BAB V KESIMPULAN Meskipun benar ada sebagian orang yang memperlakukan hubungan atau aktivitas di dunia virtual sebagai sesuatu yang lain dan terpisah dari realitas fisik, namun sebaliknya, ada juga yang memperlakukannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan riil mereka di realitas fisik. Hasil studi menunjukkan bahwa aktivitas di ruang virtual bukan lagi menjadi sebuah khayalan atau aktivitas semu belaka, seperti dalam teori hiper-realitas dan simulasi Baudrilliad (1970) dalam Simulacra dan Simulacrum. Pada awalnya, orang membangun identitas baru di ruang virtual, yaitu identitas pseudonim virtual, untuk keluar dari realitas di ranah fisik. Citra diri yang telah terbentuk dan dikenal orang di realitas fisik dianggap telah membatasi kebebasan mereka dalam berekspresi atau justru menghalangi mereka untuk menjadi diri sendiri atau diri yang lain. Identitas pseudonim virtual yang pada awalnya adalah wujud ekspresi diri yang lain ini, kini juga tidak sepenuhnya mewakili diri yang dulu tidak terekspresikan di realitas fisik, karena telah berkembang menyesuiakan dengan perubahan kepentingan dan kemungkinankemungkinan baru dalam hidup. Dalam perjalanannya, identitas baru tersebut ternyata tidak hanya memberikan manfaat di dunia virtual tetapi juga dalam realitas fisik. Meskipun ia 147
dibuat di ranah virtual, identitas pseudonim ini tidak hanya hidup di ranah virtual, tetapi juga di ranah fisik. Identitas pseudonim tersebut kini telah merealitas. Salah satu wujud nyata bahwa identitas pseudonim virtual tersebut telah merealitas adalah lahirnya beberapa aktivitas riil di ranah fisik dengan mengunakan identitas virtual baru tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Twitter Buzzer Dalam perkembangannya, identitas pseudonim yang dibuat di ranah maya telah melahirkan sebuah profesi baru yang dapat memberikan keuntungan riil secara ekonomi bagi para pemiliknya. Mereka memanfaatkan identitas pseudonim Twitter mereka yang sudah populer untuk menjadi buzzer atau influencer. Adanya transaksi bisnis antara pemilik identitas pseudonim Twitter dengan para pengguna jasa Twitter buzzer untuk mempromosikan brand atau program demi kepentingannya, telah menunjukkan adanya hubungan riil di antara keduanya. 2. Selebtwit - Selebriti Twitter Identitas pseudonim virtual yang telah diwujudkan melalui akunakun pseudonim Twitter ini mampu menarik perhatian ratusan ribu hingga jutaan orang untuk mem-follow-nya. Hubungan yang terjalin antara akun-akun tersebut dengan para follower-nya adalah semacam hubungan antara selebriti dengan para fans atau penggemarnya, sehingga para pemilik identitas 148
pseudonim ini disebut sebagai Selebtwit atau Selebriti Twitter. Mereka menjadi selebriti di realtitas fisik bukan dengan identitas asli mereka, tetapi dengan identitas psedudonim virtual mereka. Hasil studi menunjukkan bahwa, pseudonimitas virtual telah melahirkan bintang-bintang baru, tidak hanya di ranah virtual tetapi juga dalam realitas fisik. Identitas pseudonim virtual telah merealitas; dari nama sebuah akun Twitter, ada yang kemudian menjadi seorang DJ musik, menjadi seorang penulis, menjadi seorang entrepreneur dan menjadi nara sumber di berbagai acara yang berkaitan dengan media sosial. Para pemilik identitas pseudonim virtual ini telah memperpanjang peran identitas pseudonim virtual miliknya, dari ranah virtual ke ranah fisik. 3. Peternak Akun Twitter Ada sebagian pengguna Twitter yang sengaja membuat sejumlah identitas pseudonim melalui akun-akun Twitter mereka. Multiplisitas identitas pseudonim virtual ini berkembang menjadi sebuah aktivitas bisnis, bahkan kemudian menjadi lahan pekerjaan baru yang populer dengan istilah beternak akun. Setelah akun menjadi besar dan populer, biasanya akun tersebut mulai banyak dilirik orang untuk dibeli atau dijual oleh pemiliknya. Selain untuk dijual, akun-akun tersebut juga dimanfaatkan sebagai media promosi komersial. 4. Admin Akun Twitter 149
Selain memilih membeli akun pseudonim, ada juga pemilik brand yang memilih membuat akun brand sendiri, meskipun tidak mudah untuk dapat menjaring follower dalam waktu singkat. Karena itu beberapa perusahaan memilih untuk membayar orang atau perusahaan digital yang memiliki pengetahuan dan berpengalaman dalam media sosial, termasuk para pemilik akun pseudonim Twitter. Mereka ini populer dengan sebutan sebagai Admin Twitter. Sebutan admin juga berlaku untuk para pemilik akun pseudonim Twitter. Para follower akun-akun pseudonim Twitter, memanggil atau menyebut mereka dengan sebutan admin atau min atau mimin saat mereka berinteraksi dengan akun-akun tersebut. Artinya, para follower sadar atau menganggap bahwa akun tersebut bukan akun dengan identitas asli yang mewakili pribadi si pengelola atau pemilik akun. Para admin ini bisa mewakili perusahaan untuk membangun citra brand atau perusahaan, maupun mewakili perseorangan untuk pencitraan atau personal branding, yaitu membangun citra seseorang di mata publik sesuai dengan kepentingan orang tersebut. Karena di ranah Twitter tidak ada yang bisa menahan agar pengguna akun Twitter lain tetap loyal menjadi follower kita, maka para pemilik akun pseudonim harus melakukan berbagai upaya agar para follower tetap bertahan atau bahkan kalau bisa terus bertambah. Salah satu kunci agar eksistensi identitas pseudonim Twitter bisa dipertahankan, pemilik identitas harus kreatif dengan ide-ide baru seperti; membuat konten yang selalu up-to- 150
date dengan mem-posting tweet secara reguler, memberikan komentar, mengunggah link-link yang menarik untuk dibagi kepada pengguna Twitter lainnya, me-retweet tweet dan terlibat aktif dalam diskusi dengan akun-akun lain yang sudah populer. Cara lainnya adalah dengan memperluas jangkauan, yaitu membuat akun-akun baru di media sosial lain dengan menggunakan username yang sama untuk mendukung akun utama. Untuk selalu terhubung dengan para follower, pemilik identitas berusaha untuk selalu melibatkan partisipasi follower dengan menciptakan dialog interaktif dengan mereka. Memanfaatkan jaringan pertemanan sesama pemilik akun pseudonim dengan saling mempromosikan atau merekomendasikan akun temannya, memperbarui penampilan akun dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan merupakan upaya lain untuk mempertahankan eksistensi identitas pseudonim virtual tersebut. Dari paparan hasil studi dapat disimpulkan bahwa identitas pseudonim virtual yang awalnya adalah sebuah keisengan atau keinginan untuk bebas dari keterikatan identitas pada realitas fisik, pada akhirnya kembali merelitas membawa implikasi ekonomi yang menguntungkan bagi pemiliknya. Studi ini baru langkah awal untuk menguak fenomena euforia di kalangan pengguna media sosial di Indonesai, khususnya Twitter. Sangat diperlukan studi lanjutan untuk memahami lebih meluas dan mendalam tentang fenomena tersebut karena dunia virtual sudah merealitas. 151