BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI 3.1 Survey Lapangan 3.2 Metode Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (BPS) DI HULU WADUK MRICA SUNGAI SERAYU KABUPATEN WONOSOBO

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PENGENDALIAN SEDIMEN SUNGAI SERAYU DI KABUPATEN WONOSOBO

BAB III METODELOGI PENELITIAN

PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (BPS) DI HULU WADUK GAJAH MUNGKUR SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOSOBO

BAB III III - 1METODOLOGI

BAB III ANALISA HIDROLOGI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

PENGENDALIAN TRANSPOR SEDIMEN SUNGAI SEBAGAI UPAYAPENGENDALIAN BANJIR DI KOTA GORONTALO. Ringkasan

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN KEDUNG MUTER DI HULU WADUK KEDUNG OMBO SUNGAI BRAHOLO KABUPATEN BOYOLALI

METODOLOGI BAB III III Tinjauan Umum

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III METODOLOGI. 2. Kerusakan DAS yang disebabkan karena erosi yang berlebihan serta berkurangnya lahan daerah tangkapan air.

Limpasan (Run Off) adalah.

PENANGANAN EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB-DAS CACABAN DENGAN BANGUNAN CHECK DAM

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

Erosi. Rekayasa Hidrologi

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

PERHITUNGAN METODE INTENSITAS CURAH HUJAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

BAB III METODOLOGI. 3.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan terhitung mulai bulan April sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

LEMBAR PENGESAHAN NIP NIP Medan, Agustus 2015 Dosen Pembimbing

3 BAB III METODOLOGI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Teknik Konservasi Waduk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

KAJIAN JARAK OPTIMAL ANTAR SALURAN PADA LAHAN GAMBUT DI KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

PENDUGAAN KEHILANGAN TANAH DAN SEDIMEN AKIBAT EROSI MENGGUNAKAN MODEL "ANSWERS" DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU, KATULAMPA.

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

EVALUASI PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI PADANG TUGAS AKHIR. Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian. Pendidikan sarjana teknik sipil ZULKARNAIN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI III - 1

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Jurnal APLIKASI ISSN X

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

3.1. METODOLOGI PENYUSUSNAN TUGAS AKHIR

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

Curah Hujan dan Reboisasi (Penghijauan Hutan Kembali) 6

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

KAJIAN PERHITUNGAN SEDIMEN EMBUNG TAMBAKBOYO DI SLEMAN, YOGYAKARTA

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Tinjauan Umum Gagasan untuk mewujudkan suatu bangunan harus didahului dengan survey dan investigasi untuk mendapatkan data yang sesuai guna mendukung terealisasinya sisi pelaksanaan fisik suatu bangunan. Survey dan investigasi merupakan salah satu tahapan perencanaan yang crucial, agar proyek yang dibangun sesuai dengan rencana (Budieny, 2007). Dengan melaksanakan survey dan identifikasi yang menyeluruh, maka akan memberikan hasil yang sesuai sasaran dan akurat untuk digunakan dalam perencanaan. Hasil dari survey dan investigasi yang dilakukan akan disajikan dalam bentuk data. Data yang diperlukan dalam sebuah perencanaan bangunan terutama bangunan air, biasanya terdiri dari data topografi, data geologi, data tanah, data hidrologi, data morfologi sungai, dan data ekologi (Budieny, 2007). Untuk memiliki semua informasi tersebut dalam jangka waktu tertentu, merupakan hal yang amat sulit, apalagi bila dibatasi oleh aspek biaya. Oleh karena itu, dalam suatu perencanaan diperbolehkan untuk menggunakan data sekunder atau data yang didapatkan secara tidak langsung/tidak melalui observasi sendiri. Pada bab ini, penulis menggunakan sebagian besar data yang bersifat sekunder. Walaupun demikian, hal ini tentu saja tidak mengurangi keakuratan data-data tersebut. 4.2 Data Geologi dan Mekanika Tanah Data geologi dan mekanika tanah yang didapat penyusun merupakan data sekunder yang didapat dari Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004). Data geologi berguna untuk menunjukkan jenis-jenis tanah dan lapisan-lapisan tanah di calon lokasi bangunan. Sedangkan data mekanika tanah diperlukan untuk mendapatkan informasi mengenai sifat-sifat fisik dan mekanis tanah. 64

4.2.1 Data Geologi Lokasi rencana bangunan pengendali sedimen Sungai Serayu terletak di Dusun Jlamprang, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. Menurut Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004), secara fisiografis terletak pada Zona Pegunungan Serayu Utara dengan litologi didominasi oleh endapan Flysh berupa perlapisan batu lempung, batu pasir, dan breksi dengan rincian sebagai berikut : a. Sisi timur dan barat sungai merupakan daerah persawahan dengan litologi berupa soil dalam ukuran lanau lempungan. b. Pada tebing dan dasar sungai tersusun oleh litologi breksi dengan fragmen berukuran 5-30 cm, berbentuk meruncing hingga agak membulat, kemas terbuka, dan matriksnya berupa pasir sedanghalus. c. Sisipan batu pasir kompak dan keras terdapat pada sebagian tebing. d. Dasar sungai berupa breksi sebagian ditutupi gravel, bongkah dan berakal. e. Pada bagian atas tebing yang membentuk terasering ditemukan endapan bongkah dan berakal andesit dalam kondisi lepas, dan di sela-selanya berupa lempung lanauan. 4.2.2 Data Mekanika Tanah Data tanah diuji di laboratorium dengan mengambil sampel tanah secara tak terganggu (undisturbed sample) pada dua titik di lokasi. Menurut Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto (2004), data tanah pada lokasi rencana diketahui sebagai berikut : Tabel 4-1 Data Tanah Pada Lokasi Rencana BPS di Dusun Jlamprang (Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu- Bogowonto, 2004) No. Sifat Fisik/Teknis Titik bor 1 Titik bor 2 1. Kedalaman sampel (m) -1,0 s.d. -1,50-1,0 s.d. -2,0 2. Water content (%) 26,00 27,50 3. Specific Gravity 2,7090 2,7100 4. Unit weight (gr/cm 3 ) 1,6866 1,6959 65

5. Dry unit weight (gr/cm 3 ) 1,3386 1,3301 6. Porosity (%) 50,59 50,92 7. Void ratio (e) 1,0238 1,0374 8. Grain size Pasir kerikilan Pasir kerikilan 9. Kohesi (kg/cm 2 ) 0,09 0,07 10. Internal angle of friction (degree) 28 32 4.3 Penggunaan Lahan Menurut Studi Kasus DAS Serayu (2002), penggunaan lahan dalam DAS Serayu tersebut terdiri dari : Tabel 4-2 Tata Guna Lahan di DAS Serayu (Studi Kasus DAS Serayu, 2002) Jenis Luas (%) Sawah 29,822 Pekarangan 12,579 Tegalan 35,436 Hutan 17,531 Perkebunan 4,632 4.4 Sistem Konservasi Tanah Menurut Studi Kasus DAS Serayu (2002), sistem konservasi tanah di DAS Serayu dilakukan berdasar kemiringan lereng yang terdiri dari : Tabel 4-3 Pembagian Sistem Konservasi Tanah Pada DAS Serayu (Studi Kasus DAS Serayu, 2002) Kemiringan (%) Luas (%) 0 8 1,107 8,1 20 9,738 20 45 31,998 > 45 57,157 4.5 Data Hidrologi Penulis menggunakan data curah hujan harian yang didapat dari BMG untuk pengukuran di stasiun Leksono dan stasiun Kertek dari tahun 1987-2006 (20 tahun) untuk menghitung debit rencana Daerah Aliran Sungai Serayu. 4.3.1 Perhitungan Curah Hujan Daerah Perhitungan curah hujan yang mewakili daerah aliran Sungai Serayu menggunakan metode Thiessen Polygon. a. Menentukan luas daerah pengaruh tiap stasiun 66

Dengan memakai peta daerah aliran Sungai Serayu, dibuat garis yang menghubungkan titik stasiun Leksono dan titik stasiun Kertek. Ditarik garis tegak lurus dengan garis penghubung yang akan membagi dua daerah aliran Sungai Serayu. Secara skalatis, dapat dihitung luas daerah aliran Sungai Serayu, luas daerah pengaruh stasiun Leksono ( ), dan luas daerah pengaruh stasiun Kertek ( ) dengan hasil sebagai berikut : 31,04 km 2 261,72 km 2 292,76 km 2 b. Menghitung curah hujan daerah aliran Curah hujan harian daerah aliran dihitung dengan metode Thiessen dengan memakai rumus berikut (Loebis, 1987) : (2-2) Contoh perhitungan curah hujan harian daerah aliran untuk tanggal 1 April 2004 : 31,04 km 2 45 mm 261,72 km 2 68 mm 292,76 km 2,,, 65,561 66 mm c. Menentukan curah hujan harian maksimum bulanan Melalui data curah hujan harian daerah aliran yang sudah dihitung sebelumnya, ditentukan curah hujan harian maksimum yang mewakili untuk masing-masing bulan dalam 20 tahun. d. Menentukan curah hujan harian maksimum tahunan Curah hujan harian maksimum tahunan adalah curah hujan harian maksimum bulanan yang mewakili untuk masing-masing tahun. Curah hujan harian maksimum tahunan disajikan dalam tabel berikut : 67

Tabel 4-4 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan Gabungan Daerah Aliran Tahun (mm) Tahun (mm) 1987 124 1997 109 1988 114 1998 98 1989 156 1999 92 1990 164 2000 179 1991 80 2001 189 1992 142 2002 95 1993 95 2003 136 1994 87 2004 140 1995 162 2005 116 1996 103 2006 144 4.3.2 Analisa Frekwensi Analisa Frekwensi dilakukan dengan Pengujian Distribusi Normal, Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson III (Soemarto, 1995) : Tabel 4-5 Perhitungan Parameter Uji Distribusi Normal dan Distribusi Gumbel 1 189 62,75 3937,56 247082,05 15504398,44 2 179 52,75 2782,56 146780,17 7742654,07 3 164 37,75 1425,06 53796,11 2030803,13 4 162 35,75 1278,06 45690,73 1633443,75 5 156 29,75 885,06 26330,61 783335,63 6 144 17,75 315,06 5592,36 99264,38 7 142 15,75 248,06 3906,98 61535,00 8 140 13,75 189,06 2599,61 35744,63 9 136 9,75 95,06 926,86 9036,88 10 124-2,25 5,06-11,39 25,63 11 116-10,25 105,06-1076,89 11038,13 12 114-12,25 150,06-1838,27 22518,75 13 109-17,25 297,56-5132,95 88543,44 14 103-23,25 540,56-12568,08 292207,82 15 98-28,25 798,06-22545,27 636903,75 16 95-31,25 976,56-30517,58 953674,32 17 95-31,25 976,56-30517,58 953674,32 18 92-34,25 1173,06-40177,39 1376075,63 19 87-39,25 1540,56-60467,08 2373332,82 20 80-46,25 2139,06-98931,64 4575588,38 Jml 2525 19857,75 228921,38 39183798,89,,,,, Tabel 4-6 Perhitungan Parameter Uji Distribusi Log Normal dan Distribusi Log 1 2,2765 0,1887 0,0356 0,0067 0,0013 2 2,2529 0,1651 0,0273 0,0045 0,0007 3 2,2148 0,1271 0,0161 0,0021 0,0003 68

4 2,2095 0,1218 0,0148 0,0018 0,0002 5 2,1931 0,1054 0,0111 0,0012 0,0001 6 2,1584 0,0706 0,0050 0,0004 0,0000 7 2,1523 0,0645 0,0042 0,0003 0,0000 8 2,1461 0,0584 0,0034 0,0002 0,0000 9 2,1335 0,0458 0,0021 0,0001 0,0000 10 2,0934 0,0057 0,0000 0,0000 0,0000 11 2,0645-0,0233 0,0005 0,0000 0,0000 12 2,0569-0,0309 0,0010 0,0000 0,0000 13 2,0374-0,0503 0,0025-0,0001 0,0000 14 2,0128-0,0749 0,0056-0,0004 0,0000 15 1,9912-0,0965 0,0093 0,0009 0,0001 16 1,9777-0,1100 0,0121-0,0013 0,0001 17 1,9777-0,1100 0,0121-0,0013 0,0001 18 1,9638-0,1240 0,0154-0,0019 0,0002 19 1,9395-0,1482 0,0220-0,0033 0,0005 20 1,9031-0,1847 0,0341-0,0063 0,0012 Jml 41,7552 0,2342 0,0015 0,0050,,,,, Metode yang akan digunakan harus memenuhi syarat yang terdapat pada tabel 2-5. Pemilihan tersebut disajikan dalam tabel 4-7 : Tabel 4-7 Penentuan Metode Distribusi yang Digunakan Distribusi Hasil Perhitungan Syarat Analisa Normal 0,4 0,95 0 3 Tidak memenuhi Log Normal 0,0660 3 dan 0 3 Tidak memenuhi Log Pearson III 0,0660 0 Memenuhi Gumbel 0,4 0,95 1,1396 5,4002 Tidak memenuhi 4.3.3 Perhitungan Curah Hujan Rencana Berdasarkan pengujian analisa frekwensi, maka perhitungan curah hujan rencana memakai distribusi Log Pearson III dengan periode ulang 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 tahun. Rumus (Soemarto, 1995) : log log (2-15) Dimana : a. log adalah bentuk logaritmis curah hujan dengan periode ulang yang ditentukan sebelumnya. b. log adalah jumlah logaritmis hujan tahunan selama pengamatan (20 tahun). Nilai ini dapat diambil langsung dari tabel 4-6. 69

c., merupakan faktor frekwensi untuk distribusi Log Pearson III. Besar faktor ini dipengaruhi oleh nilai Skewness ( ) dan periode ulangnya. Nilai diambil dari tabel 2-4. d. adalah standar deviasi yang juga dapat dilihat pada tabel 4-6. e. Curah hujan rencana dapat dihitung dengan meng-antilog-kan log. Contoh perhitungan : 5 th 0,1110 log 2,0878 0,836 log log. log 2,0878 0,836 0,110 log 2,1806 151,5609 mm Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan curah hujan rencana yang dilakukan, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4-8 Perhitungan Curah Hujan Rencana (th) log (mm) 5 2,0878 0,836 0,1110 2,1806 151,5609 10 2,0878 1,292 0,1110 2,2312 170,3018 25 2,0878 1,785 0,1110 2,2860 103,1789 50 2,0878 2,107 0,1110 2,3217 209,7553 100 2,0878 2,400 0,1110 2,3542 226,0718 200 2,0878 2,670 0,1110 2,3842 242,2288 Perkiraan curah hujan rencana yang dipakai adalah curah hujan dengan periode ulang 50 tahun. Karena pada umumnya perencanaan bangunan pengendali sedimen memiliki umur rencana 50 tahun (Laporan Akhir Detail Desain Bangunan Pengendali Sedimen di Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto, 2004). 4.3.4 Perhitungan Debit Banjir Perkiraan debit banjir dilakukan dengan metode berikut (Loebis, 1987) : a. Manual Banjir Rencana Untuk Jawa dan Sumatera Rumus (Loebis, 1987) : 70

(2-18).,,, (2-19) 1,02 0,0275 log (2-20) (2-21) 1,152 0,1233 log (2-22) (2-23) 0,9 (2-24) Total daerah aliran di atas danau-danau Dimana : = debit banjir tahunan (m 3 /det) = faktor pembesaran regional yang terdapat pada tabel 2-6 (2-25) = Mean Annual Flood atau banjir tahunan rata-rata (m 3 /det) = luas daerah aliran (km 2 ) = rata-rata tahunan curah hujan harian (mm) = curah hujan harian terpusat maksimum (mm) = faktor reduksi areal daerah aliran = kemiringan sungai (m/km) = beda tinggi antara lokasi penelitian dengan titik tertinggi awal sungai (m) = panjang sungai utama (km) = panjang sungai (km) = proporsi luas daerah aliran danau-danau dan waduk-waduk Perhitungan : 0 karena tidak ada danau dalam daerah aliran 29,13 km 0,9 29,13 26,217 km 1250 m 47,679 m/km, 292,76 km 2 1,152 0,1233 log 292,76 0,848 71

126,25 mm 126,25 0,848 107,045 mm 1,02 0,0275 log 292,76 0,952 8.10 292,76, 107,045, 47,679, 1 0, 257,207 Untuk menentukan debit banjir rencana daerah aliran, dikalikan dengan faktor pembesaran regional yang ditentukan menurut luas daerah aliran dan tahun periode ulang. Perhitungan tersebut disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4-9 Perhitungan Banjir Rencana dengan Metode Untuk Jawa dan Sumatera (th) 5 10 25 50 100 200, 1,280 1,560 1,958 2,350 2,780 3,270 1,270 1,540 1,917 2,300 2,720 3,200 1,271 1,541 1,919 2,303 2,724 3,204 257,207 257,207 257,207 257,207 257,207 257,207 (m 3 /det) 326,808 396,409 493,701 592,351 700,533 824,148 b. Metode Haspers Rumus (Loebis, 1987) : (2-26) 0,1,, (2-27),,,, (2-28) 1,,, Untuk t < 2 jam, digunakan rumus :, Untuk t > 2 jam, digunakan rumus : (2-29) (2-30), Dimana : (2-31) (2-32) 72

= koefisien run off = koefisien reduksi = luas daerah pengaliran sungai (km 2 ) = lamanya curah hujan (jam) = panjang sungai (km) = kemiringan sungai = intensitas curah hujan selama durasi t = curah hujan harian maksimum (mm/hari) = hujan maksimum (m 3 /det/km 2 ) Perhitungan : 292,76 km 2 29,13 km,,, 0,0477,,,,,, 0,328 0,1 29,13, 0,0477, 3,698 jam 1,,,,,,, 1,786 0,559 = 209,755 mm diambil dari tabel 4-8,,, 165,108 mm, 12,402,, m3 /det/km 2 0,328 0,559 12,402 292,76 667,131 m 3 /det c. Metode Rasional Rumus (Loebis, 1987) : (2-33), (2-34) 0,0133, (2-35) 73

Dimana : koefisien runoff intensitas hujan (mm) = hujan maksimum (mm) = waktu konsentrasi (jam) Perhitungan : 29,13 km 0,0477 0,0133 29,13 0,0477, 2,405 jam = 209,755 mm diambil dari tabel 4-8, 40,505 mm, Wilayah lokasi rencana merupakan pegunungan tersier 0,70 (diambil dari tabel 2-7), sehingga : 0,7 40,505 292,76 2305,787, m3 /det d. Metode Melchior Rumus (Loebis, 1987) : (2-36), 3960 1720 (2-37) (2-38) (2-39) (2-40) (2-41) 1,31 0,52 (2-41), Dimana : (2-42) = luas ellips daerah aliran (km 2 ) = panjang sungai (km) = lebar ellips daerah aliran (km) 74

= kecepatan rata-rata air (m/det) = intensitas curah hujan selama durasi t (mm/jam) = hujan maksimum (mm) Perhitungan : 29,13 km 29,13 19,42 km 29,13 19,42 444,303 km2 444,303 3960 1720, Melalui perhitungan selanjutnya, didapat 1,927 dan 0,754. Sedangkan nilai koefisien reduksi yang dipakai adalah 0,754. Diketahui 0,754, 292,76 km 2, 0,0477 dan asumsi, 6 m 3 /det/km 2 maka : 1,310,754 6 292,76 0,0477 1,6331 m/det, 4,9549 jam 0,5573 hasil interpolasi,,, 6,5533 m 3 /det/km 2 (,, tidak OK) Dengan cara trial error, dicoba untuk 6,6134 m 3 /det/km 2, maka : 1,310,754 6,6134 292,76 0,0477 1,6652 m/det, 4,8594 jam 0,5516 hasil interpolasi,,, 6,6134 m 3 /det/km 2 (,, OK) Sehingga, debit banjir menurut Melchior adalah : 0,52 0,754 6,6134 292,76 759,068 m 3 /det e. Metode Weduwen Rumus (Loebis, 1987) : (2-43) 1, (2-44) 75

,, (2-45) 0,125,, (2-46) (2-47) Perhitungan dilakukan dengan membuat asumsi lamanya curah hujan (). Misal 3 jam, maka :, 0,5272,, 15,2023, m3 /det/km 2 1, 0,7269,,,,,,,,, ( tidak OK), 3,0739 Dengan cara trial error, dicoba dengan 3,07934 jam, maka :,,, 0,53026,, 14,93595,, m3 /det/km 2 1, 0,72520,,,,,,,,,, 3,07934 ( OK) Maka debit banjir menurut Weduwen adalah : 0,72520 0,53026 14,93595 292,76 1681,464 m 3 /det Hasil perhitungan debit banjir yang dihitung seperti di atas disajikan pada tabel berikut : Tabel 4-10 Hasil Perhitungan Debit Banjir Debit Banjir No Metode Perhitungan Periode Ulang 50 Tahun 1. Manual Banjir Untuk Jawa 592,351m 3 /det dan Sumatera 2. Haspers 667,131 m 3 /det 76

3. Melchior 759,068 m 3 /det 4. Weduwen 1681,464 m 3 /det 5. Rasional 2305,787 m 3 /det Perkiraan perhitungan debit banjir yang digunakan untuk luas DAS sebesar 292, 76 km 2, dengan periode ulang selama 50 tahun adalah hasil perhitungan metode Weduwen, yaitu 1681, 464 m 3 /det. Metode ini dipakai karena menghasilkan perkiraan debit banjir yang paling besar, setelah metode rasional. Metode rasional tidak dapat digunakan karena menurut Mutreja (1986) metode rasional terbatas untuk luas DAS sebesar 12 km 2. 4.3.5 Perhitungan Erosi Lahan yang Terjadi Rumus : (2-52) (2-53) 6,119,,, (2-55) K2,713 10 12 OM, 3,25s2 2,5 (2-56) LS 0,006541S 0,0456S 0,065 (2-57) Di mana : = kehilangan tanah (ton/ha/th) = faktor erosivitas hujan (KJ/ha/th) = faktor erodibilitas tanah = faktor panjang dan kemiringan lereng = faktor tanaman penutup dan manajemen tanaman = faktor konservasi praktis = jumlah kejadian hujan dalam setahun = indeks erosi hujan bulanan (KJ/ha) = curah hujan bulanan (cm) = jumlah hari hujan per bulan = hujan maksimum harian dalam bulan yang bersangkutan = persentase pasir sangat halus dan debu 77

= persentase bahan organik = kode struktur tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah = klas permeabilitas tanah = panjang lereng (m) = kemiringan lereng (derajat) = konstanta yang besanya bervariasi tergantung besarnya Perhitungan : 2734,446 (KJ/ha/th) perhitungan terlampir Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut : Fraksi berupa debu 8245 (didapat dari tabel 2-9). Kandungan bahan organik sebanyak < 2% 2%. Granula sangat halus 1 (tabel 2-10). Permeabilitas agak lambat (0,5 2,0 cm/jam) 2 (tabel 2-11). Sehingga dapat dihitung : 2,713 10 12 0,028245, 3,2512 2,5 0,890 Menghitung dengan menentukan terlebih dahulu variabel berikut : 1875 m dan 8,373% 0,5 (didapat dari tabel 2-12). Sehingga menjadi :, 0,006541 0,08373 0,0456 0,08373 0,065 0,636 Faktor C menggunakan tabel 2-13, dan menghitung C ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 4-11 Perhitungan C Jenis Luas (%) Faktor C Luas (%) * C Sawah 29,822 0,010 0,298 Pekarangan 12,579 1,000 12,579 Tegalan 35,436 0,700 24,805 Hutan 17,531 0,001 0,018 Perkebunan 4,632 0,400 1,853 100,000 39,553 Faktor C DAS Serayu 0,396 78

Penentuan faktor P menggunakan tabel 2-14, sedangkan untuk menentukan nilai faktor P disajikan dalam tabel berikut : Tabel 4-12 Perhitungan P Kemiringan Luas (%) Faktor P Luas (%) * P 0-8 1,107 0,50 0,553 8,1-20 9,738 0,75 7,304 20-45 31,998 0,90 28,798 >45 57,157 0,90 51,441 100,000 88,096 Faktor P DAS Serayu 0,881 Menghitung erosi lahan () dengan rumus : 2734,446 0,890 0,636 0,396 0,881 538,830 ton/ha/th. Sedangkan untuk erosi total selama 50 tahun dan seluas DAS Serayu adalah : 538,830 50 29276 788.739.713,64 ton. 4.3.6 Perhitungan Produk Sedimen Menghitung SDR dengan rumus (Boyce, 1975) :, 0,41 0,41 292,76, 0,075 Sehingga yield sedimen pada DAS Serayu sebesar : 788.739.713,64 0,075 59.155.478,523 ton dengan berat jenis sedimen sebesar 1,4 ton/m 3, maka volume total sedimen yang terjadi pada DAS Serayu selama 50 tahun adalah 42.253.913,231 m 3. 79