II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Tata Ruang Wilayah. pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

Tabel 1.1 Data Jenis Kawasan di Bantul

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

BAB III METODE PENELITIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN SINTESIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rencana Tata Ruang Wilayah Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi, pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang dan rencana pembangunan jangka panjang daerah. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota, upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota, keselarasan aspirasi pembangunan kota, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan, dan rencana tata ruang kawasan strategis kota. Rencana tata ruang wilayah kota memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota, rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kota, rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budidaya kota, penetapan kawasan strategis kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan, dan ketentuan 6

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Rencana tata ruang wilayah kota menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis kota (Irman, 2016). Rencana tata ruang wilayah kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kota ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana tata ruang wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota. Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan peraturan daerah kota. Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau dan rencana penyediaan dan 7

pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah (Irman, 2016). Sesuai Perda Kabupaten Bantul No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Tahun 2010-2030, potensi pengembangan kawasan di Kabupaten Bantul dilakukan dengan penetapan kawasan strategis sosio kultural, dan pengembangan kawasan strategis lingkungan hidup. 1. Kawasan Strategis ekonomi Kabupaten meliputi : a. Kawasan Strategis Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY); b. Kawasan Strategis Kota Bantul Mandiri (BKM); c. Kawasan Strategis Pantai Selatan, Pengembangan Pesisir dan, Pengelolaan Hasil Laut Pantai Depok, Pantai Samas, Pantai Kwaru dan Pantai Pandansimo; d. Kawasan Strategis Industri Sedayu; e. Kawasan Strategis Industri Piyungan. 2. Kawasan Strategis Sosio Kultural Kabupaten, meliputi Kawasan Strategis Desa Wisata dan Kerajinan Gabusan - Manding - Tembi (GMT) dan Kasongan-Jipangan-Gendeng-Lemahdadi (Kaji Gelem) 3. Kawasan Strategis Lingkungan Hidup Kabupaten, meliputi : a. Kawasan Strategis Agrowisata di Kecamatan Dlingo dan Agropolitan di Kecamatan Sanden, Kretek, Pundong, Imogiri dan Dlingo; 8

b. Kawasan Strategis Gumuk Pasir Parangtritis yang berfungsi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian (Bappeda, 2014). B. Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti Taman Kota, hutan dan sebagainya (Hakim dan Utomo, 2004). Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Dep. Pekerjaan Umum, 2008). Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (1) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (2) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman; berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (1) bentuk RTH kawasan (areal), dan (2) bentuk RTH jalur (koridor); berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (1) RTH kawasan perdagangan, (2) RTH kawasan perindustrian, (3) RTH kawasan permukiman, (4) RTH kawasan pertanian, dan (5) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, olah raga, (Dep. Pekerjaan Umum, 2008). 9

RTH memiliki fungsi sebagai berikut : Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu: 1. Fungsi sosial dan budaya: a. Menggambarkan ekspresi budaya lokal; b. Merupakan media komunikasi warga kota; c. Tempat rekreasi, wadah, objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. 2. Fungsi ekonomi: a. Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur; b. Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain. 3. Fungsi estetika: a. Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; b. Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota; c. Pembentuk faktor keindahan arsitektural; 10

d. Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun. Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas: 1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah); 2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Tipologi RTH adalah sebagai berikut: a. Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. b. Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi. c. Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan. 11

d. Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat (Irman, 2016). Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada Luas wilayah, Jumlah penduduk dan Kebutuhan fungsi tertentu. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: a. Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; b. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; c. Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. d. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu. Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa 12

RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air (Irman, 2016). Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. a. 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT b. 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW c. 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokkan dengan sekolah/ pusat kelurahan d. 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokkan dengan sekolah/ pusat kecamatan e. 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar). C. Taman Kota Taman Kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, lengkap dengan segala fasilitasnya untuk kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi secara aktif maupun pasif. Selain itu Taman Kota juga memiliki peranan penting sebagai paru - paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, serta habitat berbagai flora dan fauna. Penataan Taman Kota di suatu kawasan tidak asal jadi, tetapi tujuan penyebaran tamannya harus jelas dan stategis. Seperti penempatan lokasi, luas taman, kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan dan kenyamanan harus sesuai dengan kebutuhan standar 13

kota. Apabila luas Taman Kota dan jumlah taman seimbang, dapat memberikan citra kota yang asri dan berwawasan lingkungan (Guntoro, 2011). Taman Kota merupakan sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa, sehingga mempunyai keindahan, kenyamanan dan keamanan bagi pemiliknya atau penggunanya. Kota-kota di negara maju lebih mengutamakan Taman Kota untuk tujuan rekreasi dan sekaligus untuk menyegarkan kembali badan dan pikiran setelah bekerja lama dan terjadi kejenuhan. Taman Kota merupakan fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan nampaknya merupakan suatu unsur yang penting bagi kegiatan rekreasi. Taman Kota pada awalnya memiliki dua fungsi utama yaitu: 1. Memberikan kesempatan rekreasi bagi masyarakat kota, aktif maupun pasif 2. Memberikan efek visual dan psikologis yang indah dalam totalitas ruang kota. Dalam perkembangannya, Taman Kota tidak lagi terbatas untuk menampung kegiatan santai dan piknik saja, tetapi harus dapat menampung kegiatan-kegiatan lain secara maksimal seperti rekreasi aktif, olah raga, kegiatan kebudayaan, hiburan dan interaksi sosial. Karenanya, suatu Taman Kota memiliki berbagai fungsi yakni ekologis, biologis, hidrologis, estetis, rekreasi dan sosial. Menurut Guntoro (2011), sebuah Taman Kota yang baik seharusnya dapat memenuhi 5 fungsi dasar, yaitu : 1. Fungsi Hidrologi Berperan dalam hal penyerapan air dan mereduksi potensi banjir sebuah kawasan perkotaan. Adanya pepohonan dalam Taman Kota mampu 14

meresapkan air ke dalam tanah melalui perakarannya yang dalam, sehingga pasokan air dalam tanah (water saving) semakin meningkat dan jumlah aliran limpasan air juga berkurang. Sehingga dapat mengurangi terjadinya banjir dalam kota tersebut. Menurut perkiraan, untuk setiap hektar ruang terbuka hijau, setidaknya mampu menyimpan 900 m 3 air tanah per tahun. Sehingga kekeringan sumur penduduk di musim kemarau pun dapat diatasi. 2. Fungsi Ekologi Sebagai habitat flora dan fauna dan pengendali iklim mikro. Sebuah taman yang penuh dengan pepohonan dapat berfungsi sebagai produsen oksigen, penyaring polusi dan debu, pengikat karbon, sekaligus pendingin udara bagi warga kota. Pepohonan yang rimbun, dan rindang, terus-menerus menyerap dan mengolah gas-gas beracun yang mencemari kota seperti karbondioksida (CO 2 ), karbon monoksida (CO), timbal (Pb) dan gas-gas beracun lainnya, kemudian merubahnya menjadi oksigen segar yang siap dihirup warga kota setiap saat. Suhu di sekitar taman pun menjadi lebih sejuk, karena mampu mengurangi suhu lima sampai delapan derajat Celsius. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pohon, berarti semakin banyaknya supplai O 2, semakin tinggi biodiversitas, dan semakin baik kualitas udara di tempat tersebut. 3. Fungsi Kesehatan Sebagai penjaga kualitas lingkungan kota. Berkaitan dengan fungsi ekologis taman, banyaknya pepohonan juga berdampak positif pada kualitas udara dan kesehatan warga kota. Setiap jam, sekitar satu hektar daun-daun 15

hijau dapat menyerap delapan kilogram CO 2 yang setara dengan CO 2 yang diembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama, dan diperkirakan mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi oleh 1.500 penduduk perhari. Ini tentunya membuat kita dapat bernafas dengan lega dan feel comfort. Pepohonan juga dapat menyaring berbagai cemaran gas berbahaya dan polutan. Dengan tereduksinya polutan di udara maka masyarakat kota akan terhindar dari resiko yang berupa kemandulan, infeksi saluran pernapasan atas, stres, mual, muntah, pusing, kematian janin, keterbelakangan mental anak- anak, dan kanker kulit. Kota menjadi indah, warga kota pun sehat. 4. Fungsi Rekreasi Sebagai tempat berolah raga dan rekreasi bagi keluarga yang mempunyai nilai sosial, ekonomi, dan edukatif. Dari fungsi ini, taman dapat di bedakan menjadi 2, yaitu taman aktif dan taman pasif. Dikatakan sebagai taman aktif apabila di dalamnya dibangun berbagai fasilitas yang menunjang berbagai kegiatan pemakai taman, sehingga pemakai taman dapat menggunakan fasilitas di dalamnya secara aktif seperti olahraga, jalan-jalan dan bermain. Dalam taman aktif juga memungkinkan adanya penjual makanan dan minuman, serta berbagai cindera mata yang terwujud karena adanya kebutuhan dari pemakai taman. Contohnya, Taman Raya Kota, Alunalun, dan taman-taman rekreasi. Sedangkan disebut sebagai taman pasif apabila suatu taman dibuat cukup sederhana, dengan fasilitas yang minim, 16

dan sangat mengutamakan keindahan visualnya. Sehingga pemakai taman cenderung menikmati taman tersebut sebagai suatu aksen keindahan yang menarik, tanpa ada aktivitas yang aktif di dalamnya. Contohnya seperti taman yang berada di pertigaan, di perempatan, di samping jalan, taman meredian di perkotaan dan lainnya 5. Fungsi Estetika Sebagai elemen visual keindahan kota. Dengan terpeliharanya dan tertatanya Taman Kota dengan baik akan meningkatkan kebersihan dan keindahan lingkungan, sehingga akan memiliki nilai estetika. Taman Kota yang indah, dapat juga digunakan warga setempat sebagai sarana rekreasi dan tempat anak-anak bermain dan belajar. Bahkan Taman Kota yang indah dapat mempunyai daya tarik dan nilai jual bagi pengunjung. Berbagai macam tanaman dan bunga-bungaan yang ada ditaman yang ditata dengan sangat rapi bisa menjadi daya tarik tersendiri dan membuat pengunjung betah berlamalama ditaman tersebut. Penanaman tanaman ini didasarkan atas fungsi yang diembannya yaitu fungsi estetika, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Aspek manfaat merupakan prinsip utama sebuah Taman Kota. Kelegaan taman menjadi prioritas utama agar dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak. Taman yang penataannya kurang teratur tidak akan dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tak jarang ditemui taman-taman Kota yang akhirnya terbengkalai karena tidak pernah digunakan oleh masyarakat. Adapun jenis-jenis tanaman yang cocok untuk 17

Taman Kota ialah Palem Raja (Oerodoxa regia), Puspa (Schima wallichii), Flamboyan (Delonix regia) dan Cemara Angin (Casuarina mountana). D. Jalur Hijau Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap jalan dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU No.38 tahun 2004). Jalur hijau jalan adalah pepohonan, rerumputan, dan tanaman perdu yang ditanam pada pinggiran jalur pergerakan di samping kiri-kanan jalan dan median jalan. RTH jalur pengaman jalan terdiri dari RTH jalur pejalan kaki, taman pulo jalan yang terletak di tengah persimpangan jalan, dan taman sudut jalan yang berada di sisi persimpangan jalan. Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah yang berfungsi mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas. Beberapa fungsi jalur hijau jalan yaitu menyerap sisa pembakaran, debu maupun sebagai perlindungan dari teriknya panas matahari sehingga akan memberikan kenyamanan bagi orang yang lewat atau berteduh di bawah pepohonan tersebut. Akar pepohonan dapat menyerap air hujan sebagai cadangan air di dalam lapisan tanah dan membantu menetralisir limbah industri dan limbah rumah tangga yang dihasilkan kota setiap saat (Nazaruddin, 1994:28). Penghijauan yang ada di sepanjang jaringan jalan memiliki fungsi lain bagi pengemudi kendaraan dan bagi pejalan kaki diantaranya. 1. Bagi pengemudi kendaraan a. Memberikan suasana teduh dan mengurangi pengaruh sinar matahari 18

b. Efektif meredam kebisingan dan polusi akibat asap kendaraan bermotor c. Memberikan kesan indah dan menarik sehingga mengurangi kebosanan d. Menjadi pengarah jalan atau penandan adanya persimpangan 2. Bagi pejalan kaki a. Memberikan rasa aman misalnya dengan meletakkan tanaman diantara jalur kendaraan dengan trotoar b. Memberikan kesan teduh, indah dan nyaman. 19