Determinan Angka Kematian Bayi di Indonesia (Analisis Data Sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sama. Angka tersebut yang akan menjadi indikator penilaian derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. system kesehatan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

Penolong Persalinan dan Kejadian Komplikasi Persalinan di Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kematian Perinatal di Indonesia (Analisis Lanjut SDKI 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 11 bulan) per kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yang salah satunya

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memfokuskan percepatan pencapaian target MDGs (Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pada saat janin masih dalam kandungan dan awal masa pertumbuhannya. menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. derajat kesehatan wanita. Menurut World Health Organization (WHO), setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebab kecelakaan atau incidental) (CIA, 2014). AKI (Angka Kematian Ibu)

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka

Pendahuluan Landasan Hukum Hak-Hak Anak Batasan Usia Anak

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. (AKB) di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diberikan oleh petugas kesehatan yang tidak lain tujuannya untuk memelihara

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi mencapai 36 per kelahiran (SDKI, 2007). menyusui dengan program pemberian ASI eksklusif on demand yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB 1 : PENDAHULUAN. satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB). sehingga akan berpengaruh kepada derajat kesehatan. (1-5)

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan proses yang normal dan alamiah pada seorang wanita

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi ibu selama kehamilan, melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELANGSUNGAN HIDUP BAYI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA TAHUN 2012 ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2008 Kepala Pusat Data dan Informasi. DR. Bambang Hartono, SKM, MSc. NIP

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya

BAB I PENDAHULUAN. khususnya untuk indikator kesehatan ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan keluarga. Setelah era Millenium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini diketahui secara umum bahwa bayi sehat antara minggu

Transkripsi:

Determinan Angka Kematian Bayi di Indonesia (Analisis Data Sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012) Mutiara Putriani Laksana dan Ahmad Syafiq 1. Program Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 2. Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok E-mail : mutiaralaksana@gmail.com Abstrak Skripsi ini membahas tentang determinan kematian bayi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan menggunakan uji korelasi. Variabel independen yang dibahas dalam penelitian ini bersumber dari data SDKI 2012 meliputi faktor demografi (daerah tempat tinggal), faktor ibu dan bayi (usia ibu, pendidikan, paritas dan berat bayi lahir), dan faktor pengendalian penyakit per orangan (frekuensi ANC, penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan neonatal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang memiliki korelasi dengan tingginya AKB di Indonesia adalah daerah pedesaan, pendidikan tidak tamat SD/sekolah, paritas >5 anak, berat bayi lahir <2500 anak, frekuensi ANC <4 kali, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, dan waktu kunjungan neonatal >7hari. Determinants of Infant Mortality in Indonesia (Analysis Data Indonesia Data Health Survey in 2012) Abstract This thesis discusses about the determinants of infant mortality in Indonesia. This study use the ecological study design with correlation test. The independent variables in this study data sourced from IDHS 2012 include demographic factors (area of residence), maternal and infant factors (maternal age, education, parity and birth weight), and factor per puppets disease control (ANC frequency, birth attendants, breastfeeding early, and time of the visit neonatal). The results showed that the variables that have a high correlation with IMR per provinces is a rural area, do not complete primary school education / school, parity > 5 children, birth weight <2500 children, the frequency of ANC <4 times, auxiliary delivery by health workes, and neonatal visits > 7 days. Keywords :Ecological studies; Determinants of infant mortality; Infant mortality; dan Infant mortality rate. Pendahuluan Derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari indikator utama kesehatan seperti Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Derajat kesehatan suatu negara akan mempengaruhi pembangunan kesehatan di negara tersebut (Bappenas, 2009). Angka kematian bayi adalah kontributor utama untuk kematian anak. Perbaikan dalam kematian bayi dan anak adalah kontributor utama untuk meningkatkan angka harapan hidup

di negara-negara berkembang. Keberhasilan dalam menurunkan angka kematian bayi dapat dilihat sebagai indikator umum kemajuan suatu negara menuju hasil pembangunan manusia berdasarkan Millenium Development Goal s diantaranya akses terhadap obat-obatan, fasilitas kesehatan, air, dan sanitasi; pola kesuburan; kesehatan ibu; ibu dan gizi bayi; paparan terhadap penyakit pada ibu dan bayi; dan melek huruf perempuan (World Bank Data, 2010). Kematian bayi adalah kematian yang terjadi sebelum bayi mencapai ulang tahun yang pertama per 1000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan, 2008). Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Angka ini merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan neonatal kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi tersebut. Menurut WHO, Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia adalah sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup dan AKB di Sout East Asia Region (SEAR) adalah sebesar 39 per 1000 kelahiran hidup. Perbandingan AKB Indonesia dengan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam cukup jauh tertinggal. Berdasarkan data World Development Indicators tahun 2012, AKB di Malaysia 7 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 11 per 1000 kelahiran hidup, Filipina 23 per 1000 kelahiran hidup, dan Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup (UNICEF, 2013). Berdasarkan data SDKI tahun 2012, AKB di Indonesia hanya turun 2 poin dari SDKI tahun 2007, yakni dari 34 per 1000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Variasi Angka Kematian Bayi (AKB) antarprovinsi masih cukup besar, dengan kematian paling tinggi terjadi di Papua Barat dan mengalami kenaikan yakni dari 64 per 1000 kelahiran hidup tahun 2007 menjadi 74 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Lima provinsi dengan AKB tertinggi berdasarkan data SDKI 2012 ialah Papua Barat (74 per 1000 kelahiran hidup), Gorontalo (67 per 1000 kelahiran hidup), Maluku Utara (62 per 1000 kelahiran hidup), Sulawesi Barat (60 per 1000 kelahiran hidup) dan Nusa Tenggara Barat (57 per 1000 kelahiran hidup). Sedangkan, lima provinsi dengan AKB terendah berdasarkan data SDKI 2012 adalah Kalimantan Timur (21 per 1000 kelahiran hidup), DKI Jakarta (22 per 1000 kelahiran hidup), Riau (24 per 1000 kelahiran hidup), DI Yogyakarta (25 per 1000 kelahiran hidup), dan Sulawesi Selatan (25 per 1000 kelahiran hidup). Menurut WHO (2003), AKB di Indonesia sebagian besar terkait dengan faktor nutrisi yaitu 53%. Adapun beberapa penyakit yang timbul akibat malnutrisi antara lain pneumonia (20%), diare (15%), dan perinatal (23%) (Kemenkes RI, 2013). Bulan pertama kehidupan

adalah yang paling berbahaya bagi anak. Pada tahun 2012, hampir tiga juta bayi meninggal selama bulan pertama kehidupan, sebagian besar dari penyebab yang mudah dicegah. Pneumonia, diare, dan malaria masih menjadi penyebab utama kematian anak secara global. Masalah gizi adalah hampir setengah dari kematian ini. (UNICEF, 2013). Penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai kelangsungan hidup anak diketahui bahwa faktor sosial ekonomi menjadi dasar dari penyebab masalah kesehatan yang ada termasuk tingginya AKB di Indonesia. Hubungan tersebut dijelaskan oleh teori Mosley and Chen dan teori Filmer. Teori Mosley and Chen (1984) mengemukakan bahwa terdapat determinan antara yang dikelompokkan menjadi 5 kategori yang berhubungan dengan determinan sosio-ekonomi, yaitu faktor ibu, faktor pencemaran lingkungan, faktor tersedianya gizi, faktor luka, dan faktor pengendalian penyakit individu. Selain teori Mosley & Chen, Filmer (2003) juga menjelaskan mengenai faktor sosial ekonomi sebagai penyebab kematian bayi. Filmer mengemukakan bahwa tingkat kematian bayi dan nutrisi yang diberikan dipengaruhi oleh sisi permintaan (sanitasi, tindakan pencegahan penyakit dalam keluarga, pendapatan, pendidikan dan pengetahuan orang tua) dan penawaran (kebijakan di tingkat mikro maupun makro). Bagian dari kebijakan di tingkat mikro maupun makro yang dinilai mempengaruhi AKB adalah implementasi kebijakannya, kapabilitas dari pemerintah daerah, dan infrastruktur serta akses dan kualitas layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di sini sangat penting dalam mempengaruhi outcomes kesehatan yaitu kematian anak dan tingkat nutrisi anak (Bappenas, 2009). Masih tingginya AKB di Indonesia tentunya dipengaruhi oleh variasi AKB di tiap provinsi yang masih cukup besar. Variasi AKB di tiap provinsi yang masih cukup besar dibuktikan dengan hasil SDKI tahun 2012 dimana AKB provinsi tertinggi yaitu 74 per 1000 kelahiran hidup sedangkan AKB per provinsi terendah ialah 21 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis determinan angka kematian bayi di Indonesia dengan menggunakan data sekunder SDKI tahun 2012. Tinjauan Teoritis Mosley dan Chen (1984) membagi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak menjadi dua yaitu : 1. Variabel yang dianggap eksogenus atau sosial ekonomi seperti budaya, sosial,-ekonomi, masyarakat dan faktor regional.

2. Variabel endogenus atau faktor biomedical seperti pola pemberian ASI, kebersihan, sanitasi dan nutrisi. Hubungan antara karakteristik sosial-ekonomi dengan angka kematian anak sangat kuat, walaupun masih merupakan Black Box mengenai mekanisme pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap angka kematian anak dalam penelitian sosial. Faktor medis yang menyebabkan kematian anak tidak dapat dimasukkan ke dalam ranah penelitian sosial, melainkan ke dalam penelitian medis. Faktor medis tersebut lebih difokuskan pada proses biologi dari penyakit seperti penyakit yang menyebabkan kematian anak (infeksi, diare, dan kurang gizi). Pendekatan variabel antara atau determinan terdekat digunakan untuk menjelaskan bagaimana sejumlah faktor sosial ekonomi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Kunci dari pendekatan ini adalah identifikasi serangkaian determinan terdekat atau variabel antara yang secara langsung mempengaruhi risiko morbiditas dan mortalitas. Semua determinan sosial dan ekonomi harus melalui variabel antara untuk dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anak. Variabel antara ini dikelompokkan ke dalam lima kategori : a. Faktor ibu Faktor ibu meliputi umur, paritas dan jarak kelahiran. Masing-masing faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil kehamilan dan kelangsungan hidup bayi. Selain itu, dimungkinkan juga terdapat sinergisme diantara variabel-variabel faktor ibu, misalnya jarak kelahiran yang dekat ditambah dengan umur ibu yang muda (Bappenas, 2009). b. Pencemaran lingkungan Pencemaran lingkungan berkaitan dengan penularan penyakit kepada anak dan ibu. Empat kategori yang menggambarkan jalur-jalur utama penularan penyakit ke sekelompok besar penduduk meliputi : (1) Udara yang merupakan jalur penyebarluasan penyakit pernafasan dan banyak penyakit lainnya yang ditularkan melalui kontak ; (2) Makanan, air, dan jari yang merupakan jalur utama penyebarluasan diare dan penyakit usus lainnya ; (3) Kulit, tanah dan benda mati yang merupakan jalur infeksi kulit ; (4) Serangga pembawa penyakit yang menularkan penyakit parasit dan virus. Tingkat kerawanan terhadap serangan penyakit dapat juga diperkirakan dan diketahui derajatnya dengan menggunakan serangkaian indeks fisik sederhana, yang diketahui sangat erat kaitannya dengan tingkat pencemaran biologis suatu lingkungan (Bappenas, 2009).

c. Kekurangan gizi Kekurangan gizi berhubungan dengan kalori, protein, dan gizi mikro. Kelangsungan hidup anak tidak hanya dipengaruhi oleh tersedianya gizi bagi anak melainkan juga bagi ibu. Gizi dan diet ibu selama hamil akan mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Gizi ibu juga akan mempengaruhi jumlah dan kualitas gizi air susu ibu selama masa menyusui (Bappenas, 2009). d. Luka kecelakaan ataupun tidak disengaja. Luka kecelakaan sering dianggap sebagai kejadian kebetulan, namun tingkat dan pola terjadinya suatu kecelakaan dapat mencerminkan risiko lingkungan yang berbeda-beda, sesuai dengan konteks lingkungan dan sosial ekonominya (Bappenas, 2009). e. Pengendalian penyakit perorangan Salah satu komponen dalam pengendalian penyakit perorangan adalah tindakan preventif yang diambil oleh orang sehat untuk mencegah penyakit. Tindakan preventif yang dilakukan bermacam-macam meliputi tingkah laku tradisional seperti mengikuti hal tabu dalam masyarakat sesuai dengan budaya masing-masing. Tindakan preventif secara modern yang berhubungan dengan kelangsungan hidup anak antara lain imunisasi, pencegahan malaria, dan perawatan antenatal (Bappenas, 2009). Komponen kedua dalam kategori ini adalah perawatan dokter, yang berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengobati penyakit setelah timbulnya penyakit agar tidak semakin parah/berlanjut (Bappenas, 2009). Kerangka mengenai bagaimana kelima kelompok variabel antara akan dijelaskan dalam gambar 1 di bawah ini : Gambar 1. Keterkaitan Faktor Kesehatan Determinan sosioekonomi Faktor Maternal Kontaminasi Lingkungan Defisiensi Nutrisi Kecelakaan Sehat Sakit Pengendalian Penyakit secara Perorangan Pencegahan Pengobatan Gangguan Pertumbuhan Kematian

Metode Penelitian Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi ekologi dengan pendekatan kuantitatif. Studi ekologi adalah penelitian yang menggunakan data agregat (data dari sekumpulan orang, bukan data individu) disebut sebagai penelitian ekologis. Perbandingan dapat dilakukan antar negara, antar propinsi, antar kabupaten, atau antar komunitas (Syafiq, 2010). Angka kematian bayi merupakan variabel dependen, sedangkan variabel independennya adalah daerah tempat tinggal, umur ibu, pendidikan ibu, paritas, berat bayi lahir, frekuensi ANC, penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan neonatal. populasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah mencakup semua WUS 15-49 tahun yang terpilih menjadi sampel penelitian SDKI 2012 dengan kriteria sudah pernah melahirkan yang berjumlah 32.120 orang. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji korelasi dengan koefisien korelasi rho spearmen. Data yang menjadi variabel dependen dari penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Semua variabel yang telah di entry dianalisis menggunakan software untuk mendapatkan gambaran persebarannya yang akan ditampilkan melalui scatter-plot. Hasil Penelitian Tabel 1 di bawah ini menggambarkan variabel dari faktor demografi (daerah tempat tinggal pedesaan), faktor ibu dan bayi (umur ibu, pendidikan ibu, paritas, dan berat bayi lahir) yang merupakan determinan kematian bayi pada tiap provinsi yang dikelompokkan menjadi provinsi yang memiliki AKB tinggi (di atas AKB Nasional) dan provinsi yang memiliki AKB rendah (di bawah/setara dengan AKB Nasional) : Tabel 1. Gambaran variabel faktor demografi, faktor ibu dan bayi pada tiap provinsi di Indonesia Provinsi AKB (Per 1000 KH) Daerah tempat tinggal perdesaan (%) Umur Risiko Tinggi (%) Pendidikan Tidak tamat SD/sekolah (%) Paritas > 5 anak (%) Berat bayi lahir <2500gr (%) AKB tinggi Papua Barat 74 64 42 5,7 17 14,6 Gorontalo 67 69,3 47,9 2,1 10,7 21,5 Maluku Utara 62 73,4 45,3 2,4 16,5 16,7 Sulawesi Barat 60 76,8 44,8 8,3 26,4 20,3 Sulawesi Tengah 58 78,2 49 4,6 16,6 15,8 Nusa Tenggara 57 59,5 44,9 10,1 11,5 15,9

Barat Papua 54 76,6 43,4 41,9 19,6 6,1 Kalimantan Tengah 49 66,5 44,8 3,2 10,7 11,4 Aceh 47 75,1 48,3 2,2 18 14,4 Nusa Tenggara Timur 45 82,6 53,6 4,7 24,1 19,8 Sulawesi Tenggara 45 74,7 43,6 5,5 15,4 19,6 Kalimantan Selatan 49 59,6 47,9 3,5 9,5 12 Sumatera Utara 40 48,9 50,9 1,2 16,9 12,7 Maluku 36 62 47 3 22,3 14,9 Kepulauan Riau 35 19,4 46,5 3,7 7,4 7,7 Jambi 34 70,8 46,3 6,3 7,9 17,5 Sulawesi Utara 33 55,5 54,7 0,3 5,2 17 Rata-rata 50 65,5 59 6,4 16,7 15,2 AKB rendah Banten 32 32,2 48,3 4,2 12,9 11,6 Jawa tengah 32 55,8 54,8 3,2 4,8 11,6 Kalimantan Barat 31 75,8 45,5 10,2 11,6 11,7 Lampung 30 75,7 49,9 1,5 9,3 9 Jawa Barat 30 55,8 52,3 2,2 9,1 13,9 Jawa Timur 30 52,7 51 5,5 3,9 14,5 Bali 29 38,4 58,5 6,7 3,8 6,9 Bengkulu 29 74,1 49,1 3,6 9,6 10,2 Sumatera Selatan 29 66,9 46,2 1,8 8,1 11,9 Sumatera Barat 27 62,7 47,6 1,2 11,6 9,1 Bangka belitung 27 56,2 44,4 3,9 7,3 13,3 DI Yogyakarta 25 34,7 59,1 0,7 1,1 11,6 Sulawesi Selatan 25 59,5 49,9 3,8 16 21,9 Riau 24 62,1 48,1 2,8 12,4 11,1 DKI Jakarta 22 0 52,1 1,5 5,4 11,9 Kalimantan Timur 21 35,8 48,4 2,1 10,9 30,3 Rata-rata 26 52,4 50,2 3,4 8,6 13,1 Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa : 1. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase daerah perdesaan lebih tinggi yaitu sebesar 65,5% dibandingkan dengan provinsi yang memiliki AKB rendah yaitu 52,4 %. 2. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase umur risiko tinggi lebih besar yaitu sebesar 59 % dibandingkan dengan provinsi yang memiliki AKB rendah yaitu sebesar 50,2 %.

3. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase pendidikan yang tidak tamat SD/sekolah lebih besar yaitu sebesar 6,4 % dibandingkan dengan provinsi yang memiliki AKB rendah yaitu sebesar 3,4 %. 4. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase paritas >5 anak lebih tinggi yaitu sebesar 16,7 % dibandingkan provinsi dengan AKB rendah sebesar 8,6 %. 5. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase berat bayi lahir rendah (<2500 gr) lebih tinggi yaitu sebesar 15,2 % dibandingkan provinsi dengan AKB rendah yaitu sebesar 13,1 %. Tabel 2 di bawah ini menggambarkan variabel dari faktor pengendalian penyakit per orangan (frekuensi ANC, Penolong persalinan, Inisiasi Menyusu Dini, dan waktu kunjungan neonatal) yang merupakan determinan kematian bayi pada tiap provinsi yang dikelompokkan menjadi provinsi yang memiliki AKB tinggi dan provinsi yang memiliki AKB rendah: Tabel 2. Gambaran variabel faktor pengendalian penyakit per orangan per provinsi di Indonesia Provinsi AKB tinggi AKB (Per 1000 KH) Frekuensi ANC < 4 kali Penolong persalinan oleh nontenaga kesehatan Tidak IMD Waktu Kunjungan Neonatal > 7 hari Papua Barat 74 25,5 17 63,5 50 Gorontalo 67 28,8 10 61,5 18,4 Maluku Utara 62 21,2 22,8 46,3 36,2 Sulawesi Barat 60 40 3,1 48,1 35,3 Sulawesi Tengah 58 31,4 10,9 65,7 24,2 Nusa Tenggara Barat 57 7,8 8,1 26,6 18 Papua 54 35,5 29,8 39,6 59,7 Kalimantan Tengah 49 24,7 10 54,2 31 Aceh 47 29,5 4,8 49,7 9,8 Nusa Tenggara Timur 45 15,9 21,5 28,2 37,3 Sulawesi Tenggara 45 27,2 15,4 55 12,7 Kalimantan Selatan 49 10,2 8,4 48,8 16,3 Sumatera Utara 40 25,7 4,8 82,3 21,5 Maluku 36 33 24,7 60,4 19,3 Kepulauan Riau 35 13,7 2,3 47,3 25 Jambi 34 23,9 10,6 60,6 12,9 Sulawesi Utara 33 20,3 5,5 50,7 33,3 Rata-rata 50 24,4 29,9 52,3 27,1 AKB rendah Banten 32 14,1 7,2 49,6 30,2 Jawa tengah 32 5,4 2,4 47,5 15,3

Kalimantan Barat 31 23,9 13,3 52,6 31,2 Lampung 30 8,8 5,9 52,5 25,8 Jawa Barat 30 10 5,8 40,1 24,1 Jawa Timur 30 9,1 3,2 43,1 23,8 Bali 29 6,9 0,5 43,5 21,1 Bengkulu 29 14 5 58,3 10,1 Sumatera Selatan 29 22 7,6 59,7 27,8 Sumatera Barat 27 13,7 3,8 57,8 28,9 Bangka belitung 27 12,4 4,5 42,4 14,8 DI Yogyakarta 25 2,2 0,7 42,6 2,3 Sulawesi Selatan 25 25,4 9,2 42,3 25,4 Riau 24 19,8 5,9 72,2 23,5 DKI Jakarta 22 3,2 0,3 38,3 26,2 Kalimantan Timur 21 11,9 6,5 47 12,9 Rata-rata 26 12,7 5,1 49,3 21,4 Dari tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa : 1. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase frekuensi ANC < 4 lebih tinggi yaitu sebesar 24,4 % dibandingkan provinsi dengan AKB rendah sebesar 12,7 %. 2. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase penolong persalinan oleh nontenaga kesehatan lebih tinggi yaitu sebesar 29,9 % dibandingkan provinsi dengan AKB yang rendah sebesar 5,1 %. 3. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase tidak IMD lebih tinggi yaitu sebesar 52,3 % dibandingkan provinsi dengan AKB yang rendah sebesar 49,3 %. 4. Provinsi dengan AKB tinggi memiliki rata-rata persentase waktu kunjungan neonatal > 7 hari lebih tinggi yaitu sebesar 27,1 % dibandingkan provinsi dengan AKB yang rendah yaitu sebesar 21,4 %. Untuk melihat determinan kematian bayi yang memiliki perbedaan paling besar diantara provinsi dengan AKB tinggi dan AKB rendah dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut : Tabel 3. Perbandingan rata-rata persentase determinan kematian bayi pada kelompok AKB tinggi dan rendah Angka Kematian Bayi Determinan Delta tinggi rendah Daerah pedesaan 65,5(%) 52,4 (%) 13,1 % Usia ibu risiko tinggi 59 (%) 50,2 (%) 8,8 % Pendidikan ibu tidak tamat SD/sekolah 6,4 (%) 3,4(%) 3 % Paritas > 5 anak 16,7 (%) 8,6 (%) 8,1 %

Berat bayi lahir < 2500 gr 15,2 (%) 13,1(%) 2,1 % Frekuensi ANC <4 kali 24,4 (%) 12,7 (%) 11,7 % Penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan 29,9 (%) 5,1 (%) 24,8 % Inisiasi Menyusu Dini 52,3 (%) 49,3 (%) 3 % Waktu kunjungan neonatal >7 hari 27,1 (%) 21,4 (%) 5,7 % Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa di hampir seluruh determinan di provinsi yang AKB nya tinggi lebih besar persentasenya dibandingkan dengan provinsi yang AKB nya rendah. Namun, terdapat perbedaan yang paling mencolok yang perbedaan persentasenya paling besar antara AKB tinggi dengan AKB rendah yaitu penolong persalinan oleh nontenaga kesehatan. Perbedaan persentase penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan antara provinsi dengan AKB tinggi dan AKB rendah sebesar 24,8%. Analisis hubungan antara angka kematian bayi tinggi/rendah dan determinan yang mempengaruhinya akan disajikan dalam bentuk scatter-plot dan korelasi serta nilai signifikansinya dianalisis dengan menggunakan uji korelasi dengan koefisien korelasi rho Spearman. Diagram scatter-plot pada masing-masing dapat dilihat di bawah ini: Faktor Demografis Faktor demografis yang digunakan dalam penelitian ialah daerah perdesaan di 33 provinsi. Dibawah ini menunjukkan diagram scatter-plot dari AKB provinsi dan daerah perdesaan : Diagram 1. Scatter-plot AKB provinsi dan Daerah Perdesaan Dari diagram 1 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB provinsi menurut daerah perdesaan itu berkumpul pada sisi kanan > 50 % daerah pedesaan. Nilai koefisien korelasi yang didapatkan adalah 0,508 yang menunjukkan korelasi kuat antara daerah perdesaan dengan AKB provinsi. Hubungan antara kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase daerah perdesaan di suatu provinsi maka semakin tinggi pula AKB

provinsinya. Nilai ρ 0,003 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara daerah perdesaan dengan AKB provinsi. Faktor Ibu dan Bayi Variabel faktor ibu dan bayi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi usia ibu yaitu usia ibu risiko tinggi, pendidikan yaitu pendidikan tidak tamat SD/sekolah, paritas yaitu paritas > 5 anak, dan berat bayi lahir yaitu berat bayi lahir <2500 gr (BBLR). Diagram 2. Scatter-plot AKB provinsi dan Usia Risiko Tinggi Dari diagram 2 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut usia risiko tinggi itu menyebar yang artinya tidak ada hubungan antara usia ibu risiko tinggi dengan AKB per provinsi. Pada usia ibu risiko tinggi koefisien yang didapat bernilai negatif yaitu -0,459 yang artinya semakin tinggi AKB provinsi tersebut, semakin rendah usia risiko tinggi. Nilai-p=0,007 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan antara usia ibu risiko tinggi dengan AKB provinsi. Diagram 3. Scatter-plot AKB provinsi dan Pendidikan Tidak Tamat SD/sekolah

Dari diagram 3 di atas, dapat mencerminkan bahwa tingkat pendidikan tidak tamat SD/sekolah di Indonesia rendah. Sebaran AKB per provinsi menyebar dengan di 0-10% pendidikan tidak tamat SD/sekolah. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,325 yang menunjukkan korelasi sedang antara variabel pendidikan tidak tamat SD/sekolah dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase pendidikan tidak tamat SD/sekolah di suatu provinsi maka semakin tinggi pula AKB provinsinya. Namun, nilai ρ 0,065 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan tidak tamat SD/Sekolah dengan AKB per provinsi. Diagram 4. Scatter-plot AKB provinsi dan paritas > 5 anak Dari diagram 4 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut paritas > 5 anak, untuk AKB per provinsi yang rendah plot berkumpul pada sisi kiri 5-10% paritas > 5 anak, sedangkan untuk AKB per provinsi yang tinggi plot menyebar di 5 sampai > 25 %. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,552 yang menunjukkan korelasi kuat antara variabel paritas > 5 anak dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase perempuan yang telah memiliki >5 anak pada suatu provinsi maka semakin tinggi pula AKB per provinsinya. Nilai ρ 0,001 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara paritas >5 anak dengan AKB per provinsi.

Diagram 5. Scatter-plot AKB provinsi dan Berat Bayi Lahir < 2500 gr Dari diagram 5 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut berat bayi lahir <2500 gram itu menyebar yang artinya tidak ada hubungan antara AKB per provinsi dengan berat bayi lahir <2500gr. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,283 yang menunjukkan korelasi sedang antara variabel berat bayi lahir <2500gram dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase berat bayi lahir <2500gram pada suatu provinsi maka AKB provinsinya semakin tinggi. Namun, nilai ρ 0,111 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persentase berat bayi lahir <2500gram dengan AKB per provinsi. Faktor Pengendalian Penyakit per Orangan Variabel dari faktor pengendalian penyakit per orangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah frekuensi ANC yaitu frekuensi ANC yang <4 kali, penolong persalinan yaitu penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yaitu yang tidak IMD, dan waktu kunjungan neonatal yaitu waktu kunjungan neonatal >7 hari. Diagram 6. Scatter-plot AKB provinsi dan Frekuensi ANC < 4 kali

Dari diagram 6 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut frekuensi ANC <4 kali itu menyebar yang artinya tidak ada hubungan antara AKB per provinsi dengan frekuensi ANC <4 kali. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,575 yang menunjukkan korelasi kuat antara variabel frekuensi ANC dengan AKB per provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase perempuan yang pemeriksaan ANC nya < 4 kali pada suatu provinsi maka semakin tinggi pula AKB per provinsinya. Nilai ρ 0,000 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC < 4 kali dengan AKB per provinsi. Diagram 7. Scatter-plot AKB provinsi dan Penolong Persalinan Oleh Non-Tenaga Kesehatan Dari diagram 7 di atas, dapat diketahui bahwa persebaran AKB per provinsi menurut penolong persalinan, untuk AKB per provinsi yang rendah plot berkumpul pada sisi kiri 0-10 %, sedangkan pada AKB per provinsi yang tinggi menyebar di 5-30 %. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,527 yang menunjukkan korelasi kuat antara variabel penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase persalinan yang ditolong oleh nontenaga kesehatan pada suatu provinsi maka AKB per provinsi semakin tinggi. Nilai ρ 0,002 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara persentase penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan dengan AKB per provinsi

Diagram 8. Scatter-plot AKB provinsi dan tidak IMD Dari diagram 8 di atas, dapat mencerminkan cakupan IMD di Indonesia yang masih rendah. Terlihat bahwa sebaran AKB provinsi berdasarkan tidak IMD berada di 40 sampai > 60 %. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,188 yang menunjukkan korelasi lemah/tidak ada hubungan antara variabel tidak IMD dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin tinggi persentase perempuan tidak segera memberikan ASI setelah melahirkan (tidak melakukan IMD) pada suatu provinsi maka AKB per provinsi semakin tinggi. Namun, nilai ρ 0,294 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persentase perempuan yang tidak melakukan IMD dengan AKB provinsi. Diagram 5.9 Scatter-plot AKB provinsi dan Waktu Kunjungan Neonatal Pertama >7 Hari Dari diagram 5.9 di atas, terlihat bahwa persebaran AKB per provinsi menurut waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari berada di 10-30 %. Nilai koefisien korelasi yang didapat adalah 0,453 yang menunjukkan korelasi sedang antara variabel kunjungan neonatal pertama >7 hari dengan AKB provinsi. Hubungan kedua variabel berpola positif, yang artinya semakin

tinggi persentase waktu kunjungan neonatal pertama > 7 hari pada suatu provinsi maka AKB per provinsi semakin tinggi. Nilai ρ 0,008 menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara waktu kunjungan nonatal pertama >7 hari dengan AKB per provinsi. Pembahasan Daerah perdesaan memiliki korelasi yang kuat dengan angka kematian bayi provinsi, dan secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara daerah perdesaan dengan angka kematian bayi provinsi. Hal ini sesuai dengan teori Mosley (1984) bahwa risiko kematian anak dan bayi yang tinggal di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak atau bayi yang tinggal di perkotaan, karena orang tua yang tinggal di desa umumnya dianggap mempunyai pengetahuan atau kepercayaan, sikap dan nilai-nilai sosial yang berbeda dengan orang tua di kota, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan nutrisi, tentang hal-hal yang menyebabkan kontaminasi lingkungan seperti kebersihan air, makanan, penyakit menular, tentang perawatan dan pemeliharaan bayi/anak-anaknya Korelasi antara usia ibu risiko tinggi bernilai negatif (hubungan terbalik). Hal ini dikarenakan, dalam kuesioner SDKI 2012 pertanyaan tentang usia ibu adalah usia ibu saat itu, bukan usia ibu saat kematian bayi terjadi. Sehingga, usia ibu yang digunakan tidak dapat menggambarkan determinan kematian bayi pada penelitian ini. Pendidikan tidak tamat SD/sekolah memiliki korelasi sedang dengan AKB provinsi. Namun, secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan tidak tamat SD/sekolah dengan AKB provinsi. Korelasi antara pendidikan dengan AKB per provinsi sama dengan Uchimura dan Jutting dalam Robby (2010) yang juga menemukan bahwa tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan tingkat angka kematian bayi yang tinggi atau buruk. Paritas >5 anak memiliki korelasi yang kuat dengan AKB provinsi. Hasil penelitian ini juga serupa dengan Martaadisoebrata dalam Noviani (2011) yang mengemukakan bahwa wanita yang termasuk grandemultipara sering disertai dengan penyulit, seperti kelainan letak, perdarahan antepartum, perdarahan post partum dan lain-lain. Berat bayi lahir <2500 gram memiliki korelasi yang sedang dengan AKB provinsi. Namun, secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat bayi lahir <2500 gram dengan AKB per provinsi. Jika dilihat dari korelasi yang didapat, maka hal ini serupa dengan yang dikemukakan Behrman, Kliegman, dan Jenson (2004)

bahwa bayi yang lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita suatu penyakit dan lebih sulit untuk didiagnosanya, sehingga menyebabkan keterlambatan dalam penatalaksanaannya. Frekuensi ANC <4 kali memiliki korelasi yang kuat dengan AKB provinsi. Secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC dengan AKB per provinsi. Beck, Ganges, Goldman, & Long (2004) mengemukakan bahwa pemeriksaan kehamilan dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya komplikasi selama kehamilan atau pada saat persalinannya nanti. Selama perawatan kehamilan, ibu hamil perlu memiliki akses untuk dalam rangka pencegahan, pengobatan ketika dibutuhkan dan penyuluhan kesehatan termasuk pendidikan tentang tanda bahaya selama kehamilannya sehingga meminimalisir terjadinya kematian neonatal. Penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan memiliki korelasi yang kuat dengan AKB provinsi. Secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan dengan AKB provinsi. Menurut Bale, dkk (2003) ibu membutuhkan penolong persalinan dari tenaga kesehatan, karena penolong persalinan profesional dan terlatih sudah mampu mengenali dan mengatasi persalinan tidak maju, infeksi, dan perdarahan. Tidak IMD memiliki korelasi yang lemah/tidak ada hubungan dengan AKB provinsi itu lemah/tidak ada hubungan, dan secara statistik juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tidak IMD dengan AKB provinsi. Hal ini serupa dengan studi ekologi Chen and Walter (2004) di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara menyusui dengan angka kematian post-neonatal, dengan hasil OR yang didapat lebih rendah. Waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari memiliki korelasi yang sedang dengan AKB provinsi. Secara statistik juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara waktu kunjungan neonatal pertama dengan AKB provinsi. Menurut Departemen Kesehatan (2009), kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.

Kesimpulan 1. Variabel dari faktor demografi yang memiliki hubungan yang positif dengan AKB provinsi ialah daerah perdesaan. Semakin tinggi persentase daerah perdesaan di suatu provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut. 2. Variabel dari faktor ibu dan bayi yang memiliki hubungan yang positif dengan AKB provinsi ialah paritas > 5 anak. Semakin tinggi persentase paritas > 5 anak di suatu provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut. 3. Variabel dari faktor ibu dan bayi yang memiliki hubungan yang negatif dengan AKB provinsi ialah usia ibu risiko tinggi. Semakin tinggi persentase usia ibu risiko tinggi di suatu provinsi, semakin rendah AKB di provinsi tersebut. 4. Variabel dari faktor pengendalian penyakit per orangan yang memiliki hubungan yang positif dengan AKB provinsi ialah : a. Frekuensi ANC <4 kali Semakin tinggi persentase frekuensi ANC <4 kali di suatu provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut. b. Penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan. Semakin tinggi persentase penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan di suatu provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut. c. Waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari. Semakin tinggi persentase waktu kunjungan neonatal pertama >7 hari di suatu provinsi, maka semakin tinggi pula AKB di provinsi tersebut. Saran 1. Untuk Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan Provinsi a. Perlu dilakukan kerjasama lintas sektoral untuk mengatasi tingginya kejadian kematian bayi di perdesaan pada tiap provinsi. b. Perlunya evaluasi mengenai program Jampersal. Program Jampersal perlu ditingkatkan terutama cakupannya ke perdesaan karena berdasarkan hasil penelitian ini variabel determinan kematian bayi yang memiliki kesenjangan sangat besar antara provinsi yang AKB nya tinggi dan AKB nya rendah yaitu penolong persalinan oleh non-tenaga kesehatan. Maka dari itu, program Jampersal perlu ditingkatkan dengan syarat ibu hamil yang boleh memiliki dan menggunakan Jampersal adalah untuk kehamilan pertama dan kedua. Hal ini berdasarkan pertimbangan hasil penelitian ini

juga dimana masih tingginya paritas > 5 anak di tiap provinsi. Jika Jampersal diberikan kepada ibu yang memiliki paritas tinggi, maka hal itu tidak akan mengurangi risiko dan bertolak belakang dengan program KB di Indonesia. c. Perlunya peningkatan penempatan Bidan Desa dan pelatihan Desa Siaga di tiap provinsi. d. Perlunya sosialisasi pendewasaan usia nikah di tiap provinsi baik di perdesaan maupun di perkotaan. e. Perlunya sosialisasi Kontrasepsi Mantap pada tiap provinsi, untuk mengatasi tingginya paritas > 5 anak. 2. Untuk peneliti lain Perlunya melakukan penelitian dengan desain yang berbeda seperti crossectional untuk melihat pola penyebab kematian bayi di Indonesia ataupun di setiap bagian provinsi di Indonesia agar dapat menjadi masukkan bagi pemerintah setempat. Referensi Bale, JR & BJ.S. (2003). Improving Birth Outcomes :Meeting The Challenge in The Developing World. Washington DC : The National Academics Press. Bappenas. (2009). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Anak. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Beck,D; Ganges.F.Goldman, & Long.P. (2004). Care of The Newborn References Manual. Washington : Kinetik. Behrman, Kliegman, & Jenson. (2004). Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition. Peddsylvania : Saunder. Profil kematian neonatal berdasarkan sosio demografi dan kondisi ibu saat hamil di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 14 No. 4 Oktober 2011: 391 398 Chen, Aimin & Walter.J.Rogan. (2004). Breastfeeding and the Risk of Postneonatal Death in the United States. Pediatrics Vol. 113 No. 5 May 1, 2004 pp. e435 -e439. Departemen Kesehatan. (2004). Pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA). Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensal. Jakarta : Kementerian Kesehatan H.P, Sutanto & Luknis Sabri. (2011). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Mosley & Chen. (1984). An Analytical Framework for The Study of Child Survival in Developing Countries. Bulletin of the World Health Organization, 81 (2), 140-5. Noviani. (2011). Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian Kematian Neonatal Dini di Indonesia tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010). Tesis FKM : Universitas Indonesia.

Robby. (2010). Pengaruh Pengeluaran Publik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Terhadap Angka Kematian Bayi :Analisis Data Panel. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Syafiq, Ahmad. (2013). Angka Kematian Ibu Dan Pendidikan Perempuan Di Indonesia: Tinjauan Ekologis Provinsial. Universitas Indonesia : Kelompok studi kesehatan reproduksi FKM..(2010). Modul Metodologi Penelitian Gizi Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi : FKM UI. UNICEF. (2012). MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. diakses pada tanggal 28 Desember 2014 di website http://www.unicef.org/indonesia/id/a1_- _B_Ringkasan_Kajian_MDG.pdf. (2012). Multiple Indicator Cluster Survey 2011 di Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat. Diakses pada tanggal 28 Desember 2014 di website http://www.unicef.org/indonesia/id/2mics_in_selected_districts_of_papua_and_west_p apua_summary_-_indonesia.pdf WHO. (2005). The World Health Report 2005 : Make Every Mother and Child Count. Geneva : WHO. WHO. (2006). Neonatal and Perinatal Mortality. Prancis : WHO Press. WHO. (2010). Millenium Development Goals : Progress Towards the Health Related Millenium Development Goals. World Bank Data. (2010). Child mortality in developing countries has declined by 25 percent since 1990. Diakses pada tanggal 10 juli 2014 pada website http://data.worldbank.org/news/developing-countries-child-mortality-declines World Bank Data. (2010). Mortality Rate. Diakses pada tanggal 10 juli 2014 pada website http://data.worldbank.org/indicator/sp.dyn.imrt.in