I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Tujuan pembelajaran fisika di SMA secara umum adalah memberikan bekal. ilmu kepada siswa, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam teknologi. Salah satu materi pokok yang terkait dengan kemampuan kimia

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapatmenumbuhkan kemampuan berpikir peserta didik yang berguna untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI METODE PENEMUAN PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 KAUR SELATAN KABUPATEN KAUR

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. bertujuan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana. untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum di Sekolah Dasar (SD) yang digunakan saat ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran di kelas maupun dalam melakukan percobaan di. menunjang kegiatan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Fisika adalah suatu pelajaran yang berkaitan dengan ilmu alam dan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sesuai dengan yang termuat dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA SMA UNTUK TOPIK SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY DENGAN METODE PICTORIAL RIDDLE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi alat-alat tubuh organisme dengan segala keingintahuan. Segenap

BAB I PENDAHULUAN. secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana terpenting untuk mewujudkan kemajuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (Sains) merupakan ilmu yang berhubungan dengan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan berfungsi sebagai pencetak SDM

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman globalisasi saat ini pengetahuan dan teknologi mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

FISIKA SEKOLAH 1 FI SKS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

Aprillia Fitriana 1, Dwi Haryoto 2, Sumarjono 3 Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Malang.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu upaya pengembangan diri siswa dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor dalam suatu lingkungan sosial yang didalamnya terjadi interaksi antara siswa dengan guru, orang tua, masyarakat. Pada interaksi inilah terjadi komunikasi sosial, pembelajaran tingkah laku dan norma yang mampu mengembangkan potensi berpikir dan bertindak bagi siswa sehingga terwujud siswa sebagai kesatuan individu yang cerdas, kreatif dan berkepribadian. Fisika merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam yang mempelajarai tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami apa yang mengendalikan atau menentukan kelakukan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa pada tingkat SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan yaitu

2 menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari dan membekali siswa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Banyak cara yang digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya pembelajaran Fisika. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pembelajaran adalah dengan merancang kegiatan pembelajaran tersebut dengan matang. Dengan perancangan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan terstruktur maka proses pelaksanaan pembelajaran pun akan lebih terarah, selain itu perencanaan pembelajaran juga merupakan salah satu bukti profesionalisme seorang guru. Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang perancanaan pembelajaran dijelaskan bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Perencanaan pembelajaran Fisika yang terjadi di SMA Negeri 1 Kedondong masih kurang baik karena terdapat beberapa komponen standar RPP yang telah tertera dalam standar proses tidak dicantumkan dalam RPP Fisika. RPP yang dibuat kebanyakan tidak mencantumkan materi ajar. Materi ajar hanya ditulis judul pokok bahasan saja dan bukan uraian materi yang akan diajarkan. Komponen selanjutnya adalah penilaian hasil belajar, dalam RPP yang dibuat guru Fisika di SMA Negeri 1 Kedondong penilaian hasil belajar terkadang tidak

3 disertakan dalam RPP selain itu terdapat beberapa RPP yang mencantumkan penilaian hasil belajar tanpa melampirkan instrumen penilaian atau kisi-kisi penilaian hasil belajar siswa. instrumen penilaian hasil belajar merupakan salah satu hal penting yang perlu dipersiapkan sebelum pembelajaran. Instrumen tersebut disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi yang tertera pada RPP, hal tersebut dimaksudkan agar indikator pencapaian kompetensi mudah diamati oleh guru. Setelah guru mempersiapkan rancangan pelaksanaan pembelajaran, maka hal yang terpenting selanjutnya adalah proses pembelajaran. Baik atau tidaknya hasil yang diperoleh setelah kegiatan pembelajaran tergantung bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 proses pembelajaran merupakan implementasi dari perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru. Jika perancanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru sudah baik dan proses pelaksanaan pembelajarannya sesuai dengan perancangan pembelajaran maka dimungkinkan proses pembelajaran tersebut akan berjalan dengan baik. Proses pembelajaran yang baik adalah keadaan dimana siswa turut aktif dalam kegiatan pembelajaran (student centered) dan tidak hanya guru yang aktif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Proses pembelajaran yang terjadi di SMAN 1 Kedondong, umumnya belum terlaksana dengan baik. Proses pembelajaran yang dilakukan guru kurang sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat. Dijumpai bukti yang menunjukkan bahwa mutu proses pembelajaran Fisika di SMAN 1 Kedondong kurang memuaskan, hal ini terbukti dari RPP yang digunakan guru masih banyak

4 yang menggunakan pembelajaran yang banyak berpusat pada aktivitas guru. Untuk itu perlu adanya suatu inovasi berbagai strategi atau pendekatan agar proses pembelajaran efektif, sehingga tujuan meningkatkan pendidikan tercapai secara optimal. Berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengajar, metode pembelajaran yang aktifitasnya berpusat pada guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk menggali kemampuan diri untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada saat proses pembelajaran. Berdasarkan pengalaman tersebut, banyak siswa yang kurang berminat untuk belajar fisika, sehingga pada saat kegiatan pembelajaran banyak siswa yang tidak memperhatikan guru, membuat kegaduhan di kelas, dan ada beberapa siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Dan hal ini menyebabkan hasil belajar fisika siswa menjadi rendah. Beberapa materi yang akan dipelajari siswa pada kelas X (sepuluh) semester genap adalah, alat optik, suhu dan kalor, listrik dinamis, dan gelombang elektromegnetik. Berdasarkan observasi terhadap penilaian kognitif siswa pada materi di atas, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel. 1.1. Prestasi belajar siswa kelas X pada materi fisika semester genap di SMA Negeri 1 Kedondong No Materi % Siswa Tuntas 2010-2011 2011-2012 1 Alat Optik 22,02 % 23,04 % 2 Suhu dan Kalor 19,27 % 20,16 % 3 Listrik Dinamis 20,18 % 20,58 % 4 Gelombang Elektromagnetik 23,85 % 26,75% Sumber: Daftar nilai fisika siswa kelas X semester II TA 2010-2011 dan 2011-2012 Berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa persentase siswa yang paling sedikit tuntas adalah pada materi suhu dan kalor. Rendahnya persentase siswa

5 pada materi suhu dan kalor diduga karena model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi masih berpusat pada guru. Pada materi Suhu dan Kalor tersebut terdapat Kompetensi Dasar (KD) yang harus dipenuhi yaitu menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Untuk menerapkan konsep Suhu dan Kalor seperti yang sudah disebutkan dalam KD di atas, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga hasil dari penerapan konsep yang dipelajarai dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Berdasarkan observasi mengenai hasil belajar kognitif siswa yang dilakukan pada tahun ajaran 2010 2011 dan 2011 2012 untuk materi Suhu dan Kalor pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Kedondong Kabupaten Pesawaran, masih banyak siswa yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Berikut ini merupakan data prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 1 Kedondong. Tabel 1.2. Prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 1 Kedondong No Tahun Ajaran Jumlah Siswa Persentase Ketuntasan Siswa (%) Kelas X Tuntas Belum Tuntas 1 2010-2011 218 19,27 80,73 2 2011-2012 243 20,16 79,84 Sumber: Daftar nilai fisika siswa kelas X semester II TA 2010-2011 dan 2011-2012 Berdasarkan data di atas, maka dipandang perlu adanya perubahan pembelajaran lama yang terfokus pada guru (teacher-centred) menjadi pembelajaran yang terpusat pada aktivitas siswa (students-centred) dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang mampu memperbaiki proses kegiatan pembelajaran tersebut.

6 Pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran yang tepat akan memperbaiki hasil belajar fisika siswa. Hasil belajar fisika siswa yang dikaji adalah hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor. Pasal 25 Ayat 4 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi siswa yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Berdasarkan observasi terhadap RPP Fisika yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Kedondong, menunjukan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran fisika sudah memuat kompetensi siswa yang berhubungan dengan ranah afektif dan psikomotor. Namun pada kenyataannya kompetensi yang harus dicapai siswa dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor tersebut hanya sebatas indikator dan tujuan yang harus dicapai tanpa adanya instrumen penilaian yang digunakan guru untuk mengukur komponen tersebut. Sehingga pada akhirnya ketika guru dituntut untuk merekap penilaian hasil belajar yang mencantumkan kemampuan siswa dalam bentuk ranah afektif dan psikomotor, guru hanya mampu memperkirakan hasil belajar siswa secara subjektif. Keterampilan berpikir kritis merupakan bagian dari hasil kegiatan pembelajaran. Beberapa hasil penelitian pendidikan menunjukkan bahwa berpikir kritis ternyata mampu menyiapkan siswa berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi siswa, karena dapat menyiapkan siswa untuk menjalani karir dan kehidupan nyata.

7 Masalah yang berhubungan dengan pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sering luput dari perhatian guru. Pengembangan berpikir kritis hanya diharapkan muncul sebagai efek pengiring (nurturan effect) semata, padahal keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu komponen penting yang diharapkan dapat muncul sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis akan muncul ketika siswa dihadapkan pada masalah, faktanya selama ini proses pembelajaran yang dilakukan banyak berpusat pada guru dan menggunakan model pembelajaran langsung, yaitu model pembelajaran yang tidak menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri, siswa langsung diberikan materi, konsep, rumus, tanpa harus mengetahui dan mencari asal usulnya. Di SMA Negeri 1 Kedondong, guru belum memunculkan penilaian tentang keterampilan berpikir kritis secara spesifik. Penilaian terhadap kemampuan berpikir siswa hanya sebatas pengamatan subjektif yang tidak didasarkan pada panduan instrumen pengukur keterampilan berpikir kritis. Berdasarkan fakta tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada penilaian keterampilan berpikir kritis pada siswa dengan menggunakan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan bahwa pembelajaran Fisika sebaiknya dilaksanakan secara inquiry ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran Fisika di SMA menekankan pada pemberian pengalaman belajar

secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan 8 sikap ilmiah. Pengalaman tersebut tercermin dalam indikator seperti: siswa mampu memberikan contoh peristiwa atau fenomena fisika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mampu merancang soatu percobaan fisika, dan lain-lain. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dalam KTSP menuntut diadakannya kegiatan penyelidikan, baik melalui observasi maupun eksperimen. Pembelajaran Fisika dapat mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Kegiatan praktikum merupakan bentuk dari kerja ilmiah dan merupakan salah satu metode pembelajaran fisika yang efektif untuk meningkatkan aktivitas, keterampilan berpikir kritis, dan hasil belajar siswa. Fakta yang terjadi di SMA Negeri 1 Kedondong, menunjukan bahwa kegiatan praktikum sangat jarang sekali dilakukan. Kegiatan praktikum yang dicantumkan dalam RPP biasanya hanya sebatas metode pembelajaran yang tertulis dan tidak diterapkan dalam proses pembelajaran. Selain itu, kegiatan praktikum Fisika biasanya dilakukan diluar proses pembelajaran, sehingga kegiatan praktikum yang dilakukan bukan merupakan proses pembelajaran untuk menemukan suatu konsep melainkan bertujuan untuk memverifikasi materi yang telah didapatkan sebelumnya. Melalui kerja ilmiah, siswa dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, dan teori sebagai dasar untuk berfikir kritis, krisis, dan analitis sehingga mereka mampu menjelaskan suatu konsep percobaan, menyusun hipotesis, merancang prosedur, dan melaksanakan penyelidikan atau eksperimen untuk pengumpulan data, memproses dan menganalisis data, menyajikan hasil

9 eksperimen, serta membahas, menyimpulkan dan mengkomunikasikan secara tertulis maupun lisan. Tuntutan kurikulum tersebut dapat dipenuhi salah satunya dengan strategi pembelajaran inkuiri. Strategi pembelajaran ini melibatkan siswa dengan proses mencari dan menemukan konsep Fisika. Selama proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menemukan berbagai konsep kemungkinan melalui eksperimen, mengamati suatu objek, manganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan. Dengan demikian siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dan terbiasa menemukan konsep Fisika. Inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran inquiry yang menuntut siswa untuk melakukan kegiatan seperti merancang prosedur percobaan sendiri, kemudian melakuakan percobaan untuk membuktikan suatu hipotesis. Inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran inkuiri yang melatih siswa untuk belajar menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan memecahkan masalah dengan dibimbing oleh guru. Berdasarkan penjabaran dari latar belakang di atas, penelitian ini dirancang dalam penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran Fisika. Action Research atau penelitian tindakan ini meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen ini menjadi acuan dasar riset tindakan agar dapat merefleksi diri untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Adapun pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar jika dalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam

10 pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu, agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas, maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru. Diawali dengan pembuatan RPP yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Dalam perencanaan, proses pembelajaran akan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing yang dapat membantu keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran Fisika. Selanjutnya, pada tahap akhir pembelajaran diperlukan evaluasi pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah menyediakan informasi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan maupun penyusunan pembelajaran Fisika pada masa yang akan datang. Keputusan dapat terkait dengan aktivitas pembelajaran yang sedang berjalan perlu diperbaiki, dihentikan, atau dilanjutkan. Berdasarkan pengalaman dalam mengevaluasi hasil pembelajaran Fisika, peneliti belum melakukan evaluasi dengan maksimal. Evaluasi masih dilakukan oleh peneliti sendiri sehingga masih terdapat subjektivitas penilaian. Evaluasi yang telah dilakukan adalah evaluasi terhadap keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar fisika siswa yang memuat penilaian terhadap tiga ranah yaitu kognitif, afektf, dan psikomotor. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

11 1. Aktivitas pembelajaran Fisika yang berlangsung selama ini kebanyakan berpusat pada guru (teacher centered) 2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran Fisika kurang aktif atau cenderung pasif. 3. Perencanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor belum didesain sesuai dengan analisis kebutuhan siswa. 4. Rata-rata prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor masih rendah. 5. Penilaian hasil belajar siswa hanya terpusat pada ranah kognitif sedangakan penilaian dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor belum dilakukan secara maksimal. 6. Guru belum melakukan penilaian terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. 7. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum maksimal. 1.3. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah yang dikaji dalam penelitian, yaitu: 1. Perancanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor belum maksimal. 2. Belum diterapkannya model pembelajaran yang aktivitasnya banyak berpusat pada siswa (student centered). 3. Penilaian hasil belajar siswa hanya terpusat pada ranah kognitif sedangakan penilaian dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor belum dilakukan secara maksimal. 4. Guru belum melakukan penilaian terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. 5. Belum maksimalnya evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

12 1.4. Perumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perencanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 2. Bagaimanakah proses pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar Fisika siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 4. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 5. Bagaimanakah system evaluasi pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan: 1. Perencanaan kegiatan pembelajaran yang tepat pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing. 2. Proses pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing. 3. Peningkatan hasil belajar Fisika siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing. 4. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.

5. Sistem evaluasi pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing. 13 1.6. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan dalam kawasan desain, pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan evaluasi pembelajaan. 2. Secara praktis, penelitian ini memiliki tiga kegunaan, yaitu bagi siswa, guru dan institusi. a. Bagi siswa, diharapkan dapat menggugah siswa untuk meningkatkan hasil belajar Fisika, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk bersikap interaktif dalam kegiatan pembelajaran. b. Bagi guru, penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh guru Fisika untuk menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas dan dapat memotivasi guru-guru Fisika untuk melakukan inovasi pembelajaran. c. Bagi institusi, dengan banyaknya guru yang melakukan inovasi pembelajaran maka mutu pendidikan Fisika di sekolah dapat meningkat.