BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I LAS BUSUR LISTRIK

BAB V. ELEKTRODA (filler atau bahan isi)

Peralatan Las Busur Nyala Listrik

BAB II KERANGKA TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

Audio/Video. Metode Evaluasi dan Penilaian. Web. Soal-Tugas. a. Writing exam.skor: 0-100(PAN)

LAB LAS. Pengelasan SMAW

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB III PENELITIAN DAN ANALISA

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018

proses welding ( pengelasan )

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB III TEKNOLOGI PENGELASAN PIPA UNTUK PROSES SMAW. SMAW ( Shielded Metal Arc Welding ) salah satu jenis proses las busur

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh arus pengelasan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

PENGARUH HEAT TREATMENT

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penyambungan antara drum dengan tromol menggunakan teknologi

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Ir. Hari Subiyanto, MSc

RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB II LANDASAN TEORI

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LATIHAN LAS LISTRIK (MEMBUAT RIGI-RIGI LAS) NO REVISI TANGGAL HALAMAN JST/TSP/ dari 9

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Melakukan Pekerjaan Las Busur Manual

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP DAERAH HAZ LAS PADA BAJA KARBON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAS LISTRIK LAPORAN PRAKTIKUM. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Teknik Pelayanan dan Perawatan. Dosen Pembimbing :

Teknologi Dan Rekayasa. Melakukan rutinitas pengelasan dengan menggunakan proses las busur manual

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

ELEMEN PENGIKAT SAMBUNGAN PERMANEN ( PENGELASAN & PENYOLDERAN )

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

BAB IV DATA DAN ANALISA

ANALISA PERUBAHAN KUAT ARUS TERHADAP KEKUATAN IMPAK PADA PENGELASAN

FM-UII-AA-FKU-01/R0. Fakultas : Teknologi Industri Jumlah Halaman : 28 Jurusan / Program Studi : Teknik Industri Kode Praktikum ` MESIN GERGAJI & LAS

SUBMARGED ARC WELDING (SAW)

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan LANDASAN TEORI. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI PENGARUH TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA LAS SMAW (SHIELDED METAL ARC WELDING) DENGAN METODE EKSPERIMEN

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

BAB VI PROSES PENGELASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Cacat Las Supervisial (Dapat Dilihat Dengan Mata) 2.1.1 Undercutting (terkikis) Sisi-sisi las mencair dan masuk kedalam rigi las, sehingga terjadi parit dikanan kiri alur las yang mengurangi ketebalan bahan. Hal ini disebabkan oleh terlalu tingginya temperatur sewaktu mengelas yang diakibatkan karena pemakaian arus yang terlalu besar dan ayunan elektroda yang terlalu pendek. Gambar 2.1 Undercutting [1] 6

7 2.1.2 Weaving Fault (Bentuk Rigi Las Tidak Rata) Bentuk rigi bergelombang sehingga ketebalannya tidak merata. Hal ini disebabkan karena cara pengelasan terlalu digoyang (gerakan elektroda terlalu besar). Gambar 2.2 Weaving Fault [1] 2.1.3 Surface porosity Berupa lubang-lubang gas pada permukaan lasan yang biasanya disebabkan oleh : a. Elektroda basah. b. Kampuh kotor. c. Udara sewaktu mengelas terlalu basah. d. Gas yang berasal dari galvanisasi.

8 Gambar 2.3 Surface Porosity [1] 2.1.4 Fault of Electrode Change (Kesalahan Penggantian Elektroda). Bentuk rigi las menebal pada jarak tertentu yang diakibatkan oleh pergantian elektroda. Operator las yang belum ahli pada permulaan pengelasan, umumnya pada setiap mulai mengelas, gerakan elektroda terlalu pelan. Gambar 2.4 Fault of Elecrode Change [1] 2.1.5 Weld Spatter (Percikan-percikan Las) Rigi las kasar dan penuh dengan percikan-percikan slag/ las Hal ini disebabkan oleh : a. Arus terlalu besar.

9 b. Salah jenis arus. c. Salah polaritas. Gambar 2.5 Weld Spatter [1] 2.1.6 Rigi Las Terlalu Tinggi (Overlap) Biasanya bentuknya sempit dan menonjol ke atas. Hal ini disebabkan oleh : a. Arus terlalu rendah. b. Elektroda terlalu dekat dengan bahan. Gambar 2.6 Rigi Las Terlalu Tinggi [1]

10 2.1.7 Rigi Las Terlalu Lebar Jika dibanding dengan tebal pelat, alur las terlalu lebar. Hal ini disebabkan oleh kecepatan mengelasnya terlalu lamban. Gambar 2.7 Rigi Las Terlalu Lebar [1] 2.1.8 Rigi Las Tidak Beraturan Disebabkan oleh orang yang mencoba mengelas tanpa dasar keterampilan dan pengetahuan tentang las, sehingga letak elektroda kadang-kadang terlalu tinggi, kadang-kadang terlalu menempel bahan. Gambar 2.8 Rigi Las Tidak Beraturan [1]

11 2.1.9 Rigi Las Terlalu Tipis (Cekung) Akibat kecepatan mengelas terlalu tinggi. Gambar 2.9 Rigi Las Terlalu Tipis [1] 2.1.10 Retak Longitudinal Permukaan Keretakan biasanya terletak di sumbu alur dan memanjang sumbu. Keretakan disebabkan oleh : a. Perbedaan material yang menyebabkan pertumbuhan kristal dalam bahan las atau karena terjadinya air hardening sewaktu las mendingin (kerapuhan). b. Disebabkan oleh besarnya tegangan di dalam bahan akibat jenis bahan atau sisa tegangan sebelum pengelasan, serta tegangan akibat pengkerutan. Gambar 2.10 Retak Longitudinal Permukaan [1]

12 2.1.11 Retak Transversal (Melihat Sumbu) Disebabkan oleh hal serupa pada retak longitudinal hanya arah tegangan yang berbeda, juga karena stress corrosin (korosi tegangan). Gambar 2.11 Retak Transversal [1]. 2.2 Proses Pengelasan Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa

13 dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya. Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan. Dalam penelitian ini pengelasan yang digunakan adalah Shielded Metal Arc Weld ( SMAW ) karena paling sesuai untuk pengelasan low carbon steel, dimana hal tersebut mengacu kepada standard AWS D1.1 Clause 3. 2.3 Shielded Metal Arc Weld ( SMAW ) Pengelasan busur listrik merupakan suatu teknik pengelasan yang banyak dipergunakan dalam industri, dimana terdapat 3 macam untuk teknik pengelasan ini, yaitu las elektroda terbungkus, las busur dengan pelindung gas, dan las busur dengan pelindung bukan gas. Las elektoda terbungkus/smaw adalah cara pengelasan yang banyak digunakan pada masa kini. Dalam Gambar 2.12 dapat dilihat bahwa busur listrik terbentuk antara logam induk dan ujung elektroda. Akibat panas dari busur ini

14 maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku bersama-sama. Gambar 2.12 Profil Las Busur Elektroda Terbungkus Prinsip pengelasan dengan SMAW termasuk kategori fussion welding, karena melebur logam yang akan disambungkan beserta elektrodanya. Elektrodanya dipegang dengan menggunakan suatu holder lalu didekatkan pada logam yang akan dilas dan busur listrik akan terbentuk. Panas yang dicapai adalah sekitar 1400-1500ºC dan hal ini akan membuat logam induk dan elektroda menjadi cair. Setelah pengelasan selesai akan terjadi pembekuan yang merupakan penyambungan logam. Fluks pada elektroda menghasilkan gas yang berfungsi untuk melindungi daerah ujung elektroda sekitarnya dari kontaminasi lingkungan pada saat proses pengelasan berlangsung. Disamping itu terbentuknya terak merupakan salah satu pendukung tambahan hasil las.

15 Arus yang tinggi akan menghasilkan hasil kampuh las yang baik namun menghasilkan bunga api (spatter) berlebihan, sedangkan untuk arus rendah hasil kampuh las kurang teratur pada bagian atas pelat. Pada kondisi tegangan tinggi serta busur yang panjang akan menghasilkan spatter dan kecenderungan untuk menangkap nitrogen dari udara yang akan mengakibatkan cacat porositas. Begitu pula pada kondisi tegangan rendah serta busur yang pendek akan menghasilkan kampuh yang tidak teratur dengan diikuti penetrasi yang buruk serta kecenderungan mengakibatkan timbulnya cacat inklusi akibat pengotor. Kecepatan pengelasan yang tinggi akan menghasilkan kampuh yang tajam dan mengakibatkan cacat undercut, begitu pula sebaliknya bila kecepatan pengelasan rendah akan menghasilkan kampuh yang cenderung tumpang tindih pada logam induk. Elektroda yang besar biasanya digunakan untuk pengelasan pada posisi yang istimewa. Diameter elektroda yang besar memberikan pengisisan yang banyak dan proses pengelasan relatif cepat. Ini akan mengurangi biaya dari proses pengelasan. Pada sisi lain elektroda yang besar memerlukan arus lebih besar dari pada elektroda kecil. Daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu : 1. Daerah logam lasan yaitu daerah pada waktu pengelasan mencair kemudian akan membeku. 2. Daerah pengaruh panas (Heat Affected Zone), yaitu logam induk yang bersebelahan langsung dengan logam lasan, dimana selama proses

16 pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan secara cepat. 3. Logam induk tidak terpengaruh panas akibat pengelasan dalam arti tidak terjadi perubahan struktur dan sifatnya. 2.4 Jenis Kampuh Single Beveled Tee Jenis kampuh yang digunakan untuk penelitian tugas akhir ini adalah single bevel Tee, dimana pelaksanaan proses pengelasan hanya dilakukan pada satu sisi yang telah di bevel sebesar 45. Sambungan ini dipilih karena akses pengelasan tidak dimungkinkan dari dua sisi, dan juga sesuai dengan bentuk pertemuan antara drum dengan trommol. Gambar 2.13 Kampuh Single Beveled Tee [2] 2.5 Material 2.5.1 Baja karbon Baja karbon adalah paduan antara Fe dan C dengan kadar C sampai 2,14%. Sifat-sifat mekanik baja karbon tergantung dari kadar C yang dikandungnya.

17 Setiap baja termasuk baja karbon sebenarnya adalah paduan multi komponen yang disamping Fe selalu mengandung unsur-unsur lain seperti Mn, Si, S, P, N, H, yang dapat mempengaruhi sifat-sifatnya. Baja karbon dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut kadar karbon yang dikandungnya, yaitu baja karbon rendah dengan kadar karbon kurang dari 0,25 %, baja karbon sedang mengandung 0,25 0,6 % karbon, dan baja karbon tinggi mengandung 0,6 1,4 % karbon. 2.5.1.1 Baja Karbon Rendah Baja karbon rendah mengandung kurang dari 0,5 % karbon. Kebanyakan dari produk baja ini berbentuk pelat hasil pembentukan roll dingin dan proses anneal. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikrostrukturnya yang terdiri dari fasa ferit dan pearlit menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah kurang responsif terhadap perlakuan panas untuk mendapatkan mikrostruktur martensit maka dari itu untuk meningkatkan kekuatan dari baja karbon rendah dapat dilakukan dengan proses roll dingin maupun karburisasi. 2.5.1.2 Baja Karbon Sedang Baja ini mengandung karbon antara 0,25% 0,60 %. Didalam perdagangan biasanya dipakai sebagai alat-alat perkakas, baut, porosengkol, roda gigi, ragum, pegas dan lain-lain.

18 2.5.1.3 Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi ialah baja yang mengandung kerbon antara 0,6% 1,4%. Baja ini biasanya digunakan untuk keperluan alat-alat konstruksi yang berhubungan dengan panas yang tinggi. 2.5.2 Struktur Mikro Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk memahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon. Gambar 2.14 Diagram Fasa Fe-Fe3C

19 Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solution) hingga 0,05% berat pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound (Fe3C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu deltaferrite dan gamma-austenite. Logam Fe bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferrite akan berubah menjadi gamma-austenite saat dipanaskan melewati temperature 910 C.Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400 C gamma-austenite akan kembali berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal ini memiliki struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki struktur kristal FCC. Gambar 2.15 Ilustrasi Struktur Kristal BCC

20 Gambar 2.16 Ilustrasi Struktur Kristal FCC 2.5.2.1 Ferrite Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu deltaferrite. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga temperatur tertentu, yaitu Tcurie. Kelarutan karbon di dalam fase ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenite. Pada temperatur ruang, kelarutan karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah sekitar 0,05%. Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu bentuk

21 yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir. 2.5.2.2 Pearlite Pearlite adalah suatu campuran lamellar dari ferrite dan cementite. Konstituen ini terbentuk dari dekomposisi Austenite melalui reaksi eutectoid pada keadaan setimbang, di mana lapisan ferrite dan cementite terbentuk secara bergantian untuk menjaga keadaan kesetimbangan komposisi eutectoid. Pearlite memiliki struktur yang lebih keras daripada ferrite, yang terutama disebabkan oleh adanya fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel. 2.5.2.3 Austenite Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (atau kristal FCC) dan fase Ferrite (atau kristal BCC).Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan Austenite yang berlangsung secara cepat.selain pada temperatur tinggi, Austenite pada sistem Ferrous dapat pula

22 direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen seperti Mangan dan Nickel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari gamma-austenite menjadi alpha-ferrite. Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut akan menyebabkan Austenite stabil pada temperatur ruang. 2.5.2.4 Cementite Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric inter-metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. Cementite sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja. Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite), atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak ratarata antar karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata (Ferrite Mean Path), adalah parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite rata-rata.

23 2.5.2.5 Martensite Martensite adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses difusi. Konstituen ini terbentuk saat Austenite didinginkan secara sangat cepat, misalnya melalui proses quenching pada medium air. Transformasi berlangsung pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde kecepatan suara,sehingga tidak memungkinkan terjadi proses difusi karbon. Transformasi martensite diklasifikasikan sebagai proses transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung waktu (diffusionless time-independent transformation). Martensite yang terbentuk berbentuk seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan getas (brittle). Fase martensite adalah fase metastabil yang akan membentuk fase yang lebih stabil apabila diberikan perlakuan panas. Martensite yang keras dan getas diduga terjadi karena proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya atom karbon yang terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi transformasi polimorf dari FCC ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan membandingkan batas kelarutan atom karbon di dalam FCC dan BCC serta ruang intertisi maksimum pada kedua struktur kristal tersebut Pada tugas akhir ini menggunakan dua jenis material yaitu Carbon Structural Steel ( ASTM A 36 ) untuk trommol dan Carbon Steel Pipe (ASTM A 106 Gr.B) untuk drum. Alasan dipilih material ASTM A 36 untuk trommol adalah karena material ini memiliki keunggulan secara ekonomis, ketersediaan dalam bentuk pelat dan sifat mekanik yang memadai, salah satu sifat mekanik tersebut adalah kekuatan tarik sebesar 400-500 Mpa. Sedangkan alasan dipilih material ASTM A106 Gr.B

24 untuk drum adalah karena material ini memiliki keunggulan secara ekonomis, ketersediaan dalam bentuk pipa dan sifat mekanik yang memadai, salah satu sifat mekanik tersebut adalah kekuatan tarik sebesar 415 Mpa. Kedua material ini tergolong dalam Group yang sama yaitu Group I pada AWS D1.1. 2.5.3 Carbon Structural Steel ( ASTM A 36 ) : Manufacture : Gunawan Dian Jaya Steel Tbk. Spesifikasi : ASTM A 36 Tebal : 16 mm Heat Number : Y 302831 Certificate no. : GDS/QC/2011/0551 Tabel 2.1 Komposisi Kimia ASTM A36 Komposisi kimia C Si Mn P S Cu Ni 0,25 0,4 0,8 0,04 0,005 0,2 0,02 Tabel 2.2 Komposisi Fisik ASTM A36 Komposisi Fisik Y.S T.S EL 250 Mpa 400-550 Mpa 30%

25 2.5.4 Carbon Steel Pipe (ASTM A 106 Gr.B): Manufacture Spesifikasi Tebal : TianJin Steel : ASTM A 106 Gr.B : 11 mm Heat Number : L 087610 Certificate no. : TS2710F75-2014 Tabel 2.3 Komposisi kimia ASTM A 106 Gr.B Komposisi Kimia C Si Mn P S Cr Ni Cu 0,19 0,24 0,49 0,02 0,02 0,06 0,02 0,02 Tabel 2.4 Komposisi Fisik ASTM A 106 Gr.B Komposisi Fisik Y.S T.S EL 240 Mpa 415 Mpa 30%

26 2.6 Elektroda Terbungkus Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda adalah sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, dan menstabilkan busur. Dalam pelaksanaan pengelasan diperlukan juru las yang sudah berpengalaman. Sifat mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi yang memerlukan tingkat pengaman tinggi. Spesifikasi elektroda untuk baja karbon berdasarkan jenis dari lapisan elektroda (fluks), jenis listrik yang digunakan, posisi pengelasan dan polaritas pengelasan terdapat tabel 1 dibawah ini:

27 Tabel 2.5 Spesifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak (Wiryosumarto, 2000).

28 Gambar 2.17 Elektroda Terbungkus Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik menurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut : E : menyatakan ele ktroda busur listrik XX (dua angka) sesudah E : menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in2 lihat table. X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan. Angka 1 untuk pengelasan segala posisi, angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan. X (angka keempat) : menyataken jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

29 Tabel 2.6 Kekuatan Tarik Menurut AWS [2] Kekuatan tarik E 60xx E 70xx E 80xx E 90xx E 100xx E 110xx E 120xx Klasifikasi lb/inchi² 60.000,- 70.000,- 80.000,- 90.000,- 100.000,- 110.000,- 120.000,- kg/mm² 42 49 56 63 70 77 84 Tabel 2.7 Jenis Selaput dan Pemakaian Arus [1] Angka keempat Jenis selaput Pemakaian arus 0 1 2 3 4 5 6 7 Selulosa-Natrium Selulosa-Kalium Rutil-Natrium Rutil-Kalium Rutil-serbuk besi Natrium Hydrogen rendah Kalium-Hydrogen rendah Serbuk besi-oksida besi DC + AC, DC + AC, DC AC, DC + atau AC, DC + atau AC, DC + AC, DC + AC, DC + atau 8 Serbuk besi- AC, DC + Hydrogen rendah

30 Contoh : E 6013 Artinya : Kekuatan tarik minimum dari deposit las adalah 60.000 lb/in atau 42 kg/mm. Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi. Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC. 2.6.1 Elektroda Baja Lunak Macam-macam elektroda jenis baja lunak perbedaannya hanyalah pada jenis selaputnya, sedangkan kawat intinya sama. 2.6.1.1 E 6010 dan E 6011 Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelasan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan dengan pengujian Radiografi. Selaput selulosa dengan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan menghasilkan gas pelindung. E 6011 mengandung Kalium untuk membantu menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.

31 2.6.1.2 E 6012 dan E 6013 Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih tinggi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih banyak Kalium memudahkan pemakaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil kebanyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis. 2.6.1.3 E6020 Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan teraknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut. 2.6.1.3 Elektroda Berselaput Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-jenis selaput fluksi pada elektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (Ca C03), titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silikon,

32 besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis elektroda. Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai 50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan, selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang mengandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi permukaan las yang masih panas. 2.6.1.4 Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi Selaput elektroda jenis E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028 mengandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi. 2.6.1.5 Elektroda Hydrogen Rendah Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini dipakai untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misalnya untuk pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan Jenis-jenis elektroda hydrogen rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.

33 2.7 Besar Arus Listrik Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada diameter elektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan, geometri sambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan. Daerah las mempunyai kapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi. Arus las merupakan parameter las yang langsung mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Makin tinggi arus las makin besar penembusan dan kecepatan pencairannya. Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka perpindahan cairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan logam dasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka akan menghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam serta penguatan matrik las tinggi. 2.8 Heat Input Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan.

34 Parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi energi pengelasan karena proses pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu. Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang sering disebut heat input. Persamaan dari heat input hasil dari penggabungan ketiga parameter dapat dituliskan sebagai berikut: HI(HeatInput) = ( ) ( )...(2.1) ( ) Dari persamaan itu dapat dijelaskan beberapa pengertian antara lain, jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang dapat diukur yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat. Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada. Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu proses pengelasan, persamaan satu dikalikan dengan efisiensi proses pengelasan (η) sehingga persamaannya menjadi: HI(HeatInput) = ( ) ( ) ( )...(2.2)

35 Efisiensi masing-masing proses pengelasan dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 2.8 Efisiensi Proses Pengelasan (Malau, 2003) 2.9 Tegangan Busur Las Tingginya tegangan busur tergantung pada panjangnya busur yang dikehendaki dan jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis tingginya tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur. Pada dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karena stabilitasnya mudah terganggu sehingga hasil pengelasannya tidak rata. Disamping itu tingginya tegangan tidak banyak mempengaruhi kecepatan pencairan, sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan membuang-buang energi saja. Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris tengah 3-6 mm, kira-kira antara 20-30 Volt untuk posisi datar, sedangkan untuk posisi tegak atau atas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2-5 Volt. Kestabilan busur dapat juga didengar dari kestabilan suaranya selama pengelasan. Sehubungan dengan panjang busur, hal yang paling sukar dalam las busur listrik dengan tangan

36 adalah mempertahankan panjang busur yang tetap. Untuk penelitian ini digunakan tegangan sebesar 23 Volt. 2.10 Kecepatan Pengelasan Kecepatan pengelasan tergantung dari bahan induk, jenis elektroda, geometris sambungan dan ketelitian sambungan. Dalam hal hubungannya dengan tegangan dan arus las, dapat dikatakan bahwa kecepatan las hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding lurus dengan arus las, karena itu pengelasan yang cepat memerlukan arus yang tinggi. Kecepatan pengelasan dapat dihitung dari data pengelasan dengan rumus : V =...(2.3) Dimana : V : Kecepatan Pengelasan (cm/menit) L : Panjang Lasan (cm) t : Waktu Pengelaan (menit) Pada umumnya dalam pelaksanaan kecepatan selalu diusahakan setinggitingginya tetapi masih belum merusak kwalitas manik las. Pengalaman juga menunjukkan bahwa makin tinggi kecepatan makin kecil perubahan bentuk yang terjadi. 2.11 Posisi Pengelasan Bahan yang dilas tidak selamanya terletak pada bidang datar, tetapi ada juga yang berdiri tegak misalnya pada konstruksi rangka baja bangunan bahkan kadang-kadang bagian yang akan di las terletak pada bagian atas pengelas, sehingga

37 pengelasan harus dilakukan pada posisi di atas pengelas untuk itu ada pengelompokkan posisi pengelasan yang sudah lumrah digunakan yaitu : 1. Posisi bawah tangan Pada pengelasan posisi bawah tangan bahan yang di las diletakkan pada bidang datar dan proses pengelasan dilakukan di bawah tangan. 2. Posisi mendatar Bahan yang dilas diletakkan di depan pengelas dan pengelasan dilakukan mendatar sejajar dengan bahu pengelas. 3. Posisi tegak Pengelasan posisi tegak dilakukan dengan meletakkan bahan yang di las pada posisi tegak di depan pengelas dan arah pengelasan berjalan tegak arah naik atau arah turun. 4. Posisi atas kepala Pada pengelasan posisi atas kepala bahan yang di las diletakkan berada di atas pengelas dan pembakar diposisikan menghadap ke atas.

38 Gambar 2.18 Posisi Pengelasan [1]

39 2.12 Peralatan Las SMAW 2.12.1 Pesawat Las. Pesawat-pesawat las yang digunakan pada pengelasan busur manual bermacam-macam, tapi bila ditinjau dari jenis arus yang keluar dari mesin las dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Pesawat las arus bolak-balik (AC). Macam-macam pesawat las dari jenis pesawat las arus bolak balik ini dapat berupa transformator las, pembangkit listrik motor disel atau motor bensin tetapi yang paling banyak digunakan adalah berupa transformator las yang mempunyai kapasitas 200 sampai 500 amper, pesawat las jenis ini sangat banyak digunakan karena biaya operasinya yang rendah disamping harganya yang relatif murah dengan voltase yang keluar dari pesawat transformator ini antara 36 sampai 70 volt. Pengatur arus las Saklar mesin las Gambar 2.19 Pesawat Las Arus Bolak-balik Trafo Las [1]

40 2) Pesawat las arus searah (DC). Pesawat las arus searah ini dapat berupa pesawat transformator rectifier, pembangkit listrik motor disel atau motor bensin, maupun pesawat pembangkit listrik yang digerakkan oleh motor listrik. Salah satu jenis dari pesawat las arus searah yaitu pesawat pembangkit listrik yang digerakkan oleh motor listrik (motor generator). Gambar 2.20 Pesawat Las Arus Searah [1] 2) Pesawat las AC-DC Pesawat las ini merupakan gabungan dari pesawat las arus bolak-balik dan arus searah. Dengan pesawat ini akan lebih banyak kemungkinan pemakaiannya karena arus yang keluar dapat arus searah maupun arus bolak-balik. Pesawat las jenis ini misalnya transformator-rectifier maupun pembangkit listrik motor disel.

41 Arus listrik pada pengelasan busur manual sangat penting diketahui karena untuk membangkitkan busur pada pengelasan dengan menggunakan berbagai bentuk mesin las. Diperlukan aliran arus listrik baik yang didapat dari instalasi listrik berupa arus listrk bolak balik maupun dapat melalui pembangkit generator listrik berupa arus listrik searah, yang keduanya akan mempengaruhi proses pengelasan yang dilakukan baik itu jenis pengelasan yang digunakan maupun hasil pengelasan yang didapatkan dari pemakaian kedua arus listrik di atas. a. Arus searah (arus AC) Arus searah diperlukan untuk melakukan pengelasan dengan menggunakan mesin AC atau travo las. Pada jenis arus ini electron-elektron bergerak sepanjang penghantar hanya dalam satu arah. b. Arus bolak balik (arus DC) Arah aliran dari arus bolak-balik adalah merupakan gelombang sinusoida yang memotong garis nol pada interval waktu 1/100 detik untuk mesin dengan frekwensi 50 Hz. Tiap siklus gelombang terdiri dari setengah gelombang positif dan setengah gelombang negatif. Arus bola-balik dapat diubah menjadi arus searah dengan menggunakan pengubah arus (rectifier).

42 Pada penggunaan arus searah dalam pengelasan dapat dilakukan dengan dua cara pengkutuban yang akan mempengaruhi terhadap hasil lasan yang ingin didapatkan. 1. Pengkutuban langsung Pada pengkutuban langsung, kabel elektroda dipasang pada terminal negatif dan masa pada terminal positif. Pengkutuban langsung sering disebut sebagai sirkuit las listrik dengan elektroda negatif atau DCSP (Direct Current Straight Polarity). 2. Pengkutuban terbalik Untuk pengkutuban terbalik, kabel elektroda di pasang pada terminal positif dan kabel masa dipasang pada terminal negatif pengkutuban terbalik sering disebut sirkuit las listrik dengan elektroda positif atau DCRP (Direct Current Reserve Polarity) Gambar 2.21 Pengutuban Pada Pengelasan [1]

43 Pemilihan jenis arus maupun pengkutuban pada pengelasan bergantung kepada : Jenis bahan dasar yang akan dilas. Jenis elektroda yang dipergunakan. Pengaruh pengkutuban pada hasil las adalah pada penembusan lasnya. Pengkutuban langsung akan menghasilkan penembusan yang dangkal sedangkan pada pengkutuban terbalik akan terjadi sebaliknya. Pada arus bolak-balik penembusan yang dihasilkan antara keduanya. Gambar 2.22 Hasil Lasan [1]

44 2.12.2 Kabel Las karet isolasi. Kabel las biasanya dibuat dari tembaga yang dipilih dan dibungkus dengan Gambar 2.23 Kabel Las [1] Yang disebut kabel las ada tiga macam yaitu : 1. Kabel elektroda Kabel elektroda adalah kabel yang menghubungkan pesawat las dengan elektroda melalui penjepit elektroda (holder). 2. Kabel masa Kabel masa menghubungkan pesawat las dengan benda kerja melalui penghantar klem massa. 3. Kabel tenaga Kabel tenaga adalah kabel yang menghubungkan sumber tenaga atau jaringan listrik dengan pesawat las. Kabel ini biasanya terdapat pada pesawat las AC atau AC DC.

45 Dalam tabel 2.9 ditunjukkan ukuran luas penampang kabel las (kabel elektroda atau kabel masa) untuk panjang tertentu pada kapasitas arus pesawat las. Tabel 2.9 Ukuran Kabel Las (mm²) [1] Kapasitas arus pesawat Jumlah panjang kabel elektroda dan kabel masa (meter) las (amper) Sampai 20 m 35 m 50 m 70 m 100 21 21 21 33 150 33 33 33 43 200 33 33 43 53 250 33 33 53 67 300 43 43 67 85 350 53 53 85 107 400 53 53 85 450 67 67 107 500 67 67 107 550 67 85 107 600 85 85 107 dibawah ini: Ukuran kabel tenaga untuk 3 kabel konduktor adalah seperti pada tabel

46 Tabel 2.10 Ukuran Kabel Tenaga untuk 3 Kabel Konduktor [1] Ukuran kabel tenaga (mm²) Kuat arus masuk pesawat Pesawat asal motor generator atau Pesawat las transformator atau transformato transformator 3 phase 6 10 13 21 33 43 53 67 107 Sampai 24 A 24 31 A 32 44 A 44 64 A 64 76 A 76 88 A 88 100 A 100 130 A 130 155 A Sampai 30 A 30 40 A 40 55 A 55 70 A 70 95 A 95 110 A 110 125 A 125 165 A 165 195 A Catatan: untuk 4 kabel konduktor, jumlah kuat arus yang masuk pesawat dikurangi 20%.

47 2.12.3 Pemegang Elektroda (Holder) Ujung yang tidak berselaput dari elektroda dijepit dengan pemegang elektroda, pemegang elektroda terdiri dari mulut penjepit dan pegangan yang dibungkus oleh bahan penyekat. Pada waktu berhenti atau selesai mengelas, bagian pegangan yang tidak berhubungan dengan kabel digantungkan pada gantungan dari bahan fiber atau kayu. Salah satu tipe pemegang elektroda ditunjukan pada Gambar di bawah ini. Gambar 2.24 Pemegang Elektroda [1] 2.13 Alat Bantu Las Busur Manual Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pengelasan, diperlukan berbagai alat bantu yang berguna untuk menunjang kelancaran proses pengelasan. Alat bantu tersebut diantaranya adalah: a. Klem Massa Klem massa adalah salah satu alat bantu las yang berfungsi untuk menghubungkan kabel masa ke benda kerja, biasanya klem massa

48 dibuat dari bahan dengan penghantar listrik yang baik seperti tembaga agar arus listrik dapat mengalir dengan baik, klem massa ini dilengkapi dengan pegas yang kuat sehingga dapat menjepit dengan baik, walaupun demikian permukaan benda kerja yang akan dijepit dengan klem massa harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran seperti karat, cat dan minyak sehingga arus yang keluar dari mesin las dapat diteruskan dengan sempurna. Gambar 2.25 Klem Massa [1] b. Palu Las Palu las digunakan untuk melepaskan dan mengeluarkan terak las pada jalur las dengan jalan memukulkan atau menggoreskan pada daerah las. Pada saat melepaskan terak las dengan menggunakan palu las hendaknya berhati-hati karena memungkinkan akan memercik ke mata atau kebagian badan lainnya, Gambar dibawah adalah

49 gambar palu las dengan salah satu ujungnya runcing dan ujung yang lain pipih. Gambar 2.26 Palu Las [1] d. Penjepit Penjepit pada pengelasan sangat bermanfaat, untuk menjepit benda pekerjaan yang panas akibat pengelasan. Oleh karena bentuk benda yang dilas bermacam-macam. Misal bentuk datar dan bulat, maka hal ini memerlukan bentuk mulut penjepit yang berbeda. Gambar 2.24 Tang Penjepit [1]

50 Bentuk mulut penjepit ada 3 macam yaitu: 1. Mulut bulat yang berfungsi untuk menjepit benda-benda yang bulat 2. Mulut datar untuk menjepit benda-benda yang berbentuk datar 3. Mulut serigala untuk benda datar maupun bentuk lainnya, kerena daya cekamnya lebih kuat dibandingkan dengan penjepit diatas. e. Sikat Baja Sikat baja adalah alat yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan kawat baja karbon fungsinya adalah untuk membersihkan kotoran yang ada pada permukaan benda kerja. Kotoran yang berada di permukaan benda kerja adalah karat, lapisan oksida dan terak yang dihasilkan dari pengelasan. Gambar 2.25 Sikat Baja [1]