BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN ENERGI SEHARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

HASIL DAN PEMBAHASAN

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

Penentuan Status Gizi

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CRITICAL ILLNESS. Dr. Syafri Guricci, M.Sc

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

Esti Nurwanti, S.Gz., Dietisien., MPH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. yang semakin tinggi diantara rumah sakit. Rumah sakit dituntut untuk tetap

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. 1. Berat Badan Pasien Schizofrenia dengan Gizi Kurang

II. TINJAUAN PUSTAKA. memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Disamping. dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

BAB 1 PENDAHULUAN. masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, di

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

IBNU FAJAR IDN SUPARIASA B. DODDY RIYADI JUIN HADI SUYITNO

PENGUKURAN ANTROPOMETRI

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

PENATALAKSANAAN DIIT PADA HIV/AIDS. Susilowati, SKM, MKM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

PENENTUAN KECUKUPAN ENERGI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengukuran Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Supariasa, dkk, 2001). Sedangkan sudut pandang gizi, Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri, khususnya pengukuran berat badan pernah menjadi prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran secara spesifik diperlukan dan pengukuran ini mencakup pengukuran berat badan (Andy Hartono, 2000). Berikut ukuran antropometri: 1. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan keturunan (Supariasa, 2001). Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran masa tubuh (otot dan le mak). Karena tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Maka BB merupakan ukuran antropometri yang sangat labil (Reksodik usumo, dkk, 1989). Dalam keadaan normal dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan keutuhan gizi terjamin, berat badan mengikuti perkembangan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal, 3

4 terdapat dua kemungkinan perkembangan BB, yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Hal-hal yang harus dipertimbangkan kalau kita akan menggunakan berat badan sebagai satu-satunya kriteria untuk menentukan keadaan gizi seseorang : a. Berat badan harus dimonitor untuk memberikan informasi yang memungkinkan intervensi preventif secara dini (dan intervensi guna mengatasi kecenderungan penurunan/ penambahan berat yang tidak dikehendaki). b. Berat badan harus dievaluasi dalam konteks riwayat berat, baik gaya hidup maupun status berat terakhir. c. Berat badan tidak memberikan informasi mengenai komposisi tubuh dan dengan demikian tidak efektif untuk menentukan resiko penyakit yang kronis. d. Pasien yang berukuran tubuh besar tapi bukan gemuk dapat memiliki nilai IMT di atas nilai standar, namun tidak ada hubungannya dengan peningkatan resiko untuk menderita gangguan gizi atau penyakit. e. Pasien-pasien dapat memiliki defisiensi mikronutrien yang bermakna disamping deplesi lean body mass, khususnya selama menderita penyakit yang berat. Semua parameter harus dievaluasi dahulu dan kita tidak bolehkan cepat-cepat berasumsi bahwa kelebihan berat badan sama dengan kelebihan gizi (Andy Hartono, 2000). Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang terpenting, dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain tulang, otot, lemak, cairan tubuh dan lain-lainnya. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk mengetahui keadaan gizi, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan apa saja yang

5 relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Indikator berat badan dimanfaatkan dalam klinik untuk : a. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi baik yang akut, maupun kronis, tumbuh kembang dan kesehatan b. Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit c. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan. 2. Tinggi Badan (TB) Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan gizi yang telah lalu dan keadaan sekarang jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting,karena menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur bisa dikesampingkan. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Tinggi badan merupakan ukuran tubuh yang menggambarkan pertumbuhan rangka. Dalam penilaian status gizi tinggi badan dinyatakan sebagai indeks sama halnya dengan berat badan (Supariasa, 2001) B. Malnutrisi Menurut Supariasa (2001) malnutrisi adalah keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi. Malnutrisi adalah keadaan tubuh yang tidak mendapatkan nutrisi yang penting dan cukup. Ada empat bentuk malnutrisi terdiri dari (1) Under nutrition : kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific defisiency : kekurangan zat gizi

6 tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain, (3) Over nutrition : kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu, dan (4) Imbalance : karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Malnutrisi adalah suatu keadaan tidak terpenuhinya energi, protein atau keduanya dari asupan makanan. Malnutrisi pada pasien bisa terjadi karena proses penyakit yang dideritanya yang bisa mempengaruhi asupan makanan, meningkatkan kebutuhan, merubah metabolisme dan bisa terjadi malabsorpsi. Dan bisa juga karena tidak adekuatnya asupan kalori makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Umumnya kedua hal ini secara bersama-sama menyebabkan malnutrisi pada pasien (Lipoeto, 2006). Menurut Barrocas et al. 1995 dikenal 3 tipe malnutrisi: 1. Malnutrisi kronik merupakan suatu keadaan akibat berkurangnya asupan zat gizi dalam jangka waktu panjang. Pada keadaan ini tubuh telah mengalami adaptasi progresi, terjadi penurunan basal metabolisme yang bertujuan melindungi cadangan energi dan protein. Kondisi ini dikenal sebagai marasmus. 2. Malnutrisi akut merupakan keadaan yang umumnya terjadi akibat trauma penyakit akut, seperti tindakan operasi, panas tinggi dll, dimana pasien berada dalam keadaan hipermetabolisme. Kebutuhan energi dan protein meningkat dengan cepat dalam waktu singkat. Kondisi ini dikenal sebagai kwashiorkor. 3. Di klinik sering didapatkan bentuk campuran (kronik ditambah defisit energi secara akut) dimana pasien menunjukkan tanda malnutrisi kronik yang diperberat oleh adanya stres (penyakit). Malnutrisi selama perawatan di rumah sakit sebenarnya lebih sering terjadi dari pada yang kita sadari. Dari berbagai penelitian didapatkan angka malnutrisi pada penderita di rumah sakit sekitar 10-50%. Telah lama pula diketahui bahwa malnutrisi dapat menyebabkan bermacam-macam kelainan seperti : menurunkan resistensi terhadap

7 infeksi, menghambat proses penyembuhan luka, dan sebagainya sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, pemberian nutrisi yang adekuat merupakan bagian integral dari pengobatan (Tjokroprawiro, 1993). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada dasarnya harus meliputi tiga hal, yaitu: 1) asuhan medis; 2) asuhan keperawatan; dan 3) asuhan gizi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (= MRS, hospital malnutrition) selama dalam perawatan, yang berdampak pada lamanya masa perawatan ( length-ofstay) di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien (Nasar, 2007). C. Penyebab Malnutrisi Menurut Braunschweig et.al malnutrisi dapat timbul sejak sebelum dirawat dan tidak jarang dapat pula timbul selama dalam perawatan di rumah sakit maka semakin lama pasien dirawat di rumah sakit akan semakin besar risiko untuk menderita malnutrisi (Kusumayanti, 2004). Penyebab sekunder malnutrisi adalah penyakit yang mendasari (underlying disease) misalnya kondisi penyakit yang sedang diderita oleh pasien itu sendiri,yang kemudian dapat mempengaruhi asupan makanan, meningkatkan kebutuhan, perubahan metabolisme dan malabsorbsi (Kusumayanti, 2004). Para pakar kesehatan dari European Nutrition for Health Alliance (ENHA) memperhatikan masalah malnutrisi kian banyak menelan korban jiwa. Menurut Baeyens, (2005), wakil ketua ENHA, ada dua penyebab utama munculnya masalah malnutrisi yaitu penyakit dan usia yang makin tua. Malnutrisi kini menjadi endemik yang kian parah, banyak orang tak memahami masalah ini. Jika tidak dilakukan suatu pencegahan dan penanganan dari sekarang maka kasus ini bisa terus meningkat. Malnutrisi tidaklah sama dengan berat tubuh yang kurang meskipun seringkali terjadi

8 orang yang mengalami masalah kurang berat badan juga mengalami malnutrisi. D. Dampak Malnutrisi Malnutrisi yang terjadi pada 2 tahun pertama mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan beberapa sentimeter lebih pendek dari potensi tinggi badannya pada masa dewasa serta terdapat bukti bahwa orang dewasa yang mengalami malnutrisi menunjukkan gangguan kemampuan intelektual (Nasar, 2007). Malnutrisi akan menyebabkan gangguan pada semua sistem dan organ tubuh. Selain menurunkan daya tahan dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat menyebabkan komplikasi lain seperti luka yang sukar sembuh, hipoproteinemia (hipoalbuminemia), oedema anasarka, gangguan motilitas usus, gangguan enzim dan metabolisme, kelemahan otot, atau hal-hal lain yang semuanya memperlambat penyembuhan pasien (Nasar, 2007). E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan Unicef dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada orang dewasa, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Depkes, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Seseorang yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit infeksi menahun dapat menderita kurang gizi. Demikian pada seseorang yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

9 2. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga. Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi antara lain sebagai berikut: a. Pekerjaan Tingkat pendapatan masyarakat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang akan mempengaruhi daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan. Jenis pekerjaan merupakan salah satu faktor ekonomi yang akan mempengaruhi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia (Almatsier, 2001). Status gizi dipengaruhi oleh tingkatan ekonomi atau pendapatan. Penghasilan atau pendapatan mempengaruhi mutu sosialitas dan daya beli keluarga, termasuk makanan. Biaya yang tersedia akan menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi (Suhardjo, 2003).

10 b. Pendidikan Pendidikan adalah salah satu alat yang dipakai untuk memperbaiki diri dalam melangsungkan kehidupan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan akan kesehatan dan gizi, sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi serta status gizi seseorang. Ketidaktahuan ternyata menjadi salah satu sebab timbulnya kurang gizi. Kurang gizi tersebut dipengaruhi oleh penilaian makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan dapat mempengaruhi penilaian pola makan dan dapat di nilai dari tingkat pendidikannya (Suhardjo, 2003). c. Penyakit Infeksi Menahun Penyakit infeksi dapat menyebabkan seseorang tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein, kalori dan menghalangi penyerapan makanan. Penyakit infeksi menahun yang memperburuk keadaan gizi adalah infeksi saluran pernapasan atas, tuberculosis, batuk rejan, dan infeksi saluran pencernaan. Menurut Tomkins bahwa penyakit infeksi maupun non infeksi mempunyai faktor risiko untuk menjadi gizi baik, gizi kurang, bahkan gizi buruk, tergantung dari sifat perjalanan penyakit tersebut, yaitu kronis atau akut (Nurul, 2004). d. Usia Menurut Supariasa (2001) umur tidak secara langsung mempengaruhi status gizi. Faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung adalah asupan dan adanya penyakit infeksi (status penyakit penyerta). F. Menaksir Kebutuhan Basal dengan perhitungan Kebutuhan energi basal atau AMB pada dasarnya ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh serta umur. Hubungan antara tiga perubahan ini sangat kompleks.

11 Kebutuhan energi basal metabolisme atau energi minimal yang diperlukan tubuh untuk menjalankan proses tubuh yang vital (AMB) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Faktor jaringan aktif di dalam tubuh Semua jaringan tubuh aktif secara metabolik. Ada jaringan yang dipecah dan diganti dan melakukan fungsi-fungsi vital. 2. Besar luas bidang permukaan tubuh Ukuran tubuh merupakan perubah utama dalam menentukan pengeluaran energi seseorang yang memberi sumbangan lebih dari separoh AMB. Tubuh yang besar mempunyai AMB lebih tinggi daripada tubuh yang kecil. 3. Komposisi tubuh 4. Jenis kelamin 5. Usia 6. Sekresi kelenjar endokrin 7. Tonus pada waktu tidur 8. Suhu tubuh 9. Suhu lingkungan/iklim 10. Status gizi Keadaan gizi kurang, menurunkan AMB sampai 20%. Ini merupakan upaya tubuh untuk beradaptasi mempertahankan berat badan pada konsumsi makanan dibawah kebutuhan, sebagaimana terjadi didaerah yang konsumsi energinya rata-rata rendah. Konsumsi energi rendah menurunkan AMB sebesar 10-20%. Dengan memperhitungkan berat badan, tinggi badan, dan umur. Harris dan Benedict menentukan rumus untuk menghitung kebutuhan energi basal (AMB) atau Resting Metabolic Expenditure (RME) adalah sebagai berikut: Laki-laki, RME = 66 + (13,7 x BB) + (5,0 x TB) (6,8 x U) Perempuan, RME = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U) BB adalah berat badan dalam kg; TB adalah tinggi badan dalam cm; dan U adalah umur dalam tahun (Almatsier, 2001).

12 Menurut Cerra (1984) dan Stump (1992) secara umum kebutuhan energi total (TEE) sehari dapat dihitung dari perkalian Resting Metabolic Expenditure (RME), dengan faktor stress (FS), dan Activity Energy Expenditure (AEE) dengan persamaan sebagai berikut: TEE = RME x FS x AEE Faktor aktivitas fisik: 1.Bedrest = RME x 1,2 2.Ringan = RME x 1,3 3.Sedang = RME x 1,4 4.Berat = RME x 1,5 Faktor stress: 1.Stress ringan= 1,2 2.Stress sedang= 1,3 3.Stress berat = 1,5 (Titus, 2000) G. Penilaian asupan makanan Penilaian asupan makanan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menilai status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi melalui asupan makanan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah energi, jumlah protein, dan jenis zat gizi yang dikonsumsi melalui survey konsumsi makanan. Tubuh manusia memerlukan asupan gizi terutama energi dan protein untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses kehidupan dalam tubuh. Asupan gizi adalah sejumlah zat gizi dari makanandan minuman yang dikonsumsi seseorang setiap hari yang diukur dengan menggunakan metode recall 24 jam (Almatsier, 2001). Penurunan berat badan pasien sebagian besar disebabkan oleh pengaruh intake makanan yang kurang selama dirawat jika dilihat dari jenis penyakitnya. Intake makanan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya sosial budaya dan stress fisiologi. Sedangkan menurut

13 Marie dan Kathleen (1984), perubahan berat badan dapat dipengaruhi oleh sosial ekonomi dan lingkungan (Soegih, 1998). Asupan gizi khususnya energi dan protein berpengaruh terhadap status gizi seseorang, di mana status gizi yang optimal dan jenis yang cukup sesuai dengan asupan anjuran. Asupan energi dan protein dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan ketersediaan semua zat gizi yang terkandung di dalam hidangan dengan perbandingan satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti ada dua hal yang harus diperhatikan dalam hidangan yaitu kontribusi hidangan terhadap pemenuhan semua zat gizi yang dibutuhkan, dan kedua yaitu jumlah kandungan zat gizi dalam hidangan tersebut. Zat gizi adalah satuan-satuan yang menyusun bahan makanan atau bahan dasar. Sedangkan bahan makanan adalah suatu zat yang dibeli, dimasak dan disajikan sebagai hidangan untuk dikonsumsi. Zat-zat gizi dapat diperoleh melalui asupan makanan yang dikonsumsi (Almatsier, 2001). H. KERANGKA TEORI Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat di gambarkan kerangka teori sebagai berikut : Faktor langsung: Asupan makanan Penyakit infeksi Faktor tidak langsung: Persediaan makanan dirumah Pelayanan kesehatan Kesehatan lingkungan Status gizi Antropometri (Berat Badan)