1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN ,5 ribu US$ (Kemenperin, 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (41%), kulit sapi (28,6%), dan tulang (30%). Data dari Badan Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin memiliki sifat yang khas, yaitu berubah secara reversible dari bentuk sol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia kulit akan mengalami proses penuaan. Penuaan disebabkan oleh berbagai faktor

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair,

I PENDAHULUAN. tahun 2009 meningkat menjadi ton. Tahun 2010 produksi ikan meningkat

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Kepulauan Indonesia dengan daerah continental dengan perairan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah di dalam tubuh (Kurniawan, 2006). Gelatin

BAB I PENDAHULUAN. Gelatin adalah biopolimer yang dihasilkan dari hidrolisis parsial jaringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

untuk diaplikasikan dalam produk jelly, pasta, mayonnaise, es krim atau marshmallow. Gelatin dalam industri pangan bersifat sebagai pembentuk gel

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGANTAR. Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang

BAB I PENDAHULUAN. organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pembuatan kerupuk kulina (kulit ikan nila) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

I. PENDAHULUAN. Udang dan kepiting merupakan komoditas andal dan bernilai ekonomis

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan penuaan seperti penyakit sehingga dapat dicegah, dihindari dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dosen Pembimbing Tugas Akhir : Ir. Budi Setiawan, MT. Oleh : Sinta Aprillia Dwi Wardani ( ) Ivan Edo Nurhadist ( )

TINJAUAN PUSTAKA. daritubuhhewan, diperoleh setelah hewan tersebutmatidandikuliti. kerbaudandombasertakambingmemilikistruktur jaringan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan dapat dilihat dari perubahan beberapa organ terutama

BAB I PENDAHULUAN. selongsong. Sosis dapat diolah dari daging sapi, ayam, babi, ikan dan lainnya.

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. terkena polusi dan zat zat yang terdapat di lingkungan kita. Kulit merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. dengan nilai gizi yang tinggi dan disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 757/MPP/Kep/12/2003 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dan semakin banyaknya produk pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengolahan menjadi produk lain yang bermanfaat, yaitu nonfood untuk kulit

NANOTEKNOLOGI UNTUK KOSMETIK BUKAN SEKEDAR DEKORASI MARKETING DENI RAHMAT FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BIOKIMIA KULIT B Y D R. K U S U M A W A T I S O E T R I S N O

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. dan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sumber

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI KOLAGEN BERSTANDAR COSMETICS-GRADE DARI KULIT DAN TULANG IKAN COBIA (Rachynentron canadum)

BAB I PENDAHULUAN. Ayam broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang gemar

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Ketika kulit mengalami penuaan, akan terjadi berbagai masalah seperti

BAB I PENDAHULUAN. jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari

2014 WAKTU OPTIMUM ISOLASI NANOKRISTALIN SELULOSA BAKTERIAL DARI LIMBAH KULIT NANAS

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

Kulit adalah organ terluar dari tubuh yang melapisi seluruh tubuh manusia. Berat kulit diperkirakan sekitar 7 % dari berat tubuh total.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BANDENG. Aylianawati. Surabaya, 21 Juni Abstrak. ikan bandeng. kolagen yang. 16,19% o C. 1.1 Latar Belakang. kuku, dan Bovine.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 482/Kpts/PD.620/8/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolagen merupakan protein utama penyusun struktur jaringan ikat golongan vertebrata dengan proporsi sekitar 30% dari total protein tubuh. Kolagen juga ditemukan dalam jaringan interstisial hampir semua organ parenkim dengan fungsi sebagai penstabil dan mempertahankan bentuk organ tersebut (Chai et al. 2010). Sebanyak 27 tipe kolagen telah ditemukan dan dikenal dengan nama kolagen tipe I-XXVII. Tipe kolagen dibedakan berdasarkan kompleksitas dan keragaman strukturnya (Gelse et al. 2003). Kolagen tipe I merupakan jenis kolagen yang banyak terdapat pada jaringan kulit, tendon, tulang, kornea, dentin, fibrokartilago, usus, uterus, dan dermis (Friess 1998). Kolagen jenis ini memiliki fungsi mekanik untuk menjaga stabilitas, kekuatan, dan ketangguhan dari jaringan tersebut (Fratzl 2008). Kolagen memegang peranan cukup penting dalam industri makanan, kosmetik, biomedis, dan farmasi (Chai et al. 2010). Keistimewaan penggunaan kolagen berkaitan dengan karakteristik fisikokimia dari kolagen diantaranya mudah diserap dalam tubuh, sifat antigenitas rendah, afinitas dengan air tinggi, tidak beracun, biocompatible dan biodegradable, relatif stabil, dapat disiapkan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan, dan mudah dilarutkan dalam air maupun asam (Lee et al. 2001). Kolagen digunakan dalam bidang kosmetik sebagai bahan aktif pada produk perawatan kulit dengan fungsi untuk meningkatkan kelembaban kulit, mencegah keriput, menjaga kulit dari pengaruh buruk radiasi, dan menjaga elastisitas. Penambahan kolagen dalam formulasi kosmetik ditujukan untuk menggantikan kolagen yang rusak akibat pengaruh lingkungan maupun faktor usia. Kolagen pada kulit dapat mengalami kerusakan akibat terpapar sinar radiasi UVB dan UVA dari sinar matahari dan kandungan kolagen dalam tubuh manusia berkurang seiring dengan bertambahnya usia (Draelos dan Thaman 2006). Li et al. (2005) menyatakan bahwa kolagen merupakan bahan baku kosmetik yang efektif karena memiliki kemampuan adhesi sel dan proliferasi sel keratinosit yang tinggi.

2 Efektivitas penetrasi bahan-bahan aktif dalam kosmetik dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan kimia dari bahan aktif tersebut, misalnya ukuran dan bentuk molekul, daya larut, dan kestabilan (Achyar 1986). Hal ini berkaitan dengan adanya lapisan pelindung bagian luar kulit, yaitu stratum korneum (SC) yang membatasi masuknya bahan ke dalam kulit. Hoet et al. (2004) mengungkapkan bahwa material berukuran nano lebih mudah memasuki bagian dalam kulit dibandingkan dengan material berukuran lebih besar. Mu dan Sprando (2010) menyatakan bahwa partikel berukuran nano memiliki luas area yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kemampuan untuk melintasi hambatan biologis dan meningkatkan kelarutan bahan aktif. Chai et al. (2010) menyatakan bahwa berat molekul juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penetrasi kolagen ke dalam kulit. Sumber bahan baku produksi kolagen yang banyak beredar di pasaran adalah kulit dan tulang babi maupun sapi. Merebaknya issu penyakit sapi gila atau lebih dikenal dengan istilah bovine spongiform encephalopathy (BSE) mengakibatkan kekhawatiran pengguna kolagen dari sapi. Larangan penggunanan semua jenis bahan yang berasal dari babi bagi umat islam juga mengakibatkan terbatasnya penggunaan kolagen dari babi. Kulit dan tulang ikan maupun unggas merupakan salah satu sumber alternatif bahan baku kolagen yang mulai mendapatkan perhatian untuk dikembangkan. Penggunaan kulit maupun tulang unggas sebagai bahan baku kolagen memiliki beberapa kelemahan, yaitu produksi unggas yang rendah dan pemanfaatan kulit unggas sebagai bahan baku industri makanan (Schrieber dan Gareis 2007). Merebaknya issu penyakit unggas yang dikenal dengan istilah flu burung (Avian Influenza) juga dapat menjadi kendala dalam pemanfaatan kolagen yang berbahan baku unggas. Limbah ikan baik berupa kulit maupun tulang bisa menjadi alternatif yang potensial untuk menggantikan bahan baku kolagen dari mamalia. Pemanfaatan kulit ikan sebagai sumber kolagen tidak hanya dapat mengurangi jumlah limbah industri pengolahan tetapi sekaligus juga meningkatkan nilai tambah limbah tersebut. Limbah yang dihasilkan pada saat pengolahan ikan dapat berupa jeroan, kepala, ekor, kulit, tulang, dan darah dengan

3 jumlah berkisar 20-60% dari bahan baku (Ferraro et al. 2010). Limbah berupa kulit dan tulang ikan mencapai 30% dari limbah tersebut dengan kandungan kolagen yang tinggi (Gomez-Guillen et al. 2002). Menurut Friess (1998), lebih dari 50% protein ekstraseluler pada kulit merupakan kolagen. Goddard dan Gruber (1999) mengatakan bahwa 70% kolagen pada kulit terletak pada bagian lapisan dermis. Salah satu bahan kulit ikan yang berpotensi digunakan sebagai sumber kolagen adalah kulit ikan pari. Volume produksi ikan pari selama kurun waktu tahun 2005 2009 mengalami peningkatan sebesar 8,69% yaitu dari 56.731 ton pada tahun 2005 menjadi 61.663 ton pada tahun 2009 (KKP 2011). Daging ikan pari digunakan sebagai bahan baku berbagai produk, misalnya ikan asin, ikan asap, baso, abon, dendeng, sosis, sashimi, dan tepung ikan. Limbah kulit ikan terutama bagian yang mengandung sisik mutiara memiliki nilai jual tinggi dengan cara memanfaatkan bagian kulit tersebut menjadi barang-barang kerajinan, misalnya tas, dompet, sabuk, buku notes dan agenda, serta dompet HP; sedangkan bagian kulit yang lunak dan lentur pemanfaatannya terbatas pada pengolahan menjadi kerupuk kulit ikan (rambak). Berdasarkan uraian diatas, penelitian mengenai optimasi ekstraksi kolagen dan optimasi pembuatan nanopartikel kolagen dari kulit ikan pari perlu dilakukan serta karakteristik kolagen maupun nanopartikel kolagen yang dihasilkan perlu dipelajari kemungkinannya untuk digunakan sebagai bahan baku kosmetik. 1.2 Perumusan Masalah Kolagen banyak diaplikasikan sebagai bahan aktif pada produk perawatan kulit dengan fungsi untuk meningkatkan kelembaban kulit, mencegah keriput, menjaga kulit dari pengaruh buruk radiasi, dan menjaga elastisitas. Kolagen yang beredar di pasaran kebanyakan bersumber dari kulit maupun tulang sapi dan babi. Kekhawatiran pengguna kolagen meningkat seiring merebaknya issu penyakit sapi gila yang bisa membahayakan kesehatan. Kehalalan dari produk kosmetik berbahan baku kolagen dari babi juga dipermasalahkan oleh konsumen beragama islam. Berdasarkan hal tersebut, sumber alternatif bahan baku kolagen yang aman dan dapat diterima oleh semua kalangan perlu dikembangkan.

4 Kulit ikan pari berpotensi sebagai sumber alternatif bahan baku kolagen karena bahan baku cukup melimpah dan relatif aman dari penyakit. Produksi ikan pari senantiasa mengalami peningkatan namun pemanfaatan limbah yang dihasilkan berupa kulit ikan masih belum optimal. Kolagen merupakan protein pembentuk jaringan yang dapat dipisahkan dari kulit ikan dengan proses ekstraksi menggunakan asam asetat. Optimalisasi ekstraksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan konsentrasi asam asetat yang digunakan dan lama perendaman sehingga diperoleh rendemen yang tinggi dan karakteristik kolagen yang sesuai. Efektivitas kolagen sebagai bahan aktif pada kosmetik terutama produk perawatan kulit dipengaruhi oleh ukuran partikel kolagen mengingat terdapatnya lapisan pelindung bagian luar kulit yaitu stratum korneum (SC) yang membatasi masuknya bahan ke dalam kulit. Penggunaan pertikel berukuran nano telah banyak dikembangkan dalam bidang medis maupun kosmetik untuk meningkatkan efek bahan aktif obat. Partikel berukuran nano memiliki luas area yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kemampuan untuk melintasi hambatan biologis dan meningkatkan kelarutan bahan aktif. Faktor lain yang juga harus dipertimbangkan adalah karakteristik kimia dari nanopartikel, yaitu ph, titik isoelektik, dan titik denaturasi. Berbagai metode pembuatan partikel berukuran nano telah dikembangkan, namun keberhasilan proses akan tergantung dari bahan baku dan bahan-bahan lain yang digunakan. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian optimasi ekstraksi kolagen dari kulit ikan pari dan optimasi pembuatan nanopartikel kolagen serta mempelajari karakteristik kolagen dan nanopartikel kolagen yang dihasilkan dan kemungkinannya untuk digunakan sebagai bahan baku kosmetik. 1.3 Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah memperoleh teknik isolasi kolagen dan pembuatan nanopartikel kolagen dari kulit ikan pari. Tujuan khususnya meliputi: 1) menentukan konsentrasi dan lama waktu perendaman kulit dalam larutan NaOH yang optimal terhadap pengeluaran protein non kolagen pada kulit;

5 2) menentukan konsentrasi asam asetat dan lama waktu perendaman kulit dalam larutan asam asetat yang optimal terhadap derajat pengembangan (DP) kulit dan tingkat kelarutan kolagen; 3) menentukan rasio larutan kolagen terhadap etanol yang optimal terhadap ukuran nanopartikel kolagen; 4) mendapatkan karakteristik fisik dan kimia kolagen dan nanopartikel kolagen dari kulit ikan pari sebagai bahan baku kosmetik. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya: 1) memberikan solusi bagi permasalahan limbah industri pengolahan; 2) memberikan nilai tambah limbah industri pengolahan terutama untuk jenis ikan pari; 3) menciptakan teknologi pembuatan nanopartikel kolagen dari kulit ikan sebagai sumber bahan baku kosmetik yang aman dan halal.