TEKNIK PENYARINGAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM FAS (FILTRASI, ABSORBSI DAN SEDIMENTASI)

dokumen-dokumen yang mirip
Sistem Filtrasi Dengan Karbon. (Zulia Nur Rachma) 76. Oleh: Zulia Nur Rachma 1, Suparno 2 1 Mahasiswi Program Studi Fisika FMIPA UNY

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia di dunia ini. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan

Oleh: Puthy Nurlina Sari dan Suparno, Ph.D Abstrak

Kata kunci: absorbent, coliform, Fe, intensitas transmisi cahaya, dan karbon aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan komponen utama untuk kelangsungan hidup manusia

Oleh: Fissa Septy Primawati, dan Suparno, Ph.D, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam cara, tergantung kondisi geografisnya. Sebagian

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF KAYU AKASIA MANGIUM TERHADAP HASIL PENGOLAHAN AIR SELOKAN MATARAM

Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas ABSTRAK

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho

PENGOLAHAN LIMBAH KROMIUM INDUSTRI ELEKTROPLATING MENGGUNAKAN TEKNOLOGI FILTRASI, ABSORBSI, ADSORPSI, SEDIMENTASI (FAAS) SKRIPSI

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RANCANG BANGUN ALAT PENJERNIH AIR YANG TERCEMAR LOGAM BERAT Fe, Cu, Zn DALAM SKALA LABORATORIUM. Andi Syahputra, Sugianto, Riad Syech

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

ADSORPSI ZAT WARNA DAN ZAT PADAT TERSUSPENSI DALAM LIMBAH CAIR BAIK

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

BAB I PENDAHULUAN % air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Available online Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Teori Koagulasi-Flokulasi

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH MEDIA FILTRASI ARANG AKTIF TERHADAP KEKERUHAN, WARNA DAN TDS PADA AIR TELAGA DI DESA BALONGPANGGANG. Sulastri**) dan Indah Nurhayati*)

PERBAIKAN KUALITAS AIR TANAH DANGKAL DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF, BATU KAPUR/KARANG DAN ZEOLIT UNTUK AIR MINUM*

RACE-Vol.4, No.1, Maret 2010 ISSN PENGARUH PASANGAN ELEKTRODA TERHADAP PROSES ELEKTROKOAGULASI PADA PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINETIKA FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOFILTER MEDIA ZEOLIT

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN KITOSAN DARI KERANG SIMPING (Placuna placenta) SEBAGAI KOAGULAN UNTUN PENJERNIHAN AIR SUMUR

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan adalah air bersih dan hygiene serta memenuhi syarat kesehatan yaitu air

BAB I PENDAHULUAN. memasak, mandi, mencuci dan kebutuhan lainnya. Secara biologis air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

ANALISIS KUALITAS AIR 3

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN POLYALUMUNIUM CHLORIDE(PAC) DAN FILTER KARBON AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. digunakan oleh manusia untuk keperluan sehari-harinya yang memenuhi

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR PERANCANGAN UNIT PENGOLAHAN AIR BERSIH DI UMY

Pengaruh Metode Koagulasi, Sedimentasi dan Variasi Filtrasi terhadap Penurunan Kadar TSS, COD dan Warna pada Limbah Cair Batik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IRWNS Kinerja Alat Pengolahan Air Minum Portable

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

Efektifitas Backwashing Untuk Menjaga Kinerja Rapid Sand Filter Di Daerah Gambut Hugo Pratama 1), Yohanna Lilis Handayani 2), Bambang Sujatmoko) 3

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya)

NASKAH SEMINAR ¹ ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN FILTRASI MENGGUNAKAN PASIR SILIKA SEBAGAI MEDIA FILTER (Dengan parameter kadar Fe, ph dam Kadar Lumpur)

STUDI PENGOLAHAN AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DESAIN WATER TREATMENT MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI CANGKANG KELAPA SAWIT PADA PROSES PENGOLAHAN AIR BERSIH DI SUNGAI MARTAPURA

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

ANALISA KOMPOSIT ARANG KAYU DAN ARANG SEKAM PADI PADA REKAYASA FILTER AIR

KINERJA MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT DAN SERBUK BESI DALAM PENURUNAN KADAR FENOL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lebih cepat meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan

Jurnal Einstein 2 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

PEMANFAATAN AERASI UNTUK MENGURANGI KADAR COD DAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH CAR WASH

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

Uji Kinerja Alat Penjerap Warna dan ph Air Gambut Menggunakan Arang Aktif Tempurung Kelapa Suhendra a *, Winda Apriani a, Ellys Mei Sundari a

BAB II DASAR TEORI. Misalkan sembarang persamaan fisik melibatkan k variabel seperti berikut. u 1 = f ( u 2, u 3,..., u k )

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

KOMBINASI PROSES AERASI, ADSORPSI, DAN FILTRASI PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

Transkripsi:

Teknik Penyaringan Limbah Cair Laundry. (Rizky Aji Saputra) 213 TEKNIK PENYARINGAN LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM FAS (FILTRASI, ABSORBSI DAN SEDIMENTASI) FILTRATION TECHNIQUE OF LAUNDRY LIQUID WASTE USING FAS (FILTRATION, ABSORPTION, AND SEDIMENTATION) SYSTEM Oleh: Rizky Aji Saputra 1, Suparno 2 1 Mahasiswa Program Studi Fisika FMIPA UNY 2 Dosen Program Studi Fisika FMIPA UNY milanrizky10@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui pengaruh volume dan jenis absorbent pada penyaringan limbah cair laundry terhadap tegangan permukaan, viskositas, intensitas transmisi cahaya, ph, dan TDS, (2) mengetahui pengaruh jenis absorbent pada penyaringan limbah cair laundry terhadap kadar fosfat, (3) mengetahui komposisi variasi jenis absorbent pada penyaringan limbah cair laundry terhadap tegangan permukaan, viskositas, intensitas transmisi cahaya, TDS, ph, dan kadar fosfat. Metode yang digunakan dalam proses penjernihan limbah cair laundry adalah sistem FAS. Proses absorbsi dilakukan dengan melewatkan air kotor (sampel limbah cair laundry) ke dalam sistem FAS, kemudian hasil penyaringan ditampung untuk selanjutnya diteliti. kemudian hasil penyaringan ditampung untuk selanjutnya diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat dipengaruhi oleh banyaknya karbon yang digunakan dalam proses penyaringan. Untuk semua absorbent, kadar fosfat terbaik diperoleh pada saat volume maksimal karbon aktif pada volume 2.450 ml (0,44 mg/l), pasir pada volume 3.300 ml (2,59 mg/l) dan kerikil pada volume 2.700 ml (21,65 mg/l). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa volume absorbent berpengaruh terhadap kejernihan dan kandungan deterjen. Absorbsi maksimum terdapat pada karbon akif bambu pada volume 2.450 ml dengan nilai efisiensi transmisi (89,90 ± 1,61) %, tegangan permukaan (72 ± 2) mn/m, viskositas (0,89 ± 0,01) cp dan ph (6,9). Sedangkan untuk nilai TDS maksimum terdapat pada pasir pada volume 3.300 ml (220,0 ± 0,5) ppm. Bahan absorbent berupa karbon aktif bambu memiliki daya serap yang terbaik dibandingkan pasir pantai Indrayanti dan kerikil sungai Krasak. Kata Kunci: karbon aktif bambu, pasir pantai Indrayanti, kerikil sungai Krasak, fosfat, efisiensi transmisi (A), sistem FAS. Abstract This research is aimed to (1)determine the effect of volum andy type of absorbent in laundry liquid waste filtration toward surface tension, visvosity, light transmission effeciency, ph, and TDS, (2) determine the effect of type of absorbent in laundry liquid waste filtration toward level of phospate, (3) determine composition of varied type of absorbent in laundry liquid waste filtration toward surface tension, viscosity, light transmission effciency, ph, TDS, and level of Phospate The method used in laundry liquid waste purification process is FAS system. Absorption process occured when soiled water (laundry liquid waste sample) entering FAS system, while the result of purification process is collected for investigation. The result of research shows that the level of phospate is affected by the amount of carbon used in purification process. Among all absorbent, the best phospate level is gained when the maximum volum of activated carbon is 2.450 ml (0,44 mg/l), sand 3.300 ml (2,59 mg/l), and pebble 2.450 ml (21,65 mg/l). The result also indicates that absorbent volum affects the purity and the level of contained detergent. Maximum absorption is gained when the volum of activated carbon is 2.450 ml with transmission efficiency value (89,90 ± 1,61) %, surface tension (72 ± 2) mn/m, viscosity (0,89 ± 0,01) cp, and ph (6,9). While for maximum value of TDS is gained when the volum of sand is 3.300 ml (220,0 ± 0,5) ppm. Activated bamboo carbon as absorbent material has best level in absorption compared with Indrayanti beach sand and Krasak river pebble. Keywords: Activated bamboo carbon, sand of Indrayanti beach, pebble of Krasak river, absorption efficiency (A), FAS system, Phospate PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup manusia, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara

214 Jurnal Fisika Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi yang akan datang (Effendi, H., 2003). Namun kini banyak air yang tercemar oleh berbagai industri termasuk industri laundry. Industri laundry menghasilkan limbah yang berubah secara fisika (intensitas transmisi cahaya, tegangan permukaan, viskositas, dan TDS) dan kimia (ph dan kadar fosfat). Pada limbah cair laundry, fosfat berperan sebagai builder (pembentuk) yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium (Rahayu, 2007). Baku mutu fosfat menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 adalah 5 mg/l.). Fosfat merupakan senyawa ionik yang dapat mengikat darah dan memungkinkan terjadinya penggumpalan darah pada pembuluh darah apabila asupan air minum atau makanan manusia mengandung fosfat dengan kadar berlebih (Wimpenny dkk., 2000). Fosfat juga dapat membuat suatu tumbuhan tumbuh dengan sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan normal yang disebabkan pengayaan nurtrien atau unsur hara berupa nitrogen (N) dan fosfor (P) yang merupakan bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Dengan perkembangan tumbuhan pada perairan yang sangat cepat menyebabkan perairan tertutupi oleh tumbuhan sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam perairan yang pada akhirnya menghambat sistem metabolisme dari organisme yang hidup di dalam air yang memerlukan cahaya matahari. Upaya untuk menjernihkan kembali limbah cair laundry dapat dilakukan dengan menggunakan sistem FAS (Filtrasi, Absorbsi, dan Sedimentasi). Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (gas maupun cair) yang membawanya menggunakan medium berpori atau bahan berpori lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid (Droste, 1997), filtrasi terjadi pada semua bahan absorbent dan dipengaruhi oleh ukuran bahan absorbent, semakin kecil ukuran absorbent maka hasil filtrasi akan semakin baik. Absorbsi merupakan proses terjebaknya partikel atau absorbat oleh bahan yang berpori/absorbent (Nurhidayati, 2009). Proses ini terjadi pada semua jenis absorbent dan dipengaruhi oleh besarnya pori yang mana semakin besar pori maka penyaringan akan semakin baik hasilnya. Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan padatan tersuspensi (Reynolds, 1996). Proses ini terjadi terutama pada saat air mengalir ke atas di dalam kolom ke 2 dan ke 4. Pada saat itu logam berat yang massa jenisnya lebih besar dari air akan cenderung melakukan sedimentasi ke dalam kolom. Dalam sistem FAS ini digunakan bahan absorbent berupa karbon aktif bambu, pasir pantai Indrayanti, dan kerikil sungai Krasak. METODE PENELITIAN Penelitian ini mulai dilaksanakan pada Juli 2015 hingga Desember 2015, bertempat di Laboratorium Fisika FMIPA UNY dengan sampel karbon aktif bambu dibuat di Laboratorium Biologi FMIPA UNY,

Teknik Penyaringan Limbah Cair Laundry. (Rizky Aji Saputra) 215 pengayakan bahan absorbent dilakukan di Laboratorium Bangunan FT UNY dan penelitian fosfat dilakukan di Laboratorium Fisika dan Kimia STTL kampus II Yogyakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui volume dan komposisi variasi absorbent yang berupa karbon aktif bambu, pasir pantai Indrayanti, dan kerikil sungai Krasak pada penyaringan limbah cair laundry. Pengukuran intensitas transmisi cahaya dilakukan dengan menggunakan Luxmeter, kandungan partikel terlarut dengan menggunakan TDSmeter, ph menggunakan phmeter, tegangan permukaan menggunakan metode cincin de Nouy, viskositas menggunakan pipa kapiler dan kadar fosfat menggunakan spektrofotometer. Viskositas air yang telah diberi perlakuan ditentukan dengan Persamaan 3. t1 t2 = viskositas air (poise) = viskositas larutan yang diuji (poise) = massa jenis air (g/cm 3 ) = massa jenis larutan yang diuji (g/cm 3 ) = waktu alir air (detik) = waktu alir larutan (detik) Adapun langkah kerja penelitian ini adalah seperti pada Gambar 1. berikut: (3) Tahap Pengolahan Data Efisiensi transmisi (A) dapat ditentukan melalui Persamaan 1. A = ( I0 / It ) x 100 % (1) Dengan: A adalah efisiensi transmisi cahaya (%), I0 adalah intensitas cahaya standar (Lux), dan It adalah intensitas cahaya hasil filtrasi (Lux). Tegangan permukaan air yang telah diberi perlakuan ditentukan dengan Persamaan 2. ( ) : Gaya permukaan larutan untuk mempertahankan permukaannya (mn) : Tegangan permukaan (mn/m) : Diameter dalam cincin du Nouy (m) : Diameter luar cincin du Nouy (m) Gambar 1. Diagram Alir Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN (2) Besarnya efisiensi penyerapan (A) yang dilakukan akan dipengaruhi oleh volume dan jenis absorbent yang digunakan. Adapun kondisi limbah cair laundry sebelum dilakukan proses penyaringan, air kran (PAM) dan air

216 Jurnal Fisika Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 bersih/air mineral (I0) disajikan pada Tabel 1 berikut. Dari Tabel bisa dilihat bahwa air limbah laundry sangat keruh. Hal ini ditunjukkan oleh intensitas transmisi cahaya yang sangat rendah yakni (1 ± 0) Lux Tabel 1. Hasil Uji Transmisi Cahaya Air Bersih, Intensitas Air Kram, dan Air Selokan Mataram (SM) menyerap polutan pengotor yang lebih kecil dibandingkan kerikil karena memiliki ukuran mesh yang lebih besar. Pada penelitian ini, volume antara karbon, pasir, dan kerikil berbeda dikarenakan pada awal penelitian menggunakan massa namun ternyata dalam pembuatan grafik tidak dalam rentang yang sama. Sehingga dipilihlah volume sebagai variabel bebas yang memiliki rentang yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan Gambar 2 tampak bahwa dengan melakukan penambahan volume bahan Hasil Uji Efisiensi Transmisi Cahaya Pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 absorbent mengakibatkan peningkatan efisiensi transmisi cahaya pada proses penyaringan limbah cair laundry. Hal tersebut berarti bahwa volume absorbent yang digunakan berpengaruh terhadap efisiensi transmisi cahaya, karena absorbent yang digunakan dapat menyerap polutan pengotor. Tabel 2. Hubungan Variasi Komposisi Absorbent terhadap Efisiensi Transmisi Gambar 2. Grafik Perbandingan Volume Karbon Aktif, Pasir, dan Kerikil terhadap Nilai Efisiensi Transmisi Pada Gambar 2 tampak bahwa karbon aktif bambu adalah bahan absorbent yang memiliki nilai efisiensi diatas pasir pantai Indrayanti dan kerikil sungai Krasak. Ini dikarenakan karbon aktif memiliki struktur pori yang dapat menyerap polutan pengotor dan menjernihkan air, sedangkan pasir lebih baik dalam proses penyerapan dibandingkan kerikil karena pasir memiliki ukuran mesh 30 mesh dan kerikil 6 mesh yang artinya pasir dapat Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa nilai efisiensi absorbsi variasi bahan-bahan yang digunakan dipengaruhi oleh volume karbon aktif bambu, dimana semakin banyak volume karbon yang digunakan maka nilai efisiensi absorbsi semakin tinggi. Hal ini dikarenakan

Teknik Penyaringan Limbah Cair Laundry. (Rizky Aji Saputra) 217 karbon aktif bambu berfungsi sebagai penjernih air, ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa karbon aktif merupakan bahan yang baik dalam melakukan proses adsorbsi dan absorbsi. Jika kita lihat 2 variasi bahan terbaik yaitu P-P- Kb-Kb-Kb dan K-P-Kb-Kb-Kb memiliki perbedaan yang sedikit, namun P-P-Kb-Kb-Kb lebih baik dibandingkan K-P-Kb-Kb-Kb boleh jadi dikarenakan pasir merupakan media filter yang lebih baik dibandingkan kerikil karena pasir memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaannya relatif lebih besar sehingga dapat menyerap partikel pengotor yang lebih banyak. Hasil Uji TDS Pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent 600 550 500 450 400 350 300 250 200 Karbon Aktif Bambu Gambar 3. Grafik Perbandingan Volume Karbon Aktif, Pasir, dan Kerikil terhadap TDS Pada Gambar 3 terlihat bahwa yang dapat menyerap zat padat terlarut lebih baik berturut-turut adalah pasir pantai Indrayanti, karbon aktif bambu dan kerikil sungai Krasak. Pasir dapat menyerap zat padat terlarut lebih baik dibandingkan yang lain, boleh jadi disebabkan karena ukurannya yang jauh lebih kecil dari yang lain sehingga luas permukaannya jauh lebih besar dan adsorpsinya lebih besar pula. Tabel 3. Tabel Hubungan Variasi Komposisi Absorbent terhadap TDS daya Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa jumlah zat padat terlarut dari variasi bahan- bahan absorbent yang digunakan dipengaruhi oleh volume pasir pantai Indrayanti memiliki ukuran 30 mesh, ukuran ini lebih kecil dibanding karbon aktif (8 mesh) dan kerikil (6 mesh) yang artinya pasir dapat menyerap lebih baik untuk polutan pengotor yang berupa zat padat terlarut. Jika kita lihat 2 variasi bahan terbaik yaitu P-P-Kb-Kb-Kb ( dengan TDS 234 ppm) dan P-P-P-Kb-Kb (dengan TDS 209 ppm) memiliki perbedaan yang relatif, namun P-P-P- Kb-Kb lebih baik dibandingkan P-P-Kb-Kb-Kb dikarenakan pasir yang digunakan memiliki ukuran yang lebih kecil dari karbon sehingga luas permukaannya menjadi besar dan adsorbsi partiikelpun menjadi lebih besar.

218 Jurnal Fisika Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Hasil Uji Viskositas Pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent 0,92 0,90 0,88 0,86 0,84 0,82 0,80 0,78 0,76 0,74 0,72 0,70 0,68 0,66 0,64 0,62 0,60 0,58 0,56 Kerikil Sungai Krasak Pasir Pantai Indrayanti Karbon Aktif Bambu Gambar 4. Grafik Hubungan Variasi Volume dan Jenis Absorbent terhadap Viskositas Pada Gambar 4 dapat ditunjukkan bahwa karbon aktif bambu memiliki daya serap terhadap kadar detergen pada limbah cair laundry lebih tinggi yang kemudian disusul pasir pantai Indrayanti dan kerikil sungai Krasak. Air yang memiliki kandungan detergen lebih banyak akan lebih encer dan massa jenisnya bertambah, hal ini menyebabkan air akan mengalir lebih cepat sehingga memiliki nilai viskositas yang rendah. Namun dalam proses penyaringan, setiap pertambahan volume bahan absorbent akan mengakibatkan berkurangnya kandungan detergen pada air sehingga nilai viskositasnya naik. Tabel 4. Tabel Hubungan Variasi Komposisi Absorbent terhadap Viskositas Dalam limbah cair laundry terdapat detergen yang menyebabkan menurunnya viskositas larutan. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa penyerapan detergen yang menyebabkan perubahan pada viskositas cairan dengan hasil terbaik terjadi pada komposisi P-P-Kb-Kb-Kb (0,89±0,01) cp. Hasil Uji Tegangan Permukaan Pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent 76 74 72 70 68 66 64 62 60 58 56 54 52 50 48 46 44 42 40 Kerikil Sungai Krasak Pasir Pantai Indrayanti Karbon Aktif Bambu Gambar 5. Grafik Hubungan Variasi Volume dan Jenis Absorbent terhadap Tegangan Permukaan Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa karbon aktif adalah bahan absorbent yang paling baik dalam menaikkan tegangan permukaan sehingga bisa mencapai nilai tegangan permukaan air bersih yaitu 72 mn/m. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh kemampuan

Teknik Penyaringan Limbah Cair Laundry. (Rizky Aji Saputra) 219 karbon aktif dalam menyerap kandungan surfaktan lebih banyak dibandingkan pasir pantai Indrayanti dan kerikil sungai Krasak. Air yang mengandung detergen akan memiliki tegangan permukaan yang kecil, detergen mengandung surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Dalam proses mn/m menjadi 71 mn/m yang nilainya sama dengan tegangan permukaan air bersih. Hasil Uji Kadar Fosfat Pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent Tabel 6. Hubungan Variasi Jenis dan Komposisi Absorbent terhadap Kadar Fosfat. penyaringan, setiap bertambahnya volume bahan absorbent akan menyebabkan kandungan detergen pada air berkurang. Tabel 5. Tabel Hubungan Variasi Komposisi Absorbent terhadap Tegangan Permukaan Hasil dari penyaringan limbah cair laundry menggunakan variasi bahan absorbent berupa karbon aktif bambu, kerikil sungai Krasak dan pasir pantai Indrayanti dapat diketahui bahwa bahan absorbent terbaik menyerap kadar fosfat adalah karbon aktif bambu yakni 0,44 mg/l (lihat Tabel 6) dan variasi bahan absorbent yang terbaik adalah P- Berdasarkan Tabel 5, hasil dari penyaringan limbah cair laundry menggunakan variasi bahan absorbent berupa karbon aktif P-Kb-Kb-Kb (0,87 mg/l). Hasil Uji ph Larutan pada Variasi Volume dan Komposisi Absorbent bambu, kerikil sungai Krasak dan pasir pantai Indrayanti dapat diketahui bahwa variasi bahan absorbent yang memiliki nilai tegangan permukaan terbaik adalah P-P-Kb-Kb-Kb (71±1) mn/m. Pada limbah cair laundry terdapat surfaktan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan. Dengan perlakuan yang diberikan telah mampu meningkatkan tegangan permukaan dari 40 7,8 7,7 7,6 7,5 7,4 7,3 7,2 7,1 7,0 6,9 6,8 Kerikil Sungai Krasak Pasir Pantai Indrayanti Karbon Aktif Bambu

220 Jurnal Fisika Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Gambar 6. Grafik Hubungan Variasi Volume dan Jenis Absorbent terhadap ph 8,0 7,8 7,6 7,4 7,2 7,0 6,8 Air Limbah P-Kb-K-K-K P-Kb-Kb-K-K Kb-K-K-P-P K-K-Kb-Kb-Kb Kb-K-P-P-P K-P-P-Kb-Kb K-P-Kb-Kb-Kb P-P-Kb-Kb-Kb P-P-P-Kb-Kb Variasi Komposisi Bahan Absorbent Gambar 7. Grafik Hubungan Variasi Komposisi Absorbent terhadap ph Pada limbah cair laundry terkandung senyawa alkali (basa) yang berasal dari surfaktan (Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS) sehingga dapat menambah ph suatu cairan. Sehingga wajar bila ph limbah cair laundry 7,90. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa bahan absorbent karbon aktif bambu, pasir pantai Indrayanti dan kerikil sungai Krasak dapat menurunkan ph larutan dengan relatif cepat. Karbon aktif dengan volume 1.470 ml sudah mampu menetralkan limbah dengan ph 6,90, pasir pantai Indrayanti dengan volume 2.460 ml dan kerikil sungai Krasak dengan volume 2.700 ml. Sedangkan dari Gambar 7 dapat dilihat pada semua variasi komposisi absorbent memiliki ph 6,90. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa semakin besar volume absorbent yang digunakan dalam proses penyaringan menghasilkan air yang semakin baik kualitasnya. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya efisiensi transmisi, tegangan permukaan, dan viskositas serta menurunnya ph menjadi netral (6,90), kadar fosfat, dan TDS sebagai indikasi berkurangnya kandungan detergen dan polutan pengotor lainnya dalam air hasil penyaringan dengan sistem FAS ini. Untuk semua absorbent, kadar fosfat terbaik diperoleh pada saat volume maksimal karbon aktif pada volume 2.450 ml (0,44 mg/l), pasir pada volume 3.300 ml (2,59 mg/l) dan kerikil pada volume 2.700 ml (21,65 mg/l). Absorbsi partikel pengotor terbaik ditunjukkan oleh karbon akif bambu pada volume 2.450 ml dengan nilai efisiensi transmisi cahaya (89,90 ± 1,61) %, tegangan permukaan (72 ± 2) mn/m, viskositas (0,89 ± 0,01) cp dan ph (6,9). Sedangkan untuk nilai TDS maksimum ditunjukkan oleh pasir pada volume 3.300 ml (220,0 ± 0,5) ppm. Saran Pada penelitian ini air mengalir dari sati paralon ke paralon lain dengan sedikit lambat, untuk itu perlu digunakan pompa air agar debit alir air menjadi lebih cepat. Air proses penyaringan dengan sistem FAS ini sudah layak digunakan kembali jika dilihat dari parameter yang diteliti, namun perlu penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan coliform agar air dapat digunakan untuk mandi maupun minum. Alat transmisi cahaya yang digunakan dalam penelitian ini bisa disempurnakan agar hasil intensitas cahaya yang dihasilkan bisa lebih baik.

Teknik Penyaringan Limbah Cair Laundry. (Rizky Aji Saputra) 221 DAFTAR PUSTAKA Droste, R.L. (1997). Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. USA: John Wiley and Sons, Inc Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta. Nurhidayati. (2009). Pemanfaatan Karbon Aktif Pasar Kayu Sengon sebagai Absorben Logam Berat Cu pada Limbah Simulasi Cu. Skripsi. Yougyakarta: UNY. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Rahayu, S.S. 2009. Fitoremediasi Fosfat dengan Pemanfaatan Enceng Gondok: Studi Kasus Pada Air Limbah Cair Industri Kecil Laundry. Jurnal Presipitasi, Vol. 2No 1 2007 Maret; ISSN 1907-187X Reynold, Tom D. & Paul A. Richards. 1996. Unit Operation And Processes in Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Tjokrokusumo. (1995). Pengantar Konsep Teknologi Bersih. Yogyakarta: STTL YLH.. Wimpenny, J., Manz, W., Szewzyk, U. (2000). Heterogeneity in Biofilms, FEMS Microbiol