SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat Oleh: TRI NUR IDDAYAT J 410 050 029 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan yang terdapat pada Indonesia sehat 2010 adalah menurunnya angka mortalitas. Di Indonesia, yang menjadi penyebab kematian terbesar adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di negara berkembang. Proporsi kematian yang ada di Indonesia tahun 1998 disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut mencakup 20%-30% (Achmad dkk, 2005). Infeksi saluran pernafasan akut ini menyebabkan empat dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun setiap tahunnya dan dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (Widjaja, 2003). Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPaA) dan saluran napas bagian bawah (ISPbA) beserta adneksanya. ISPAaA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya otitis media yang merupakan penyebab ketulian, sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA), paling sering adalah pneumonia (WHO, 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Depkes RI, 2003). 1
Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001 angka kematian balita akibat penyakit sistem pernafasan adalah 4,9 per 1000 balita. Menurut data WHO, sekitar 80-90% dari kematian ini disebabkan oleh pneumonia. Berdasarkan hasil survey kesehatan nasional tahun 2001 proporsi kematian karena penyakit sistem pernafasan pada bayi (usia kurang dari satu tahun) sebesar 23,9% di Jawa dan Bali, 15,8 % di Sumatera, dan 42,6% di kawasan timur Indonesia. Pada anak balita (usia satu sampai lima tahun) sebesar 16,7% di Jawa dan Bali, 29,4% di Sumatera, dan 30,3% di kawasan timur Indonesia. Dari perhitungan mortalitas oleh Subdirektorat ISPA Departemen Kesehatan Republik Indonesia di sepuluh provinsi pneumonia masih merupakan penyebab kematian tertinggi pada balita 22,5% (Depkes, 2001), prevalensi ISPA pada anak usia kurang dari satu tahun sebesar 38,7 % dan pada anak usia satu sampai empat tahun sebesar 42,2%. Berdasarkan tempat tinggal, penyakit Pernafasan lebih tinggi di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan (Jubaidillah dkk, 2008). Penyakit ISPA di Jawa Tengah menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama. Pada tahun 2002, cakupan penemuan ISPA balita di Jawa Tengah mencapai 19,03%, angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 21,61% dan di tahun 2004 mengalami peningkatan menjadi 50,6%. Cakupan penemuan penderita pneumonia balita di provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sebesar 24,29% mengalami penurunan bila dibanding cakupan tahun 2006 yang mencapai 26,62% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2008). 2
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Hasil survei kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia (Rahajoe dkk, 2008). Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan ISPA dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor risiko ekstrinsik dan faktor risiko intrinsik. Faktor risiko ekstrinsik terdiri dari ventilasi rumah, kepadatan penghuni rumah, jenis lantai, jenis dinding dan jenis bahan bakar untuk memasak, sedangkan faktor risiko intrinsik terdiri dari umur dan status gizi (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2001). Data kejadian ISPA di Desa Cepogo tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 1053 (58,9%) dan terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 45 (2,5%). Sedangkan pada tahun 2008 yaitu sebesar 689 (38,6%). Dari tahun 2006-2007 penyakit ISPA di Desa Cepogo mengalami penurunan yaitu sebesar 56,4%. Kejadian ISPA tahun 2007 2008 meningkat 36% dan pada tahun 2009 jumlah penderita ISPA sebanyak 263 penderita (Puskesmas Cepogo, 2006-2009). 3
Berdasarkan penjelasan teori di atas dan data yang terdapat di lapangan, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Cepogo, Kabupaten Boyolali. B. Perumusan Masalah Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali? C. Tujuan 1. Tujuan umum Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. b. Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan penghuni rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. c. Untuk mengetahui hubungan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. 4
d. Untuk mengetahui hubungan antara jenis dinding dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka mengurangi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. 2. Bagi peneliti lain Sebagai bahan acuan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cepogo, Kabupaten Boyolali. 3. Bagi puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukkan informasi kepada pihak Puskesmas dimana kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cepogo banyak dipengaruhi oleh faktor-fakor seperti ventilasi rumah, kondisi lantai, dinding rumah, dan kepadatan penghuni rumah. 4. Bagi penulis a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian 5
ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali. b. Penulis mampu menerapkan teori yang diperoleh selama kuliah khususnya mata kuliah Epidemiologi penyakit menular dan kesehatan lingkungan. E. Ruang Lingkup Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA Balita di wilayah Kerja Puskesmas Cepogo Kabupaten Boyolali tahun 2009. 6