PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TULANG IKAN LELE (Clarias Batrachus) PADA PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KADAR KALSIUM, ELASTISITAS, DAN DAYA TERIMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAGING BEKICOT (ACHATINA FULICA) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI

JURNAL PUBLIKASI. PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TULANG IKAN LELE (Clarias Batrachus) TERHADAP KADAR KALSIUM, KEKERASAN, DAN DAYA TERIMA BISKUIT

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT, ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA

DAYA TERIMA DAN KOMPOSISI PROKSIMAT TEPUNG TULANG IKAN LELE YANG MENGALAMI PROSES PERENDAMAN DALAM LARUTAN JERUK NIPIS NASKAH PUBLIKASI

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENGARUH SUBSITUSI TEPUNG TULANG IKAN LELE (Clarias sp.) TERHADAP KADAR KALSIUM, DAYA KEMBANG, DAN DAYA TERIMA KERUPUK NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Disusun Oleh. Devie Triyanaa J FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, masalah gizi kurang masih banyak ditemukan, khususnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

Disusun Oleh : J

PROKSIMAT PROGRA S1 GIZI FAKULTAS AM STUDI. Disusun Oleh : ERNA J SULISTYOWATI

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

KADAR PROTEIN, SIFAT FISIK DAN DAYA TERIMA KULIT BAKPIA YANG DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

MUTU ORGANOLEPTIKDAN KADAR PROTEIN MIE BASAH YANG DISUBTITUSI DENGAN AMPAS TAHU

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

ARTIKEL ILMIAH TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BOLU KUKUS YANG DIFORMULASI SEBAGIAN DENGAN TEPUNG SUKUN

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

ARTIKEL ILMIAH PERBEDAAN PENGGUNAAN TEPUNG TERIGU, PATI SINGKONG DAN PATI JAGUNG TERHADAP TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA KRUPUK PEPAYA

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

PENGARUH PENAMBAHAN KOSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) TERHADAP MUTU KUE SEMPRONG. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH FORMULASI PENAMBAHAN TEPUNG SUKUN DALAM PEMBUATAN MIE KERING. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

STUDI PEMBUATAN MI INSTAN SAGU DENGAN VARIASI PENAMBAHAN JUMLAH DAGING IKAN PATIN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi tepung. terigu cukup tinggi. Berbagai produk pangan yang diolah menggunakan

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

PENGARUH PROPORSI TERIGU DAN TAPIOKA TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK KERUPUK BANDENG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Biologi DIAH AYU FITRIANI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

M. Yogie Nugraha 1), Edison 2), and Syahrul 2) Abstract

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KARAKTERISTIK BAKSO IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DENGAN PENAMBAHAN JANTUNG PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG BONGGOL PISANG TERHADAP TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA DONAT NASKAH PUBLIKASI

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

KOMPOSISI PROKSIMAT, KADAR KALSIUM DAN DAYA TERIMA BANDENG DURI LUNAK YANG DIMASAK DENGAN LAMA PEMASAKAN YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

Utilization of Cassava Peel Flour for Producing Sago Instant Noodle.

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN PATIN (Pangasius hypopthalmus) UNTUK PEMBUATAN BISKUIT DAN SNACK

OPTIMASI KONSENTRASI PENGEMULSI TERHADAP TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA ROTI TAWAR BERBAHAN DASAR TEPUNG SINGKONG

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KACANG MERAH PADA PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA

Effect of Substitution Soy Flour and Flour Anchovy towards Protein and Calcium Crackers

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMANFAATAN PATI GANYONG (Canna Edulis) PADA PEMBUATAN MIE SEGAR SEBAGAI UPAYA PENGANEKARAGAMAN PANGAN NON BERAS

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG AMPAS TAHU DALAM PEMBUATAN NUGGET TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA TERIMA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

ARTIKEL ILMIAH PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BONGGOL. PISANG ( Musa paradisiaca ) TERHADAP DAYA SERAP AIR DAN DAYA TERIMA BROWNIES

VARIASI KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP MUTU ORGANOLEPTIK MIE TEPUNG PISANG

PENGARUH FORTIFIKASI ALGA HIJAU BIRU (Spirulina) PADA MAKARONI IKAN PATIN (Pangasius hyppophthalmus) TERHADAP PENERIMAAN KONSUMEN

KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN KELOR SEBAGAI BAHAN PENSUBTITUSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP TINGKAT KEKENYALAN DAN DAYA TERIMA CILOK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJI KADAR PROTEIN DAN UJI ORGANOLEPTIK BISKUIT DENGAN RATIO TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG DAUN KELOR

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE UNTUK PEMBUATAN KUE LUMPUR COKLAT DENGAN PENAMBAHAN VARIASI GULA PASIR JURNAL PUBLIKASI

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA DALAM PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN DAYA TERIMA SKRIPSI

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TULANG IKAN LELE (Clarias Batrachus) PADA PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KADAR KALSIUM, ELASTISITAS, DAN DAYA TERIMA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : WITDIAH PERMITASARI J 310 070 024 PROGRAM STUDI GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

HALAMAN PERSETUJUAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa : Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele (Clarias batrachus) Pada Pembuatan Mie Basah Terhadap Kadar Kalsium, Elastisitas dan Daya Terima : Witdiah Permitasari Nomor Induk Mahasiswa : J 310 070 024 Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang merupakan ringkasan skripsi (tugas akhir) dari mahasiswa tersebut Surakarta, 22 April 2013 Pembimbing I Menyetujui Pembimbing II (Rusdin Rauf, S.TP., MP) NIK. 2001194 (Fitriana Mustikaningrum,S.Gz., M.Sc) NIK. 78011902040101009 Mengetahui Ketua Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakartaa Dwi Sarbini, SST., M. Kes NIK. 747 2

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TULANG IKAN LELE (Clarias Batrachus) PADA PEMBUATAN MIE BASAH TERHADAP KADAR KALSIUM, ELASTISITAS DAN DAYA TERIMA Witdiah Permitasari Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Background: Calcium is one of the micronutrients that has an important role in human health, because deficiency of calcium can lead osteoporosis. The strategy to increase the calcium intake is the addition of bone flour in wet noodle-making Purpose : The purpose of the study was to evaluate the effect of catfish bone flour addition on calcium content, elasticity and acceptability of wet noodle. Methods: The completely randomized design was used in the research with 4 treatments of calcium addition, were 0%, 10%, 20% and 30%. Data were analyzed using One Way Anova, followed by DMRT test at a level 0,05. Results: The results indicated that there was an effect of catfish bone flour addition on calcium level of wet noodles. The addition 30% displayed the highest calcium content of wet noodle, which was 5,14%. However, the elasticity and acceptability of wet noodles were not affected by the addition of catfish bone flour. Suggestion: In the manufacture of wet noodles, suggested to use 10% of catfish bone flour. Keywords noodle. : Catfish bone flour, Calcium levels, Elasticity, Acceptability, Wet PENDAHULUAN Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium. Kekurangan asupan kalsium dapat menyebabkan penyakit Osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya kepadatan tulang dan kerusakan mikro jaringan tulang yang mengakibatkan tulang rapuh dan mudah patah (Siagian, 2004). Data WHO (1994) menunjukkan angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis di seluruh dunia mencapai 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 6,3 juta orang pada tahun 2050. Kejadian Osteoporosis di Indonesia tahun 2007 cukup tinggi pada wanita diatas 70 tahun 53,6%, sedangkan pada pria diatas 70 tahun 38%. Dan pada wanita umur 1

dibawah 70 tahun 18-36% sedangkan pada pria 20-27% (Rachman dan Setiyohadi, 2007). Penyebab tingginya risiko osteoporosis di Indonesia adalah rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yang hanya sebesar 254 mg/hari (Depkes RI, 2008). Angka kecukupan rata-rata kalsium dalam sehari untuk orang Indonesia adalah bayi 300-400 mg, anak-anak 500 mg, remaja 600-700 mg, dewasa 500-800 mg. Kalsium sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Asupan kalsium perlu diperhatikan sejak bayi hingga seterusnya agar kebutuhan untuk pertumbuhan tulang terpenuhi. Sumber kalsium dapat diperoleh dari susu, keju, dan ikan (Almatsier, 2003). Menurut Tanuwidjaya (2002) kalsium pada ikan tidak hanya terdapat pada dagingnya tetapi juga terdapat pada tulang ikan. Kandungan gizi tulang ikan dalam 100 gram tepung tulang ikan yaitu 735 mg kalsium, 9,2 gram protein, 44 mg lemak, phospor 345 mg, zat besi 78 mg, 24,5 gram abu, karbohidrat 0,1 mg (Syahroni, 2008). Tingginya kandungan kalsium tulang ikan menunjukkan bahwa tulang ikan memiliki potensi sebagai bahan makanan sumber kalsium yang mudah terjangkau oleh masyarakat dan dapat dijadikan alternatif diet untuk mencegah penyakit akibat kekurangan kalsium. Salah satu ikan yang dapat dimanfaatkan tulangnya menjadi tepung tulang ikan adalah ikan lele. lkan lele adalah jenis ikan air tawar yang paling banyak diminati serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Olahan ikan lele mempunyai rasa yang enak dan kandungan gizinya cukup tinggi. Kandungan gizi dalam ikan lele dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti sumber energi, protein, lemak, kalsium (Ca), fosfor (P), zat besi (Fe), natrium, tiamin (B1), riboflavin (B2) dan niasin (Azhar,2006). Salah satu sentra produksi ikan lele terbesar adalah Boyolali, Jawa Tengah. Boyolali memiliki usaha kecil menengah (UKM) yang menghasilkan keripik ikan lele dan abon ikan lele. Tulang ikan lelehanya dianggap limbah dan belum dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Tepung tulang ikan lele juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri makanan (bahan makanan campuran) pengganti tepung terigu, salah satunya dapat digunakan dalam pembuatan mie basah. Mie basah (fresh noodle atau wet noodle) merupakan salah satu jenis mie yang sudah dikenal luas dan menjadi makanan yang disukai masyarakat di 2

Indonesia. Industri mie basah banyak tersebar wilayah Indonesia dan kebanyakan diproduksi oleh industri rumah tangga dan industri kecil/menengah. Terdapat dua jenis mie basah yang dikenal masyarakat, yaitu mie mentah (raw noodle) dan mie rebus (cooked noodle). Kualitas, baik mutu organoleptik, fisikokimia, mikrobiologi maupun daya awet dari mie basah dapat bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses pengolahan dan penggunaan bahan tambahan (Nasution, 2005). Mie merupakan pokok sumber karbohidrat yang terbuat dari tepung terigu (Matz, 1992). Perkembangan konsumsi mie sangat pesat, sehingga mie merupakan jenis makanan yang sesuai kebutuhan yang terbuat dari tepung terigu. Mie dibuat dengan menggunakan tepung terigu bergluten tinggi dengan tingkat protein lebih dari 12 %, sehingga mie yang dihasilkan elastis dan tidak mudah putus (Astawan, 2005). Potensi gizi yang terkandung dalam tulang ikan lele dapat dimanfaatkan menjadi tepung tulang ikan lele yang disubstitusikan dalam pembuatan mie basah untuk meningkatkan asupan mineral kalsium. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan tepung tulang ikan lele pada pembuatan mie basah terhadap kadar kalsium, elastisitas dan daya terima. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen di laboratorium. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 4 (empat) perlakuan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30%. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 - Januari 2013. Penetapan variasi penambahan tepung tulang ikan lele, mengacu pada hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan dengan menggunakan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 20% dan 40% berdasarkan sifat uji daya terima yang baik. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan analisis, sehingga total percobaan adalah 4 x 3 = 12 satuan percobaan. Variabel bebas : Penambahan tepung tulang ikan. Variabel terikat : Kadar kalsium, elastisitas, dan daya terima mie basah.variabel kontrol : Jenis tepung terigu, bahan-bahan yang lain, proses pembuatan mie dan ketebalan mie. Penelitian ini menggunakan jenis 3

data kuantitatif yaitu data yang diperoleh melalui hasil penelitian dan selalu dinyatakan dalam angka. Data tersebut adalah data uji kadar kalsium, elastisitas dan daya terima. Tahap penelitian pendahuluan Prosedur pembuatan tepung tulang ikan lele, analisis proksimat dan analisis kadar kalsium pada tepung tulang ikan lele. Tahap penelitian utama Prosedur pembuatan mie basah tepung tulang ikan lele, Analisis kadar kalsium, elastisitas dan daya terima mie basah. Uji kadar kalsium, elastisitas dan daya terima dianalisis dengan menggunakan Anova satu arah taraf signifikansi 95% menggunakan program SPSS versi 16. Perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji Duncan Multliple Range Test (DMRT). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Mie basah dalam penelitian ini adalah mie yang dalam pembuatannya ditambahkan tepung tulang ikan lele. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat mie basah adalah tepung terigu, tepung tulang ikan lele, telur, garam dan air. Pembuatan mie basah diolah dalam beberapa variasi penambahan tepung tulang ikan lele dari jumlah tepung terigu sebesar yaitu penambahan 0%, penambahan 10%, penambahan 20% dan penambahan 30%. Variasi penambahan tepung tulang ikan lele terhadap tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30% dalam pembuatan mie basah dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan lele terhadap kadar kalsium elastisitas dan daya terima. B. Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Daya Terima Penelitian pendahuluan digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilaksanakan bertujuan untuk menentukan prosentase penambahan tepung tulang ikan lele pada mie basah yang dapat di terima kesukaannya. Penentuan persentase penambahan tepung tulang ikan lele pada mie basah dilakukan dengan uji kesukaan 10 panelis dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 20% dan 40% dari berat tepung terigu hasilnya ditampilkan pada Tabel 1. 4

Tabel 1. Daya Terima Panelis Terhadap Mie Basah Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele Pada Penelitian Pendahuluan Perlakuan Frekuensi (%) skor penilaian Kesukaan penambahan tepung tulang ikan lele 5 4 3 2 1 0% 30 60 20 40 - Warna 20% 30 70 - - - 40% 20 20 60 - - 0% 30 20 50 - - Aroma 20% 40 40 20 - - 40% 20 50 30 - - 0% 30 50-40 - Rasa 20% 20 70 10 - - 40% - 50 50 - - 0% - 30 40 30 - Tekstur 20% 30 70 - - - 40% - 40 40 20-0% - 50 30 20 - Keseluruhan 20% 40 60 - - - 40% 10 40 50 - - Keterangan : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 5, pada penelitian uji kesukaan mie basah yang digunakan untuk campuran tepung terigu dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 20% dan 40%. Dari semua sampel mie basah yang dilakukan uji kesukaan yaitu penambahan 0%, 20% dan 40%. Menunjukkan bahwa semakin kecil persentase penambahan maka daya terima mie basah akan semakin baik. Sehingga persentase penambahan yang digunakan pada penelitian utama adalah 0%, 10%, 20% dan 30%. Sampel mie basah dengan persentase penambahan yang besar kurang disukai karena mie yang dihasilkan kurang menarik dari segi warna terlalu putih, tekstur yang dihasilkan mudah putus, adonan menjadi sulit untuk kalis sehingga mie akan mudah putus saat percetakan. 5

2. Komposisi Proksimat dan Kadar Kalsium Tepung Tulang Ikan Lele Hasil analisis dari komposisi proksimat dan kadar kalsium dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Proksimat dan Kadar Kalsium Tepung tulang ikan lele Komponen Hasil ulangan analisis Rata-rata I II Air (%) 11.32 11.35 11.34 Abu (%) 59.37 59.62 59.49 Protein (%) 23.84 23.88 23.86 Lemak (%) 0.97 0.96 0.96 Karbohidrat (%) 4.50 4.19 4.35 Kalsium (%) 17.50 17.44 17.47 Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui hasil analisis komposisi proksimat tepung tulang ikan lele yaitu kadar kalsium 11,34 %, kadar abu 59,49 %, kadar protein 23,86 %, kadar lemak 0,96 %, kadar karbohidrat 4,35 %, dan kalsium 17,47%. Berdasarkan data komposisi proksimat tersebut, tepung tulang ikan lele mempunyai potensi untuk digunakan bersamaan dengan tepung terigu dalam pembuatan mie basah. C. Hasil Penelitian Utama Penelitian utama pada pembuatan mie basah menggunakan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% dari berat tepung terigu. Adapun hasil komposisi proksimat dan kadar kalsium tepung tulang ikan lele dan analisis mie basah meliputi analisis kadar kalsium, elastisitas dan daya terima adalah sebagai berikut: 1. Kadar Kalsium Hasil analisis kadar kalsium mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Statistik Anova Satu Arah dari Kadar Kalsium Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tulang ikan lele Penambahan tepung Hasil ulangan analisis (%) Rata-rata tulang ikan lele (%) I II III (%) 0% 2.45 2.49 2.44 2.46 a 10% 4.02 3.95 3.98 3.98 b 20% 4.62 4.66 4.59 4.62 c 30% 5.18 5.11 5.13 5.14 d Nilai sig. 0.000 Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata dengan analisis Duncan 6

Berdasarkan Tabel 7, dapat dijelaskan bahwa, kadar kalsium mie basah dengan penambahann tepung tulang ikan lelee (0%, 10% %, 20% dan 30% ) memiliki nilai signifikansi penambahan tepung tepung tulang ikan lele yaitu p=0,000 (p<0,05), yang menyatakan bahwa terdapatt pengaruh penggunaan tepung tulang ikan lele 0% %, 10%, 20% dan 30% terhadap kadar kalsium mie basah, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis kadar kalsium dengann Duncan menunjukan mie basah yang dibuat dengan penambahan tepung tulang ikan lele terhadap tepung terigu sebesar 0% (kontrol) berbeda nyata dengan penambahan 10% %, penambahan 20% dan penambahan 30%, sedangkan mie basah yang dibuat dengan penambahan 10% berbeda nyataa dengan penambahan 20% dan berbeda nyataa dengan penambahan 30%. Pada mie basah yang dibuat dengan penambahan 20% berbeda nyataa dengan penambahann 30%. Gambaran perubahan kadar Kalsium padaa mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% dapat dilihat pada Gambar 12. kd kadar kalsium(%) kli 6 4 2 0 2.46 0 3.98 10 4.62 20 5.14 30 tepung tulang ikan lelee (%) Gambar 1. Kadar kalsium mie basah penambahan tepung tulang ikan lele (%) Berdasarkan pada Gambar 12, diperoleh keterangan bahwa kadar Kalsium yang terendah yaitu pada mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0% sebesar 2,46% dan kadar kalsium yang tertinggi yaitu pada mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele 30% sebesar 5,14%. Kadar kalsium pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% mengalami peningkatan. Tingginya kadar kalsium disebabkan karena adanya bahan yang mengandung kalsium tinggi. Hal ini sesuai dengann laporan Kaya (2008) 7

semakin tinggi penambahann konsentrasi tepung tulang ikan patin maka semakin besar kadar kalsium yang dimiliki oleh biskuit formulasi. 2. Elastisitas Hasil analisis elastisitas mie basah dengann penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Statistik Anova Satu Arah dari Elastisitas Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tulang Ikan lelee Penambahann tepung Hasil ulangan analisis ( N) Rata-rata tulang ikan lele I II III (N) 0% 17.42 16.30 15. 76 16.49 10% 16.12 26.02 22. 26 21.47 20% 21.07 19.10 29. 22 23.13 30% 16.49 24.38 15. 69 18.85 Nilai Sig. 0..334 Keterangan : notasi huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata Berdasarkan Tabel signifikasi 95% nilai p = 0,334 sehingga p>0,05 hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan elastisitas mie basah yang dibuat dengan 4 perlakuan yang berbeda. Penambahan tepung tulang ikan lele tidak berpengaruh signifikan terhadap elastisitas mie basah. Gambaran elastisitas pada mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% dapat dilihat pada Gambar 2. elastisitas (N) 25 20 15 10 5 0 16.49 0 4, Berdasarkan uji 21.47 23.13 statistik Anova taraf 18.85 10 20 30 tepung tulang ikan lele (%) Gambar 2. Elastisitass mie basah penambahan tepung tulang ikan lele Berdasarkan pada Gambar 2, diperoleh keterangann rata-rata tingkat elastisitas mie basah yang dibuat dengann penambahan tepung tulang ikan lele terhadap tepung terigu sebesar 0% (kontrol) memiliki tingkat elastisitas paling rendah sebesar 16,49%, elastisitas mie basah 8

yang dibuat dengan penambahan 30% memiliki elastisitas sebesar 18,85%, elastisitas mie basah yang dibuat dengan penambahan 10% mempunyai elastisitas sebesar 21,47%, sedangkan elastisitas mie basah yang dibuat dengan penambahan 20% memiliki elastisitas tertinggi yaitu sebesar 23,13 %. Dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan penambahan campuran tepung terigu dan tepung tulang ikan lele terhadap elastisitas yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan laporan Permatasari, Widyastuti dan Suciati (2009) menyatakan bahwa semakin besar jumlah tepung talas dan semakin kecil jumlah tepung terigu yang digunakan maka elastisitas mie basah semakin berkurang karena kandungan gluten menurun. 3. Daya terima mie tulang ikan lele Mie basah dilakukan uji organoleptik yaitu uji kesukaan untuk mengetahui daya terima panelis terhadap mie basah. Dalam penelitian ini ada lima parameter yang diukur yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan secara keseluruhan. Variasi mie basah yang dibuat dengan penambahan 0% (kontrol), penambahan 10%, penambahan 20% dan penambahan 30%. Daya terima pada mie basah ini meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Statistik Anova Satu Arah dari Daya Terima Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tulang Ikan Lele (%) Penambahan tepung Warna Aroma Rasa Tekstur Kesukaan tulang ikan lele keseluruhan 0% 4.04 3.84 3.84 3.76 4.08 10% 4.12 3.88 3.92 3.72 4.04 20% 4.00 3.64 3.52 3.48 3.80 30% 3.92 3.60 3.36 3.40 3.64 Nilai p 0,852 0,672 0,090 0,322 0,102 Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata Berdasarkan hasil rata-rata uji daya terima tersebut dapat diketahui penilaian panelis terhadap mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele terhadap tepung terigu sebesar meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan sebagai berikut : 9

a. Warna Warna dalam makanan sangat penting karena berpengaruh terhadap kenampakan sehingga meningkatkan daya tarik dan memberi informasi yang lebih kepada konsumen tentang karakteristik makanan, terutama citarasanya (Ubaedillah, 2008). Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan penelis, persentase daya terima panelis yang terdiri dari 25 orang panelis mengenai warna mie basah yang dibuat dengan 4 perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skor Daya Terima Warna Mie Basah yang Ditambahkan Tepung tulang ikan lele Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele Frekuensi (%) Panelis 5 4 3 2 1 0% 28 52 16 4-10% 40 40 12 8-20% 16 68 16 - - 30% 20 52 28 - - Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 6, hasil uji frekuensi daya terima warna terhadap mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol) memiliki daya terima panelis lebih banyak setelah mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 10%. Daya terima warna pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 20% lebih disukai yaitu suka 68% dan agak suka 16%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan penambahan tepung tulang ikan lele dengan penambahan yang berbeda didapatkan hasil penerimaan panelis yang berbeda pula. Penilaian panelis terhadap warna dipengaruhi oleh tingkat kepekaan indera penglihatan pada panelis yang berbeda-beda. Penilaian panelis yang tertinggi adalah pada mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 10%, kemudian mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol), mie basah yang penambahan tepung 10

tulang ikan lele 20% dan mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 30%. Menurut Winarno (1993), bahwa uji warna lebih banyak melibatkan indra penglihatan dan merupakan salah satu indikator juga untuk menentukan apakah suatu bahan pangan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen, karena makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi dan bertekstur baik) belum tentu akan disukai oleh konsumen apabila bahan pangan tersebut memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna aslinya. b. Aroma Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan penelis, persentase daya terima panelis yang terdiri dari 25 orang panelis mengenai aroma mie basah yang dibuat dengan 4 perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Skor Daya Terima Aroma Mie basah yang Ditambahkan Tepung Tulang Ikan Lele Perlakuan Penambahan Frekuensi (%) Panelis Tepung Tulang Ikan Lele 5 4 3 2 1 0% 20 52 24-4 10% 20 56 16 8-20% 16 52 20 8 4 30% 24 36 20 16 4 Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 7, hasil uji frekuensi daya terima aroma terhadap mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 10% memiliki daya terima panelis lebih banyak setelah mie basah penambahan tepung tulang ikan lele sebesar 0% (kontrol). Daya terima aroma pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 20% lebih disukai yaitu sangat suka 16%, suka 52%, agak suka 20%, tidak suka 8% dan sangat tidak suka 4%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan penambahan tepung tulang ikan lele dengan penambahan yang berbeda didapatkan hasil penerimaan panelis yang berbeda pula. 11

Penilaian panelis terhadap aroma dipengaruhi oleh tingkat kepekaan indera penciuman pada panelis yang berbeda-beda. Penilaian panelis yang tertinggi adalah pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol), kemudian mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 10%, mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 20% dan mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 30%. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lainnya (Winarno, 1993). c. Rasa. Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan oleh 25 panelis, persentasi daya terima panelis terhad terhadap rasa pada mie basah yang dibuat dengan 4 perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Skor Daya Terima Rasa Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tepung Tulang Ikan Lele Frekuensi (%) Panelis 5 4 3 2 1 0% 20 48 28 4-10% 24 48 24 4-20% 12 48 24 16-30% 12 36 28 24 - Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Ikan Lele Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 8, hasil uji frekuensi daya terima rasa terhadap mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol) memiliki daya terima panelis lebih banyak setelah mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 10%. Daya terima aroma pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 20% lebih disukai yaitu sangat suka 12%, suka 48%, agak suka 24% dan tidak suka 16%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan penambahan tepung tulang ikan lele dengan penambahan yang 12

berbeda didapatkan hasil penerimaan panelis yang berbeda pula. Penilaian panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh tingkat kepekaan indera perasa pada panelis yang berbeda-beda. Penilaian panelis yang tertinggi adalah pada mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 10%, kemudian mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%(kontrol), mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 20% dan mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 30%. Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam dan pahit. Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan, keempukan atau kekenyalan makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan dan temperatur makanan (Meilgaard, 2000). d. Tekstur Hasil uji tekstur pada mie basah yang terdiri dari 25 orang panelis terhadap tekstur mie tulang ikan lele yang dibuat dengan 4 perlakuan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 9. Skor Daya Terima Tekstur Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tulang Ikan Lele Perlakuan Penambahan Frekuensi (%) Panelis Tepung Tulang Ikan Lele 5 4 3 2 1 0% 20 48 20 12-10% 16 44 36 4-20% 4 44 44 8-30% 8 36 44 12 - Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 9, hasil uji frekuensi daya terima tekstur terhadap mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 10% memiliki daya terima panelis lebih banyak setelah mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol). Daya terima tekstur pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 13

20% lebih disukai yaitu sangat suka 4%, suka 44%, agak suka 44% dan tidak suka 8%. Penilaian panelis terhadap tekstur dipengaruhi oleh tingkat kepekaan indera peraba dan perasa pada panelis yang berbeda-beda. Penilaian panelis yang tertinggi adalah pada mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol), kemudian mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 10%, mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 20% dan mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 30%. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat dirasakan dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari. Tekstur dari suatu produk akan mempengaruhi penilaian tentang diterima atau tidaknya produk tersebut, karena tekstur merupakan kenampakan luar suatu produk yang dapat dilihat secara langsung oleh panelis. Penilaian biasanya dilakukan dengan menggosokan jari dengan bahan yang dinilai di antara dua jari (Winarno, 2004). e. Kesukaan Keseluruhan Kesukaan keseluruhan adalah tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk secara keseluruhan. Deskriptif persentase daya terima panelis terhadap kesukaan keseluruhan pada mie basah yang dibuat dengan 4 perlakuan berbeda dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Skor Daya Terima Kesukaan Keseluruhan Mie Basah yang Ditambahkan Tepung Tulang Ikan Lele Frekuensi (%) Panelis 5 4 3 2 1 0% 32 44 24 - - 10% 24 56 20 - - 20% 8 64 24 4-30% 12 44 40 4 - Perlakuan Substitusi Tepung Tempe Keterangan: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka. Berdasarkan Tabel 10, hasil uji frekuensi daya terima kesukaan keseluruhan terhadap sosis substitusi tepung tempe 0%, 10%, 20% dan 30% menunjukkan bahwa mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 10% memiliki daya terima panelis lebih banyak setelah mie 14

basah penambahan tepung tulang ikian lele 0% (kontrol). Daya terima kesukaan keseluruhan pada mie basah penambahan tepung tulang ikan lele 20% lebih disukai yaitu sangat suka 4%, suka 44%, agak suka 44% dan tidak suka 8%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan penambahan tepung tulang ikan lele dengan penambahan yang berbeda didapatkan hasil penerimaan panelis yang berbeda pula. Penilaian tertinggi terhadap kesukaan keseluruhan adalah mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 0% (kontrol), kemudian diikuti dengan mie basah yang penambahan tepung tulang ikan lele 10%, karena penggunaan tepung tulang ikan lele pada mie basah lebih sedikit dari pada mie basah yang penambahan tepung tulang ikan 20% dan 30%. Dapat diketahui semakin tinggi penambahan tepung tulang ikan lele, maka daya terima terhadap kesukaan keseluruhan mie basah menunjukan kecenderungan semakin tidak disukai. Keadaan ini dipengaruhi oleh kenampakan warna, aroma, rasa dan tekstur secara keseluruhan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Ada pengaruh penambahan tepung tulang ikan lele terhadap kadar kalsium mie basah. Kadar kalsium tertinggi ditunjukkan oleh mie basah yang ditambahkan tepung tulang ikan lele 30% yaitu sebesar 5,14 %. Kadar kalsium terendah ditunjukkan oleh mie basah yang ditambahkan tepung tulang ikan lele 0% yaitu 2,46 %. 2. Tidak ada pengaruh penambahan tepung tulang ikan lele terhadap elastisitas mie basah. Elastisitas mie basah berada pada rentang 16,49 23,13 N. 3. Panelis lebih menyukai mie basah dengan penambahan tepung tulang ikan lele sebesar 0% dan 10%. B. Saran Pembuatan mie basah, disarankan penambahan tepung tulang ikan 10%. 15

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Astawan, M 2005. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Azhar, TN. 2006. Rekayasa Kadar Omega-3 pada Ikan Lele Melalui Modifikasi Pakan. Pustaka Pelajar. Jakarta. Depkes RI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Departemen Kesehatan. Jakarta. Matz, SA.1992. Bakery Technology and Enginering. New York: Van Norstand Reinhold Pub. Co. Inc. volume 1 no.1. Nasution Emma Z. 2005. Pembuatan mie kering dari tepung terigu dengan Tepung rumput laut difortifikasi Dengan kacang kedelai. Jurnal Sains Kimia 2005. Vol 9, No.2, 2005: 87-91 Permatasari, S., Widyastuti, S., dan Suciati. 2009. Pengaruh Rasio Tepung Talas dan Tepung Terigu terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian UNUD Rachman, I dan Setiyohadi, B. 2007. Penyakit Osteoporosis. http://www.medicastore.com/osteoporosis/index. Siagian, A. 2004. Besi Mencegah Osteoporosis. Fakultas Sumatera Utara: 225. Tanuwidjaya, N. 2002. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (pangasius Ham buch) Dalam Pembuatan Mie Kering. Karawaci: Universitas Pelita Harapan. Ubaedillah. 2008. Kajian Rumput Laut Eucheuma cotonii sebagai Sumber Serat Alternatif Minuman Cendol Instan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. WHO 1994. Assesment of Fracture Risk and its Application to Screening for Postmenopoisal Osteoporosis. Switzerland: WHO. Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 154 16