BAB I PENDAHULUAN. prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan

dokumen-dokumen yang mirip
Rekonstruksi 1 data 1. Analisa Tematik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Agama merupakan identitas diri, maupun tata laku individu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

I. PENDAHULUAN. menganut agama sesuai dengan keinginannya. Berlakunya Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari beberapa Suku, Bahasa, dan Agama. Agama bagi mayarakat di

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ellen White & Tes Kesempurnaan yang Salah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

NOVIYANTI NINGSIH F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan Indonesia yang sudah dikenal sejak

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

(Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular)

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

BAB IV KESIMPULAN. Pada bab analisis dipaparkan bagaimana tokoh utama melakukan penolakan

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peneitian

BAB I PENDAHULUAN. Harus diakui, memang sulit mencapai keselarasan dalam. iklan yang berhasil memadukan dampak komersial dan sosial budaya, akan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri. Berpikir kritis berarti melihat secara skeptikal terhadap apa yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kodrat alam, manusia dimana-mana dan pada zaman apapun juga selalu

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Indonesia memiliki penduduk lebih dari 237 juta jiwa, dan

PANCASILA PANCASILA DAN AGAMA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

MISTERI TUHAN ANTARA ADA DAN TIADA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pertanyaan Alkitab (24-26)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

BAB I PENDAHULUAN. ini, hal ini dapat kita temui di berbagai negara. Dari negara maju seperti Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah suasana kehidupan sekarang ini, manusia mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dengan populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering

BAB V PENUTUP. aliran kepercayaan disetarakan statusnya layaknya agama resmi lainnya (Mutaqin

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. untuk pembentukan konsep diri anak menurut (Burns, 1993). bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku bangsa di Indonesia yang mendiami berbagai pulau yang ada.

C. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Agama, Suku, Ras, Budaya, dan Gender

hidup yang sebenarnya tidak hidup. Namun, selalu terlihat sangat nyata. Kadang aku bertanya, apa mungkin yang ku lihat di langit itu adalah apa yang

BAB I PENDAHULUAN. atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta

Difa Kusumadewi: Rasionalisme Sains Mendorong Kebebasan dan Anti-Diskriminasi

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

11MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara. .Drs. Sugeng Baskoro, M.M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu masuk islam karena pilihan, tentunya mengalami pergulatan batin

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB IV NILAI-NILAI SPIRITUALITAS AJARAN KEROHANIAN SAPTA DARMA DI DUKUH SEPAT KELURAHAN LIDAH KULON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan)

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pancasila; sistem filsafat dan ideologi Negara

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA. religiusitas homoseksual Muslim dan Kristen meliputi :

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama, dan budaya. Keberagaman tersebut tersebar hampir

BUKU KEGIATAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MATA KULIAH AGAMA HINDU SEMESTER I. Penanggung Jawab : Setiadi, M.Kep., Ns

BUKU KEGIATAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MATA KULIAH AGAMA ISLAM. SEMESTER I (extension) Penanggung Jawab : Setiadi, M.Kep PRODI D-III KEPERAWATAN

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II PENGENALAN TERHADAP TUHAN

PANCASILA DAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Nama : Oni Yuwantoro N I M : Kelompok : A Jurusan : D3 MI Dosen : Drs. Kalis Purwanto, MM

PANCASILA. Makna dan Aktualisasi Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Bernegara. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA.

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam kehidupan serta

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ATAR UMAT BERAGAMA DI KALANGAN SISWA DI SMA NEGERI 3 PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam kehidupan manusia. Pada masa-masa sekarang musik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB IV ANALISIS TENTANG INTERNALISASI NILAI KEJUJURAN MELALUI BUKU CATATAN HARIAN PEMBIASAAN SALAT LIMA WAKTU SISWA SMP NEGERI 15 PEKALONGAN

BAB III ASAL USUL MUALLAF DAN MOTIVASINYA MASUK ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. peneliti dengan informan yang telah dikumpulkan dan diolah oleh peneliti secara

BAHAN TAYANG MODUL 9

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN UMUM. 3.1 Sejarah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama merupakan fenomena universal yang dapat kita temui disetiap kehidupan manusia. Eksistensi agama telah ada sejak lama, bahkan sejak zaman prasejarah. Pada zaman yunani kuno misalnya, sudah mulai mempertanyakan penyebab terjadinya sesuatu. Taylor (1872) berpendapat bahwa, agama manusia berkembang dari mulai animisme, totemisme, dan fetishisme. Animisme adalah suatu kepercayaan bahwa roh ataupun jiwa memiliki eksistensi secara independent. Totemisme merupakan kepercayaan yang menganggap binatang dan tumbuhan mempunyai jiwa. Sedangkan fetishisme kepercayaan bahwa manusia dapat mempengaruhi kekuatan supranatural sehingga berpihak untuk kepentingannya. Furseth dan Repstad pada tahun 2006 mendefinisikan secara substantif mengenai agama, yaitu cenderung mengkhususkan objek kepercayaan masyarakat meskipun objek tersebut dideskripsikan dengan berbagai bentuk. Kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan merupakan suatu kemungkinan. Definisi ini memiliki kesamaan terhadap ide umum yang dimiliki masyarakat mengenai agama. Agama tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Tuhan atau objek yang disembah. Hal ini juga diungkapkan oleh seorang penganut agama Islam berikut ini: 1

Saya merupakan seorang muslim yang taat. Adanya pencipta alam semesta ini tidak bisa dikesampingkan. Allah-lah yang menciptakannya. Saya dan kamu sekarang ada karena Dia Yang Maha Pencipta. (komunikasi personal dengan penganut agama Islam, November 2015). Pernyataan di atas menitikberatkan pada suatu konsep yang kuat, yaitu agama tidak bisa terlepas dari konsep ketuhanan atau bisa dikatakan dalam sebuah agama tidak terlepas dari adanya suatu objek yang disembah. Namun tidak semua manusia mempercayai konsep ketuhanan ini. Banyak pula orang yang beranggapan bahwa Tuhan hanyalah sebuah ide yang diciptakan manusia itu sendiri untuk menjadi pembenaran atas setiap perbuatannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan seseorang penganut paham ateis yang dikutip dari website globalmuslim.web.id berikut ini: Tuhan biasanya menjadi sandaran pamungkas ketika seseorang sedang galau. Aku nyaman dengan keadaan seperti ini. Sampai sekarang tidak ada bukti yang buat aku percaya adanya Tuhan. Tuhan sering kali menjadi kambing hitam ketika seseorang dalam keadaan terpuruk, tapi Tuhan juga justru menjadi tempat berlindung, padahal Tuhan tidak pernah jelas keberadaannya. Bagi sebagian orang Tuhan hanyalah sebuah objek rekayasa yang terbentuk atas dasar pemikiran manusia yang dangkal. Hal ini juga diungkapkan oleh seorang penganut paham ateisme berikut ini: bagiku Tuhan itu placebo, obat yang bisa menenangkan pengikutnya, suatu pegangan yang dibutuhkan sebagai jawaban dari semua yang ada didunia ini. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari konsep ketuhanan yang cukup kuat, hal ini dapat terlihat dari sila pertama dalam pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Tercatat ada enam agama yang diakui di 2

Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Namun hal ini bukan berarti tidak ada orang Indonesia yang tidak percaya Tuhan, atau menganut paham ateism. Hal ini ditunjukkan oleh sebuah survey yang dilakukan Lynn (2009) bahwa 1,5 persen warga Indonesia tidak percaya Tuhan. Tidak sedikit orang yang berpendapat Tuhan itu tidak ada. Banyak pula komunitas ateis di dunia maya yang mulai eksis dan menunjukkan diri seperti komunitas facebook yang bernama ABAM (Anda Bertanya Ateis Menjawab), ada pun komunitas ateis yang tenar di media sosial twiter yang bernama Agamajinasi. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan penganut paham ateis berikut ini: aku gabung untuk mencari teman yang satu pikiran denganku, mencari tau lebih lanjut tentang ateis, atau sarana edukasi tentang ateis (komunikasi personal dengan penganut paham ateis, Juni 2016) Komunitas dunia maya ini menunjukkan tidak sedikit penganut paham ateis di Indonesia. Bagi sebagian orang ini merasa Tuhan itu tidak bisa dibuktikan kehadiran-nya. Banyak perdebatan terjadi diantara orang yang percaya dengan yang tidak percaya. Bagi orang-orang yang percaya, mereka beranggapan bahwa seharusnya orang-orang yang tidak percaya Tuhan membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada, tetapi justru orang-orang yang tidak percaya beranggapan bahwa justru orang yang percayalah yang membuktikan bahwa Tuhan itu memang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut: kenapa aku yang mencari? Harusnya orang beragama yang membuktikan keberadaan-nya biar gak ada lagi istilah mencari, tinggal menemukan saja, harusnya sih gitu, tapi yang ada malah orang yang gak percaya Tuhan pula yang disuruh cari dan buktikan Tuhan itu ada. 3

Konsep ketidakpercayaan kepada Tuhan disebut dengan ateis. Baggini dan Mackie mengatakan bahwa ateis dikarakteristikkan dengan penolakkan atas kehadiran Tuhan (dalam Streib dan Klein, 2013). Tidak sedikit orang memutuskan untuk menjadi seorang ateis. Ateis merupakan sebuah jalan atau jawaban dari pertanyaan mengenai kehadiran Tuhan. Tuhan hanyalah pandangan semu yang tidak bisa dibuktikan hanya dengan nalar dan akal sehat. Hal ini juga dinyatakan seorang penganut paham ateis: aku seorang ateis, aku memilih menjadi ateis. Tidak ada cukup bukti untuk mengatakan Tuhan itu ada. Jika mengacu pada pernyataan di atas, akan timbul pertanyaan dari benak setiap orang, bagaimana seseorang bisa menjadi tidak beragama dan tidak percaya Tuhan? Apa yang menyebabkan seseorang menjadi tidak beragama dan tidak percaya Tuhan? Bagaimana dia bertahan di lingkungan yang mayoritasnya memeluk berbagai macam agama? Seseorang yang memutuskan menjadi seorang ateis bukan tanpa alasan. Seorang ateis menilai terlebih dahulu mengenai ajaran agama yang dia anut sebelumnya, ketika ia merasa hal yang diajarkan agama tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, dia mulai mempertanyakan eksistensi agama dan Tuhan. Keraguan akan timbul di dalam dirinya, dan akan membuat ia mulai memutuskan untuk meninggalkan ajaran agama dan Tuhan tersebut. Ateis bukanlah pemahaman yang ada dan muncul secara tiba-tiba dari seseorang. Berawal dari mempertanyakan sebuah konsep ketuhanan, memberi penilaian, mencari bukti dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh agama, dan sebagainya, 4

merupakan subuah proses seseorang sebelum dia menyatakan diri sebagai seorang ateis. Hal ini diungkapkan pula oleh seorang penganut paham ateisme berikut: aku sering membaca literatur mengenai agamaku dulu, bahkan aku juga membaca berbagai macam literatur banyak agama. Memang menurutku agama mengajarkan kebaikan pada intinya. Tetapi tidak semua sesuai dengan apa yang seharusnya. Banyak hal yang bisa dipertanyakan dari konsep ketuhanan. Tidak perlu terlalu dalam, kita lihat saja ajaran dasarnya terpaku pada kitab suci. Harusnya kitab suci itu rajin direvisi, beda tahun, beda abad, kebudayaan dan masyarakat akan berbeda. Kitab suci tidak mampu lagi membimbing. Sudah ketinggalan zaman. Kebanyakan seorang ateis berasal dari kaum beragama, baik itu Islam, Kristen, serta agama lainnya. Dia dibesarkan dilingkungan yang menganut agama. Akan tetapi dalam perjalanan hidupnya, seorang ateis mengalami konflik dalam dirinya mengenai ajaran agama yang dianut sebelumnya. Dia merasa tidak sependapat dengan ajaran yang didapat dari agama. Bagi kebanyakan ateis, agama, terutama Tuhan tidak jelas kebenarannya karena tidak bisa dibuktikan. Pada mulanya dia mempelajari dan berusaha memahami agama, akan tetapi, agama tidak memberikan jawaban dan bukti yang empiris mengenai keberadaan Tuhan dan mulai menimbulkan keraguan. Pada akhirnya dia memutuskan untuk tidak percaya apapun yang diajarkan agama. Dia tidak percaya adanya keberadaan Tuhan, dan akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang ateis. Hal ini sejalan dengan pernyataan penganut paham ateis berikut ini: aku ragu dengan apa yang diajarkan di agamaku dulu, aku merasa tidak ada cukup bukti kuat yang mendukung agama dan keberadaan Tuhan. Lama kelamaan aku jadi tidak percaya lagi sama agamaku yang dulu. Menjadi seorang ateis bukan berarti menjadi seorang yang tidak tertata kehidupannya. Seorang ateis bukan berarti seorang yang tidak memiliki pandangan positif tentang kehidupan dunia. Zuckerman (2009) melakukan sebuah 5

studi yang memiliki hasil bahwa ateisme secara positif berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Ateisme berkorelasi positif dengan pendidikan tinggi dan kemampuan verbal yang baik, rendahnya prasangka (prejudice), etnosentrisme, rasisme, homofobia, tingginya dukungan terhadap kesetaraan gender, dan pengasuhan anak yang mempromosikan pemikiran yang bebas bukan melalui hukuman fisik. Studi ini menunjukkan bahwa seorang ateis bukanlah seorang yang bodoh dan tidak bermoral. Tetapi hal ini tidak bisa diterima secara baik oleh masyarakat pada umumnya, apalagi masyarakat dengan mayoritas beragama. Seringkali muncul pandangan buruk, prasangka, bahkan diskriminasi terhadap penganut paham ateisme. Prasangka buruk terhadap penganut paham ateisme ini seringkali muncul dari kelompok beragama. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari seorang yang menganut paham ateisme berikut ini: Aku tidak percaya tuhan, jadi kalau tidak punya Tuhan aku ini makan orang? Bunuh orang? Merampok? Tidak bermoral? Kan tidak seperti itu. Orang-orang yang sepaham dengan saya belum tentu orang jahat, bisa saja kami lebih baik dari orang-orang yang percaya Tuhan. Banyak juga orang yang mengaku punya Tuhan tapi perilakunya biadab (komunikasi personal dengan penganut paham ateis, September 2015). Seseorang yang memilih untuk menjadi seorang yang menganut paham ateisme akan mengalami konflik baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Akan sangat sulit bagi seorang ateis mempertahankan pahamnya di lingkungan yang mayoritnya beragama khususnya di Indonesia. Tidak hanya untuk cakupan yang cukup luas, bahkan di lingkungan keluarga saja belum tentu seorang ateis dapat diterima dan diakui. Banyak seorang ateis memilih paham tersebut, tetapi tidak berani mengakui hal tersebut. Dia lebih memilih untuk tidak 6

diketahui oleh masyarakat, khususnya keluarga. Karena jika dia menyatakan pahamnya secara terang-terangan, bukan tidak mungkin dia akan menerima tindakan diskriminasi. Hal ini disampaikan oleh penganut paham ateisme berikut: Aku dibesarkan oleh keluarga yang cukup kuat soal agama. Keluargaku menganut agama Islam. Pada mulanya aku juga. Tapi aku menjadi ragu dan tidak percaya dengan agama itu. Tentu saja keluargaku tidak tau apa yang aku anut sekarang. Aku seorang ateis. Jangan sampai mereka tahu, karena itu akan membebani mereka. Kalau sampai ketahuan, aku akan mengikuti dan menerima konsekuensi yang diberikan keluargaku. Karena itu memang sudah seharusnya terjadi. Dan aku akan tetap menjadi seorang ateis. Agama dan kepercayaan bukan untuk dipaksakan. Menjadi seorang ateis di negara yang kuat agamanya seperti Indonesia memang tidak mudah. Akan tetapi tetap saja paham ateis semakin populer dan semakin berkembang. Bahkan tidak sedikit pula seorang ateis mulai berani terbuka meskipun tidak secara langsung. Tidak setiap penganut paham ateisme memiliki hambatan dalam menjalani hidupnya. Salah seorang ateis yang memiliki background agama Budha menjelaskan bahwasannya dia sama sekali tidak mengalami kesulitan dan hambatan apapun mengenai pahamnya. aku tidak merasa ada yang susah jadi ateis. Ya mungkin karena background aku Budha kali ya. Beda kayak Islam atau Kristen yang harus selalu sholat dan berdoa, agama Budha buatku tidak seperti itu. Aku memilih ateis karena memang ateis dan ajaran Budha itu hampir sama dan sejalan. Didalam ajaran Sidharta Gautama tidak ada menjelaskan ada sosok yang disembah. Sidharta juga tidak mengatakan kepada pengikutnya harus menyembah dirinya. Itu ajaran Budha yang sesungguhnya. Kalau yang sekarang ajaran Budha sudah mulai melenceng. (komunikasi personal dengan penganut paham ateis april 2016) Dia memilih paham ateisme karena ateis memberikan pandanganpandangan cara hidup yang duniawi, Budhapun demikian. Tetapi bukan berarti setiap penganut agama Budha merupakan seorang ateis, hanya pandangan mengenai hidup dengan cara duniawi ini lah yang sejalan. Berbuat baik pada 7

sesama manusia, menjalankan hidup dengan cara baik tanpa merugikan orang lain, seperti itulah pandangan ateis dan Budha yang sejalan. Lain halnya dengan seorang penganut paham ateisme dengan background agama Kristen Protestan berikut ini. Menurutnya, dia sama sekali tidak kesulitan dalam menganut paham ateisme. Bahkan dia sudah mulai terbuka dengan keluarga meskipun belum terbuka kepada orang tuanya. abang kakak, saudaraku sudah banyak yang tahu kalau aku ateis. Dan mereka tidak mempermasalahkan soal itu. Orang tua belum tahu, tapi kemungkinan besar akan aku kasih tahu. (kemounikasi personal dengan penganut paham ateis, mei 2016) Walaupun demikian, tetapi dia tetap belum terbuka ketika berada di lingkungan masyarakat pada umumnya. Menurutnya tidak semua orang memiliki pemikiran yang terbuka dan mau menerima paham ateisme. Indonesia merupakan mayoritas beragama, bagaiamana mungkin ateisme secara mudah diterima di negara ini. Hal ini sesuai dengan ungkapannya berikut kalau di kampus aku pura-pura jadi Kristen. Tidak mungkinlah aku bilang aku ini ateis. Tapi kawan-kawan dekat sudah banyak yang tahu soal aku. Mereka tidak masalah kok. Toh kami percaya dengan apa yang masingmasing kami yakini. Tapi kalau orang-orang umum tidak tahu aku. Aku juga tidak pernah ke gereja lagi, kecuali keadaan memaksa harus ke gereja hahaha. (kemounikasi personal dengan penganut paham ateis, mei 2016) Lain halnya dengan kedua penganut paham ateisme sebelumnya, seorang penganut paham ateisme yang memiliki background agama Islam berikut ini merasa bahwa dia memiliki hambatan dan kesulitan dalam menjalankan hidupnya. Dia mengaku seringkali merasa canggung dan tidak nyaman ketika berada di lingkungan umum. Apalagi ketika memasuki waktu ibadah untuk agama Islam, dia sering kali merasa tidak nyaman. Hal ini diungkapkannya dalam wawancara pada bulan juni tahun 2016. 8

kadang suka canggung saja kalau misalnya ditanya kenapa tidak solat, kenapa tidak puasa, sebisa mungkin menghidar, kalau tidak bisa menghindar, bilang saja sudah, atau jawab-jawab sambil bercanda saja lah Meskipun kerapkali merasa tidak nyaman, akan tetapi dia tetap teguh pada pendiriannya sebagai seorang ateis. Padahal untuk menjadi seorang ateis di negara mayoritas beragama sangatlah sulit. Dari penjelasan diatas, peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai gambaran proses, faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dalam hal ini pertanyaan utama dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran proses seseorang menjadi penganut paham ateisme 2. Faktor apa saja yang menyebabkan seseorang menganut paham ateisme 3. Apa saja yang menjadi tantangan untuk menjadi penganut paham ateisme 9

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat melihat gambaran proses dan, faktor-faktor penyebab serta tantangan menjadi seorang ateis. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis 1. Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi sosial mengenai proses, faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme. 2. Memberikan informasi mengenai konsep ketuhanan, agama, dan paham ateis dalam kehidupan sosial. b. Manfaat Praktis 1. Memberikan informasi kepada penganut paham ateis serta teis mengenai proses, faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme. 2. Memberikan sebuah sudut pandang berbeda mengenai ateis, dalam hal ini dapat memberikan pemahaman kepada keluarga dan masyarakat mengenai apa saja yang menjadi penyebab seseorang menganut paham ateis. 10

E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan berisikan inti sari dari : Bab I : Pendahuluan Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teoritis Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori mengenai proses menuju paham ateis, faktor-faktor penyebab serta tantangan yang dihadapi penganut paham ateisme Bab III : Metode Penelitian Berisi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian. Bab IV: Deskripsi Data dan Pembahasan Berisi mengenai deskripsi data subjek dan pembahasan menggunakan teori yang berkaitan Bab V: Kesimpulan dan Saran Berisi kesimpulan dari hasil penelitian, saran praktis serta metodologis dari penelitian yang telah dilakukan. 11