PERFORMANCE ASSESSMENT UNTUK FASE ORIENTASI PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING SISWA SMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP KEMAMPUAN ARGUMENTASI ILMIAH SISWA SMA PADA MATERI PENGUKURAN

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PERFORMANCE ASSESSMENT SEBAGAI BENTUK PENILAIAN BERKARAKTER KIMIA

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 3 No. 3 ISSN Kata Kunci : Guided Inquiry dengan Teknik Think Pair Share, Hasil Belajar [1]

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh

KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN PANDUAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR 1 BERBASIS GUIDED INQUIRY

BAB III METODE PENELITIAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PENILAIAN HASIL BELAJAR IPA

ANALISIS AKTIVITAS PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING SISWA SMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Unnes Physics Education Journal

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SAINS MENGGUNAKAN PA BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH DENGAN PA KONVENSIONAL

PENGARUH PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Kata Kunci: Model Pembelajaran Inkuiri, Hidrolisis Garam

EFEKTIVITAS PENERAPAN PERFORMANCE ASSESSMENT TERHADAP MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR KIMIA SISWA SMA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Santi Helmi et al., Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA (Fisika)...

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

I bm GURU MAHIR MENDESAIN PENILAIAN AUTENTIK Sukmawarti, Rahmat Kartolo, Surtiani Ibtisam

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGEMBANGAN PENILAIAN AUTENTIK GUNA MENGUKUR PENGETAHUAN DAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 6 PURWOREJO

Penelitian Tindakan Kelas Rumpun Bidang Fisika, Biologi, Kimia dan IPA


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

E044 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN INSTAD TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS. Pendidikan Biologi FKIP UNS

Meningkatkan Pemahaman Konsep Mata Pelajaran Biologi melalui Performance Assessment

PROFIL KONSEPSI MAHASISWA PADA MATERI KINEMATIKA

Profesionalisme Guru/ Dosen Sains KEMAMPUAN GURU IPA DALAM PENYUSUNAN PENILAIAN AUTENTIK DI SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA TAHUN AJARAN 2014/2015

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan

POTRET PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS EMPAT PILAR PENDIDIKAN DI SMA. Ahmad Fauzi, Supurwoko, Edy Wiyono 1) ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICTION, OBSERVATION AND EXPLANATION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Profesionalisme Guru/ Dosen Sains PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 10 BANJARMASIN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Jurnal Sainmatika Vol 7 No ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

ANALISIS PEMENUHAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYATERHADAP KEBUTUHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN SRAGEN

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIB SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI POKOK CAHAYA MELALUI PENDEKATAN GUIDED INQUIRY

BAB III METODE PENELITIAN

POTRET KEMAMPUAN GURU MENGAJAR SAINS SECARA INKUIRI DI SEKOLAH DASAR KOTA BANDAR LAMPUNG

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

PROFILE ANALISIS PEMENUHAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN, RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN TIPE LEARNING CYCLE MELALUI MODEL PENGAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUA N A.

Esty Setyarsih Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. mempelajari fenomena alam dan segala sesuatu yang terjadi di alam. IPA

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN: e-issn: Vol. 2, No 8 Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Unnes Physics Education Journal

Evriani Yudi Kurniawan Riski Muliyani Prodi Pendidikan Fisika, STKIP Singkawang

Kholifatul Maghfiroh, Asim, Sumarjono Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

Asesmen Portofolio dalam Pembelajaran (IPA) Di Sekolah Dasar. *Nuryani Y. Rustaman & **Andrian Rustaman

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PUZZLE CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SPEKTRUM CAHAYA PADA SISWA SMA KELAS XII. Yeri Suhartin

Penerapan pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar kognitif

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

PROSIDING SEMNAS KBSP V

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS

Penelitian dan Kajian Konseptual Mengenai Pembelajaran Sains Berbasis Kemandirian Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

ANALISIS KEBUTUHAN INSTRUMEN PENILAIAN BERBASIS TAKSONOMI THE STRUCTURE OF OBSERVED LEARNING OUTCOME PADA MATERI KONSEP LARUTAN PENYANGGA

Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Spontaneous Group Discussion

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

KETERAMPILAN DASAR KINERJA ILMIAH PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA

ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SINTESIS SISWA MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN LANGSUNG DENGAN METODE PROBLEM SOLVING

*Keperluan Korespondensi, telp: ,

E043 PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN GUIDED INQUIRY DAN MODIFIED INGUIRY TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Penilaian atau asesmen dalam pembelajaran memiliki kedudukan yang

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 2 ISSN

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Ernanda Ariyatna Drs. Malan Lubis, M.Hum.

Elok Mufidah dan Amaria Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Tlp: , Abstrak

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI KELAS VIII SMP NEGERI 3 PERCUT SEI TUAN T.A 2012/2013

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SINTESIS SISWA MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN LANGSUNG DENGAN METODE PROBLEM SOLVING

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS MODUL DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP JAMUR

Transkripsi:

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Magister Pendidikan Sains dan Doktor Pendidikan IPA FKIP UNS Surakarta, 19 November 2015 MAKALAH PENDAMPING Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Sains untuk Membangun Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ISSN: 2407-4659 PERFORMANCE ASSESSMENT UNTUK FASE ORIENTASI PADA PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING SISWA SMA DI KOTA BANDAR LAMPUNG Viyanti 1, Cari 2, Widha Sunarno 3, Zuhdan Prasetyo 4, Sri Widoretno 5 1,2,3,5 Program Doktor Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret 4 Universitas Negeri Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta Email korespondensi : viyanti@student.uns.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan argumentasi yang dapat diberdayakan pada fase orientasi menggunakan performance assessment. Seperti diketahui bahwa performance assessment merupakan penilaian yang menuntut siswa untuk menunjukkan bahwa mereka telah menguasai keterampilan dan kompetensi tertentu dengan melakukan atau menghasilkan sesuatu. Dalam penelitian ini performance assessment digunakan untuk menilai keterampilan argumentasi (claims, data, warrants, backings, qualifiers, and rebuttals) siswa yang muncul pada fase orientasi pembelajaran inkuiri terbimbing. Penelitian ini menggunakan desain penelitian survey dengan teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif. Pemilihan sampel menggunakan purfosive sampling sehingga diperoleh responden sebanyak 160 siswa berasal dari 5 SMA di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan data diperoleh rata-rata persentase keterampilan argumentasi yang muncul pada fase orientasi yang dinilai dengan performance assessment sebagai berikut: claims 30,7%, data 29,7%, warrants 26,7%, backings 24,8%, qualifiers 18,6%, dan rebuttals 14,5%. Hasil ini memberikan gambaran adanya gejala kesulitan dalam memberdayakan keterampilan argumentasi siswa untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing. 218 Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Kata kunci : pembelajaran inkuiri terbimbing, keterampilan argumentasi, performance assessment, siswa SMA Kota Bandar Lampung I. PENDAHULUAN Pembelajaran fisika pada hakekatnya merupakan serangkaian proses kegiatan ilmiah, dimana sering kali siswa diharapkan berprilaku seperti ilmuan. Proses kegiatan ilmiah mempunyai beberapa kerangka yaitu mendesain kegiatan eksperimen, karya tulis ilmiah, komunikasi ilmiah, dan menganalisis karya ilmiah secara kritis. Seorang siswa yang secara eksplisit dapat menunjukkan keterampilannya dari beberapa kerangka tersebut menunjukkan pemahaman akan sains mereka baik. Proses kegiatan ilmiah dalam suatu pembelajaran terutama pembelajaran fisika perlu diimbangin dengan suatu instrumen penilaian yang dapat secara adil menilai tahap demi tahap suatu proses pembelajaran. Penilaian yang dirasa pas untuk merelisasikan hal tersebut adalah performance assessment. Wiggins (1993) mengungkapkan bahwa performance assessment memerlukan individu untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam konteks, tidak hanya menyelesaikan tugas abal-abal. Lebih penting, performance assessment dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan pembelajaran, dan meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka perlu tahu dan mampu melakukan. Majid (2006:88) performance assessment merupakan penilaian dengan berbagai macam tugas dan situasi di mana siswa diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan dalam berbagai macam konteks. Berdasarkan hal tersebut, performance assessment adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk mendemostrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria-kriteria yang diinginkan. Performance assessment memiliki karakteristik yang dapat membedakan dengan jenis penilaian lainnya. Stiggins (1994:160) berpendapat bahwa salah satu karakteristik performance assessment adalah dapat digunakan untuk melihat kemampuan siswa selama proses pembelajaran tanpa harus menunggu sampai proses tersebut berakhir. Selanjutnya menurut Norman (dalam Mahmudah, 2000:18) mengenai performance assessment: (1) tugas-tugas yang diberikan lebih realistis atau nyata; (2) tugas-tugas yang diberikan lebih kompleks sehingga mendorong siswa untuk berpikir dan ada kemungkinan mempunyai solusi yang banyak; (3) waktu yang diberikan untuk asesmen lebih banyak; (4) dalam penilainnya lebih banyak menggunakan pertimbangan. Selain itu, performance assessment digunakan untuk menilai kemampuan siswa melalui penugasan (task). Dalam menilai kinerja siswa, perlu disusun kriteria. Kriteria yang menyeluruh disebut rubrics. Meskipun penggunaan rubrik ini relatif menyita waktu, akan tetapi dengan rubrik yang lengkap guru dapat mengungkap kualitas dan profil performance peserta didik. Dengan demikian wujud performance assessment yang utama adalah task (tugas) dan rubrics (kriteria penilaian). Guru juga dapat mengembangkan instrumen performance assessment dengan rubrik yang lengkap. Tugas-tugas kinerja digunakan untuk memperlihatkan kemampuan siswa dalam melakukan suatu keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk nyata. Selanjutnya rubrik digunakan Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2015 219

untuk memberikan keterangan tentang hasil yang diperoleh siswa (Zainul, 2001:9-11). Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam performance assessment antara lain: generalizability atau keumuman, authenticity atau keaslian/nyata, muliple focus (lebih dari satu fokus), fairness (keadilan), teachability (bisa tidaknya diajarkan), feasibility (kepraktisan), Scorability atau bisa tidaknya tugas tersebut diberi skor (Popham, 1995:147). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberdayakan keterampilan argumentasi untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing adalah dengan memadukan indikator keterampilan argumentasi dengan tahap untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing kemudian dinilai dengan menggunakan performance assessment. Performance assessment didapatkan dari hasil pengamatan guru terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi. Penilaian biasanya digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam diskusi pemecahan masalah, menggunakan alat-alat laboratorium dan aktivitas lain yang dapat diamati/diobservasi. Materi fisika berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari dan dapat dipraktikan sehingga pembelajaran inkuiri terbimbing untuk fase orientasi sangat penting diterapkan dalam pembelajaran fisika. Penerapan fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing dalam pembelajaran fisika memungkinkan diterapkannya performance assessment. Seperti yang diketahui setiap proses penilaian mempunyai langkah yang membedakan dengan penilaian lainnya, begitu pun performance assessment yang memiliki langkah-langkah berikut; perencanaan penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar. Sebelum melaksanakan performance assessment terhadap proses dan hasil belajar, guru harus terlebih dahulu membuat perangkat performance assessment agar penilaian yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kompetensi yang hendak diuji. Dalam makalah ini telah disusun instrumen yang berkaitan dengan performance assessment yang mampu mengukur fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing. Seperti yang kita ketahui bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan guru apabila ingin keseluruhan siswanya berhasil mempelajari pelajaran yang disajikan secara bermakna. Selain itu peran guru dalam pembelajaran inkuiri terbimbing antara lain: (1) Guru harus menyadari bahwa taraf kemampuan siswa antara siswa yang satu dengan yang lain berbeda-beda dalam hal penyerapan pembelajaran, maka dengan pembelajaran inkuiri terbimbing diharapkan dapat memandu siswa untuk memiliki kemampuan yang sama satu dengan yang lainnya. (2) guru harus mampu memilih strategi pembelajaran yang cocok untuk siswa yang memiliki taraf kemampuan yang berbeda-beda. (3) Guru harus sadar tentang makna pembelajaran fisika yang bersifat empiris dimana pembelajaran ini menuntut bukti atau fakta yang didapat melalui rangkaian kegiatan ilmiah secara sistematis dan terkendali. (4) Berkaiatan dengan peran guru sebagai fasilitator guru harus mampu menjabarkan kepada siswa bahwa ilmu fisika diperoleh berdasarkan pengamatan dan eksperiman, yang jelas menghubungkan fakta-fakta berdasarkan 220 Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

kegiatan ilmiah. (5) Guru harus mampu bertanggung jawab penuh membantu dan membimbing siswa untuk mencapai hasil yang optimal dan harapan lain guru juga dapat menciptakan situasi belajar yang efektif, efisien dan relevan. Paparan yang menjelaskan peran guru dalam pembelajaran inkuiri terbimbing didukung oleh beberapa ahli: National Research Council (NRC) tahun 2000, Bilgin (2009: 1039) mengungkapkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat melatih siswa untuk membangun jawaban dan berpikir cerdas dalam menemukan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang diajukan oleh guru, mengembangkan keterampilan pemahaman konsep (understanding skills), membangun rasa tanggung jawab (individual responsibility), dan melatih proses penyampaian konsep yang ditemukan. Rustaman, dkk (2005: 95) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran ini, berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk mengenal masalah, hingga membuat penjelasan dari hasil temuan Gejala kesulitan belajar untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing dalam rangka memberdayakan keterampilan argumentasi merupakan salah satu gejala (gambaran) belum tercapainya perubahan tingkah laku secara menyeluruh. Oleh karena itu selain dari perbaikan strategi pembelajarannya terutama pada langkah orientasi untuk bisa lebih spesifik menunjukkan pemberdayaan dari indikator keterampilan argumentasi pada fase itu juga diperlukan suatu penilaian yang dapat memberikan umpan balik dari tiap kegiatan atau kinerja yang dilakukan oleh siswa yaitu performance assessment. Hal ini secara tidak langsung dapat membantu siswa untuk dapat berhasil mengatasi kesulitan belajar dan dapat membantu mencapai kesamaan tingkah laku sebagai hasil belajar. Indikator keterampilan argumentasi yang akan diberdayakan untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan instrumen performance assessement ditungkan dalam bentuk angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 53 item. Tiap item pertanyaan yang dikembangkan bertujuan untuk mengidentifikasi pembelajaran inkuiri terbimbing untuk fase orientasi yang selama ini dilakukan oleh guru apakah telah berhasil memberdayakan keterampilan argumentasi siswanya. Berdasarkan hal tersebut peneliti telah menyebar angket pada 5 SMA di Kota Bandar Lampung dengan responden berjumlah 160 siswa. II. METODE PENELITIAN Dalam rangka mengidentifikasi keterampilan argumentasi yang dapat diberdayakan untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing digunakan desain penelitian survey dengan metode deskriptif eksploratif yaitu desain yang berusaha menggambarkan atau mendeskripsikan berbagai indikator yang ditemukan dalam penelitian. Data yang digunakan berupa data kualitatif diperoleh dari penyebaran angket pada 160 responden yang berasal dari 5 SMA di Kota Bandar Lampung. Dimana responden yang dipilih menggunakan teknik pemilihan sampel secara purfosive sampling. Proses pengolahan dan analisis data menggunakan kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis kuantitatif menggunakan analisis statistika deskriptif Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2015 221

eksplorasi. Teknik analisis kualitatif adalah lanjutan analisis kuantitatif yang melibatkan sumber data yang dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi. Adapun tahapan dalam pengolahan data sebagai berikut: (1) mengidentifikasi data yang sesuai dengan indikator yang diteliti, (2) mengelompokkan data sesuai dengan indikator yang dibutuhkan dalam penelitian, (3) melakukan tabulasi data sesuai dengan indikator penelitian dengan tujuan memudahkan pembacaan, pengkategorian dan analisis, (4) menganalisis data secara kualitiatif dengan cara menguraikan, mengubungkan data dan informasi sesuai dengan tujuan penelitian, dan (5) melakukan intrepertasi data serta membuat kesimpulan. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh dari penyebaran angket dan wawancara mendalam pada responden yang telah terpilih berdasarkan metode pemilihan sampel. Angket yang dijawab oleh responden menggunakan bentuk tanggapan ya dan tidak beserta alasan. Angket yang diperoleh dari siswa di bandingkan dengan keterangan yang diberikan dari responden guru. Hal ini bertujuan untuk menjamin kebenaran dari tanggapan yang diberikan responden/siswa. Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut. Keterampilan argumentasi yang dapat diberdayakan untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan performance assessment rebuttals qualifiers backings warrants data claims rata-rata 14.5 18.6 24.8 26.7 29.7 30.7 Gambar 1. Data rata-rata keterampilan argumentasi yang diberdayakan Hasil penelitian berdasarkan Gambar 1, memperlihatkan bahwa keterampilan argumentasi untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing yang dinilai dengan performance assessment responden relatif belum mampu diberdayakan secara maksimal dalam pembelajaran fisika. Hasil ini memberikan gambaran adanya gejala kesulitan dalam memberdayakan 222 Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

keterampilan argumentasi tersebut dan mengindikasikan belum tercapainya perubahan tingkah laku secara menyeluruh. Adapun data rata rata keterampilan argumentasi (rebuttals, qualifiers, backings, warrants, data dan calims) diperoleh berturut-turut sebagai berikut: 14,5%, 18,6%, 24,8%, 26,7%, 29,7 dan 30,7%. Dari data tampak jelas terlihat rata-rata keterampilan argumentasi untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing dengan menggunakan performance assessment masih dalam kategori relatif rendah kisaran persentase dibawah 50%. Berdasarkan data rata-rata keterampilan argumentasi yang dinilai menggunakan performance assessment menunjukkan bahwa guru disinyalir masih belum terbiasa menggunakan performance assessment cendrung menggunakan penilaian konvensional. Padahal performance assessment merupakan salah satu bentuk asesmen alternatif yang selalu mengajak siswa untuk berpikir secara lebih luas dan mendalam mengenai suatu kasus. Seperti yang diungkap Drake (2000) bahwa performance assessment adalah alat untuk memperbaiki cara mengajar guru dan cara belajar peserta didik; Menurut Jo Anne Wangsatorntanakhun yang dikutip Zainul (2001:9), menyatakan bahwa performance assessment terdiri dari dua bagian yaitu clearly defined task and a list of explicit criteria of assessing student performance or product. Selanjutnya Majid (2006: 88) bahwa, langkahlangkah membuat performance assessment (1) melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output yang terbaik); (2) menuliskan perilaku kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan dan menghasilkan output yang terbaik; (3) membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur, jengan terlalu banyak sehingga semua kriteria- kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakaan tugas; (4) mengurutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati; (5) kalau ada periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-kriteria kemampuan yang dibuat sebelumnya oleh orang lain. Uraian di atas memperlihatkan keterhubungan antara performance assessment dengan proses pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru bahkan performance assessment merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran inkuari terbimbing. Karena itu performance assessment dalam penelitian ini tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa indikator keterampilan argumentasi siswa, tetapi harus mampu mengukur seluruh keterampilan argumentasi untuk semua fase pada pembelajaran inkuiri terbimbing. Oleh karena itu, performance assessment dapat dijadikan alternatif penilaian untuk memberdayakan keterampilan argumentasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing karena melalui performance assessment ini siswa dapat belajar dari banyak hal. Hal-hal yang dapat mendukung performance assessment untuk semua fase dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dalam memberdayakan keterampilan argumentasi, misalnya dari: (1) pengalaman selama mengerjakan tugas-tugas kelompok atau individu untuk melatihkan keterampilan argumentasi siswa yang diberikan guru, (2) kegiatan membaca buku-buku, jurnal, majalah, koran atau internet untuk memperkuat keterampilan argumentasi siswa, (3) hasilhasil penelitian, project, exhibition atau demontrasi untuk mendukung Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2015 223

keterampilan argumentasi dilevel yang lebih tinggi, (4) hasil observasi atau hasil wawancara yang dilakukan siswa dengan mengacu pada tiap indikator pada keterampilan argumentasi, (5) kumpulan hasil karya siswa dalam bentuk portofolio yang kesemuanya telah memuat keterampilan argumentasi, (6) mengerjakan tes pilihan ganda yang diperluas, yakni tes yang menuntut siswa bukan hanya memilih jawaban yang dianggap benar tetapi juga tes ini melatih tingkat keterampilan argumentasinya siswa menuntut siswa berpikir tentang alasan mengapa memilih jawaban tersebut sebagai jawaban yang benar, dan lain sebagainya, sehingga diharapkan terjadi proses perubahan tingkah laku peserta didik menuju kondisi belajar yang lebih baik dan pada akhirnya diharapkan kegiatan belajar menjadi bagian dari kegiatan memberdayakan keterampilan argumentasi dalam kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Hal ini mengindikasikan bahwa performance assessment yang akan dikembangkan oleh peneliti dalam penelitian lanjutannya masih sangat relevan apalagi didukung oleh pembelajaran inkuiri terbimbing untuk memberdayakan keterampilan argumentasi. Selain dari paparan di atas berkenaan dengan rendahnya rata-rata keterampilan argumentasi yang dapat diberdayakan disinyalir masih kurangnya pengetahuan responden tentang esensi dari keterampilan argumentasi yang diharapkan peneliti. Responden masih beranggapan argumentasi yang dimaksud adalah kemampuan membuat argumen dari semua pernyataan yang diberikan pada saat pembelajaran tanpa tahu bahwa ada indikator untuk tiap keterampilan argumentasi. Hal ini juga didukung oleh lingkungan belajar yang tidak pernah mau mengasah keterampilan argumentasi siswa secara bertahap. Menurut ahli Jimnez-aleixandre, 2008 dalam Viyanti (2015), karakteristik dari pengoptimalan lingkungan belajar untuk membangun argumen yang dilakukan siswa, guru, kurikulum, penilaian, refleksi, dan komunikasi sebagai berikut: (1) para siswa harus aktif dalam proses pembelajaran; mereka harus menilai pengetahuan, mengajukan pernyataan mereka, dan mengkritik orang lain; (2) guru harus mengadopsi pembelajaran berpusat pada siswa, guru bertindak sebagai model mengenai cara memverifikasi pernyataan mereka, menunjang pengembangan pemahaman sifat pengetahuan di antara siswa, strategi belajar dan mengadopsi seperti inkuiri; (3) kurikulum harus memperhatikan pendekatan otentik pemecahan masalah, yang dibutuhkan siswa untuk belajar inkuiri (4) siswa dan guru harus terampil dalam menilai klaim, dan penilaian para pelajar harus melampaui tes tertulis; (5) siswa harus reflektif tentang pengetahuan dan mengerti bagaimana hal itu diperoleh, dan akhirnya (6) para pelajar harus memiliki kesempatan untuk melakukan dialog di mana belajar kooperatif akan berlangsung. Menggabungkan keenam elemen mendorong pelaksanaan pemberdayaan keterampilan argumentatif dengan lingkungan belajar interaktif. Berdasarkan paparan di atas seyogyanya seorang guru dalam pembelajaran kesehariannya untuk dapat membiasakan memberdayakan keterampilan argumentasi siswanya dimulai dari hal-hal terkecil dari tingkat argumentasi terendah sehingga lambat laun siswa akan terbiasa berargumentasi dalam pembelajaran. Selain itu guru perlu memperbaharui kemampuan mengidentifikasi tiap keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa. 224 Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

IV. SIMPULAN Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: data rata-rata persentase keterampilan argumentasi yang muncul pada fase orientasi yang dinilai dengan performance assessment sebagai berikut: claims 30,7%, data 29,7%, warrants 26,7%, backings 24,8%, qualifiers 18,6%, dan rebuttals 14,5%. Hasil ini memberikan gambaran adanya gejala kesulitan dalam memberdayakan keterampilan argumentasi siswa untuk fase orientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing dan belum tercapainya perubahan tingkah laku secara menyeluruh. V. DAFTAR PUSTAKA A Majid. 2006. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar KompetensiGuru. Remaja Rosdakarya. Bandung Asmawi Zainul. 2001. Alternative Assessment. Jakarta: PAU untuk Peningkatan Pengembangan Aktivitas Instruksional. Bilgin, Ibrahim. 2009. The Effects of Guided Inquiry Instruction Incorporating a Cooperative Learning Approach on University Students Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude Toward Guided Inquiry Instruction. Scientific Research and Essay Vol.4 (10), p: 1038-1046 Drake, Frederick. 2000. Using Alternative Assessment To Improve The Teaching andlearning of History. ERIC: Clearinghouse for Social Studies/Social Science Education National Research Council. 2000. National science education standards. Washington, DC:National Academy Press. Popham, W. J. 1995. Classroom assessment: What teachers need to know. Needham Heights, MA: Allyn and Bacon. Rustaman, N., Dirdjosoemarto, S., Adi Yudianto, S., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., dan Nurjhani, K. M., 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang. UM Siti Mahmudah. 2000. Penerapan Penilaian Kinerja Siswa (performance assessment) pada Pembelajaran Sub Konsep Jaringan Hewan. Bandung:UPI Stiggins, R. J. 1994. Student-centered classroom assessment. New York: Macmillan Publishing Company. Wiggins, G. 1993. Assessment, authenticity, context, and validity. Phi Delta Kappan, November, 200-214. Viyanti. 2015. Analisis Keterampilan Argumentasi Pada Fase Orientasi Siswa SMA Di Kota Bandar Lampung. Jurnal Pendidikan MIPA. Volume 16, Nomor 2, Oktober 2015. ISSN 1411-2531 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2015 225

PERTANYAAN No. Penanya Pertanyaan Jawaban 1. Rodi Apa yang mendasari keyakinan peneliti sehingga Performance Assessment yang akan dikembangkan dengan menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat memberdayakan keterampilan argumentasi siswa: Ada beberapa hal yang mendasari keyakinan peneliti: 1. Karakteristik dari performance assessment yang peneliti peroleh dari beberapa jurnal internasional yang salah satunya mengatakan bahwa: Penilaian berbasis kinerja "mewakili satu set strategi untuk mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan kerja melalui kinerja dari tugas-tugas yang bermakna dan menarik bagi siswa" (Hibbard dan lain-lain, 1996, hal. 5). Selain itu jenis penilaian ini menyediakan informasi bagi guru tentang bagaimana anak memahami dan menerapkan pengetahuan. Juga, guru dapat mengintegrasikan penilaian kinerja dalam proses pembelajarannya untuk memberikan pengalaman belajar tambahan bagi siswa. 2. Kegiatan dalam performance assessment yang mendukung untuk semua fase dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dalam memberdayakan keterampilan argumentasi, misalnya: (1) pengalaman selama mengerjakan tugas-tugas kelompok atau individu untuk melatihkan keterampilan argumentasi siswa yang diberikan guru, (2) kegiatan membaca bukubuku, jurnal, majalah, koran atau internet untuk memperkuat keterampilan argumentasi siswa, (3) hasil-hasil penelitian, project, exhibition atau demontrasi untuk mendukung keterampilan argumentasi dilevel yang lebih tinggi, (4) hasil observasi atau hasil wawancara yang dilakukan siswa dengan mengacu pada tiap indikator pada keterampilan 226 Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi