BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

SISTEM PELAYANAN TERPADU: STRATEGI PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH (Oleh : Asropi )

BAB III RERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Evaluasi kualitas..., Agus Joko Saptono, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

PENDAHULUAN. umum.amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan

BAB IV STUDI TENTANG PERMOHONAN IZIN PENANAMAN MODAL PT. X

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

BAB IV PROSEDUR PERIJINAN

Dalam kajian ini sampel pemerintahan daerah dipilih dengan menggunakan data hasil

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

Drs. SUGIYONO, M. Si Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah

PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI DAN KABUPATEN / KOTA SE-ACEH.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan dimulainya era reformasi pada tahun 1998, telah memberikan harapan bagi perubahan menuju perbaikan di

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Investasi di Era Otonomi Daerah Dalam Rangka Interaksi Antara Penanaman Modal Dengan Keuangan Daerah 1

BAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik

Diterbitkan di Manajemen Pembangunan No. 59/III/Tahun XVI, 2007

BAB II BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

BAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat pengguna jasa sering dihadapkan pada begitu banyak. enggan berhadapan dengan pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian dilandasi ruh yang merupakan nilai (value) dan

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

PEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,

PEMBANGUNAN HUKUM INVESTASI DALAM PENINGKATAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SISTEM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK YANG OPTIMAL DALAM BIROKRASI PERIZINAN

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

SKRIPSI. Pengaruh Komitmen Pada Tujuan terhadap Independensi Anggota Tim Peneliti. Pelayanan Terpadu Satu Pintu/Pelayanan Terpadu Satu Atap

INOVASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PELAYANAN TERPADU (SIMYANDU) SEBAGAI IMPELEMTASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.

1/10 LAYANAN PERIZINAN PAKET GROBOGAN INVESTASI (LARI PAGI) BERSAMADINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GROBOGAN.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat yang. tengah mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi.

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

REFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

11 Program Prioritas KIB II

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN TATALAKSANA PERIZINAN DAN NON PERIZINAN

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. yang lebih sesuai dengan karakteristik wilayah serta pengembangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu BAB I PENDAHULUAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan-kebijakan tentang otonomi daerah. Dalam Undang-undang Nomor 32

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal

Analisis Kondisi Organisasi. III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

VISI MISI CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI PONOROGO. PROF.Dr.MISRANTO,S.H.,M.Hum - ISNEN SUPRIYONO, S.Pd.,M.MPd.

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Edward Simon Hasudungan Sitorus

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2007

Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara. A. Pedoman Wawancara dan Hasil Transkip Wawancara dengan Kepala

HUBUNGAN DESENTRALISASI PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN OTONOMI DAERAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya jumlah tenaga kerja terdidik dan tingginya tingkat informalitas. Hal ini disebabkan oleh tingginya beban yang harus ditanggung perusahaan akibat kebijakan yang berlaku. Bahkan 30% dari perusahaan perusahaan di Indonesia memulai kegiatan usahanya tanpa mendaftarkan diri secara formal. 1 Survei yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ( BAPPENAS) dan Lembaga Pendidikan Ekonomi Dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) memberikan laporan bahwa peraturan daerah (termasuk laporan yang mendukung reformasi lembaga pelayanan perizinan) memberikan pengaruh terhadap iklim usaha. Survei yang dilakukan pada tahun 2008 ini mengidentifikasi ada 6 ( enam ) faktor yang mempengauhi iklim investasi. Urutan faktor dari yang paling besar pengaruhnya sampai yang paling kecil yaitu 1 World Bank. Doing Bussiness di Indonesia 2012, Memperbandingkan Kebijakan Usaha di 20 kota dan 183 Perekonomian. 1

prosedur ekspor impor, kondisi makro, infrastruktur, tenaga kerja, peraturan lokal, dan perpajakan. 2 Walaupun tidak menjadi faktor terpenting, peraturan lokal yang pro terhadap perbaikan terhadap perbaikan pelayanan perizinan investasi menjadi salah satu kunci bagi kelangsungan iklim usaha. Ada tiga (3) hal yang dijadikan pertimbagan pentingnya proses dan prosedur perizinan dibenahi : 1. Perizinan merupakan entry point bagi masuknya investor kedaerah baik lokal maupun manca, 2. Proses pengurusan izin yang transparan, tepat dan pasti dapat mencegah terjadinya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Banyak praktik perizinan yang berlangsung saat ini merupakan lahan subur bagi pungutan liar, 3. Pembenahan proses dan prosedur perizinan adalah merupakan keterpihakan kepada usaha kecil dan menengah. 3 Sayangnya, reformasi perizinan di beberapa daerah tidak berjalan secara maksimal. Pelaksanaan otonomi daerah mengakibatkan birokrasi yang berbelit- 2 Tirta Nugraha Mursitama,et al. Refomasi Pelayanan Perizinan dan Pembangunan Daerah: Cerita Sukses Tiga Kota ( Purbalingga, Makasar, Dan Banjarbaru). Masyarakat Transparasnsi Indonesia (MTI) :2010 hal :12 3 Nina Darmayanti.Tesis.2010. Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Studi Pada Unit Penyelengaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman. Yogyakarta: Program studi MAP UGM 2

belit, serta menciptakan ketidakpaastian biaya dan lamanya waktu untuk berurusan dengan birokrasi dan perizinan. Rumitnya alur perizinan yang harus ditempuh, kurang lebih tergambar dalam bagan1.1 Bagan 1.1 Ilustrasi Rumitnya Perizinan di Indonesia Sumber: Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat,2010 Untuk mengatasi permasalahan ini pada tanggal 12 April 2004 diterbitkan KEPPRES No.29 mengenai Penyelenggaraan Penanaman Modal (PMDN/PMA) melalui sistem pelayanan satu atap (one roof service). Konsekuensi dari KEPPRES ini, penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan, perizinan, dan fasilitas penanaman modal dalam 3

rangka PMA/PMDN dilakukan oleh BKPM ( Badan Koordinasi Penanaman Modal). Hal ini berarti Gubernur/bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan perizinan dan fasilitas penanaman modal sebagai mana dimaksud kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap. Menyadari kelemahan- kelemahan yang ada, maka belum tiga tahun peraturan ini berjalan, pemerintah kembali mengeluarkan keputusan baru. Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, Moh Ma ruf mengeluarkan Permendagri No.24 tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu. Salah satu harapannya adalah menghapuskan sistem perizinan berlapis yang memakan waktu lama untuk proses pengurusannya. 4 Diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Perdagangan, Menteri dalam Negeri, Menteri Tenanga kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, serta Kepala BKPM untuk mempercepat proes pembuatan izin usaha dari 60 hari menjadi 17 hari mulai awal Januari 2010 menjadi angin segar bagi 4 Ramora Edward Sitorus.2007. Tinjauan Kelembagaan Sistem Perizinan Investasi Terpaddu(one-stop Shop) dan Pengaruhnya Terhadap Reformasi Administrasi daerah pasca Desentralisasi. Lomba Karya Tulis Ilmiah FSDE 2007. 4

pelaku bisnis, apalagi bagi calon investor. Pemangkasann waktu yang sangat sangat besar tersebut memang layak diapresiasi. Hal tersebut akan meningkatkan peringkat Indonesia di mata investor. 5 Di tingkat daerah, upaya memujudkan perizinan terpadu masih banyak menghadapi kendala. Selain membutuhkan dana yang tidak sedikit, political will dari kepala daerah juga merupakan kunci utama bagi darah dalam menyelenggarakan perizinan usaha. Terselenggaranya perizinan usaha yang baik akan menjadi driving force bagi kemajuan ekonomi daerah. Investasi diharapkan akan mampu mengahasilkan banyak dampak ganda (multuplier effects) dan memberi mafaat bagi banyak pihak: perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Laju pertambahan investasi dan tingkat produktivitas yang dihasilkannya akan mendorong tinggi dan luasnya dampak yang ditimbulkannya. 6 Sebagai daerah yang juga sedang membangun, Kabupaten Bantul giat dan gencar mengundang investor untuk datang dan menanamkan modalnya di Kabupaten Bantul. Pemerintah Kabupaten Bantul berusaha mempermudah birokrasi dan perizinan investasi didaerahnya. Oleh sebab itu Pemerintah Kabupaten Bantul memutuskan untuk membentuk Dinas Perizinan. Dinas Perizinan Kabupaten Bantul merupakan lembaga di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul. Dinas yang beroperasi sejak tanggal 2 Januari 2008 itu 5 Tirta Nugraha Mursitama,et al. op.cit., hal 15 6 KPPOD-BKPM. Pemeringkatan Iklim Investasi 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2008. 5

dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 16 tahun 2007 dan Peraturan Bupati Bantul Nomor 84 Tahun 2007. Sebelum dibentuk Dinas Perijinan, pelayanan perizinan di Kabupaten Bantul dipusatkan di Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA). Namun demikian, seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat, keberadaan UPTSA tersebut dirasa masih kurang mampu memenuhi tuntutan pelayanan perizinan yang semakin prima. Sementara di sisi lain, kualitas pelayanan perizinan dalam era otonomi daerah dan persaingan global saat ini, bisa sangat menentukan eksistensi dan daya saing suatu daerah 7. Sesuai dengan visi Bantul Projotamansari Sejahtera Demokratis dan Agamis, spirit pembentukan Dinas Perijinan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang menginginkan proses pelayanan yang mudah, murah, cepat, tepat waktu, bersih dan akurat. Dalam konteks yang lebih luas, peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan membuka peluang investasi sebanyak-banyaknya di Kabupaten Bantul. 7 www.perijinan.bantulkab.go.id 6

Apalagi perekonomian Yogyakarta yang relatif stabil dari tahun ke tahun menunjukan adanya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi di Yogyakarta. Dari hasil penelitian Jogyakarta Incorporate sebanyak 69,5 % responden menganggap bahwa saat ini perekonomian Provinsi DIY secara makro berada pada kondisi yang cukup baik, namun kurang optimal. Bahkan, sebanyak 40,7% responden memperkirakan kondisi yang sama akan masih dialami oleh Provinsi DIY pada lima tahun mendatang. 8 Masih prospektifnya sektor perekonomian mendorong pemerintah daerah untuk menetapkan deregulasi di bidang perizinan. Pemerintah Kabupaten Bantul tidak menarik retribusi 79 jenis perizinan, terhitung 14 Januari 2011. "Kami menangani 84 jenis perizinan. Hanya lima jenis perizinan yang dikenai retribusi, antara lain izin mendirikan bangunan, izin gangguan, izin trayek, izin tempat penjualan minuman beralkohol, ujar Kepala Dinas Perizinan Kabupaten Bantul,HelmiJamharis(31/1). 9 Sejak 23 Febuari 2009 Dinas perizinan mengeluarkan sebuah produk yang dinamakan dengan produk perizinan pararel. Dengan perizinan pararel maka warga dapat mengurus lebih dari satu produk perizinan baik izin teknis maupun operasional secara bersamaan. Dengan deminkian diharapkan pemohon tidak menghabiskan banyak waktu, sekaligus biaya yang dibutuhkan untuk pemrosesan izin dapat ditekan seminimal mungkin. Bagan1. 2 8 Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta 2010. Hal 19 9 Tribun Jogya.com. 79 Perizinan di Bantul Bebas retribusi. Dlam http://jogja.tribunnews.com/2011/01/31/79- jenis-perizinan-di-bantul-bebas-retribusi/diakses pada 29 Januari 2013 7

Proses Perizinan Investor PMA/PMDN Non Perumahan dengan Fasilitas di Kabupaten Bantul 10 Sumber : Dinas Perizinan Kabupaten Bantul,2013 Dengan demikian penting kiranya untuk mengetengahkan topik mengenai kinerja sistem pelayanan perizinan pararel di Kabupaten Bantul. Topik ini penting karena keberhasilan pelaksanaan sistem perizinan pararel memberikan dampak yang cukup besar bagi Dinas Perizinan Kabupaten Bantul yang akan berimplikasi terhadap banyak aspek salah satunya adalah pada peningkatan investasi daerah. Diharapkan deregulasi perizinan investasi ini akan menumbuhkan iklim investasi di kabupaten Bantul baik dari segi waktu, transaparansi biaya sampai pada kepastian hukum dalam melakukan investasi. Untuk itulah penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang kinerja PTSP khususnya dengan diimplementasikan sistem perizinan pararel di dinas Perizinan Kabupaten Bantul. 10 Dinas Perizinan Kabupaten Bantul, Petunjuk Alur Pengurusan Izin 8

Untuk itu penelitian ini mengambil judul : Implementasi Sistem Pelayanan Perizinan Pararel (Studi Kasus Dinas Perizinan Kabupaten Bantul) 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kinerja implementasi sistem pelayanan perizinan secara pararel di Dinas Perizinan Kabupaten Bantul? 2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi kinerja implementasi sistem pelayanan perizinan secara pararel di Dinas Perizinan Kabupaten Bantul? 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari sistem pelayanan perizinan pararel di dinas Perizinan Kabupaten Bantul. Serta factor factor apa saja yang mempengaruhinya 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Terhadap Dunia Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang administrasi publik. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lebih lanjut pada topik yang serupa dengan aspek yang berbeda 9

baik di Kabupaten Bantul maupun didaerah- daerah lain dimana dinas perizinan masih memerlukan banyak perbaikan kinerja. b. Manfaat Terhadap Dunia Praktis Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat disumbangkan saran- saran sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul 10