SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

BAB I PENDAHULUAN. informasi produk yang ditawarkan perusahaan, akan cepat sampai kepada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pesatnya perkembangan media dewasa ini, arus informasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

STUDI KELAYAKAN AGROINDUSTRI GETUK GORENG DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, teknologi dan informasi, maka semakin luas alur keluar dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I. Semakin maraknya persaingan bisnis global, pasar menjadi semakin ramai. dengan barang-barang produksi yang dihasilkan. Bangsa Indonesia dengan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha kecil dan menengah (UKM) pada umumnya membuka usahanya di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, budaya serta teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas beragama Islam terbesar di dunia. Sebanyak 87,18 % dari

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan manusia merupakan suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang beragama muslim, ada hal yang menjadi aturan-aturan dan

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena dengan makanan itulah manusia akan dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172:

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

BAB I PENDAHULUAN. Kosmetik Oleh Mahasiswi Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Jurnal EKonomi, 2016, hal. 1.

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

BAB I PENDAHULUAN. alam, yang dapat menyebabkan perasaan daya tarik dan ketentraman. emosional, karena hal itu merupakan pengalaman subyektif.

BAB I PENDAHULUAN. Bukan hanya umat Islam di pedesaan, tetapi lebih-lebih di perkotaan. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Islam agama yang sempurna, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada. Nabi Muhammad SAW yang memiliki sekumpulan aturan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali

BAB I PENDAHULUAN. yang halal, karena setiap makanan yang kita konsumsi akan mendarah. daging dalam tubuh dan menjadi sumber energi yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum syara yang saling berseberangan. Setiap muslim diperintahkan hanya untuk

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan ajaran agama dalam kehidupan. Al-Qur an menegaskan kepada

FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG STUNNING, MERACUNI, MENEMBAK HEWAN DENGAN SENJATA API DAN KAITANNYA DENGAN HALAL,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. malam). Contohnya kue kaktus.jadi, makanan ringan adalah aneka makanan atau

Sejauh mana penanganan label halal yang dilakukan oleh MUI (LPPOM) sekarang?

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah yang baik agar masyarakat dapat merasa lebih aman dan terjamin dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup lainnya, seperti kebutuhan sandang dan papan. Secara etimologi

Pendidikan Agama Islam. Bab 10 Makanan dan Minuman dalam Islam

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. CV. Semar yang merupakan salah satu produsen pembuat bakso di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara yang mendapat perhatian yang lebih besar. Pada saat ini

GUBERNURJAWATENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR. 23 T.AliUlf 2017 TENTANG

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang

Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017 ISSN: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN. dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah

BAB I PENDAHULUAN. yang sekarang merupakan negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan daging babi dan lemak babi yang dicampur dalam produk

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Makanan olahan cepat saji sosis dan nugget. Daging restrukturisasi (restructured meat) merupakan salah satu bentuk

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN MENGENAI LABELISASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN (STUDI KASUS KOTA LANGSA)

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

BAB V PENUTUP. Minuman Olahan yang Belum Bersertifikat Halal (Studi Kasus Pada IKM di

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan. Dimana kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin bervariasi

URGENSI DAN STRATEGI PENINGKATAN SERTFIKASI HALAL BAGI UMKM DI KOTA SEMARANG. Dewi Sulistianingsih ABSTRAK

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

BAB I PENDAHULUAN. berarti "diizinkan" atau "boleh ". Istilah ini dalam kosakata sehari-hari lebih sering

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

PERUBAHAN KEWENANGAN LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERWENANG DALAM PROSES SERTIFIKASI HALAL

BAB I PENDAHULUAN. mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, karena daging merupakan sumber protein

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BAB VII PENUTUP. A.1. Bentuk-bentuk perlindungan konsumen produk halal dan tayib dalam. hukum Islam dan sertifikasi halal MUI diwujudkan melalui:

BAB I PENDAHULUAN. Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya

BAB II KERANGKA TEORI. penyampai informasi produk kepada konsumen. Sebuah label biasanya berupa

Transkripsi:

86 SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH Pujiati Utami Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto ABSTRAK M akanan yang aman adalah makanan yang bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia dengan kata lain makanan yang aman adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen dari aspek kesehatan dan kenyamanan bathiniah. Sehubungan dengan kenyamanan bathiniah tersebut adalah produk pangan dapat dibedakan antara yang halal dan haram. Dalam Islam panduan dalam mengkonsumsi makanan sudah diatur dalam QS Al Baqarah: 168, yang artinya : Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. PENDAHULUAN Pangan adalah kebutuhan pokok manusia yang hakiki untuk dapat hidup. Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (Tjahjadi, 2003). Hal tersebut mengisyaratkan kita bahwa betapa pentingnya masalah pangan untuk ditangani dan merupakan tanggung jawab semua pihak. Masalah pangan tidak terlepas dari berbagai subsistem yang saling berhubungan mulai dari subsistem ketersediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, kewaspadaan pangan sampai bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam mendukung program ketahanan pangan dapat dilakukan (Sulistyowati, 2003). Berkaitan dengan persoalan tersebut, keamanan pangan di Indonesia merupakan bagian dari ketahanan pangan. Pada aspek Pujiati Utami : Sertifikasi Halal Sebagai

87 kebijakan keamanan pangan tersebut diarahkan agar masyarakat menjadi terjamin dan aman mengkonsumsi pangan terhadap adanya residu dan cemaran lainnya. Selain itu masyarakat dapat mengkonsumsi pangan dari berbagai produk sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing (Moerad, 2002). Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia dengan kata lain makanan yang aman adalah makanan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen dari aspek kesehatan dan kenyamanan bathiniah. Sehubungan dengan kenyamanan bathiniah tersebut adalah produk pangan dapat dibedakan antara yang halal dan haram. Dalam Islam panduan dalam mengkonsumsi makanan sudah diatur dalam QS Al Baqarah: 168, yang artinya : Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Selain itu terdapat juga dalam hadist Rasullullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim, yang artinya Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya. Di Indonesia masalah kehalalan itu sangat penting karena sebagian besar konsumennya adalah kalangan muslim dimana secara statistik lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam. Kegiatan mengkonsumsi suatu bahan pangan bagi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar tetapi lebih dari itu yaitu bentuk ibadah kepada Sang Khaliq. Makanan halal merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap muslim, karena harus mengikuti ajaran agamanya. Kebutuhan akan makanan AGRITECH, Vol. XIII No. 1 Juni 2011 : 86 95

88 yang halal sekaligus juga menjadi Hak Asasi Manusia yang diakui keberadaanya sehingga harus dijamin dan dilindungi oleh semua pihak secara bertanggungjawab. Maka mendapatkan pangan yang halal di pasar bebas bagi orang yang memeluk agama (Islam) secara otomatis merupakan salah satu HAM yang harus pula dilindungi. Dalam hal ini, informasi yang jelas tentang kandungan bahan yang disajikan pada label kemasan merupakan aplikasi dari HAM ini untuk melindungi masyarakat dalam memilih produk yang terjamin kehalalannya sekaligus sebagai HAM dalam menjalankan agama yang dipeluknya. PENTINGNYA SERTIFIKAT HALAL Dewasa ini masalah pangan halal telah menjadi bagian dari isu global menyusul adanya temuan bahwa beberapa produk olahan terindikasikan mengandung bahan baku berasal dari bahan haram. Realitas ini menyadarkan umat Islam bahwa untuk mengetahui kehalalan suatu produk membutuhkan pengkajian dan penelitian yang mendalam. Berangkat dari hal tersebut dikembangkan sistem sertifikasi halal yang outputnya adalah diterbitkannya sertifikat halal untuk produk-produk yang telah memenuhi standar halal. Dengan adanya sertifikat halal dimaksudkan agar konsumen muslim terlindungi dari produk-produk yang tidak halal (Apriyatono, 2003) Produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syari'at Islam, yaitu : tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi, semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syari'at Islam, semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya terlebih dulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari'at Islam dan semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar. Pujiati Utami : Sertifikasi Halal Sebagai

89 Dari sisi produsen sertifikat halal mempunyai peran antara lain; (1) sebagai pertanggungjawaban produsen kepada konsumen muslim, mengingat masalah halal merupakan bagian dari prinsip hidup muslim, (2) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen, (3) meningkatkan citra dan daya saing perusahaan, dan (4) sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area pemasaran. Legalisasi halal terhadap setiap produk pangan sangat diperlukan demi terciptanya ketentraman bathin masyarakat dalam memilih produk pangan yang dikehendaki. Dalam hal ini, pemerintah bertanggungjawab dalam pelaksanaan legalisasi halal, tidak terbatas pada pemberian instruksi kepada para pengusaha untuk mencantumkan label halal pada produknya, tetapi perlu melalukan pengujian dan pengawasan terhadap setiap produk pangan yang beredar di seluruh wilayah negara kita. Disamping itu, pemerintah juga harus memberikan kebebasan kepada masyarakat dan instansi-instansi terkait, seperti lembaga-lembaga penelitian dan perguruan tinggi, untuk ikut mengawasi semua produk pangan yang beredar di masyarakat. Kesadaran para pengusaha produk makanan maupun minuman untuk mencantumkan label halal pada produknya lebih disebabkan pada realitas banyaknya konsumen umat Islam. Masalah ini yang selanjutnya memunculkan banyak pengusaha yang asal mencantumkan label halal, tanpa prosedur yang disyaratkan berdasarkan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obatobatan, dan kosmetika-majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen. Legalisasi Halal yang berupa Sertifikasi Halal terhadap suatu produk pangan bukan sekedar jaminan terhadap ketentraman konsumen, tetapi juga jaminan bahwa produknya akan semakin dibeli oleh konsumen. AGRITECH, Vol. XIII No. 1 Juni 2011 : 86 95

90 PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi wilayah (daerah) mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengembangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi potensi ekonomi daerah adalah dengan menginventarisasi produk unggulan daerah. Produk unggulan daerah, khususnya produk olahan komoditas pertanian unggulan daerah, menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan atau menembus pasar ekspor (Anonim, 2000). Sementara menurut Ahmadjayadi (2001), produk unggulan daerah adalah produk yangmemiliki ciri khas dan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain, berdaya saing handal, memberikan peluang kesempatan kerja kepada masyarakat luas dan berorientasi ramah lingkungan. Produk olahan komoditas pertanian digolongkan dalam subsistem agroindustri, yang merupakan suatu kegiatan merencanakan pengembangan produk, pengembangan pascapanen hingga ke tingkat pengolahan lanjut demi peningkatan kualitas produk. Agroindustri juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang sangat luas, dimulai dari pengadaan dan penyaluran saprodi hingga memasarkan produkproduk yang dihasilkan baik oleh petani maupun agroindustri (Departemen Pertanian, 1994). Kegiatan agroindustri pada beberapa tahun terakhir ini juga dikembangkan di Kabupaten Banyumas. Sektor tersebut dapat memberikan lapangan pekerjaan yang Pujiati Utami : Sertifikasi Halal Sebagai

91 lebih luas bagi masyarakat sekitar, dapat meningkatkan nilai tambah dari bahan baku pertanian yang digunakan serta dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya (Utami dan Pujiharto, 2007). Dari beragam jenis unit usaha agroindustri yang ada di Kabupaten Banyumas, banyak yang menggunakan ubikayu sebagai bahan baku utamanya. Jenis produk yang dihasilkan dari ubikayu sangat beragam, antara lain : tapioka, ceriping ubikayu, kelanting, dan getuk goreng. Getuk goreng merupakan makanan tradisional khas daerah Banyumas dengan sentra produksi di Kecamatan Sokaraja. Getuk goreng yang menjadi salah satu produk olahan komoditas pertanian unggulan dan khas Kabupaten Banyumas, telah ada sejak tahun 1918. Menurut Watemin dan Utami (2006), proses pembuatan getuk goreng Sokaraja relatif sederhana. Ubikayu dikupas, dicuci lalu dikukus. Setelah itu ditumbuk hingga halus dan dibuang seratnya. Pada waktu menumbuk, secara bertahap getuk diberi gula kelapa yang telah dicairkan. Setelah halus, getuk tersebut diletakkan di meja yang telah ditaburi tepung beras, kemudian digilas dengan menggunakan bambu. Lempengan getuk diiris kecil dengan ukuran 3 cm x 3 cm x 2 cm. Selanjutnya digoreng dengan dilapisi adonan tepung beras yang encer. Setelah berwarna kecoklatan, getuk yang telah digoreng kemudian diangkat dari penggorengan dan ditiriskan. Untuk mempertahankan citra tradisional, tempat mengemas getuk goreng menggunakan besek yang berasal dari anyaman bambu dengan bebagai ukuran. Ukuran besek digunakan adalah ukuran 0,5 kg dan 1 kg. Setelah dingin getuk goreng dapat dikemas dalam besek berbagai ukuran. SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH Berdasarkan peraturan yang berlaku, label halal yang dicantumkan dalam suatu produk pangan dalam kemasan harus didasarkan atas sertifikat halal yang dimiliki oleh produk yang AGRITECH, Vol. XIII No. 1 Juni 2011 : 86 95

92 bersangkutan dimana sertifikat halal tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu LPPOM MUI. Untuk produk pangan hasil industri kecil, masih bermasalah karena masih cukup banyak yang mencantumkan label halal walaupun sebetulnya belum mendapatkan sertifikat halal dari MUI, sebagian lagi sudah didasarkan atas sertifikat halal yang diperoleh dari MUI. Hal ini terjadi karena ketidakfahaman industri kecil dalam masalah sertifikasi halal. Oleh karena dibutuhkan pengetahuan kita dalam menilai apakah produk pangan industri kecil ini diragukan kehalalannya atau tidak. Dalam prakteknya, proses sertifikasi halal untuk produk olahan komoditas pertanian adalah sebagai berikut : 1. Setiap produsen yang mengajukan Sertifikat Halal bagi produknya, harus mengisi formulir yang telah disediakan dengan melampirkan : a. Spesifikasi dan sumber bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta bagan alir proses dilakukan sesuai dengan hukum Islam b. Bahan yang berasal dari hewani atau bagiannya maka harus dilampiri dengan surat keterangan dari Rumah Potong Hewan (RPH) yang menjelaskan bahwa pemotongan hewan dilakukan sesuai dengan hukum Islam. c. Sistem halal termasuk panduan halal dan prosedur baku pelaksanaan, bahan, serta dokumen lain yang dapat mendukung kehalalan produknya. 2. Tim Auditor LP POM MUI melakukan pemeriksaan/audit ke lokasi produsen setelah formulir beserta lampiran-lampirannya dikembalikan ke LP POM MUI 3. Hasil pemeriksaan/audit dan hasil laboratoirum dievaluasi dalam rapat ahli LP POM MUI. Jika memenuhi syarat, diajukan pada rapat Komisi Fatwa MUI untuk diputuskan status kehalalannya. Pujiati Utami : Sertifikasi Halal Sebagai

93 4. Rapat Komisi Fatwa dapat menolak suatu produk jika belum memenuhi syarat-syarat Syari'ah 5. Sertifikat Halal dikeluarkan oleh MUI setelah mendengar keputusan rapat Komisi Fatwa MUI. 6. Perusahaan yang produknya telah mendapatkan Sertifikat Halal, harus mengangkat Internal Halal Auditor untuk mengawasi sistem produk halal pada produk mereka. Jika kemudian ada perubahan dalam penggunaan bahan baku, bahan penolong, atau bahan tambahan pada proses produksinya Internal Auditor diwajibkan segera melapor untuk mendapat persetujuan/tidak keberatan atas penggunaannya. Berikut ini adalah alur yang biasanya digunakan dalam sertifikasi halal : AGRITECH, Vol. XIII No. 1 Juni 2011 : 86 95

94 PENUTUP Di Indonesia masalah kehalalan itu sangat penting karena sebagian besar konsumennya adalah kalangan muslim dimana secara statistik lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam. Kegiatan mengkonsumsi suatu bahan pangan bagi seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar tetapi lebih dari itu yaitu bentuk ibadah kepada Sang Khaliq. Makanan halal merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap muslim, karena harus mengikuti ajaran agamanya. Kebutuhan akan makanan yang halal sekaligus juga menjadi Hak Asasi Manusia yang diakui keberadaanya sehingga harus dijamin dan dilindungi oleh semua pihak secara bertanggungjawab. Maka mendapatkan pangan yang halal di pasar bebas bagi orang yang memeluk agama (Islam) secara otomatis merupakan salah satu HAM yang harus pula dilindungi. Dalam hal ini, informasi yang jelas tentang kandungan bahan yang disajikan pada label kemasan merupakan aplikasi dari HAM ini untuk melindungi masyarakat dalam memilih produk yang terjamin kehalalannya sekaligus sebagai HAM dalam menjalankan agama yang dipeluknya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadjayadi Cahyana, 2001. Profil Produk Unggulan Daerah. Kabupaten Purbalingga. Anonim, 2000. Analisis Produk Unggulan. Undip. Semarang. Apriyantono Anton. 2003. Alternatif pengembangan Sistem Sertifikasi Halal. www.indohalal.com. Departemen Pertanian, 1994. Moerad, B., 2002. Penerapan Jaminan Keamanan Dan Mutu Produk Pangan Asal Hewan. Pelatihan Penerapan HACCP. Jakarta. Sulistyowati, A. 2003. Dapatkah Konsumen Mempengaruhi Mutu Dan Ketersediaan Pangan di Era Pasar Global.Wacana ELSPPAT Edisi 27/VI April-Mei 2003. Jakarta. Tjahjadi, D. 2003. Pentingnya Sosialisasi Ketahanan Pangan. www.suarapembaruan.com. Pujiati Utami : Sertifikasi Halal Sebagai

95 Utami Pujiati dan Pujiharto, 2007. Identifikasi Profil Agroindustri Di Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakukltas Pertanian UMP. Purwokerto. Watemin dan Utami Pujiati, 2006. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Getuk Goreng Di Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UMP. Purwokerto. AGRITECH, Vol. XIII No. 1 Juni 2011 : 86 95