I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

dokumen-dokumen yang mirip
PELAKSANAAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sehingga harus benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berwibawa (good gavernance) serta untuk mewujudkan pelayanan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintah dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

profesional, bersih dan berwibawa.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu tinggi, dan sarana prasarana transportasi yang lebih

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ( LKIP ) Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ISU ADMINISTRASI PERKANTORAN. Oleh : MAYA MUTIA, SE, MM Analis Kepegawaian Pertama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan dan pengayoman pada masyarakat serta kemampuan professional dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak pada berbagai hal. Salah satu dampak perubahan itu adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 4.1 Dasar Hukum Terbentuknya Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Latihan Kabupaten Lampung Selatan

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA. A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat. dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki baik

I. PENDAHULUAN. organisasi (Hasibuan, 2011:10). Walaupun suatu organisasi telah memiliki visi,

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA DENPASAR

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

Oleh : S u p a n d i, SE (Kabid Pengembangan BKD Kab. Kolaka) A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki posisi yang strategis dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

RPP MANAJEMEN PPPK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

Jangka Panjang Nasional Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

BAB I PENDAHULUAN. khususnya pemerintah daerah adalah menampilkan aparatur yang profesional,

1. PENDAHULUAN. Perencanaan Dan..., Widyantoro, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB I PENGANTAR. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta pelayanan

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB III ARAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN

MANAJEMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2000 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. penempatan aparatur pada jabatan struktural di Kabupaten Mimika.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sejarah Indonesia, khusususnya pada Era Orde Baru terdapat berbagai

RENCANA KERJA (RENJA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

BAB I PENDAHULUAN. akselerasi pembangununan sistem kinerja yang handal. Demikian halnya. perubahan paradigma masyarakat terhadap pemerintah, menuntur

BAB I PENDAHULUAN. ini disalahgunakan oleh penguasa Orde Baru untuk menguasai struktur birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dijelaskan bagaimana latar belakang dilakukannya

B. Maksud dan Tujuan Maksud

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting untuk dilakukan karena pengelolaan pegawai di instusi pemerintahan akan

Jakarta, Maret 2013 Kepala Badan Kepegawaian Negara. Eko Sutrisno

BAB II. dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

VISI, MISI, TUJUAN, RENCANA STRATEGI DAN KEBIJAKAN BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. manusianya (pegawai) dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.

M A N A J E M E N A S N

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Singkat Badan Kepegawaian Penddidikan dan Latihan. atas Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian

RENCANA STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TAHUN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

BAB II PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

I. PENDAHULUAN. dalam kegiatan belajar mengajar dan tersedianya sekolah sekolah hingga

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di Pemerintah Pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik (demokrasi lokal) di Pemerintah Daerah. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah. Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke IV menegaskan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demi perwujudan tujuan tersebut jelas diperlukan aparatur-aparatur yang tangguh, berwibawa serta berwawasan luas yang dapat berkompentensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan

2 Undang Undang Dasar 1945. Salah satu aparatur negara yang memiliki keberadaan sentral dalam membawa kebijaksaan-kebijaksanaan atau peraturan- peraturan pemerintah guna terlaksananya tujuan nasional yaitu Pegawai Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan istilah PNS. PNS sebagai sumber daya manusia yang bertugas dalam melayani kepentingan publik memiliki andil dalam merealisasikan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Terselenggaranya pembangunan nasional sangat tergantung pada kemampuan dan kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kesempurnaan Pegawai Negeri. Maka dari itu PNS sudah semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, adil, bertanggung jawab, tepat dan benar. Maka dari itu manajemen PNS diarahkan guna menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna. Manajemen PNS merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme, penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Menurut Sondang P. Siagian (1992:194): Kemajuan dalam karir seseorang tidak akan terjadi dengan sendirinya karena karir perlu direncakanan dan dikembangkan. Berdasarkan pengalaman menunjukan bahwa tanggung jawab untuk merencakan dan mengembangkan karir seorang pegawai berada pada pundak tiga pihak, yaitu pegawai yang bersangkutan sendiri, atasan langsung, dan petugas atau pejabat dari satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi.

3 Pengangkatan PNS dalam jabatan merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan dalam manajemen PNS. Mengenai Pengangkatan PNS diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimana di dalamnya menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Pada penjelasan lebih lanjut, jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu jabatan dalam suatu organisasi negara. Pada pengangkatan dalam jabatan dikenal dengan adanya istilah jabatan karier. Jabatan karier merupakan jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki oleh PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan. Selanjutnya Jabatan Struktural merupakan kedudukan yang menujukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural seseorang harus berstatur sebagai PNS, Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural.

4 Mengenai penetapan jabatan struktural, jabatan struktural Eselon I pada instansi pusat ditetapkan oleh presiden atas usul pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, sedangkan jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur negara. Untuk jabatan struktural eselon I kebawah di Propinsi dan jabatan struktural eselon II kebawah di Kabupaten / Kota ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai tata cara ketentuan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan oleh pemerintah mengenai pengangkatan PNS dalam jabatan struktural yakni Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, yang selanjutnya juga telah diterbitkannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2002. Berbicara mengenai perihal pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, selama ini tidak sedikit dijumpai seleksi pengangkatan PNS dalam jabatan struktural baik pada instansi pemerintah pusat maupun di daerah masih menyimpang dari aturan-aturan yang ditetapkan. Dalam aturannya pengangkatan PNS dalam jabatan struktural dilakukan dengan

5 mempertimbangkan faktor-faktor pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seorang PNS sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun, akan tetapi dalam kenyataannya pengangkatan pejabat dalam jabatan struktural tidak hanya murni berdasarkan syarat-syarat atau ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun terkadang justru malah lebih ditentukan faktor-faktor di luar hal tersebut. Seperti dalam pengangkatan PNS dalam jabatan struktural ataupun penempatannya masih saja didominasi kepentingan politik, kerabat, keluarga dan lain sebagainya. Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam prakteknya pengangkatan pegawai dalam jabatan struktural sering tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam aturan perundang-undangan. Hal inilah yang sering menimbulkan masalah kepegawaian antara lain rasa tidak senang dengan pejabat yang diangkat karena merasa pengangkatan tersebut tidak adil. Rasa tidak senang ini seringkali berakibat menurunnya tingkat etos kerja dengan pejabat yang bersangkutan sehingga akhirnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pegawai yang bersangkutan dengan pejabat tersebut menjadi kurang baik hasilnya. Selain itu sering ada rasa kurang puas dari pegawai yang lain yang pada akhirnya berakibat pada menurunnya prestasi kerja pegawai. Salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh berbagai organisasi pemerintahan di Indonesia adalah penerapan prinsip-prinsip good governance dalam kebijakan penempatan aparatur dalam jabatan, terutama di level jabatan

6 struktural. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penempatan jabatan struktural semakin penting disinergikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengenai syarat umum pengangkatan PNS. Realitas yang berkembang bahwa, penempatan aparatur dalam jabatan masih banyak yang tidak berpedoman kepada atau mengabaikan beberapa ketentuan pada kebijakan yang berlaku, atau belum sepenuhnya berpedoman kepada prinsip-prinsip good governance, kurang menerapkan job description dan job specification yang dipersyaratkan. Menurut Tjokroaminoto (2000: 17): Prinsip-prinsip good governance, adalah: partisipasi (participatory), aturan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), responsif (responsive), berorientasi kesepakatan (consensus orientation), kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (accountability), tenggang gugat, dan visi strategis (strategic vision). Selain itu dampak dari pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung dapat mewarnai pola-pola rekruitmen pejabat struktural terlepas dari peran dukungan masing-masing PNS dalam pemenangan salah satu calon Kepala Daerah dalam proses kompetensi Pilkada. Walaupun ada ketentuan tentang netralitas PNS dalam partai politik, namun dalam kenyataannya dilihat dari tingkat atau kecenderungannya ada beberapa PNS yang melakukan aksi untuk mendukung calon kepala daerah dalam pelaksanaan Pilkada. Tak dipungkiri ini sudah menjadi isu politis yang sudah diketahui banyak kalangan, dimana terdapat kenyataan di lapangan masing-masing kepala daerah memiliki tim sukses yang bergerak secara tidak langsung atau tim

7 sukses bayangan/tidak resmi/non formal yang antara lain adalah salah satunya PNS. Akhirnya terjadilah fenomena terdapat persaingan tidak sehat untuk meraih jabatan struktural dengan pendekatan politik kepada pihak pihak yang telah berjasa dan memiliki akses langsung yang sangat erat dengan kepala daerah terpilih karena telah memberikan kontribusi terhadap pemenangan kepala daerah terpilih dalam pilkada. Para tim sukses pilkada dari jajaran PNS sudah barang tentu mendapat imbalan/kompensasi dari yang telah dilakukannya. Aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan terdepan dalam menentukan calon pejabat struktural yang akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu, bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat struktural baru yang tampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Berdasarkan lima hal tersebut di atas jelas masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kedekatan politis yang masih mewarnai proses pengangktan dalam jabatan struktural. Selain itu dapat dilihat dari setelah diberlakukannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa persyaratan PNS untuk dapat diangkat hingga menduduki suatu jabatan struktural salah satunya adalah setiap pejabat yang diangkat dalam jabatan struktural haruslah memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, karena pada

8 hakikatnya kualifikasi dan tingkat pendidikan akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya, akan tetapi pada kenyataan dilihat di lapangan masih ditemui kualifikasi dan tingkat pendidikan dalam pengangkatan dalam jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan jabatan. Pimpinan daerah atau oknum pengambil kebijakan seringkali sengaja memilih orang- orang yang disukai atau memiliki hubungan kedekatan/ kekerabatan dengannya untuk diangkat atau ditunjuk menempati suatu jabatan struktural strategis dengan mengabaikan prinsip job description dan job specification analyses. Sikap keputusan tersebut seringkali hanya dimaksudkan untuk melancarkan praktek kolusi dan nepotisme, termasuk kemungkinan melancarkan konspirasi bagi-bagi proyek dan perilaku korup. Sikap keputusan yang demikian, tentunya sangat merugikan aparatur atau pejabat struktural lainnya, sebab hak-haknya untuk dipromosikan dan mengembangkan karier serta menduduki jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dengan mudah termentahkan oleh suatu keputusan yang bernuangsa politik transaksional dan selera - kepentingan pribadi oknum pengambil kebijakan atau keputusan. Implikasi luas pada pendistribusian SDM yang cenderung tidak didasarkan pada pendekatan profesionalisme, melainkan lebih dominan kepada pendapatan politik semata. Hal ini membawa kerugian yang sifatnya materi maupun immateri dalam organisasi birokrasi pemerintahan dan pribadi individu unsur-unsur SDM.

9 Implikasi lainnya bahwa kinerja organisasi pemerintahan daerah semakin tidak efektif akibat inefisiensi atau salah kelola dalam penataan SDM aparatur pada formasi jabatan yang ada. Ketidakefektivan tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi organisasi pemerintahan daerah, sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian uang negara akibat ketidakcakapan aparatur mengelola keuangan daerah bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup. Seperti dalam pengangkatan dalam jabatan struktural pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Sampai saat sekarang ini masih ada ditemui PNS yang ditempatkan pada suatu jabatan pada instansi pemerintah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang ilmu yang dikuasai PNS yang bersangkutan. Padahal seharusnya PNS yang diangkat dalam jabatan struktural harus memiliki kualifikasi serta tingkat pendidikannya sesuai dengan jabatan yang diemban, sehingga nantinya tidak menimbulkan kesulitan baginya dalam melaksanakan tugas jabatannya, namun pada kenyataan pengangkatan dalam jabatan yang sesuai dengan disipilin ilmu atau kemampuan pejabat yang seharusnya menjadi persyaratan utama dalam pengangkatan pejabat strukutural menjadi persyaratan yang diabaikan. (Sumber: www.bandarlampungku.co.id/archive/2013/pengangkatan-pejabat- Kota-Bandar-Lampung.html/artikel) Hal tersebut di atas seperti justru tidak sesuai dengan apa yang telah disyaratkan dalam Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun

10 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Strukutural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 mengenai syarat untuk diangkat dalam jabatan strukutral. Masalah-masalah di atas menjadi kendala struktural untuk mencapai atau menerapkan prinsip dasar secara profesional di Kota Bandar Lampung. Hal ini mengakibatkan terhambatnya efektifitas dan produktivitas dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu berdasarkan ini juga tentu akan sulit munculnya efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi serta kelancaran dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Berdasarkan permasalahan yang ada di Pemerintah Kota Bandar Lampung terkait pengangkatan pejabat struktural di atas, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)". B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diajukan rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung?

11 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunanaan teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan keilmuan, khususnya Manajemen Pemerintahan dalam penerapan prinsipprinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II. 2. Kegunaan praktis Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan pejabat struktural eselon II di linkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung, serta merupakan sarana meningkatkan pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat.