BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

Bab I. Pendahuluan. hukum tidak terkecuali kegiatan bisnis. 1. Buku Kesatu tentang Orang. 2. Buku Kedua tentang Kebendaan.

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemenuhan akan sarana transportasi saat ini merupakan kebutuhan pokok

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa menyewa banyak di. sewa yang telah diberikan oleh pihak penyewa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. Usaha tersebut muncul karena banyak orang yang membutuhkannya. tetapi tidak mampu membeli mobil. Kemudian banyak orang yang

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara.

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

BAB I PENDAHULUAN. tanpa orang lain. Manusia dikatakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pembiayaan (financing institution) merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP SEWA MENYEWA ALAT MUSIK DAN SOUND SYSTEM DI KOTA SURAKARTA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bali saat ini menjadi salah satu tujuan wisatawan mancanegara, pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan tersebut dilaksanakan dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada, tidak terkecuali di bidang pariwisata dan transportasi. Hal tersebut merupakan salah satu andil yang dilakukan Kota Denpasar untuk turut serta dalam mensukseskan program Nasional di bidang Industri Kepariwisataan. Dengan tumbuhnya pariwisata khususnya di Kota Denpasar. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata tentunya saja banyak pengunjung yang datang dari berbagai pelosok tanah air bahkan tidak hanya pengunjung dari tanah air tetapi juga pengunjung dari manca negara. Untuk memperlancar perjalanan para wisatawan tersebut, diperlukan adanya suatu sarana penunjang yaitu sarana di bidang transportasi. Dalam memberikan pelayanan dan mempermudah para wisatawan di bidang transportasi, di daerah Kecamatan Denpasar banyak berdiri dan berkembang tempat penyewaan mobil yang menyediakan berbagai jenis mobil untuk disewakan dengan harga sewa yang bervariasi, sehingga para wisatawan tersebut tinggal memilih mana yang diminati serta harga 1

2 sewanya yang terjangkau. Didirikannya tempat persewaan mobil ini diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang sering terjadi dan timbul di dalam masyarakat khususnya di bidang transportasi. Seseorang yang membutuhkan jasa transportasi dapat menyewa mobil di tempat persewaan mobil. Sebelum menyewa, terlebih dahulu dibuatlah perjanjian antara kedua belah pihak, yaitu antara penyewa dan yang menyewakan, dalam hal ini adalah perjanjian sewa menyewa mobil. Menurut Subekti yang dimaksud dengan sewa meyewa: Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya. 1 Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas terdapat tiga unsur yang terkandung di dalam sewa-menyewa, yaitu: benda, harga, dan waktu. Unsur itu yang penting benda yang dinikmati, harga sewa yang dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Untuk menentukan waktu dan besarnya sewa kendaraan tersebut maka di sini diperlukan adanya perjanjian sewa-menyewa antara pihak yang satu dengan yang lainnya, apabila si penyewa tidak melaksanakan 1 R.Subekti, 1984, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti 1) h. 39.

3 kewajiban dalam hal ini mengembalikan kendaraan sesuai dengan tepat waktu dan tidak membayar uang sewa sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan, sesuai dengan pasal 1234 KUHPer menyebutkan bahwa memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu isi perjanjian tersebut dengan prestasinya dalam sewa menyewa mobil adalah berbuat sesuatu yaitu mengembalikan mobil yang disewa tepat pada waktunya, dan membayar uang sewa sesuai dengan yang diperjanjikan. Namun dalam menyatakan sewa menyewa mobil debitur tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini dapat digolongkan kedalam wanprestasi. Perjanjian sewa-menyewa bertujuan untuk memberikan hak pemakaian saja, bukan hak milik atas suatu benda,oleh karena itu pihak yang menyewakan tidak usah seorang pemilik atas benda yang disewakan itu, cukuplah misalnya ia seorang yang mempunyai hak pakai atau vruchtgebruik atas benda tersebut. Dalam setiap perjanjian masing-masing pihak diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib untuk memenuhi prestasinya. Prestasi ini dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Apabila isi dari perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka hal ini menimbulkan wanprestasi. Kalau kita telusuri maka dari perikatan dan perjanjian, maka didalamnya terdapat makna adanya persetujuan, jadi tidak akan ada

4 perikatan, bila tidak ada kesepakatan sebagai wujud yaitu adanya hak dan kewajiban, maka hal itu akan membawa suatu konsekuensi hukum bagi para pihak, dalam bagian ini menjelaskan tentang perjanjian kredit perbankan pada umumnya seperti yang telah dikemukakan terlebih dahulu tentang perjanjian yang akan dikaji dari segi pengertiannya. Sedangkan R. Setiawan, SH. Mengutip pendapat sarjana yang bernama Pitlo menjelaskan pengertian perikatan : Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua atau lebih atas dasar pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatuprestasi (debitur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. 2 Mengenai wanprestasi banyak sarjana hukum atau ahli hukum yang memberikan pendapatnya, diantaranya adalah : Menurut A.A.N.G. Dirksen, S.H wanprestasi mengandung arti tidak dipenuhinya suatu prestasi yang diwajibkan bagi debitur sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat dengan pihak kreditur. Tidak dipenuhinya kewajibannya tersebut dapat terjadi karena datang dalam debitur sendiri dan dapat juga karena datangnya dari luar debitur. 3 Menurut A. Ridwan Halim, S.H yang dimaksud dengan wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya 2 R.Setiawan, 1986, Pokok pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, h. 2. 3 A.A.N.G. Dirksen, 1998, Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 56.

5 terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat. 4 Menurut Abdulkadir Muhammad wanprestasi berasal dari sitilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu : 1. Karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. 2. Karena keadaan memaksa (force majeure) jadi diluar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah. 5 Akibat hukum yang timbul terhadap debitur yang mengalami wanprestasi dalam suatu perjanjian dimana debitur tidak memenuhi kewajibannya, secara nyata dapatlah dilihat bahwa akibatnya tidak dapatnya perjanjian dipenuhi atau dilaksanakan secara benar, maka seorang kreditur tidak mendapat pemenuhan hak-haknya yang semestinya didapatkan sesuai dengan adanya perjanjian tersebut. Secara yuridis, akibat hukum dari wanprestasi dalam suatu perjanjian tidaklah sederhana itu, sebab perjanjian sebagai ikatan dalam bidang hukum harta benda antara dua subjek atau lebih, dimana satu pihak berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk Jakarta, h. 158. 4 A. Ridwan Halim,1982, Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahlia Indonesia, 5 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I) h. 54

6 melakukannya. Meletakan suatu akibat yang diatur oleh hukum jikalau terjadi keadaan wanprestasi itu sendiri. Menurut Purwahid Patrik, akibat hukum terhadap perjanjian karena wanprestasi, maka debitur harus : 1. Mengganti kerugian; 2. Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggungjawab dari debitur; 3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (putusan) perjanjian. 6 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan, maka ruang lingkup penulisan perlu dibatasi hubungan hukum antara penyewa dengan pihak ketiga dan Upaya upaya apa yang ditempuh terhadap mobil yang disewa kemudian digadaikan. Bandung, h.11 6 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju,

7 1.4. Orisinalitas Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian skripsi atau disertai terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2 skripsi yang pembahasannya berkaitan dengan Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Pihak Ketiga Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor Di Kabupaten Badung I Wayan Iwan Indrawan (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun 1999 1. Bagaimanakah bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung? 2. Bagaimanakah penyelesaian akibat wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung 2 Tanggung Jawab Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Di Kota Denpasar I.G.A.Ayu Mirah Novia Sari (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun 2009 1. Bagaimana tanggung jawab penyewa apabila pihak penyewa wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar?

8 Tabel 1.2. Daftar Penelitian Penulis No Judul Penulis Rumusan Masalah 1 Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Kadek Wahyu Cahayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2014 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? Pihak Ketiga 2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan pokok dari penyusunan skripsi ini dapat dibedakan menjadi 2 antara lain : a. Tujuan umum 1. Untuk melatih didalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. 3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. 4. Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan masyarakat. 5. Untuk pembulat studi di bidang ilmu hukum. 6. Untuk mengetahui sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa. 7. Untuk mengetahui tanggung jawab penyewa terhadap mobil yang disewa di gadaikan pada pihak ketiga.

9 b. Tujuan Khusus 1. Untuk memahami sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa. 2. Untuk memahami tanggung jawab penyewa terhadap mobil yang disewa di gadaikan pada pihak ketiga. 1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapatmenambah ilmu pengetahuan hukum mengenai perjanjian khususnya sewa menyewa mobil. 2. Untuk memberikan referensi kepada adik kelas sebagai bahan untuk menelesaikan permasalahan yang sejenis. b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam menyelesaikan permasalahan yang sejenis khususnya dalam perjanjian sewa menyewa mobil. 1.7. Landasan Teoritis dan Hipotesis a. Landasan Teoritis Bahwa sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang menyerahkan barang, oleh karena dalam hal sewa menyewa, pihak yang menyewakan diwajibkan menyerahkan barangnya kepada si penyewa, sedang pihak yang menyewa ini diwajibkan membayar

10 harga sewa, akan tetapi sifat penyerahan barang. Dalam perjanjian sewa menyewa, bahwa si pemiliki barang (yang menyewakan), hanyalah menyerahkan pemakaian/menggunaan dari barang yang disewakan kepada si penyewa, dengan menerima pembayaran berupa harga sewa dan hak milik atas barang tersebut adalah tetap berada di tangan si pemilik. Jadi barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki, melainkan hanya untuk dipakai atau dinikmati penggunanya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang disewa tersebut. Untuk menunjang pembahasan permasalahan tersebut di atas, ada beberapa teori yang berhubungan dengan judul dari skripsi tersebut di atas antara lain : Menurut Subekti: Meskipun sewa menyewa itu suatu perjanjian konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan. 7 Menurut Subekti Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya tersebut (Pasal 1576 KUHPer). 8 7 R.Subekti, 1989, Hukum Perjanjian, cet. VI, PT. Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II), h. 94. 8 R.Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, cet. VII, Alumni Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Subekti III), h. 48.

11 Pasal 1552 ayat 1 KUHPer mengatakan : Pihak yang menyewakan harus menanggung, bahwa pada barang yang disewa tiada cacat, yang berakibat menghalangi si penyewa memakai barang, meskipun pihak yang menyewakan, pada waktu persetujuan sewa menyewa itu diadakan, tidak tahu adanya cacat itu. 9 Ayat 2 pasal tersebut menegaskan : Apabila si penyewa mendapat rugi sebagai akibat dari cacat itu, maka pihak yang menyewakan harus memberi ganti kerugian. 10 Pasal 1550 KUHPer menyebutkan tiga macam kewajiban pokok dari pihak yang menyewakan yaitu : Ke-1 : Untuk menyerahkan (leveran) barangnya kepada si penyewa. Ke-2 : Untuk memelihara barangnya sedemikian rupa, sehingga barangnya dapat dipakai secara yang dimaksudkan. Ke-3 : Untuk berusaha supaya si penyewa selama persetujuansewa menyewa berjalan, selalu secara tenteram dapatmemakai dan menikmati barang yang disewa itu( Rusting genot ). 11 Hak pihak yang menyewakan adalah : - Uang sewa harus dibayar oleh pihak penyewa tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian. 9 Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perjanjian tentang Persetujuan- Persetujuan Tertentu, cet. VII, Sumur Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I) h. 53. 10 Ibid, h. 53. 11 Ibid, h. 54.

12 - Pihak yang menyewakan berhak untuk menuntut ganti rugi kepada pihak penyewa apabila barang yang disewakan rusak. Pasal 1560 KUHPer menyebutkan dua kewajiban pokok dari si penyewa tersebut : Ke-1 Ke-2 : Untuk memakai barang sewaan secara yang sangat berhati-hati( Alsengoed huisvader ) dan menurut tujuan dan maksud dari persetujuan sewa menyewa. : Untuk membayar uang sewa pada waktu-waktu yang ditentukan dalam persetujuan sewa-menyewa. 12 Hak dari pihak penyewa adalah : - Penyerahan barang yang disewa harus dalam keadaan terpelihara sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan yang dimaksudkan. - Adanya jaminan dari pihak yang menyewakan akan kenikmatan, ketentraman dan tidak adanya cacat dari barang yang disewa. Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, dalam bukunya menulis bahwa menurut pasal 1553 KUHPer dalam sewa menyewa resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. 13 Tentang pengertian dari resiko dapat diketahui dari bagian umum hukum perjanjian yang diatur dalam buku KUHPer yaitu 12 Ibid 13 Joko Prakosa dan Bambang Riyadi Lany, 1987, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, PT. Bina Ksara, Jakarta, h. 68.

13 resiko adalah merupakan kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Peraturan tentang resiko dalam sewa menyewa tidak begitu jelas diterangkan oleh pasal 1553 KUHPer. Dalam pasal ini disebutkan bahwa apabila barang yang disewa musnah karena suatu peristiwa perjanjian sewa menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan Gugur demi Hukum, ini disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut suatu apa-apa dari pihak lawannya. Menurut Abdulkadir Muhammad jika tidak dilaksanakannya kewajiban perjanjian dapat menimbulkan berbagai kemungkinan akibat, baik yang berkenaan dengan perjanjiannya sendiri maupun yang berkenaan dengan kewajiban pihak-pihak. 14 Kewajiban-kewajiban para pihak sebaiknya dimuat di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Abdulkadir Muhammad juga mengatakan bahwa perjanjian sewa menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara tidak tertulis. 15 Menurut Subekti perbedaan antara sewa tertulis dan tidak tertulis yang diadakan oleh Pasal 1570 dan Pasal 1571 14 Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II) h. 14. 15 Ibid, h. 77.

14 KUHPer(yang tertulis secara otomatis apabila diadakan dengan jangka waktu, setelah lewatnya waktu itu sedangkan yang tidak tertulis memerlukan pemberitahuan penghentian) tidak perlu dipertahankan. Cukuplah diadakan perbedaan antara sewa yang diadakan dengan tenggang waktu dan yang tanpa waktu tertentu. 16 Sesuai dengan bunyi dari Pasal 1573 KUHPeryang menyatakan bahwa: Jika, Setelah berakhirnya suatu penyewaan yang dibuat dengan tulisan, si penyewa tetap menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah dengan ini suatu sewa baru, yang akibatnya diatur dalam pasal-pasal yang mengenai penyewaan-penyewaan dengan lisan. Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat diartikan bahwa suatu perjanjian kendaraan lebih lanjut agar dalam mengadakan suatu sewa-menyewa itu diperjanjikan sehingga nantinya tidak menyulitkan kedua belah pihak. Menurut Subekti mengemukakan bahwa dalam sewa menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan. 17 Jadi disini berarti bilamana salah satu pihak yang terikat dalam perikatan tersebut melaksanakan suatu perbuatan atau tidak menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu yang ditentukan. 16 R.Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti IV) h. 31. 17 Subekti 1, Op.Cit, h. 44.

15 Memang dengan tidak tepat pada waktunya debitur belum juga melaksanakan prestasinya sudah dianggap lalai, tetapi ada pelaksanaan prestasi yang tidak ditentukan secara pasti bagaimana nantinya mempersoalkan tidak tepat waktu dalam perjanjian. Mariam Darus Badrulzaman, menyebutkan bahwa ada tiga bentuk wanprestasi yaitu : a. Debitur sama sekali tidak berprestasi b. Debitur salah berprestasi c. Debitur terlambat berprestasi ad.a. Debitur sama sekali tidak berprestasi Dalam hal ini debitur tidak perlu dinyatakan lalai oleh kreditur, karena dalam hal ini diharapkan debitur dapat berprestasi percumalah memberi dorongan kepada debitur agar melaksanakan perikatan yang ia tidak mampu melaksanakannya. ad.b. Debitur salah berprestasi Dalam hal debitur berprestasi salah, apakah debitur dinyatakan lalai lebih dahulu oleh kreditur agar nantinya iada dapat menuntut pembatalan perikatan dengan tambahan ganti rugi, biaya atau bunga.

16 ad.c. Debitur terlambat berprestasi Disini berarti tidak berprestasinya debitur tepat pada waktunya yang disepakati dengan kreditur akan tetapi debitur berprestasi lebih dari waktunya. 18 R. Subekti, dalam bukunya tentang aneka perjanjian menguraikan bahwa wnaprestasi (Kelalaian dan kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh diakukannya. 19 b. Hipotesis Berdasarkan pada kerangka teori yang telah diuraikan maka terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di atas dapat dikemukakan hipotesa sebagai berikut: 1. Hubungan hukum yang terjadi antara penyewa dengan pihak ketiga, saling keterkaitan, karena penyewa mendapatkan uang dari pihak ketiga dan pihak ketiga menerima mobil sebagai benda jaminan atas uang yang di keluarkan. 18 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 19 19 R. Subekti I, loc. cit.

17 2. Upaya yang ditempuh para pihak Motor dalam penyelesaian wanprestasi adalah secara kekeluargaan, apabila secara kekeluargaan tidak dapat diselesaikan, maka akan dilakukan upaya hukum yaitu melakukan gugatan perdata ke pengadilan. 5. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi lagi menjadi beberapa jenis.prof. Abdulkadir Muhammad membaginya menjadi 3 (tiga) yaitu penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris, penelitian hukum empiris. 20 Ketiga jenis penelitian tersebut dapat menggunakan studi kasus hukum.dalam hal ini, kasus hukum dikonsepkan sebagai peristiwa hukum dan produk hukum. Lebih lanjut penjelasan mengenai ketiga jenis penelitian tersebut sebagai berikut : 1. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normative berfokus pada inventarisasi hukum fositif, asas-asas dan doktrin 20 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. I, PT.Citra Aditya Bhakti,Jakarta, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad III), h. 52.

18 hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum. 2. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research), menggunakan studi kasus hukum normatif-empiris berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji implementasi perjanjian kredit.pokok kajiannya adalah pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) bermula dari ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada peristiwa hukum in concretodalam masyarakat, sehingga dalam penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian yaitu : a. Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang berlaku b. Tahap kedua adalah penerapan pada peristiwa in concretoguna mencapai tujuan yang telah ditentukan.penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan menciptakan pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan ketentuan hukum normatif yang dikaji telah dijalankan secara patut atau tidak, karena penggunaan kedua tahapan tersebut,

19 maka penelitian hukum normatif-empiris membutuhkan data sekunder dan data primer. 3. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum empiris berupa perilaku hukum masyarakat.pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat.sumber data penelitian hukum empiris tidak bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi di lokasi penelitian. 21 Dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan jenis penelitian yuridis empiris, yaitu melakukan penelitian terhadap suatu permasalahan yang ditinjau dari segi hukum dan kemudian dihubungkan dengan praktek penerapannya di lapangan. Penelitian dilakukan untuk dapat mengetahui perjanjian dalam sewa menyewa mobil dan penyelesaian wanprestasi yang paling efektif yang nantinya akan dipergunakan di SC.Rent car. b. Sifat penelitian Sifat penelitian ini dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif, yakni penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk dapat menentukan ada 21 Ibid, h.54

20 tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala laindalam masyarakat. Yang nantinya hasil dari pada penelitian ini bersifat deskriptif analisis, artinya hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan adanya hubungan atau keterkaitan fakta-fakta yang ada di lapangan dengan permasalahan yang akan diteliti. c. Sumber data Untuk menunjang permasalahan yang diajukan, maka data harus melalui suatu penelitian.sedangkan, arti kata penulisan itu adalah suatu penyelidikan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian metode penelitian adalah suatu jalan yang ditempuh untuk mengadakan penyelidikan yang bersifat ilmiah. Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber dari: 1. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui teknik wawancara (interview), teknik ini dilakukan tanpa mengajukan daftar pertanyaan tetapi sebelum wawancara dilakukan sudah membuat catatan-catatan pertanyaan untuk menjadi pegangan dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan. 22 2. Data Sekunder Data skunder bersumber kepustakaan, text book, kamus hukum. Data skunder dibidang Hukum meliputi: Jakarta, h. 96. 22 Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, cet. IV PT. Rineka Cipta,

21 a. Bahan hukum primer Data yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti Kitab Undang undang Hukum Perdata b. Bahan hukum sekunder Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis.contoh,buku karangn R.Subekti, Abdulkadir Muhammad, Wijono prodjodikoro, dan lain-lain. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Contoh, Koran Kompas, artikel dari website,dan lain sebagainya. d. Teknik pengumpulan data Di dalam pengumpulan data menggunakan teknik : 1. Teknik wawancara Wawancara atau interview, yakni suatu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka dan mendengarkan, yang lain dengan telinganya sendiri dan suaranya sebagai alat informan yang langsung tentang beberapa data sosial baik yang terpandang maupun yang bermanfaat. Informan adalah orangorang yang memberikan data atau keterangan dimana ia mengalami langsung permasalahan yang dibahas.

22 2. Teknik kepustakaan Teknik kepustakaan didapatkan dengan membaca beberapa literatur berkaitan dengan permasalahan dengan menggunakan teknik telaahan dokumen yaitu membaca serta menganalisa bahan-bahan bacaan yang terkait dan relevan dengan skripsi ini. e. Teknik pengolahan dan analisis data Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek kajian. 23 23 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar grafika, Palu, h. 107.