BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.29, 2013 KESRA. Sosial. Jaminan Kesehatan. Pelaksanaan.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANFAAT DALAM PENGATURAN PERPRES NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

KONSEP PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PELAYANAN KESEHATAN

Tanya-Jawab Lengkap. BPJS Kesehatan. e-book gratis KOMPILASI OLEH: MAJALAHKESEHATAN.COM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

Buku Saku FAQ. (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

There are no translations available. Pertanyaan-Pertanyaan Dasar Seputar JKN dan BPJS

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini.

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN. IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi. 1. Sebelah Utara : Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN BPJS KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS BPJS KESEHATAN

BUPATI PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

41 Penyelenggara Jaminan Sosial mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasa

Prosedur Pendaftaran Peserta JKN

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pasien penerima bantuan iuran. secara langsung maupun tidak langsung di Rumah sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 mengatakan bahwa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

MAKALAH Sistem Pembiayaan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (BPJS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

- 1 - PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

panduan praktis Pelayanan Ambulan

Pembahasan KemenKes RI (7 Sep 2012)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

MATERI DJSN PELAKSANAAN PROGRAM JKN PROPINSI KALSEL Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat

7. Apa yang dimaksud dengan PBI (Penerima Bantuan Iuran) Jaminan Kesehatan?... 6

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 61 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Rujukan 2.1.1 Pengertian Sistem Rujukan Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan ( Permenkes No. 001, 2012). 2.1.2 Macam macam Rujukan Macam-macam Rujukan Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari (Trihono, 2005): a. Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk. b. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah). Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : a. Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk 12

13 b. pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah. c. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas. Rujukan secara konseptual terdiri atas: a. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain meliputi: 1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional dan lain-lain. 2) Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap. 3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan. b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi: 1) Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

14 2) Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain. d. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya. e. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral. f. Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum mampu menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat. Demikian juga Sistem Kesehatan Nasional membedakan rujukan atas dua macam yakni rujukan kesehatan dan rujukan medik: (Azwar,1996) a. Rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan atas rujukan teknologi, sarana dan operasional. b. Rujukan medik dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya untuk pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan medik

15 dibedakan atas rujukan penderita, pengetahuan dan bahan pemeriksaan. 2.1.3 Manfaat Rujukan Beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai beriku a. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan, memperjelas sistem pelayanan kesehatan karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia dan memudahkan pekerjaan administrasi terutama pada aspek perencanaan. b. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan. c. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan

16 berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan dan dedikasi, membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin, memudahkan dan atau meringankan beban tugas karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu (Syafrudin, 2009). 2.1.4 Ketentuan Umum Sistem Rujukan Menurut buku panduan praktis BPJS (2014) ada beberapa ketentuan umum sistem rujukaan, antara lain sebagai berikut : 1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b.pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. 3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. 4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.

17 5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku 6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. 7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama 8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. 9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. 11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

18 b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. 12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan. 2.1.5 Faktor faktor Penentu Penyusunan Sistem Rujukan Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu sistem rujukan yang baik, yaitu: 1) pelayanan tingkat pertama harus dilengkapi peralatan yang mempermudah penanganan, mempersiapkan dan mengirimkan penderita ke tempat tujuan; 2) melibatkan pembiayaan diri asuransi kesehatan dalam pembiayaan rujukan;

19 3) semua tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan kemampuan yang ada berdasarkan peraturan dan etika profesi; 4) adanya hubungan fungsional antar setiap unit pelayanan; 5) perlu disusun standar pelayanan medis dan peralatan; dan 6) penanganan penderita selalu diutamakan (Sutarjo, 2004). 7) Masalah Kesehatan Masalah Kesehatan Masyarakat Masalah Kedokteran Rujukan Kesehatan Rujukan Medik Teknologi Sarana Operasional Penderita Pengetahuan Bahan Lab. Menurut Rochjati (2004), rujukan akan berjalan sempurna bila pelayanan kesehatan yang paripurna dapat dilakukan, yaitu melalui langkah-langkah: 1) pembinaan (promotif); 2) pencegahan (preventif); 3) deteksi dini dan tindakan segera; 4) pencegahan lebih lanjut; dan 5) pemulihan dan konsultasi secara rujukan. Selanjutnya penatalaksanaan ini sebesar-besarnya adalah untuk mencapai peningkatan hubungan antara dokter dan pasien. 2.1.6 Sistem Rujukan Berjenjang Sistem Rujukan berjenjang adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang dilakukan dari faskes I menuju faskes lanjutan (Kemenkes RI, 2013).

20 2.1.7 Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang 1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu: a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua. c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer. d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer. 2. kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. 3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi : a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku; b. Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

21 d. Pertimbangan geografis; dan e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama 5. Rujukan Parsial a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut. b. Rujukan parsial dapat berupa: 1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan 2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

22 2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.2.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan nasioanal (JKN) adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013). Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan masyarakat atau rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera (UU No.40 SJSN, 2004) JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang- Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi,sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kemenkes RI, 2014).

23 2.2.2 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional JKN memiliki dua manfaat yaitu berupa manfaat pelayanan kesehatan dan manfaat non medis dimana meliputi akomodasi dan ambulan. Dalam program JKN pemberian fasilitas ambulan hanya bagi pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. b) Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak. c) Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi KB. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. d) Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

24 Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a) Tidak sesuai prosedur b) Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS c) Pelayanan bertujuan kosmetik d) General check up, pemgobatan alternatif e) Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f) Pelayanan kesehatan pada saat bencana g) Pasien bunuh diri/ penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/bunuh diri/narkoba. 2.2.3 Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional Penyelenggaraan JKN mengacu pada prinsip-prinsip SJSN seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN adalah sebagai berikut: 1. Prinsip kegotongroyongan Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong-royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

25 2. Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba. Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilititas, efisiensi, dan efektivitas Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.

26 6. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badanbadan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. 2.2.4 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Peserta tersebut meliputi : Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut : 1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. 2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil b) Anggota TNI c) Anggota Polri d) Pejabat Negara e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri f) Pegawai Swasta

27 g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah. b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan. c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor b) Pemberi Kerja c) Penerima pension d) Veteran e) Perintis Kemerdekaan f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran. d. Penerima pensiun terdiri atas: a) Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pension b) Pegawai TNI dan anggota polri yang berhenti dengan hak pension c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension d) Penerima pensiun selain huruf a, huruf b dan huruf c e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

28 Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a) Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. Prosedur pendaftaran Peserta Jaminan Kesehatan Nasional meliputi : 1. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan 2. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 3. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. Adapun hak dan kewajiban peserta JKN berhak mendapatkan identitas peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS kesehatan berkewajiban untuk : a) membayar iuran dan b) melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili atau pindah kerja. Sedangkan masa berlaku kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta, dan status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia.

29 Kepesertaan JKN dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; anggota TNI atau PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; anggota Polri atau PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. 2.2.5 Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.

30 Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. 2.2.6 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminanan Sosial Nasional (2014) terdapat penjelasan tentang jenis pelayanan yang terdapat dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan prosedur pelayanan tersebut. 1. Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah melalui BPJS Kesehatan berjenjang dana terdiri atas :

31 A. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi peserta diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi : a. Administrasi pelayanan b. Pelayanan promotif dan preventif c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama dan h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis Secara spesialistik pelayanan kesehatan dasar yang diberikan meliputi : 1. Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat pertama 2. Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan 3. Kasus medis rujuk balik 4. Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama 5. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter dan 6. Rehabilitasi medik dasar

32 B. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan b. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik) Pelayanan kesehatan rujukan meliputi : 1. Administrasi pelayanan 2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis 3. Tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis 4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 6. Rehabilitasi medis 7. Pelayanan darah 8. Pelayanan kedokteran forensik klinik 9. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di fasilitas kesehatan 10. Perawatan inap non intensif 11. Perawatan inap di ruang intensif 3. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

33 4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. 2.3 Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 2.3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas tersebut rumah sakit mempunyai fungsi :

34 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusi dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.3.3 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan meliputi rumah sakit umum kelas A, kelas B, Kelas C dan kelas D. 2.3.4 Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. 2.3.4.1 Aspek Pelayanan Rumah Sakit Umum Kelas C Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, menjelaskan bahwa Rumah Sakit Umum Kelas C paling sedikit memiliki 6 jenis pelayanan, meliputi pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik serta pelayanan rawat inap.

35 Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi : a) Pelayanan medik terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan medis spesialis lain, pelayanan medik subspesialis serta pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. b) Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 jam sehari secara terusmenerus. c) Pelayanan medik umum, terdiri dari pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana. d) Pelayanan medik spesialis dasar, terdiri dari pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetric dan ginekologi. e) Pelayanan medik spesialis penunjang, terdiri dari pelayanan anestesiologi, radiologi, dan patologi klinik. f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 1 pelayanan. g) Pelayanan kefarmasian terdiri dari pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. h) Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. i) Pelayanan penunjang klinik terdiri dari pelayanan bank darah, perawatan intensif untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, strelisasi instrument dan rekam medik.

36 j) Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang, ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik dan pengelolaan air bersih. 2.3.4.2 Aspek Ketenagaan Rumah Sakit Umum Kelas C Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 Tahun 2014,Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat pelayanan, dengan ketentuan : a) Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada sembilan orang dokter dan dua orang dokter gigi untuk pelayanan gigi mulut. b) Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal dua orang dokter spesialis untuk setiap pelayanan. c) pada setiap pelayanan spesialis penunjang medik masing-masing minimal satu orang dokter spesialis setiap pelayanan dan satu orang dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. d) Tenaga kefarmasian minimal terdiri dari satu orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, dua apoteker bertugas di rawat inap yang dibantu minimal 4 orang tenaga teknis kefarmasian, 4 orang apoteker di rawat inap yang dibantu 8 orang tenaga teknis kefarmasian serta satu orang apoteker yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan.

37 e) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit. f) Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga non kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit. 2.3.4.3 Aspek Sarana, Prasarana dan Organisasi Rumah Sakit Umum Kelas C Peralatan rumah sakit umum kelas c harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralatan yang harus memenuhi standar antara lain peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medic, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah. Pelayanan rawat inap rumah sakit umum kelas c harus dilengkapi dengan fasilitas antara lain jumlah tempat tidur perawatan kelas III minimal 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah, jumlah tempat tidur perawatan kelas III minimal 20 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta dan junlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan rumah sakit milik swasta ( Permenkes No.56 Tahun 2014). 2.4 Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. (BPJS,2014).

38 1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (tingkat pertama) meliputi perawatan rawat jalan dan rawat inap. Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama: 1) Rawat jalan tingkat pertama a. Puskesmas atau yang setara; b. Praktik dokter; c. Praktik dokter gigi; d. Klinik pratama atau yang termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/POLRI; dan e. Rumah sakit kelas D pratama atau yang setara. 2) Rawat inap tingkat pertama Fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan fasilitas rawat inap 2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan perorang yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus. 2.5 Pelayanan Kesehatan 2.5.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Dalam buku pegangan sosialisasi JKN tahun 2014, Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang akan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

39 Pelayanan kesehatan sebagai produk jasa memiliki keunikan dengan ciri utama yakni: 1. Adanya sifat ketidak pastian (uncertainity) terkait waktu, tempat urgensi dan biaya. 2. Adanya ketidakseimbangan informasi ( asymmetry of information ) antara provider dengan pengguna jasa. Pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia terintegrasi dalam sebuah sistem kesehatan yang bernama Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dalam SKN terebut terdapat berbagai sub sistem yang saling terintegrasi. Pelayanan kesehatan termasuk kedalam sub sistem upaya kesehatan. Upaya kesehatan dalam SKN adalah segala upaya kesehatan dan pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu, berkesinambungan, paripurna dan berkualitas, meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan, yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2.5.2 Pelayanan Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional Dalam Jaminan Kesehatan Nasional ada 2 (dua) jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat, yaitu berupa pelayanan kesehatan yang bersifat medis serta akomodasi dan fasilitas pendukung medis seperti ambulans (manfaat non medis). Berdasarkan Permenkes RI No.71 tahun 2013 dinyatakan bahwa setiap peserta dalam JKN berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis abis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukann.

40 Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah melalui BPJS Kesehatan berjenjang dana terdiri atas : 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi peserta diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi : a. Administrasi pelayanan; b. Pelayanan promotif dan preventif; c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; d. Tindakan medis non spesialistik, baik promotif maupun non operatif; e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis; g. Pemeriksaan penunjang diagnostic laboraturium tingkat pertama; dan h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. Secara spesifik pelayanan kesehatan dasar yang diberikan meliputi: 1. Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat pertama; 2. Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan; 3. Kasus medis rujuk balik; 4. Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;

41 5. Pemerikasaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter; dan 6. Rehabilitasi medik dasar. 2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan khusus. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut merupakan pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik) dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (sub spesialistik) yang meliputi : a. klinik utama atau yang setara; b. rumah sakit umum; dan c. rumah sakit khusus. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi : a. administrasi pelayanan; b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis; c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis; d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; f. rehabilitasi medis; g. pelayanan darah;

42 h. pelayanan kedokteran forensik klinik; i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan; j. perawatan inap non intensif; dan k. perawatan inap di ruang intensif. 2.6 Kerangka Pikir Untuk mempermudah dalam menganalisis masalah yang terjadi dari sistem rujukan berjenjang di RSUD Kota Subulussalam di gambarkan kerangka pikir sebagai berikut : Analisis Rujukan Berjenjang Input Proses Output - Kebijakan - Kelengkapan Alat kesehatan - SDM kesehatan - Pelaksanaan Pelayanan kesehatan dalam Rujukan Berjenjang - Terlaksanannya Pelayanan Rujukan Berjenjang sesuai prosedur 2.1 Gambar Kerangka Pikir Adapun penjelasan dari kerangka pikir di atas adalah sebagai berikut : 1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program JKN di RSUD Kota Subulussalam, meliputi :

43 a. Kebijakan adalah peraturan atau aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam upaya pelaksanaan JKN di RSUD Kota Subulussalam. b. Kelengkapan alat kesehatan adalah jumlah dan jenis alat kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan jaminan kesehatan di RSUD Kota Subulussalam (PMK No.56 Tahun 2014). c. SDM kesehatan adalah tenaga kesehatan yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang kesehatan, meliputi dokter, dokter gigi, sarjana kesehatan masyarakat, perawat dan apoteker yang dapat melaksanakan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Subulussalam. 2. Proses (process) adalah kegiatan kegiatan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Subulussalam. a. Proses alur pelayanan kesehatan adalah urutan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Subulussalam sesuai kebutuhan pasien dengan ketentuan berlaku. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu pelaksanaan rujukan berjenjang yang sesuai dengan prosedur yang ada sehingga diharapkan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di RSUD Kota Subulussalam dan menurunnya angka rujukan.