HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN PENYAKIT CACING (SOIL TRANSMITTED HELMINTH) PADA PEKERJA TANAMAN KOTA PEKANBARU ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

xvii Universitas Sumatera Utara

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

Eka Muriani Limbanadi*, Joy A.M.Rattu*, Mariska Pitoi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. (neglected diseases). Cacing yang tergolong jenis STH adalah Ascaris

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

HUBUNGAN HIGIENITAS PERSONAL SISWA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN NEMATODE USUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

KONTRIBUSI PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI TERHADAP KEJADIAN INFEKSI NEMATODA USUS (Studi Pada Petugas Pengangkut Sampah Di Kota Tasikmalaya)

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

ABSTRAK. Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH)

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

SKRIPSI. Oleh: Dian Kurnia Dewi NIM

FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

PREVALENSI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHES (STH) PADA PETERNAK DI LINGKUNGAN GATEP KELURAHAN AMPENAN SELATAN

Kata Kunci: kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan tangan, kontaminasi telur cacing pada kuku siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

Universitas Sumatera Utara

RIAMA SANTRI SIANTURI

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

Derajat Infestasi Soil Transmitted Helminthes

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

Jurnal Riset Kesehatan. HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI Soil Transmitted Helminths PADA PEMULUNG DI TPS JATIBARANG

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

1. BAB I PENDAHULUAN

Diterima: 2 Mei 2013; Disetujui: 30 Mei Keywords: Personal protective equipment, Personal hygiene, Helminths infection

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang paling penting di seluruh

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH

UNIVERSITAS UDAYANA. GAMBARAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STHs) PADA PEKERJA INDUSTRI KERAJINAN GENTENG TRADISIONAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UJI PAPARAN TELUR CACING TAMBANG PADA TANAH HALAMAN RUMAH (Studi Populasi di RT.05 RW.III Rimbulor Desa Rejosari, Karangawen, Demak)

Risal Wintoko. Community Medicine Departement, Faculty of Medicine Lampung University. Abstract

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

HUBUNGAN ANTARA STATUS HIGIENE INDIVIDU DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS DI SDN 03 PRINGAPUS, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA PARASITES LOAD SOIL TRANSMITTED HELMINTH DENGAN KADAR HEMOGLOBIN LAPORAN ILMIAH

ABSTRAK PREVALENSI ASKARIASIS DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

Lampiran III : Tabel Frekuensi. Frequency Table. Universitas Sumatera Utara. Infeksi kecacingan STH

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit

Key words: Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, nails hygiene

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFEKSI KECACINGAN MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN ANGKOLA TIMUR KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2012 ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Rizka Yunidha Anwar 1, Nuzulia Irawati 2, Machdawaty Masri 3

Siti Juariah 1), Mega Pratiwi Irawan 1), Mellysa Rahmita 1), Ilham Kurniati 1) . ABSTRACT

Transkripsi:

HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN PENYAKIT CACING (SOIL TRANSMITTED HELMINTH) PADA PEKERJA TANAMAN KOTA PEKANBARU Irham Siregar Guru SMK Abdurrab Analisis Kesehatan JL. Riau Ujung N0.73 Pekanbaru Telp. 0761-38762 Email: smkabdurrab@gmail.com Zulkarnain Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau, Jl. Pattimura No. 09 Gobah, 2813. Telp. 0761-23742. Sofia Anita Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau, Jl. Pattimura No. 09 Gobah, 2813. Telp. 23742. Personal Hygienic Relations With The Soil Transmitted Helminthes Disease Of City Of Pekanbaru s Plantation Workers. ABSTRACT Helminthes Disease is a kind of disease that mostly suffered within the community, although it has been given little attention (neglected disease). The disease that slowly disturb human being health, that may cause a permanent physical disability, decreasing of child intelligences, and at the end can cause death. Behavior and conduct of the workers that is not in accordance with the health principles is also can influence the workers health as like not using protection mean and lack of personal hygienic means like body protection, not in use of gloves, lack of awareness in washing hands with antiseptic soaps, usage of the hygienic water so that his body could be infected by the eggs of worm. This observation is intended to recognize the personal hygienic relation means ( body protection, the habit of washing hands with antiseptic soaps and usage of the hygienic water ) with the Soil Transmitted Helminthes at City of Pekanbaru s Plantation Workers. This observation is conducted at City of Pekanbaru Plantation with 27 respondent samples where all inhabitants become samples by using analytic survey methods with cross sectional design. Data analysis is conducted in uni-variant and bivariant with statistical trial of Chi-Square. Results of the observation shown variety in connection with the existence of worms at City of Pekanbaru s Plantation Workers based on Chi- Square trial, among others body protection means (Py = 0,024; OR = 0,08), the habit of washing hands with antiseptic soaps (Py = 0,024; OR = 0,08), while on using of hygienic water (Py = 0,115) is no relation with the existence of the worms. It is suggested to the decision maker in the government of Pekanbaru City, especially Regional Office of Ministry of Health, Cleanliness Service and City of Pekanbaru Park in providing body protection means like; shoes, gloves and antiseptic soaps in handling the effect that might caused by worm diseases. Key words: Personal hygienic, Worm disease, City Plantation Workers. 93

PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan adalah bagian pembangunan nasional. Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 152 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dan masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular, dilakukan untuk melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit. Penanganan penyakit menular dilakukan melaluai kegiatan promotif, preventif, dan rehabilitatif bagi individu atau masyarakat (Depkes, 2009). Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang lingkup dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai sarana umum. Personal higiene (kebersihan diri) adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2003). Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku,dan kebersihan genitalia agar terhindar dari berbagai macam penyakit yang disebabkan berbagai mikroorganisme seperti parasit (cacing) bakteri dan virus. Penyakit cacingan sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Prevalensi kecacingan ini sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, tergantung dari beberapa faktor antara lain : lokasi (desa atau kota, kumuh dan lain-lain), kelompok umur, kebiasaan penduduk setempat (tempat buang air besar, cuci tangan sebelum makan, pemakaian air bersih, pemakaian alas kaki dan pekerjaan penduduk (Sudomo, 2008). Lapangan pekerjaan yang sangat erat kaitannya dengan infeksi cacingan STH salah satunya ialah lapangan pekerjaan yang berhubungan atau menggunakan tanah sebagai bahan baku utamanya karena tempat yang baik bagi Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura adalah tanah yang lembab. Suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan telur A.lumbricoides kira-kira 25 0 C, sedangkan telur T. trichiura akan dapat tumbuh optimum pada suhu 30 0 C. Daerah yang panas, kelembaban tinggi, dan sanitasi yang kurang akan sangat menguntungkan bagi Strongyloides stercoralis sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva S. stercoralis adalah tanah gembur, berpasir, dan humus, sedangkan larva cacing tambang memerlukan tanah pasir yang gembur, bercampur humus, dan terlindung dari sinar matahari langsung (Meriyati,1994). Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma duodenale berkisar antara 23 0 C-25 0 C, dan untuk Necator americanus berkisar antara 28 0 C-32 0 C. Selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemik juga dipengaruhi oleh kontaminasi STH yang dapat hidup di tanah sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke dalam hospes selain itu, kurangnya pengetahuan yang menimbulkan kebiasaan tidak memakai alas kaki akan memudahkan terjadinya penularan infeksi STH, terutama untuk penularan STH yang terjadi dengan cara larva filariform menembus kulit manusia (Hadidjaja, 1992). Menurut Sumamur (1996), Perilaku dan sikap para pekerja yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan juga dapat mempengaruhi status kesehatan pekerja yang bersangkutan, misalnya ceroboh dan tidak mengindahkan aturan kerja yang berlaku dan menolak anjuran memakai alat pelindung. Setelah dilakukan survei di lapangan ternyata 94

kurangnya personal higiene dan sanitasi lingkungan tidak saniter (tidak sehat) seperti sarana pelindung diri tidak memadai seperti sarung tangan, kurangnya akan kesadaran mencuci tangan dengan sabun antiseptik, pemakaian air bersih sehingga dirinya bisa terinfeksi telur cacing. Penelitian ini bertujuan untuk : 1. mengetahui angka kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. 2. mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan penyakit cacing (Soil Transmitted Helminth) pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. 3. mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan penyakit cacing (Soil Transmitted Helminth) pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. 4. mengetahui hubungan pemakaian air bersih dengan penyakit cacing (Soil Transmitted Helminth) pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Pertanaman Kota Pekanbaru di Jl. Diponegoro Kecamatan Pekanbaru Kota pada bulan Juli-Agustus 2012. Jenis penelitian survei yang bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Menurut Notoatmodjo (2002), survei analitik adalah survei atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Adapun penelitian ini untuk melihat hubungan personal higiene (pemakaian alat pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan pemakaian air bersih) dengan penyakit cacing (Soil Transmitted Helminth) pada pekerja tanaman Kota Pekanbaru. Populasi adalah seluruh pekerja tanaman Kota Pekanbaru. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kota Pekanbaru diketahui jumlah pekerja tanaman Kota Pekanbaru sebanyak 27 orang. Sampel adalah seluruh dari jumlah populasi pekerja tanaman kota Pekanbaru sebanyak 27 orang. Teknik pengambilan sampel secara sensus artinya teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel (Riduwan, 2010). Untuk mengetahui apakah sumber infeksi cacing pada tempat pekerja atau di perumahan pekerja sendiri dilakuan kontrol dengan mengambil sampel sebanyak 27 orang di perumahan tempat pekerja dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berbeda. Analisis Data. Data dianalisis menggunakan statistik non parametrik yaitu Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% dengan batas kemaknaan adanya hubungan antar variabel yaitu nilai p < 0,05. Analisa univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik masing-masing variabel. Kelompok variabel disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi personal higiene yang meliputi alat pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik, pemakaian air bersih dan kejadian cacingan. Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel kategori yaitu variabel bebas (variabel independent) dan variabel terikat (variabel independent). Kelompok variabel bebas terdiri dari alat pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik, pemakaian air bersih. Sedangkan variabel terikat yaitu kejadian cacingan. 95

HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Pekanbaru terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan dan 58 (lima puluh delapan) kelurahan. Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk Tahun 2011 lebih kurang 905.178 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.269 km 2. Kota Pekanbaru terletak antara garis 101,14-101, 34 Bujur Timur dan 0,25-0,45 Lintang Utara (Profil Kecamatan Pekanbaru Kota, 2008). Kecamatan Pekanbaru Kota terdiri dari enam kelurahan antara lain Kelurahan Simpang Empat, Suma Hilang, Tanah datar, Kota Baru, Kelurahan Suka Ramai dan Kelurahan Kota Tinggi. Adapun batas wilayah Kota Pekanbaru adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan 4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kabupaten Siak. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur dan masa kerja dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pekerja Tanaman Kota Pekanbaru Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Masa Kerja Tahun 2012 Variabel Jumlah Persentase(%) 1. Jenis Kelamin - Laki-laki 10 37,04% - Perempuan 17 62,96% Total 27 100% 2. Umur - 25 30 tahun 10 37,04% - 31 35 tahun 9 33,33% - 40 45 tahun 8 29.63% Total 27 100% 3. Masa Kerja - <5 tahun 0 0% - >5 tahun 27 100% Total 27 100% Pada Tabel 1 terlihat bahwa dari 27 orang responden pekerja tanaman kota Pekanbaru, 10 orang (37,04%) berjenis kelamin laki-laki dan 17 orang (62,96%) berjenis kelamin perempuan. Distribusi pekerja tanaman kota Pekanbaru berdasarkan umur dari yang berumur 25-30 tahun berjumlah 10 orang (37,04 %), berumur 31-35 tahun berjumlah 9 orang (33,33%) dan yang berumur 40-45 tahun berjumlah 8 orang (29,63%). Sedangkan pada masa kerja terlihat bahwa dari 27 orang responden, 27 orang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun (100%). 96

Untuk menentukan sumber infeksi cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru, apakah sumber infeksi cacingan didapat di sekitar lingkungan perumahan pekerja atau di lingkungan tempat bekerja maka diambil sampel sebanyak 27 orang di sekitar perumahan tempat tinggal pekerja tanaman kota Pekanbaru. Infeksi cacingan pada pekerja tanaman Kota Pekanbaru dan Masyarakat di sekitar lingkungan perumahan pekerja di lihat dengan distribusi pada Tabel 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pekerja Tanaman Kota Pekanbaru Dan Masyarakat Di lingkungan Sekitar Perumahan Pekerja Berdasarkan Kejadian Cacingan Tahun 2012 Kejadian Cacingan Petugas Tanaman Kota Bukan Pekerja Tanaman Kota Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase(%) Positif 21 77,78 0 0 Negatif 6 22,22 27 100 Total 27 100% 27 100% Dari hasil pemeriksaan sampel yang dilakukan di laboratorium, maka didapatkan pekerja tanaman kota Pekanbaru yang mengalami infeksi cacingan ( positif) sebanyak 21 orang (77,78%) dengan jenis cacing A. lumbricoedes dan T. trichiura dan dan tidak mengalami kejadian cacingan ( negatif) sebanyak 6 orang (22,22%). Pada hasil pemeriksaan sampel masyarakat di sekitar lingkungan pekerja dari tidak mengalami infeksi cacingan sebanyak 27 orang(100%). Ini menunjukkan bahwa sumber infeksi cacingan berasal dari tempat si pekerja tanaman kota Pekanbaru. Pada penelitian ini personal higiene pada pekerja tanaman kota Pekanbaru meliputi pemakaian alat pelindung diri (APD), kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan pemakaian air bersih. Jumlah dan persentase responden berdasarkan personal higiene dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pekerja Tanaman Kota Pekanbaru Berdasarkan Personal Higiene Tahun 2012 Variabel 1. Alat Pelindung Diri 2. Mencuci Tangan Dengan Sabun Anti Septik 3. Pemakaian Air Bersih Tingkat Kurang Cukup Baik Jumlah % Jumlah % Jumlah % 20 74,1 4 14,8 3 11,1 20 74,1 4 14,8 3 11,1 3 11,1 4 14,8 20 74,1 97

Dari hasil penyebaran kuesioner terhadap 27 orang pekerja tanaman kota Pekanbaru diperoleh informasi mengenai personal higiene yang terdiri dari pemakaian alat pelindung diri pada waktu bekerja, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik denggan tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 27 orang pekerja tanaman kota yang menjadi sampel dalam penelitian terdapat pemakaian alat pelindung diri dengan baik sebanyak 3 orang (11,1%), cukup sebanyak 4 orang (14,8%) dan kurang sebanyak 20 orang (74,1%), (lampiran 3). Hasil penyebaran kuesioner maka didapatkan jawaban responden mengenai kebiasaan mencuci tangan dengan antiseptik dengan baik sebanyak 3 orang (11,1%), cukup sebanyak 4 orang (14,8%) dan kurang sebanyak 20 orang (74,1%), sedangkan penyebaran kuesioner pemakaian air bersih dengan baik sebanyak 20 orang (74,1%), cukup sebanyak 4 orang (14,8%) dan kurang sebanyak 3 orang (11,1%), (lampiran 3). Untuk melihat hubungan antara variabel independen (alat pelindung diri, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dan pemakaian air bersih) dengan variabel dependen (kejadian cacing) dilakukan analisis bivariat. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dan diambil keputusan : apabila P value <α (0,05) maka Ha gagal tolak, berarti ada hubungan yang bermakna (significance) sebaliknya apabila P value >α (0,05) maka Ha ditolak, berarti tidak ada hubungan yang bermakna (significance). Berdasarkan analisis data maka dapat disimpulkan hubungan antara personal higiene dengan penyakit cacing dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan Personal Higiene Dengan Penyakit Cacing (Soil Transmitted Helminth) Pada Pekerja Tanaman Kota Pekanbaru Variabel Kejadian Cacing Positif Negatif n (%) n (%) P Value OR IK 95% min max Alat Pelindung Diri - Kurang 18 (90) 2 (10) 0,024 0,08 0,1 0,67 - Cukup & Baik 3 (42,9) 4 (57,1) Mencuci Tangan Dengan Sabun Anti Septik - Kurang 18 (90) 2 (10) 0,024 0,08 0,1 0,67 - Cukup & Baik 3 (42,9) 4 (57,1) Pemakaian Air Bersih - Kurang 1 (33,3) 2 (66,7) 0,115 10,00 0,72 138,67 - Cukup & Baik 20 (83,3) 4 (16,7) Dari Tabel 4 bahwa hasil analisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan kejadian cacingan menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik yang kurang dengan kejadian cacingan positif sebanyak 18 orang (90,0%) dan kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan cukup dan baik sebanyak 3 orang (42,9 %). Hasil uji Chi-Square diperoleh 98

nilai P value (0,024) < α (0,05), maka disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan kejadian cacingan, Nilai Odds Ratio > 1 yaitu 0,08 menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik yang kurang mempunyai resiko sebesar 0,08 kali lebih besar terjadinya kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru dibandingkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan baik, hal ini dapat dilihat pada (lampiran 4). Pada Tabel 4 bahwa hasil analisis hubungan antara pemakaian air bersih dengan kejadian cacingan menunjukkan bahwa pemakaian air bersih yang kurang dengan kejadian cacingan sebanyak 1 orang (33,3%) dan kejadian cacingan pada pemakaian air bersih dengan cukup dan baik sebanyak 20 orang (83,3%). Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai P value (0,115) > α (0,05), maka disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pemakaian air bersih dengan kejadian cacingan, hal ini dapat dilihat pada (lampiran 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 27 pekerja tanaman kota Pekanbaru yang dilakukan pemeriksaan feses/tinja secara laboratorium didapatkan 21 orang (77,8%) positif cacingan, dimana 20 orang terinfeksi A. lumbricoedes dan 1 orang terinfeksi T. trichiura dan 6 orang negatif (22,2%). Dimana sumber infeksi cacingan berasal dari wilayah tempat kerja tanaman kota karena pada pemeriksaan pembanding dengan pemeriksaan feses sebanyak 27 orang masyarakat dekat tempat tinggal pekerja tanaman kota hasil negatif sebanyak 27 orang (100%). Tingginya tingkat kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota ini dikarenakan kurangnya kesadaran dalam personal higiene (kebersihan perorangan) misalnya masih banyak pekerja tanaman kota dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembersih tanaman tidak memakai alat pelindung diri dengan lengkap seperti sarung tangan, sepatu dan masker. Selain itu juga kurangnya kesadaran pekerja tanaman kota Pekanbaru dalam hal mencuci tangan dengan sabun antiseptik. Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya (Weber dan Rutala, 2006). Penyakit cacingan banyak menyerang pada pekerja yang berhubungan dengan tanah dikarenakan aktifitas mereka yang lebih banyak berhubungan dengan tanah. Diantaranya cacing tersebut yang sering ditemui pada manusia adalah Ascaris lumbricoedes (cacing gelang) dan Trichuris trichiur (cacing cambuk). Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus, tetapi juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Manusia yang terinfeksi cacingan biasanya mengalami gejala : lesu, pucat/anemia, berat badan menurun, tidak bergairah dan disertai batuk-batuk (Nadesul, 1997). Menurut pendapat Brown (1983) cacing gelang dan cacing cambuk ditemukan pada semua umur, tetapi lebih sering ditemukan pada anak-anak golongan umur 5 sampai 9 tahun yang belum sekolah dan anak-anak yang sudah sekolah, yaitu yang lebih sering berhubungan dengan tanah. Infeksi cacingan masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena cacingan, pada umumnya memang tidak menyebabkan penyakit berat dan tidak mematikan sehingga sering kali diabaikan, tetapi dalam jangka panjang dapat menurunkan derajat kesehatan (Rasmaliah, 2001). Hasil Chi- Square Test hubungan alat pelindung diri dengan kejadian cacingan menunjukkan P value (0,024) pada α (0,05), menunjukkan ada 99

hubungan yang bermakna antara alat pelindung diri dengan kejadian cacingan. Dari hasil 7 orang pekerja tanaman kota yang memakai alat pelindung diri dengan cukup dan baik terdapat kejadian cacingan positif 3 orang (42,9%), sedangkan pemakaian alat pelindung diri yang kurang dari 20 orang pekerja tanaman terdapat kejadian cacingan positif 18 orang (90,0%). Hasil dan wawancara menunjukkan bahwa tingkat kesadaran pekerja dalam memakai alat pelindung diri kurang dikarena tidak adanya alat pelindung diri yang disediakan oleh pihak terkait seperti sarung tangan, sepatu dan masker. Beberapa pekerja juga sebagian yang memakai alat pelindung diri tetapi tidak secara lengkap hal ini memudahkan masuknya telur infeksif melalui berbagai organ tubuh seperti tangan, kaki, dan mulut. Para pekerja mempunyai tanggung jawab pekerjaan mulai dari kegiatan mengumpulkan, mengangkut dan membuang sampah. Di setiap kegiatan tersebut mereka sangat beresiko terinfeksi cacing. Mereka dapat terinfeksi cacing baik per oral yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar dan melalui penetrasi kulit. Bila pekerja kebersihan mengelola sampah tidak memakai alat pelindung diri seperti topi, pakaian kerja, masker, sepatu dan sarung tangan maka kemungkinan terinfeksi cacing lebih besar daripada mereka yang memakai alat pelindung diri secara lengkap seperti cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duanale dapat menginfeksi pekerja kebersihan yang mengelola sampah tanpa menggunakan alat pelindung diri dengan menelan telur cacing tersebut yang melekat pada tangan akibat tidak memakai alat pelindungnya seperti sarung tangan. Bisa juga terinfeksi dengan cara larva cacing tersebut menembus kulit pekerja kebersihan yang kontak langsung dengan sampah dan tidak memakai APD seperti sarung tangan dan baju lengan panjang dan sepatu. Untuk menghindari infeksi cacing tersebut sudah seharusnyalah pekerja kebersihan tersebut memakai alat pelindungnya secara lengkap dan baik. Hasil Chi-Square Test hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan kejadian cacingan menunjukkan P value (0,024) pada α (0,05), menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan kejadian cacingan. Hasil 7 orang pekerja tanaman kota yang mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan cukup dan baik terdapat kejadian cacingan positif 3 orang (42,9%), sedangkan yang mencuci tangan dengan sabun antiseptik yang kurang dari 20 orang pekerja tanaman terdapat kejadian cacingan positif 18 orang (90,0%). Infeksi cacingan dapat dipengaruhi higiene perorangan seperti kebersihan tangan dan kuku. Sebagai responden yang tidak menjaga kebersihan tangan dan kuku dengan cara mencuci tangan dengan sabun antiseptik karena ketidaktahuan responden. Infeksi cacingan kebanyakan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku jemari tangan yang kotor dan panjang sering tersimpan telur cacing (Nadesul, 1997). Hasil Chi- Square Test hubungan pemakaian air bersih dengan kejadian cacingan menunjukkan P value (0,115) pada α (0,05), menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara alat pelindung diri dengan kejadian cacingan. Dari hasil 24 orang pekerja tanaman kota yang memakai air bersih dengan cukup dan baik terdapat kejadian cacingan positif 20 orang (83,3%), sedangkan mamakai air bersih yang kurang dari 3 orang pekerja tanaman terdapat kejadian cacingan positif orang (33,3%). Hasil dari wawancara menunjukkan bahwa pekerja menggunakan air bersih sudah baik dalam melakukan pekerjaan seperti penyiraman tanaman dan air yang digunakan untuk mencuci tangan. 100

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan personal higiene dengan penyakit cacing (Transmitted Helminths) pada pekerja tanaman kota Pekanbaru, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Angka kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru sebesar 77,8%. 2. Proporsi kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru lebih banyak ditemukan pada pekerja yang kurang memakai alat pelindung diri saat bekerja. Hasil analisis bivariat juga menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara alat pelindung diri dengan kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. 3. Proporsi kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru lebih banyak ditemukan pada pekerja yang kurang membersihkan tangan dengan sabun antiseptik saat selesai bekerja. Hasil analisis bivariat juga menunjukkan ada hubungan yang bermakna mencuci tangan dengan sabun antiseptik dengan kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemakaian air bersih dengan kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. Hasil analisis bivariat juga menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pemakaian air bersih dengan kejadian cacingan pada pekerja tanaman kota Pekanbaru. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya Penelitian ini di lapangan hingga selesainya tulisan ini. Khususnya kepada semua keluarga dan dosen pembimbing. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan R.I. 2009. Undang-Undang Kesehatan. Hadidjaja P, 1992. Parasitologi Kedokteran. EGC Jakarta. Meriyati,S. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius. Jakarta. Nadesul, H. 1997. Bagaimana Kalau Kecacingan. Puspa Awara. Jakarta. Notoatmodjo, S.2002. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Riduwan, 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung. 101

Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Jakarta. Suma mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. EGC. Jakarta. Tarwoto dan Wartonah, 2003. Personal Hygiene. Kanisius. Jakarta. Weber DJ, Rutala WA. 2006. "Use of germicides in the home and the healthcare setting: is there a relationship between germicide use and antibiotic resistance?". Infect Control Hosp Epidemiol. Volume 96. 102