BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di waduk (Asdak, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

Kata Kunci : Waduk Diponegoro, Rekayasa Nilai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.3

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Distribusi bendungan besar di dunia (Icold 2005).

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah manusia yang menghuni permukaan bumi kian hari kian meningkat, tetapi kondisi tersebut berlaku sebaliknya dengan habitat hidup manusia, yaitu lahan. Lahan yang ada dari waktu ke waktu mustahil untuk berubah, sebab jumlah lahan sifatnya statis, lahan hanya mengalami perubahan sifat penggunaannya saja, tanpa mengalami perubahan jumlah luas. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran yang diungkapkan oleh Adam Smith, ketika permintaan terhadap lahan meningkat sedangkan penawaran lahan sifatnya tetap, maka harga yang harus dibayar pun mengalami peningkatan. Pada saat lahan yang bisa ditawarkan untuk kebutuhan manusia telah terbatas, efeknya berakibat pada perambahan lahan hutan untuk dijadikan pemenuhan kebutuhan manusia akan lahan, baik untuk lahan pertanian, komersial atau pun pemukiman. Idealnya, lahan yang jumlah nya terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan kemampuannya, supaya lahan yang ada dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan hingga anak cucu kita kelak. Tetapi, mengingat sifat manusia yang tidak pernah puas akan sesuatu hal, nampaknya hal itu sulit untuk diwujudkan. Akibatnya jelas, ketika sepetak lahan tidak digunakan sesuai dengan kemampuannya, maka jumlah erosi dalam DAS akan semakin meningkat. Bagi Indonesia yang terletak di negara tropis, erosi menjadi masalah besar yang telah menjadi perusak tata air dalam suatu kawasan ekosistem DAS, terutama pada beberapa Provinsi yang sebagian morfologi nya didominasi oleh pegunungan terjal, seperti Provinsi Jawa barat. Berdasarkan data yang dikutip dari Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, pada tahun 1977 saja telah terdapat enam DAS di Indonesia yang masuk 18 besar DAS di dunia yang memiliki angka erosi tertinggi, dan dua diantara nya terdapat di Jawa barat, yakni Cilutung (120 ton/ha/tahun) dan Cimanuk (78 ton/ha/tahun). Apabila pada tahun 1977 saja sudah terdapat enam 1

DAS yang masuk kategori DAS dengan tingkat erosi tertinggi di dunia, maka seiring lauju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat, bukan hal yang mustahil jika kini bisa lebih banyak DAS-DAS di Indonesia yang memiliki tingkat erosi yang lebih tinggi daripada itu. Secara definisi, erosi dapat diartikan sebagai terkikis dan terangkut nya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami (angin, air dan gletser). Tetapi, bagi wilayah tropis seperti Indonesia, media alami penyebab erosi, lebih banyak disebabkan oleh air hujan. Menurut Suripin (2004, hlm. 30) menyatakan bahwa, erosi akan terjadi melalui tiga tahap, yaitu : Tahap pelepasan partikel tunggal dari masa tanah dan tahap pengangkutan oleh media yang erosiv, seperti aliran air dan angin. Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga, yakni pengendapan. Erosi dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, kemiringan lereng dan panjang lereng, adanya penutup lahan berupa vegetasi dan aktifitas manusia dalam hubungan nya dengan penggunaan lahan. akan tetapi, dengan adanya aktivitas manusia di alam, maka manusia dalam hal ini masyarakat menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi. Tingkat erosi yang besar akan menimbulkan masalah bagi penduduk dan DAS itu sendiri, baik segi ekonomis atau pun ekologis. Erosi yang besar dapat mempercepat pengikisan lapisan tanah bagian atas yang banyak mengandung unsur hara, sehingga berdampak terhadap produktivitas pertanian yang akan semakin berkurang. Selain itu, pada beberapa aliran sungai yang memiliki infrastruktur vital, seperti pembangkit listrik dan saluran irigasi, tentunya erosi ini tidak akan menguntungkan, mengingat kandungan sedimentasi yang terbawa oleh air akibat dari erosi, dapat memperpendek umur bendungan serta mempertinggi sedimentasi di saluran irigasi. Akibat nya, saluran irigasi yang sudah terlalu banyak terdapat sedimentasi perlu dilakukan pengerukan, supaya ketersedian air yang mengalir di saluran irigasi tersebut mampu memenuhi kebutuhan air pada lahan pertanin. Padahal pengerukan tersebut bukan lah hal yang murah dan mudah, terutama pada saluran-saluran irigasi yang memiliki akses sulit dan terdapat di tebing. 2

Kawasan sub DAS Cirompang terdapat dua kecamatan di kabupaten Garut, yakni kecamatan Bungbulang yang meliputi desa Gunung Jampang, Mekarbakti, Bojong, Gunamekar, Bungbulang, Cihikeu, Margalaksana, Hanjuang dan Mekarjaya, serta kecamatan Mekarmukti di hilir yang meliputi wilayah desa Jagabaya dan Mekarmukti. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, yakni >1,5%/tahun di kecamatan Bungbulang dan Mekarmukti, menyebabkan desakan kebutuhan akan lahan pertanian dan pemukiman di wilayah ini semakin besar. Lahan di DAS Cirompang yang awal nya sebagian besar berupa lahan hutan, kini telah beralih fungsi menjadi lahan kebun atau pun perladangan penduduk. Kondisi ini sudah pasti akan berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem dan keseimbangan hidrologi di wilayah DAS, dan pada akhir nya akan berpengaruh pula terhadap tingkat erosi di wilayah yang bersangkutan. Kerusakan ekosistem DAS Cirompang dapat dilihat dari semakin sering nya intensitas banjir bandang di wilayah ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan UPTD pengairan di lapangan, menyatakan bahwa pada rentang waktu antara 2008 2014 saja sudah terjadi banjir bandang > 4 kali, angka tersebut jauh bertambah daripada rentang waktu 1992 2007 yang hanya terjadi banjir bandang selama tiga kali. Data tersebut perlu menjadi perhatian bagi kita semua, bahwa kerusakan ekosistem DAS Cirompang semakin tahun semakin parah. 3

Oct-10 Dec-10 Feb-11 Apr-11 Jun-11 Aug-11 Oct-11 Dec-11 Feb-12 Apr-12 Jun-12 Aug-12 Oct-12 Dec-12 Feb-13 Apr-13 Jun-13 Aug-13 Oct-13 Dec-13 Feb-14 Apr-14 Jun-14 Aug-14 Oct-14 Dec-14 Feb-15 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Debit Rata-Rata Bulanan Sungai Cirompang Grafik 1.1. Debit Rata-rata Bulanan Sungai Cirompang Sumber : Data Pengamatan PT Tirta Gemah Ripah Selain banjir bandang, data lain yang memperkuat pernyataan peneliti bahwa ekosistem di DAS itu telah mengalami kerusakan, yakni perbedaan antara debit maksimum dan debit minimum sungai Cirompang yang sangat jauh, dan semakin tahun perbedaan debit maksimum dan minimum itu rentang nya semakin tinggi. Pada tahun 2011, rentang Q maks dan Q min DAS Cirompang adalah sebesar 7,7 m 3 /detik, tetapi pada tahun 2014 rentang nya menjadi 10,27m 3 /detik. Secara lebih lengkap, rentang Q maks dan Q min sungai Cirompang dapat dilihat pada grafik 1.1 Apabila dampak kerusakan ekosistem terhadap banjir bandang dan debit sungai separah itu, maka bukan hal yang tidak mungkin apabila dampak kerusakan ekosistem terhadap bahaya erosi pun akan terjadi sama besar nya. Mengingat, ketika vegetasi penutup tanah sudah mulai berkurang, selain berdampak terhadap kemampuan tanah menyerap air, tetapi juga berdampak terhadap besar nya aliran permukaan yang menjadi tenaga air pengerosi lapisan tanah. Padahal disisi lain, pertumbuhan penduduk yang cepat di kecamatan Mekarmukti dan Bungbulang, telah menjadikan aliran sungai Cirompang sebagai sumber kehidupan utama di wilayah ini, baik sebagai sumber energi atau pun sumber pengairan lahan pertanian. Sebagai sumber energi, di 4

sepanjang aliran sungai Cirompang telah dan akan didirikan sebanyak tiga unit pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMH), yakni di sungai Cirompang hulu, tengah dan hilir berkapasitas 16 MW dengan total nilai investasi lebih dari 300 milyar. Lokasi pertama pengembangan listrik tenaga minihidro (PLTMH) di sungai Cirompang dimulai dari PLTMH pada sungai Cirompang bagian tengah, yakni di kecamatan Bungbulang, yang terdapat di dua desa, yakni di desa Bojong sebagai water intake dan desa Bungbulang sebagai power house nya dan berkapasitas 8 MW dengan total investasi sebesar 230 milyar. PLTMH di desa Bungbulang ini telah rampung hingga 82% dan direncanakan listriknya bisa dialirkan untuk memenuhi kebutuhan energi di kecamatan Bungbulang dan Mekarmukti. Kondisi pembangunan fisik nya dapat dilihat pada gambar 1.1 dan 1.2 Lokasi kedua pembangunan PLTMH di sungai Cirompang, terdapat di wilayah bagian hilir, tepat nya di desa Jagabaya dan Mekarmukti, berkapasitas 3 4 MW dengan total investasi sekitar 80 milyar. Sedangkan lokasi ketiga terletak di sungai Cirompang bagian hulu, berkapsitas 4 MW dengan total investasi sebesar 88 milyar. PLTMH di sungai Cirompang hilir pada saat ini sudah memasuki tahap pembebasan lahan, sedangkan PLTMH di Cirompang hulu masih berada dalam tahap perencanaan dan riset. Gambar 1.1. Lokasi Power House Cirompang Tengah 5

Sumber : Dokumentasi Lapangan Gambar 1.2. Pipa Air PLTMH Cirompang Tengah Sumber : Hasil Dokumentasi Lapangan Selain memiliki infrastruktur vital pembangkit listrik, wilayah DAS ini juga memiliki infrastruktur vital yang tidak kalah penting, yaitu saluran irigasi yang menjadi kepentingan hajat hidup orang banyak di kecamatan Mekarmukti dan Bungbulang. Total saluran irigasi di wilayah DAS ini mencapai ratusan unit, tetapi irigasi teknis yang dipelihara oleh pemerintah terdapat dua saluran, masing-masing satu unit di kecamatan Bungbulang dan kecamatan Mekarmukti. Total panjang saluran irigasi teknis DAS Cirompang di dua kecamatan tersebut adalah 20,75 km dengan total areal pertanian yang terairi seluas 1.135 Ha. Terdiri dari saluran irigasi di kecamatan Mekarmukti sepanjang 8,25 km dan mampu mengairi lahan pertanian seluas 286 Ha di desa Jagabaya dan Cijayana, sedangkan saluran irigasi di kecamatan Bungbulang memiliki total panjang 12,5 km dan mampu mengairi lahan pertanian seluas 847 Ha di desa Bojong, Cihikeu dan Bungbulang. Menurut UPTD pengairan Bungbulang, produktivitas padi sawah pada lahan irigasi di dua kecamatan tersebut bisa mencapai 4 ton/ha/sekali panen. Apabila di dua wilayah irigasi tersebut setiap tahun terdapat tiga kali panen, maka jumlah padi yang bisa diproduksi dari kedua lahan irigasi itu adalah 6

sebanyak 13.620 ton dan jika diuangkan dengan harga padi 500.000/kw, maka uang yang bisa dihasilkan dari produksi padi mencapai 68,1 milyar/tahun. Jumlah produksi lahan irigasi yang tinggi serta investasi PLTMH yang sangat besar, maka tingkat erosi di wilayah DAS ini perlu dikontrol. Tujuan nya supaya sedimentasi hasil erosi pun dapat dikontrol, terutama untuk menjaga kelestarian bendungan yang digunakan untuk PLTMH dan Irigasi, serta saluran irigasi supaya tidak mudah terjadi pendangkalan. Sebab ketika terjadi pendangkalan, maka debit air yang dihasilkan bendungan untuk PLTMH dan irigasi pun bisa berkurang, dan efeknya adalah penurunan tingkat produksi energi listrik dan lahan irigasi, serta akan memperbesar biaya yang harus dikreluarkan untuk pengerukan sedimen, baik di wilayah bendungan atau pun saluran irigasi. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka peneliti menyatakan bahwa erosi di DAS ini penting untuk dikaji. Maka dari itu, penulis membuat sebuah penelitian yang berjudul KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIROMPANG. B. Rumusan Masalah Penelitian Masalah utama yang dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah menganalisis sebaran tingkat bahaya erosi di sub daerah aliran sungai Cirompang serta upaya penanggulangan yang bisa dilakukan. Sehingga berdasarkan masalah utama itu, penelitian ini dibatasi oleh peneliti dengan membuat sejumlah rumusan masalah untuk mencapai tujuan utama penelitian tersebut. Rumusan masalah tersebut, peneliti jabarkan dalam tiga bentuk pertanyaan berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik fisik lahan di Sub daerah aliran sungai Cirompang? 2. Bagaimanakah tingkat bahaya erosi di Sub daerah aliran sungai CiRompang? 7

3. Bagaimanakah upaya penanggulangan erosi di sub daerah aliran sungai Cirompang C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dapat dijabarkan dalam tiga poin berikut : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik fisik lahan di sub daerah aliran sungai Cirompang ; 2. Menghitung dan menganalisis tingkat bahaya erosi di Sub daerah aliran sungai Cirompang ; 3. Menganalisis upaya penanggulangan erosi yang bisa dilakukan di sub daerah aliran sungai Cirompang. D. Manfaat Penelitian Inti dari penelitian yang berkualitas adalah penelitian yang dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat luas. Oleh sebab itu, maka penulis mencantumkan sejumlah manfaat yang dapat dirasakan dari penelitian ini yang sebagian diantaranya didasari oleh latar belakang peneliti melakukan kajian ini, yaitu : 1. Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber data bagi penelitian erosi berikutnya, analisis kerawanan longsor, persebaran lahan kritis, atau penelitian tentang lahan lainnya, khususnya di kawasan Sub daerah aliran sungai Cirompang, baik oleh peneliti sendiri atau pun peneliti lain. 2. Dapat memberikan peta sebaran tingkat bahaya erosi serta upaya penanggulangan nya di Sub daerah aliran sungai Cirompang, sehingga dapat dijadikan salah satu bahan masukan bagi pemerintah daerah atau instansi terkait, dalam rangka tindakan konservasi pada wilayah DAS yang bersangkutan. 3. Sebagai salah satu bahan masukan bagi masyarakat yang ada di wilayah DAS Cirompang, terutama dalam pengelolaan tanah dan tanaman, dengan 8

tujuan pengelolaan tanah dan tanaman yang akan dilakukan dapat sesuai dengan peruntukannya berdasarkan asas konservasi. 4. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai khazanah perbedaan ruang di muka bumi, serta dampaknya terhadap kehidupan manusia. 5. Dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan bahan ajar mengenai pembangunan berkelanjutan dan konservasi lahan bagi guru Geografi SMA kelas XI semester II. E. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi berisi mengenai alur dalam penulisan dari setiap bab sebagai pedoman penyusunan skripsi. Adapun struktur organisasi dalam skripsi ini terdiri dari : 1. BAB I Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta struktur organisasi skripsi. 2. BAB II Kajian Teori, menguraikan berbagai teori yang terkait dan pendukung landasan argumentasi penulis mengenai permasalahan yang diteliti, yakni tingkat bahaya erosi serta upaya penanggulangannya. 3. BAB III Prosedur Penelitian, menjelaskan mengenai sejumlah cara yang berkaitan dengan kegiatan atau pun proses yang ditempuh oleh peneliti ketika melaksanakan penelitian. Sejumlah pembahasan yang dipaparkan pada bagian ini diantaranya, lokasi penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengolahan, pengumpulan dan analisis data, definisi operasional, serta kerangka pemikiran. 4. BAB IV Hasil dan Pembahasan, menjelaskan mengenai hasi penelitian yang berisi pengolahan atau analisis data yang terkait serta didapat dari penelitian di lapangan, pengolahan data hasil penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian berdasarkan teori-teori yang dikaji pada bab sebelumnya. 5. BAB V Kesimpulan dan Saran, menguraikan secara singkat atau menyimpulkan hasil penelitian atau jawaban dari rumusan masalah yang 9

diajukan, serta memberikan saran kepada berbagai pihak, sesuai dengan hasil analisis data penelitian. 10