Sepenggal kalimat Jania Hasan, seorang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya bahwa sektor pertanian masih

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah

BAB I PENDAHULUAN. Maluku Utara merupakan sebuah Provinsi yang tergolong baru. Ini adalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

HASIL HUTAN YANG DIABAIKAN : SAGU NASIBMU KINI

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2000

Baru dapat 1,5 kilogram kotor, kata Tarsin dalam bahasa Jawa, akhir Maret lalu.

Seorang diri, Sadiman memerdekakan desanya dari kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. meski belum ada SMP dan SMA tidak mematahkan semangat anak-anak yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

LESTARI BRIEF MENGEMBALIKAN KEJAYAAN KOMODITAS PALA USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan nasibnya bekerja di sektor ini. Seperti di Desa pasokan sebagian

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

BAB I PENDAHULUAN. Penebangan liar, penggundulan hutan, pengerukan tambang, lahan kritis,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PENANGANAN GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN SERTA PENGENDALIAN KEBAKARAN KEBUN DAN LAHAN Hari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PRESS RELEASE Wujudkan Poros Maritim, Pemerintah Harus Lindungi Kepulauan Aru

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

Penting Bagi Kehidupan, Harusnya Mangrove Tidak Dirusak

Yang Mulia Ketua dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi ; Para Pemohon dan Termohon serta hadirin persidangan yang saya hormati.

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau ahli bidang ilmu lainnya yang mungkin tidak setuju dengan statement

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. Latar Belakang. Panduan Pelaksanaan

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Indriani Fauzia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Menimbang : Mengingat :

B. BIDANG PEMANFAATAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

EKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Transkripsi:

Pala, Penjaga Hutan Patani Oleh: Amalya Reza (FWI) Jania Hasan sedang toki pala atau mengupas biji pala dari kulitnya. Tong hidup dari ini toh, pala ini. Kalau tong tara punya beras, tinggal bawa tong punya pala ini ke kios, bisa dapat beras. Kalau pala ini sampai diganti sawit, tong tidak rela. Kalau bisa, sebelum sawit itu masuk, tong saja mati duluan. Sepenggal kalimat Jania Hasan, seorang ibu rumah tangga yang ketiga anaknya bisa menyelesaikan kuliah dari pala. Dari menjual biji-biji pala cokelat kehitaman ke kios atau pengepul. Melalui biji pala, kehidupan tumbuh, berkembang, dan bertunas di Bobane Indah, Maluku Utara. Pala, Simbol Kehidupan Komunitas/ Masyarakat Adat Patani Maluku Utara, dengan luas daratan mencapai sekitar 4,5 juta hektare, adalah negeri kepulauan yang istimewa. Terdiri dari hampir 1.500 pulau dan hanya empat di antaranya adalah pulau besar, yaitu Pulau Bacan, Obi, Morotai dan Halmahera. Ini menjadikan Maluku Utara, sangat Indonesia. 20

Biji-biji pala yang belum dikupas fulinya Indonesia yang di mata dunia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar. Keanekaragaman hayati kepulauan menopang kehidupan masyarakat Maluku Utara yang umumnya menjadi petani dan nelayan. Selama ini mereka tidak pernah kekurangan bahan makanan dan hidup berkecukupan. Mayoritas petani mengusahakan tanaman kakao, kelapa, dan terutama pala ataupun cengkeh. Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara, berbentuk seperti huruf K hendak jatuh. Ujung kaki depannya, dimana masyarakat adat Patani berada, adalah daerah pala. Masyarakat adat Patani di Desa Bobane Indah, Kecamatan Patani Barat, Halmahera Tengah, mengenal pala (Myristica fragrans) dari orangtua mereka. Semenjak lahir, mereka telah menghirup aroma biji pala yang wanginya selalu memenuhi rumah. Anak-anak, sejak umur 3 tahun sudah diajak ke kebun untuk mengenal tanaman pala dan mengumpulkannya. Tidak hanya Ibu Jania Hasan, 70% masyarakat adat Patani di Bobane Indah bertanam pala (Badan Pusat Statistik, 2015). Dari pohon pala, anak-anak di Bobane Indah dapat bersekolah hingga kuliah, sementara orangtua mereka, dapat menunaikan ibadah haji. Pala, oleh masyarakat adat Patani telah dianggap sebagai ibu dalam sebuah keluarga. Ia memberi kehidupan, begitu ungkapan Jakaria Hasan. Ungkapan Jakaria bukan melebihlebihkan, karena berkat buah pala, lima dari tujuh saudaranya dapat menyelesaikan kuliah. Jakaria mengikuti jejak orangtuanya bertanam pala, dan sejak 1982 ia sudah memanen biji pala dari lahannya sendiri. Di Bobane Indah rata-rata satu keluarga memiliki 50-60 pohon pala. Masing-masing bisa menghasilkan biji pala hingga 5-6 kilogram. Apabila dihitung-hitung, ketika harga biji pala 90 ribu per kilogram, masyarakat dapat menguangkannya hingga 32 juta rupiah dalam sekali panen. Itu baru dari biji pala, belum lagi fuli atau kulit biji pala yang semurah-murahnya dihargai 130 ribu. Bagi masyarakat Patani, ini sudah lebih dari cukup, apalagi pala bisa dipanen hingga 4 kali dalam setahun. Keseharian masyarakat adat Patani dengan pala merupakan kekuatan ekonomi tersendiri. Dari kacamata para pemodal besar mungkin tidak menjadi perhatian, namun geliat ekonomi ini justru 21

memiliki dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Bahkan sejak sebelum zaman penjajahan, raja-raja di Maluku merupakan raja-raja yang kaya dari hasil penjualan rempahrempah. Menurut catatan Kementerian Perindustrian, pala adalah komoditas ekspor yang sangat penting. Pada tahun 2012 Indonesia menjadi pengekspor biji dan fuli pala yang terbesar, untuk memenuhi sekitar 60% kebutuhan pala dunia. Pala Indonesia diekspor hingga ke 70-an negara, dari Malaysia hingga Afrika Selatan. Di Bobane Indah saja, produksi pala mencapai 52,5 ton (Badan Pusat Statistik, 2015). Tapi, ada saja orang-orang yang hendak mencerabut damainya kehidupan masyarakat adat Patani tersebut. Pemerintah daerah melalui niat baiknya memberikan izin bagi PT Manggala Rimba Sejahtera untuk membuka kebun kelapa sawit di hutan dan kebun yang selama ini sudah dikelola oleh masyarakat Patani. Kalau menurut peta sekitar 1800 lebih hektare. Kalau itu dibuka, lahan kami akan habis, ujar Jakaria. Perlawanan Pala Kelapa sawit jauh lebih dulu merambah daerah Sumatera, Kalimantan, hingga ke Papua. Perambahan perkebunan sawit berskala besar, menyebabkan lingkungan, terutama tanah dan air menjadi rusak. Sementara kebutuhan lahan yang luas acapkali menggusur masyarakat setempat bahkan terus merambah hingga ke dalam hutan. Jakaria sempat menghabiskan empat tahun hidupnya bekerja di kebun sawit di Papua. Ia harus bangun sebelum subuh Kearifan yang Menyelamatkan Pala adalah tanaman yang ramah. Ia toleran terhadap keberadaan tanaman lain. Bersama dengan pala, masyarakat biasa menanami kebun mereka dengan kelapa dan cengkeh. Pala juga menjadi simbol penghormatan mereka kepada alam. Tanaman pala tidak bisa hidup tanpa naungan. Pepohonan hutan memberikan naungan itu, sehingga tanaman pala bisa tumbuh baik. Dengan begitu, masyarakat adat Patani tidak mengizinkan pembabatan hutan dan tetap menjaganya dengan baik. Hutan yang tetap lestari, sekaligus melindungi cadangan air mereka. Selain pala yang ditanam di kebun, masyarakat adat Patani juga mengenal pala hutan, yaitu pala yang tumbuh liar di dalam hutan, yang disebarkan oleh burung-burung. Secara adat, hutan telah dibagi menjadi beberapa kelompok, sehingga tiap orang dalam kelompok dapat memanen pala hutan di wilayah pembagiannya. Pala hutan dipanen, terutama bila ada anggota masyarakat yang tidak bisa memanen pala di kebunnya. Model pembagian cadangan pala ini sudah turun temurun dilakukan oleh masyarakat adat Patani. Dalam memanen buah pala, dikenal satu kesepakatan bersama. Buah-buah pala yang jatuh ke tanah boleh diambil oleh siapa saja, kecuali pemilik pohon. Biasanya buah-buah pala ini akan diambil oleh orang lain yang sedang tidak bisa memanen pohon palanya sendiri. Atau kadang-kadang oleh anak-anak kecil yang menginginkan uang jajan lebih. Memungut buah pala yang jatuh, adalah kearifan yang menyatukan masyarakat adat Patani. Mereka saling mengikat diri untuk saling memberikan rasa aman kepada sesama anggota komunitas. Pala, bagi masyarakat adat Patani, bukan hanya menjadi simbol kekuatan ekonomi, melainkan juga kekuatan sosial. untuk menyiapkan bekal hari itu, karena buruh-buruh sawit tidak mendapat jatah makan pagi maupun makan siang. Mereka akan dijemput jam 6 pagi, untuk kemudian diantar pulang lagi jam 6 sore. Begitu saja rutinitas setiap harinya, tidak seperti manusia bebas bahkan lebih mirip tahanan. 22

Di Patani Barat, perkebunan sawit berusaha masuk secara diam-diam. Masyarakat kebanyakan tidak mengetahuinya, karena yang diajak bicara hanya pihak yang berwenang, yaitu para pejabat pemerintahan daerah. Pada awal kehadiran sawit tahun 2014, sosialisasi hanya dilakukan kepada para camat serta kepala desa di wilayah yang akan disulap menjadi kebun kelapa sawit. Kabar yang beredar, surat izin pembukaan Berlayar Keliling Dunia Mengejar Pala Jauh sebelum Negara Indonesia berdiri, Maluku Utara telah dikenal dunia karena rempah-rempahnya. Rempah-rempah di Maluku awalnya hanya diketahui oleh para pedagang dari Tiongkok. Pedagang-pedagang Tiongkok inilah yang kemudian membawanya ke pasar Eropa lewat jalur laut maupun jalur darat. Rempah-rempah menjadi mahal karena jalur laut yang jauh, sementara bila melalui jalur darat, banyak pungutan liar yang harus dibayarkan dan bahaya dari perampok yang selalu mengintai perjalanan. Didorong oleh kebutuhan yang besar dan mahalnya harga, bangsa Eropa berambisi untuk menemukan negara asal rempah-rempah ini. Mereka melakukan pelayaran panjang, hingga sampailah ke Maluku Utara. Perdagangan rempah-rempah antara Maluku dan bangsa Eropa sudah dimulai tahun 1512. Pala adalah satu di antara rempah-rempah berharga yang dicari-cari oleh bangsa asing. Bagi mereka, pala adalah emas, sama seperti cengkeh yang dianggap sebagai emas hitam. Bahkan ada yang mengatakan, bila saat itu seseorang membawa 2 karung berisi pala ke Eropa, maka hasilnya akan mencukupi kehidupannya sampai akhir hayat di sana. lahan sudah disetujui oleh Bupati Halmahera Tengah sejak tahun 2010. Wilayah tersebut yaitu Desa Bobane Indah, Bobane Jaya, dan Banemo. Masyarakat bergerak melawan. Wilayah Patani Barat paling gencar melawan, karena wilayahnyalah yang akan habis seluruhnya apabila kelapa sawit berhasil masuk. Masyarakat merapat, mengajak serta para camat dan kepala desa, bersama-sama menandatangani surat terbuka untuk menolak keberadaan sawit. Saat itu pula, lahirlah Aliansi Peduli Patani Barat, atau yang dikenal dengan sebutan ANPAR. Walaupun masyarakat telah menyatakan penolakan, tapi Bupati Halmahera Tengah bergeming. Akhirnya masyarakat melakukan aksi tiga kali berturut-turut selama dua minggu di Banemo. Mayoritas para pemuda yang berada di garis depan. Karena tidak ada respon, maka digelarlah aksi paling besar dimana warga dari tiga desa ikut turun ke jalan. Aksi dilakukan di Weda, ibukota Kabupaten Halmahera Tengah. Aksi inilah yang kemudian membawa hasil, kebun kelapa 23

Pala v.s. Kelapa Sawit Tanaman pala, banyak dimanfaatkan di berbagai bidang. Industri obat-obatan, parfum, dan kosmetik membutuhkan biji dan fuli pala. Sementara buahnya dapat langsung dikonsumsi. Masyarakat Patani saat ini masih menjual biji pala dalam bentuk kering, tidak diolah menjadi berbagai macam produk tersebut. Tapi bukan tidak mungkin hal tersebut dilakukan, karena pengolahan pala potensial dalam sekala rumah tangga. Potensi pala masih sedemikian besar untuk kemajuan ekonomi, baik bagi masyarakat Patani, maupun bagi Indonesia. Lain halnya dengan kelapa sawit. Tandan buah (TBS) kelapa sawit mau tak mau dijual mentah. Pengolahannya harus dalam sekala besar, sehingga sulit dikembangkan sendiri oleh masyarakat secara mandiri. Selain itu, harga komoditas sangat dikendalikan oleh pabrik. Apabila hutan-hutan diganti dengan perkebunan sawit, maka masyarakat Patani yang tadinya adalah petani yang bebas, akan menjadi petani buruh. Kehidupan masyarakat akan jauh berubah, dan bukan ke arah yang lebih baik, tapi justru ke arah yang jauh lebih buruk. Bila pun sawit jadi dibuka hingga ke hutan, maka yang hilang bukan hanya lahan masyarakat yang ditumbuhi pala, cengkeh dan kelapa. Keanekaragaman hayati di dalamnya kemungkinan besar juga hilang. Selain pendapatan, akan hilang pula sumber kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti sayuran, buah, hewan, obat-obatan dan kayu bakar. Inilah yang acapkali luput dari perhitungan pemerintah ketika memberikan izin kepada para pemodal besar. Alih-alih sejahtera, kehidupan masyarakat Patani justru terampas. sawit tidak jadi dibuka. Bupati mengeluarkan peraturan untuk mencabut izin perkebunan kelapa sawit di Patani. Perjuangan belum usai. Pengalaman ini mendorong masyarakat adat Patani untuk memikirkan bagaimana melindungi wilayahnya. Mereka mulai melakukan pemetaan wilayah dan hutan adat, agar pemerintah bisa menerbitkan peraturan daerah mengenai pengakuan hakhak masyarakat adat. Peta wilayah adat menjadi bahan penting untuk menunjukkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat. Pengakuan dari pemerintah daerah terhadap wilayah adat Patani akan mengembalikan kedaulatan dan melindungi mereka dari perampasan lahan. 24