RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 128/PUU-XIII/2015 Syarat Calon Kepala Desa dan Perangkat Desa

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 26/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 136/PUU-XIII/2015 Pembagian Hak dan Kewenangan Pemerintah Kabupaten Dengan Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 37/PUU-XIV/2016 Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XV/2017

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIV/2016 Pengalihan Pengawasan Ketenagakerjaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XIV/2016 Persyaratan Bagi Kepala Daerah di Wilayah Provinsi Papua

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XV/2017 Pembatasan Waktu Pengajuan Sengketa Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 87/PUU-XIII/2015 Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Bidang Ketenagalistrikan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum pada ADE KURNIAWAN & PARTNERS LAW FIRM ( AKP Law Firm ), berdasarkan surat kuasa khusus bertanggal 10 Mei 2017. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 70, Pasal 71, dan Penjelasan Umum Alinea ke-12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 29 ayat (1) Undang -Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ; 1

4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga Negara. ; 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Bahwa Pemohon adalah perseorangan WNI yang dimenangkan oleh lembaga peradilan arbitrase sesuai Putusan Arbitrase BANI No. :606/VIII/ARB-BANI/2014, tanggal 28 April 2016, dalam perkara antara Pemohon selaku Penggugat melawan PT. Republik Energi dan Metal (PT REM) selaku Tergugat, namun PT. REM mengajukan pembatalan Putusan BANI No. : 606/VIII/ARB-BANI/2014 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mendasarkan pada Pasal 70, Pasal 71 dan Penjelasan Umum UU 30/1999 dengan alasan karena dugaan adanya dokumen yang diakui palsu 2

atau dinyatakan palsu yang termuat dalam Pasal 70 angka a, putusan arbitrase diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa yang termuat dalam Pasal 70 hurus c, serta Penjelasan Umum UU AAPS khususnya frasa "antara lain" pada alinea ke- 12, dan Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan pembatalan tersebut dengan Putusan Nomor 332/PDT.G/ARB/2016/PN.JKT.PST tanggal 8 September 2016. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 30/1999: 1. Pasal 70: Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. 2. Pasal 71: Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri. 3. Penjelasan Umum Alinea ke-12: Frasa antara lain : Bab VII mengatur tentang pembatalan putusan arbitrase. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain: a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. 3

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 24 ayat (1): Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 3. Pasal 24 ayat (3): Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. 4. Pasal 24A ayat (5): Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. 5. Pasal 27 ayat (1): Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 6. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 7. Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa Pemohon mendalilkan, Pasal 70 UU 30/1999, mengandung tiga frasa yang menimbulkan persoalan konstitusional, yaitu : Pertama, penggunaan frasa "diduga" menimbulkan persoalan yang sangat mendasar yaitu dapat membatalkan putusan lembaga peradilan arbitrase sebagai sebuah lembaga yang keberadaan dan putusannya dijamin dan dilindungi oleh konstitusi dengan alasan yang sangat sumir dan belum pasti. Menggunakan frasa "dugaan: yaitu sesuatu yang masih perkiraan, sangkaan, kecurigaan, untuk 4

membatalkan sebuah putusan lembaga peradilan adalah melanggar prinsipprinsip konstitusi sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Kedua; alasan pembatalan putusan arbitrase karena adanya surat atau dokumen yang "diakui palsu atau dinyatakan palsu" tanpa melalui proses pembuktian pidana terlebih dahulu yaitu tanpa ada putusan pengadilan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, merusak sendi-sendi peradilan dan hak-hak konstitusional seseorang yang dilindungi hukum. Pernyataan palsunya suatu surat atau dokumen yang merupakan terminologi dan jenis tindak pidana, tidak dapat diserahkan kepada proses peradilan perdata karena proses peradilan perdata didasarkan pada model pembuktian formal dan sederhana yang dikenal dengan prinsip preporendence of evidance. Ketiga, alasan pembatalan putusan arbitrase karena adanya tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam sengketa, tanpa dibuktikan terlebih dahulu melalui proses peradilan pidana dan adanya putusan pengadilan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap, juga adalah alasan yang sangat sumir dan terlalu sederhana karena perbuatan "tipu muslihat" adalah suatu tindak pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUH Pidana. Suatu perbuatan atau tindak pidana tidak dapat dinilai berdasarkan proses pembuktian perdata apalagi menjadikannya sebagai dasar dalam membatalkan putusan lembaga peradilan arbitrase sebagai lembaga peradilan yang keberadaan dan putusannya dilindungi dan dijamin konstitusi. Permohonan pembatalan atas putusan arbitrase ke Pengadilan Negeri yang sepenuhnya menggunakan proses pembuktian perdata atas suatu perbuatan pidana adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi dan prinsip hukum umum; 2. Bahwa menurut Pemohon, frasa "antara lain" pada alinea ke-12 Penjelasan Umum UU 30/1999 mengaburkan keberadaan tiga alasan pembatalan putusan arbitrase yang ditentukan secara limitatif dalam Pasal 70 UU 30/1999 dan mengakibatkan norma pada Pasal 70 UU 30/1999 tidak memiliki kepastian makna, karena frasa "antara lain" mengakibatkan pembatalan putusan arbitrase tidak lagi hanya berdasarkan alasan yang 5

secara limitatif disebut dalam Pasal 70, tetapi dapat diperluas dengan alasan-alasan lainnya di luar yang ditentukan dalam Pasal 70 UU 30/1999; 3. Lembaga peradilan arbitrase in casu BANI, adalah lembaga peradilan yang diakui keberadaan dan kewenangannya berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 dan prinsip hukum umum yang berlaku universal untuk memutus perkara berdasarkan kesepakatan atau perjanjian para pihak. Putusan arbitrase in casu BANI adalah putusan final dan mengikat bagi para pihak yang berperkara. Untuk membatalkan putusan arbitrase tidak bisa dilakukan dengan alasan yang sangat sumir dan sangat sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 70 UU 30/1999 karena akan merusak maksud dan keberadaan lembaga arbitrase itu sendiri; 4. Bahwa norma Pasal 70 UU 30/1999 berimplikasi pada Pasal 71 UU 30/1999 yang menentukan bahwa pengajuan pembatalan putusan arbitrase ke Pengadilan Negeri diajukan paling lambat 30 hari setelah putusan arbitrase di sampaikan ke Pengadilan Negeri, sedangkan penyelesaian perkara pidana tidak mungkin dilakukan dalam waktu kurang dari 30 hari, karena proses peradilan pidana harus melalui penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses pembuktian di Pengadilan Negeri dan upaya hukum selanjutnya. Dengan demikian menurut Pemohon, Pasal 71 UU 30/1999 tidak memiliki dasar konstitusional yang dapat dibenarkan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan frasa diduga dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Menyatakan frasa a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu, dan frasa c. 6

Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa surat atau dokumen yang diakui palsu atau dinyatakan palsu, dan putusan diambil dari hasil tipu muslihat dibuktikan dengan putusan pengadilan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Menyatakan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 5. Menyatakan kalimat antara lain dalam frasa karena beberapa hal, antara lain pada Penjelasan Umum alinea ke-12 Undang-Undang Nomor 30 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono). 7