI MAKSIMAL PEMAIN DIKLAT PERSIB U-21 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan olahraga yang dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dengan beberapa aturan permainan yang cukup menarik dan mudah diterima oleh kalangan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN QUICKNESS, POWER TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS PANGGUL DENGAN HASIL START (GRAB START) RENANG PADA SISWA CLUB RENANG CIKALAPA SWIMMING POOL

2016 HUBUNGAN QUICKNESS, POWER TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS PANGGUL DENGAN HASIL START (GRAB START) RENANG PADA SISWA CLUB RENANG CIKALAPA SWIMMING POOL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Renang merupakan salah satu jenis olahraga yang digemari oleh berbagai lapisan masyarakat karena olahraga renang dapat dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kegiatan manusia sehari-hari seperti jalan, lari, lompat, dan lempar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kegiatan manusia sehari-hari seperti jalan, lari, lompat, dan lempar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pendukung kehidupan manusia yang sehat dan berkualitas adalah melalui olahraga. Hal ini disebabkan karena kondisi jasmani dan rohani yang kuat akan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 1 : Hal , Januari 2017

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 1 : Hal , Januari 2017 PELATIHAN LONCAT GAWANG SETINGGI 25 CM DENGAN JARAK 0,5 M DAN 1 M TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PESERTA EKSTRAKURIKULER BOLA VOLI PUTRA SMP NEGERI 2 SUKAWATI 2015/2016 Bayu Puspayuda*, Made

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga pada masa sekarang merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam olahraga maupun berolahraga terdapat berbagai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Setiap orang tentunya mempunyai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Setiap orang tentunya mempunyai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang tentunya mempunyai tujuan yang berbeda-beda dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apabila seorang atlet ingin mendapatkan prestasi yang maksimal tentu saja kemampuan yang dimiliki atlet harus ditingkatkan semaksimal mungkin. Dalam upaya

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 1 : Hal , Januari 2017

Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi Volume 1 : Hal , Januari 2017 PENGUKURAN KOMPONEN BIOMOTORIK MAHASISWA PUTRA SEMESTER V KELAS A FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN IKIP PGRI BALI TAHUN 2017 I Gusti Putu Ngurah Adi Santika, S.Pd., M.Fis. Fakultas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa atletik adalah ibu dari semua cabang olahraga (mother of

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa atletik adalah ibu dari semua cabang olahraga (mother of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prestasi yang tinggi dalam suatu cabang olahraga tidak akan datang dengan sendirinya, prestasi yang tinggi hanya dapat dicapai melalui usaha dan kerja keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejuaraan atletik. Pelaksanaan lompat dalam perlombaan atletik memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. kejuaraan atletik. Pelaksanaan lompat dalam perlombaan atletik memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik merupakan cabang olahraga yang tertua dan juga dianggap sebagai induk dari semua cabang olahraga, telah sejak dulu dilakukan orang seperti berjalan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Atletik dalam perkembangan di zaman modern ini semakin dapat diterima

BAB I PENDAHULUAN. Atletik dalam perkembangan di zaman modern ini semakin dapat diterima 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik dalam perkembangan di zaman modern ini semakin dapat diterima dan dapat digemari masyarakat, gejala ini terjadi karena atletik merupakan olahraga yang

Lebih terperinci