BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Data. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Bayi tidak berdiri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita. jangkauan maupun kualitas pelayanan (Novia ika, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru dimulai diberikan. berusia 2 tahun atau lebih. ( Weni, 2009 : 23 )

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut yaitu dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sampai bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

2015 GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI POSYANDU PADASUKA RW 06 DAN RW 12 KELURAHAN PADASUKA KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB 1 PENDAHULUAN. Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI DI PUSKESMAS NGUTER

BAB I PENDAHULUAN. Air susu ibu (ASI) adalah air susu yang diproduksi oleh ibu untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada rakyat jelata, bahkan dasar utama terletak pada kaum wanita, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) (Kementrian Kesehatan RI, juga mengacu kepada Resolusi World Health Assembly (WHA),

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan WHO, 2009). Pemberian ASI Ekslusif harus terinisiasi dini ASI saja dengan 1

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup serta dapat melindungi bayi dari penyakit infeksi. 1,2

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang prematur.

BAB I PENDAHULUAN. Target dari Millennium Development Goals yang keempat adalah

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN Millennium Develepment Goals (MDG s) Indonesia menargetkan

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan

BAB I PENDAHULUAN. Program Millenium Development Goals (MDG s) yang terdiri dari delapan

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

BAB I PENDAHULUAN. oleh perangkat reproduksi yang dimilikinya, yaitu rahim dan semua bagiannya, untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan progam kesehatan. Pada saat ini AKI dan AKB di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai. kehidupannya dengan cara yang paling sehat.

mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari salah satu peristiwa tersebut adalah kehamilan. Kehamilan dan persalinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan dari hasil sekresi kelenjar payudara ibu.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari delapan target Millenium Development Goals (MDGs). yang mesti

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif sampai usia 6 bulan pertama

I. PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

BAB I PENDAHULUAN. pada berbagai bidang, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Derajat kesehatan anak

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. lebih selama tahun kedua. ASI juga menyediakan perlindungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Menyusui merupakan cara alami memberi makan bayi. Sejak terjadinya pembuahan, tubuh ibu mempersiapkan diri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menyusui adalah cara normal memberikan nutrisi pada bayi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rendah. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

BAB I PENDAHULUAN. seorang ibu yang baru saja melahirkan dan diberikan kepada bayi langsung

serta suami sangat dibutuhkan. Karena pikiran pikiran negatif atau rasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2012 yang sebesar 48,6%. Persentase pemberian ASI Eksklusif

BAB I PENDAHULUAN. menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB I PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan makanan pendamping sampai usia 2 tahun. American

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia tercatat angka kematian bayi masih sangat tinggi yaitu 2%

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu program Millennium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) di Indonesia yaitu 31,04/1000 kelahiran hidup. Diharapkan tahun 2015 Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian bayi hingga 17/1000 kelahiran hidup, target yang masih sangat jauh untuk kurun waktu yang cukup singkat. Salah satu indikator untuk mencapai Indonesia sehat 2025 adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 32,3/1000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5/1000 kelahiran hidup pada tahun 2025 (DepKes RI, 2009). Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia dapat dihindari salah satunya dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan yang berperan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus di masa depan. Menyusui merupakan pemberian terbaik pada kehidupan bayi. Hal ini dapat melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi saluran pernafasan dan meyediakan sumber nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk tetap sehat dan tumbuh. Jika setiap anak diberikan ASI Eksklusif selama enam bulan pertama hidupnya, setara dengan akan menyelamatkan sekitar 1,5 juta jiwa (UNICEF,2007). 1

2 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan. Persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Padahal kandungan ASI kaya akan karotenoid dan selenium, sehingga ASI berperan dalam sistem pertahana n tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit. Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula (Kementrian Kesehatan, 2010). Berdasarkan data Survey Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2009 selama periode tahun 2007-2008 terjadi penurunan presentase balita yang mendapatkan ASI yakni dari 94,57% pada 2007 menjadi 93,92% pada 2008, kemudian meningkat kembali menjadi 94,11% pada tahun 2009. Meskipun demikian jumlah tersebut masih belum menunjukkan hasil yang signifikan (BPS, 2010). Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas SDM secara umum. Seperti diketahui bayi yang tidak diberi ASI dan makanan pendamping setelah usia 6 bulan yang teratur, baik dan tepat, dapat mengalami kekurangan gizi. Menurunnya kualitas hidup anak pada usia 3 tahun pertama hidupnya adalah gizi buruk, ibu sering sakit, status kesehatan buruk, kemiskinan, dan diskriminasi

3 gender. Bayi dengan gizi buruk mempunyai resiko 2 kali meninggal dalam 12 bulan pertama hidupnya (UNICEF, 2001). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang tujuan pemberian ASI Eksklusif adalah untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu juga meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat terhadap pemberian ASI Eksklusif. Pemberian intervensi terkait inisiasi ASI eksklusif sangat dibutuhkan oleh populasi yang beresiko. W orral (2007) menyebutkan bahwa memberikan promosi kesehatan tentang pemberian ASI pada anak dengan kelainan jantung bawaan di Pediatric Cardiac Intensive Care Unit (PCICU) merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan yang lain. Hal tersebut dikarenakan pada anak yang mendapatkan perawatan di PCICU memiliki resiko yang tinggi terkena penyakit dengan sistem im un yang rendah. Populasi lain yang beresiko adalah pada ibu dengan HIV yang memberikan ASI pada anaknya. Hal ini ditakutkan ibu akan mentransmisikan HIV pada anaknya melalui ASI. Sebuah penelitian di ZEBS (Zambia) oleh Kuhn (2007) menunjukkan bahwa angka kematian penderita HIV pada umur 12 bulan lebih banyak pada anak yang hanya mendapat ASI selama 4 bulan dibandingkan dengan anak yang setelah diketahui sakit, ASI tetap

4 diteruskan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ASI yang direkomendasikan oleh W HO penting untuk dilakukan. Sehingga dibutuhkan penyadaran dan motivasi dari ibu untuk dapat memberikan ASI nya secara eksklusif. Bencana merupakan sebuah kondisi yang mengancam individu baik secara fisik maupun kejiwaan. Memberikan ASI pada saat kritis atau situasi bencana merupakan hal yang masih sulit untuk dilakukan. Dalam keadaan darurat, kebutuhan untuk menggunakan ASI pengganti, pasokan air bersih dan MCK sulit untuk mendapatkan jaminan dan memiliki resiko yang tinggi bagi kesehatan (Young et al, 2004). Banyak ibu menolak memberikan ASI pada bayinya dikarenakan persepsi bahwa dalam situasi bencana yang m empengaruhi kondisi psikologis ibu, dikhawatirkan ASI tidak bisa keluar. Sehingga ibu-ibu lebih memilih memberikan susu formula untuk bayinya. Seperti pada kejadian gempa bum i di Bantul tahun 2006 lalu bahwa pasca bencana tersebut ditemukan banyak bayi yang menderita dehidrasi dan diarhea akibat sistem imun yang melemah karena sang ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada mereka (UNICEF, 2007). Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Wardhani (2011) pada ibu korban erupsi Merapi untuk mengetahui tentang status pemberian ASI, jenis makanan yang diberikan pada anak usia 0-2 tahun serta kondisi psikologis ibu. Hasil dari penelitian tersebut yaitu sebanyak 77% ibu memberikan ASI eksklusif, 62,3% memberikan kolostrum, 11,5%

5 memberikan makanan prelakteal dan 62,3% melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini. Untuk jenis makanan yang diberikan kepada bayi sangat beragam dari yang lunak sampai padat dengan mayoritas memberikan makanan pendamping ASI berupa susu formula, pisang yang dihaluskan, jus buah, bubur tepung/saring dan bubur nasi. Kondisi psikologis ibu menunjukkan tingkat kecemasan dan emosi ibu yang merasa ASI-nya berkurang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang merasa ASI-nya lancar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam kondisi bencana ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayinya. Hal ini juga didukung dengan masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat pemberian ASI dalam situasi bencana dan support system dari suami serta keluarga terdekat (Ahmad, 2011). Mengingat masih sedikitnya penelitian tentang bagaimana pengalaman ibu yang memberikan ASI di daerah bencana dan berdasarkan hasil penelitian dari Wardhani (2011) tersebut, maka peneliti akan melakukan penggalian data yang lebih dalam mengenai pengalaman ibu yang menyusui saat terjadi bencana dengan metode in-depth interview (wawancara mendalam) untuk mendapatkan data yang lebih detail dan spesifik.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan masalah: Bagaimana pengalaman ibu dalam memberikan ASI sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana erupsi Merapi 2010? C. Tujuan 1. Tujuan umum : Untuk mengetahui pengalaman ibu dalam mem berikan ASI sebelum, saat dan setelah terjadi bencana erupsi 2010. 2. Tujuan khusus : Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pengalaman ibu menyusui sebelum terjadi erupsi b. Untuk mengetahui pengalaman ibu menyusui saat terjadi erup si: - Untuk mengetahui kesulitan ibu dalam memberikan ASI saat berada di shelter - Untuk mengetahui dukungan sosial yang diterima ibu saat terjadi bencana c. Untuk mengetahui pengalaman ibu menyusui setelah terjadi erupsi d. Untuk mengetahui perbedaan pemberian ASI pada anak yang menjadi korban erupsi dan yang bukan.

7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat antara lain: 1. Bagi peneliti Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana pengalaman ibu menyusui sebelum, saat dan setelah terjadi bencana erupsi Merapi tahun 2010. 2. Bagi Partisipan Dapat mempelajari gambaran pengalaman ibu yang menyusui dalam kondisi darurat sehingga dapat melakukan antisipasi yang diperlukan. 3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan kesehatan Dapat dijadikan sebagai penambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan keperawatan maternitas tentang gambaran pengalaman ibu yang menyusui sebelum saat dan setelah erupsi Merapi 2010. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan dan penelusuran yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengalaman ibu memberikan ASI antara lain: 1. Penelitian Wambach (2009) mengenai Breastfeeding Experiences of Urban Adolescent Mothers. Hasil dari penelitian ini yaitu dari 23 responden dengan rentang usia 14-18 tahun menunjukkan bahwa setengah dari mereka saat ini masih memberikan ASI sedangkan

8 setengahnya telah melakukan penyapihan pada 6 bulan usia bayi. Para ibu memilih memberikan ASI sebagian besar karena alasan kesehatan bayinya, kedekatan dan ikatan yang erat antar ibu dan bayinya. Hal positif dan negatif, fasilitas dan hambatan untuk melanjutkan memberikan ASI serta jenis dukungan yang diterima selama meyusui diawali saat berada di rumah sakit. Sedangkan bayi yang disapih dipengaruhi oleh persepsi akan ketidakcukupan suplai ASI, nyeri pada puting, permintaan waktu untuk sekolah maupun bekerja serta masalah dengan memompa ASI. Untuk dapat menyusui selama 6 bulan dibutuhkan emosi, informasi dan instrumen dukungan yang signifikan dari keluarga. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang pengalaman menyusui. Adapun perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah terletak pada subyeknya. Pada penelitian tersebut subyeknya adalah ibu usia remaja di daerah perkotaan sedangkan penelitian ini dilakukan pada ibu menyusui di daerah bencana. 2. Penelitian Hannon et al (2000) mengenai African-American and Latina Adolescent Mothers Infant Feeding Decisions and Breastfeeding Practices: A Qualitative Study. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi dari ibu remaja tentang menyusui dan hal-hal yang mempengaruhi pilihan untuk memberikan ASI. Responden dalam penelitian ini adalah para wanita yang berusia 12-19 tahun dengan

9 primipara dan yang telah melahirkan selama 3 bulan terakhir. Hasil dari penelitian ini yaitu para ibu remaja mengidentifikasi 3 hal yang berpengaruh terhadap praktek dan keputusannya dalam memberikan ASI yaitu (a) persepsi tentang keuntungan memberikan ASI, (b) persepsi tentang masalah dengan memberikan ASI, dan (c) orang yang berpengaruh dalam memberikan ASI. Dari ketiga hal tersebut ibu remaja melaporkan bahwa tidak ada satu pengaruh tunggal dalam menentukan pemberian makanan pada bayinya. Keputusan dalam memberikan ASI adalah proses yang dinamis. Para ibu remaja mengetahui bahwa ASI menawarkan banyak keuntungan selain menjaga kesehatan si anak juga dapat meningkatkan hubungan ikatan antara ibu-anak. Ketakutan akan nyeri dan malu terpapar publik saat menyusui menjadi penghalang bagi ibu untuk memberikan ASI. Para ibu remaja mendiskusikan bahwa memompa ASI menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah di atas. Ibu para remaja menjadi pengaruh penting selanjutnya dalam memberikan ASI. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah metodenya yakni kualitatif. Adapun perbedaannya terletak pada tujuan. Pada penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui persepsi menyusui pada ibu remaja sedangkan penulis bertujuan untuk mengetahui pengalaman menyusui ibu saat terjadi bencana. 3. Penelitian Wardani (2010) mengenai Pola Pemberian Asi Oleh Ibu Korban Erupsi Merapi Di Kecamatan Cangkringan. Hasil dari

10 penelitian tersebut yaitu sebanyak 77% ibu memberikan ASI eksklusif. Dilihat dari karakteristik respondennya, sebagian besar responden persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan dan hampir semua responden mengikuti kegiatan posyandu. Oleh karena itu, responden banyak terpapar informasi terkait pemberian ASI ekslusif. Sebanyak 62,3% responden melakukan Inisiasi Menyusu Dini dan 37,7% tidak melakukan Inisiasi Menyusu Dini. Pada pemberian kolostrum, sebanyak 77% responden memberikan kolostrum dan 23% tidak memberikan kolostrum. Pada pemberian makanan prelakteal, sebanyak 11,5% responden memberikan makanan prelakteal dan 88,5% tidak memberikan makanan prelakteal. Untuk jenis makanan yang diberikan kepada bayi sangat beragam dari yang lunak sampai padat dengan mayoritas memberikan makanan pendamping ASI berupa susu formula, pisang yang dihaluskan, jus buah, bubur tepung/saring dan bubur nasi. Kondisi psikologis ibu menunjukkan tingkat kecemasan dan emosi ibu yang merasa ASI-nya berkurang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang merasa ASI-nya lancar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian dari peneliti adalah sama-sama tentang pemberian ASI pada ibu korban bencana erupsi Merapi. Sedangkan perbedaannya terdapat pada jenis penelitian yakni menggunakan kuantitatif dan observasional sedangkan peneliti menggunakan jenis kualitatif. 4. Penelitian Jakobsen et al (2003) mengenai Breastfeeding status as a predictor of mortality among refugee in an emergency situation in

11 Guinea-Bissau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang disapih beresiko mengalami kematian 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI atau disusui. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah meneliti tentang status pemberian ASI pada daerah bencana. Perbedaannya terletak pada tujuan penelitian dan jenis penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor resiko pada daerah darurat yaitu status menyusui terhadap kematian bayi selama perang di Guinea-Bissau sedangkan penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengalaman Ibu menyusui saat terjadi bencana erupsi Merapi di Kecamatan Cangkringan. Rancangan penelitian menggunakan cohort sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan kualitatif. 5. Penelitian Rokhanawati (2009) dengan judul : Dukungan Sosial Suami Dan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif Di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial dari suami memiliki hubungan yang bermakna terhadap perilaku ibu dalam memberikan ASI Eksklusif. Persamaan dengan penulis yaitu sama-sama meneliti tentang pemberian ASI. Perbedaannya terletak pada metode penelitian dimana penelitian Rokhanawati menggunakan rancangan unmatched case control-study dengan jenis kualitatif dan kuantitatif sedangkan penelitian penulis menggunakan jenis kualitatif saja.