ENRICHMENT SPIRULINA (Spirulina platensis) MEL ALUI CACING (Lumbricus rubellus) TERHADAP Performance KEMATANGAN GONADA INDUK UDANG WINDU (P.

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas benih sebar

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

PRODUKSI CALON INDUK UDANGWINDU, Penaeus mododon ASAL TAMBAK MENGGUNAKAN BAK RESIRKULASI BERDASAR PASIR

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

BAB III BAHAN DAN METODE

PERFORMA KEMATANGAN GONAD, FEKUNDITAS, DAN DERAJAT PENETASAN UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) MELALUI SUBTITUSI CACING LAUT DENGAN CACING TANAH

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

Pengujian Apilkasi Probiotik Pada Penggelondongan Calon Induk Bandeng Strain Barru Pada Bak Beton

Pengaruh Rasio Betina dan Jantan Terhadap Keberhasilan Kawin Udang Windu Penaeus monodon di Bak Resirkulasi. Samuel Lante

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDATERHADAP JUMLAH DAN FERTILITAS TELUR INDUK GURAME

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas benih sebar

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMALISASI REPRODUKSI INDUK UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN POPULASI UDANG WINDU DI PERAIRAN TARAKAN KALIMANTAN UTARA

Pengaruh Pemberian Berbagai Kombinasi Pakan Alami pada Induk Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Terhadap Potensi Reproduksi dan Kualitas Larva

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

BUDIDAYA LELE DENGAN SISTEM BIOFLOK. drh. Adil Harahap dokadil.wordpress.com

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

MODUL: PENEBARAN NENER

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

BAB I PENDAHULUAN. Prospek perikanan dan budidaya sidat memiliki peluang baik untuk

PENDAHULUAN Latar belakang

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA EKSTENSIF PLUS DI LAHAN MARGINAL

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas benih sebar

BAB III BAHAN DAN METODE

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

PENDAHULUAN Latar Belakang

3 METODOLOGI PENELITIAN

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA PADA BUDIDAYA UDANG PENAEID DI TAMBAK

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU

Ratna Widiastuti, Johanes Hutabarat, Vivi Endar Herawati *)

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

BAB III BAHAN DAN METODE

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

BAB III BAHAN DAN METODE

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN TAWES (PUNTIUS JAVANICUS) JOIS

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu komoditas perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

AKLIMATISASI BENIH NILA MERAH (O. niloticus) TOLERAN SALINITAS TINGGI SIAP TEBAR MENGGUNAKAN WADAH YANG BERBEDA DENGAN KEPADATAN TINGGI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

FLUKTUASI SUHU AIR HARIAN DAN PENGELOLAANNYA DI PETAK PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)

BAB III BAHAN DAN METODE

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Transkripsi:

801 Enrichment spirulina melalui cacing... (Akhmad Fairus Mai Soni) ENRICHMENT SPIRULINA (Spirulina platensis) MEL ALUI CACING (Lumbricus rubellus) TERHADAP Performance KEMATANGAN GONADA INDUK UDANG WINDU (P. monodon) ABSTRAK Akhmad Fairus Mai Soni, Joko Sumarwan, dan Arief Gunarso Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Jl. Pemandian Kartini Po Box No. 1, Jepara, Jawa Tengah 59401 E-mail: sumarwanj@yahoo.co.id Lima tahun terakhir, kebutuhan benih udang windu semakin menurun di bawah udang vaname. Budidaya udang windu semakin sulit karena serangan penyakit sehingga banyak petambak beralih membudidayakan udang vaname. Jumlah induk udang windu di alam juga semakin menurun. Penelitian pengkayaan nutirisi pada induk udang telah dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara pada akhir Maret-pertengahan Juli 2011. Wadah pematangan gonad dipergunakan bak semen ukuran 5 m x 6 m x 0,8 m, wadah pemijahan dan penetasan telur digunakan bak fiber glass slindris kapasitas 800 L sebanyak 10 buah. Induk yang digunakan terdiri 42 ekor induk betina dengan rata-rata ukuran 175,6 g/ekor dan 19 ekor induk jantan dengan rata-rata ukuran 69,3 g/ekor. Induk udang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di perairan bagian Utara Jawa. Cacing L. rubellus diberikan sebanyak 10% biomassa induk yang diberikan 2 x/hari. Selain cacing selama ujicoba dilaksanakan juga diberikan cumi-cumi dan kerang secara adlibitum (sekitar 10%-20% biomassa induk/hari) yang diberikan 2-3x/hari. Cacing yang diberikan sebagai pakan induk diperkaya dengan spirulina gell selama minimal 3 hari berturut-turut. Pengkayaan spirulina dilakukan melalui pakan yang dicampur dengan ampas tahu dengan perbandingan ampas tahu:spirulina gel = 2:1 dengan dosis total pakan sekitar 15% biomassa cacing/hari. Pengkayaan ini sangat sederhana tetapi sangat efektif, terbukti seluruh pakan adonan yang diberikan habis dimakan oleh cacing dalam waktu semalam. Induk udang yang pada umumnya diberi pakan cacing laut, ternyata juga sangat menyukai pakan cacing L. rubellus. Cacing yang diberikan biasanya habis dalam waktu kurang dari 1,5 jam. Tingkat sintasan induk betina mencapai 90,48% dan 89,47% untuk induk jantan. Kajian ini menunjukkan tingkat perkembangan gonad, daya tetas, kualitas nauplius dan produksi nauplius yang sangat bagus. Selama ujicoba dengan 38 ekor induk betina yang masih hidup mampu manghasilkan nauplius sebanyak 58.600.000 ekor dari 67 kejadian lepas telur. Rata-rata produktivitas induk mencapai 874.627 ekor nauplius/induk/mijah dan mencapai 1.053.209 ekor nauplius/induk/siklus. Sejumlah nauplius ini berasal dari 70.565.000 butir telur dengan daya tetas 83,04%. KATA KUNCI: induk udang windu, spirulina, cacing, Lumbricus rubellus PENDAHULUAN Udang windu masih banyak dibudidayakan oleh pembudidaya tradisional. Udang windu termasuk dalam komoditas andalan dalam rangka peningkatan produksi udang nasional. Salah satu keberhasilan budidaya adalah mutu benih yang baik. Benih yang baik tidak terlepas dari kualitas induk dan nauplius baik pula. Kualitas dan kuantitas nauplius sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi induk dan kondisi lingkungannya. Pakan induk udang windu yang diberikan dalam produksi nauplius udang windu berupa cumi-cumi, kerang, kepiting, rajungan, dan cacing laut (Primavera, 1995. Coman et al., 2007) dan hati sapi. Dari semua jenis pakan induk windu tersebut di atas merupakan hasil tangkapan alam kecuali hati sapi. Komposisi pakan yang sepenuhnya dari alam maka sangat sulit dilakukan pengkayaan nutrisi. Artemia dewasa mudah dilakukan pengkayaan, namun Artemia dewasa ini kurang disukai induk udang karena ukurannya terlalu kecil dan memiliki gerakan yang lincah. Alternatif penggunaan Artemia biomass dalam bentuk moist pellet dapat dilakukan, namun induk windu juga kurang respons terhadap jenis pakan ini. Pakan formulasi juga sering digunakan untuk meningkatkan performan reproduksi induk udang windu (Wouter et al., 2000).

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 802 Kebutuhan nutrisi induk udang windu, tidak cukup hanya tergantung pada protein, namun justru terpenting adalah keseimbangan asam lemak dan vitamin yang penting dalam sistem reproduksi seperti vitelogenesis. Spirulina sp. kaya akan asam lemak esensial, asam lemak non esensial, mineral, vitamin, karoten, dan enzim yang sangat dibutuhkan dalam sistem reproduksi. Pengkayaan Spirulina sp. sangat efektif diberikan melalui cacing, sehingga udang akan menerima gizi terbaik. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan adalah: (a) induk betina udang windu bobot lebih dari 125 g dan jantan di atas 60 g, (b) pakan induk: cumi-cumi, kerang dan cacing Lumbricus rubellus; (c) suplemen nutrisi Spirulina platensis berbentuk gel; (d) bahan kimia: EDTA, kaporit, alkohol, dan kalium permanganat. Metode Kegiatan produksi nauplius udang windu dilaksanakan pada bulan April hingga Juli tahun 2011 di unit pembenihan udang windu BBPBAP Jepara. Adapun pelaksanaan adalah sebagai berikut: Penyiapan Air Bersih untuk Kegiatan Induk Udang windu merupakan hewan akuatik yang seluruh hidupnya berada dalam air, sehingga sudah tentu kualitas air baku pada unit pembenihan harus memenuhi persyaratan teknis seperti kualitas dan kuantitas. Sumber air laut harus memenuhi kriteria: cukup dalam jumlah, jernih, salinitas 29-34 ppt, tidak terdeteksi kadar logam berat. Sterilisasi air dilakukan dengan chlorinasi, yaitu dengan memberikan kaporit dosis 15-20 mg/l, diaerasi kuat hingga 3-4 hari, dan ditambahkan Na-Thiosulfat secukupnya hingga netral. Tahap terakhir adalah distribusi, dengan memompakan air ini ke jaringan distribusi melalui karbon aktif presure filter. Pengadaan Induk Induk yang digunakan dalam perekayasaan dengan persyaratan dari sisi ukuran di atas 125 g (betina) dan 80 g (jantan). Induk yang baru datang terlebih dahulu dilakukan perendaman larutan iodin dosis 300 mg/l selama 5-10 menit. Aklimatisasi Induk yang telah terpilih dikumpulkan untuk dilakukan penyesuaian lingkungan yaitu dari lingkungan asal induk itu diambil ke lingkungan di mana induk akan dimatangkan telurnya atau di bak pemeliharaan induk. Induk yang baru datang biasanya mengalami stres akibat transportasi, oleh karena itu, induk yang baru sampai di pembenihan perlu dilakukan aklimatisasi secara perlahan. Selama aklimatisasi induk ditempatkan pada wadah sterofoam yang diatur secara terpisah antar packing induk saat datang dan diberi tanda. Tahap selanjutnya dilakukan pengambilan sampel pada kaki renang untuk pengamatan virus WSSV dan IHHNV dengan metode PCR. Setelah ada hasil analisis PCR, induk dengan tanda yang positif virus diafkir sedangkan yang negatif virus selanjutnya dipelihara di bak pematangan gonad untuk dipelihara. Sebelum ablasi mata dilakukan adaptasi agar induk dalam kondisi baik dan siap diablasi. Selama adaptasi induk diberikan pakan secara add libitum sekitar 10%-15%, penggantian air minimum 100% per hari. Ablasi Mata Calon induk yang akan dilakukan ablasi harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi ukuran, tidak sedang ganti kulit atau keropos, lengkap organ, dan tidak ada gejala infeksi penyakit bakteri pada insang dan induk telah dinyatakan bebas WSSV/IHHNV dan sudah tidak ada kematian harian. Setelah cukup adaptasi induk dilakukan ablasi dengan cara memotong salah satu tangkai mata pada induk betina dengan gunting tajam dan steril. Untuk menghindarkan terjadinya infeksi pada bekas potongan maupun organ lainnya, setelah ablasi mata bekas potongan tangkai mata ditempeli besi

803 Enrichment spirulina melalui cacing... (Akhmad Fairus Mai Soni) yang membara hingga luka tetutup kering, berikutnya induk direndam dalam larutan kalium permanganat (KMnO 4 ) 100 mg/l selama 1 menit kemudian dimasukkan ke dalam bak pematangan gonad. Pemeliharaan pada Pematangan Gonad Pemeliharaaan dengan metode ruangan gelap dan menggunakan teknik ablasi untuk mempercepat kematangan gonad. Tempat pemeliharaan induk di bak semen dengan ukuran 5 m x 6 m x 0,80 m yang diisi air setinggi sekitar 50 cm. Bak dilengkapi dengan aerasi yang dipasang ditepi bagian dalam bak dengan jarak 0,9 m. Semua bak dan alat yang dipakai terlebih dahulu di sterilisasi. Induk udang dipelihara di bak pematangan gonad dengan perbandingan jantan dengan betina 1:1 atau 1:2. Setelah induk dilakukan ablasi ditebar dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan maksimal 5 ekor/m². Pemberian pakan diusahakan add libitum (biasanya berkisar 10% 30% biomassa/hari berupa pakan segar (cacing, cumi, dan kekerangan). Selama pemeliharaan dilakukan penggantian air sebanyak 200%-300%/hari selama 24 jam. Sampling induk matang gonad dilakukan 4-5 hari setelah ablasi, sedangkan sampling berikutnya melihat kondisi perkembangan gonad. Pemijahan dan Penetasan Induk yang telah berhasil matang gonad tingkat 3 ditransfer ke bak pemijahan/peneluran (kapasitas 1.000 L) yang telah diisi air laut steril sekitar 800 L dan telah ditambahkan EDTA sebanyak 10-30 mg/l. Induk ditempatkan pada wadah fiber secara individual (1 ekor/fiber). Pemindahan induk dari bak pematangan gonad ke bak pemijahan dilakukan pada sore hari. Pada dini hari induk biasanya telah lepas telur. Sebelum telur menetas, pada pagi hari dilakukan pemanenan telur dan pencucian telur dan direndam dengan iodine 3 mg/l (dipping). Setelah bersih telur ditebar ke bak penetasan dan pada siang harinya biasanya telur menetas. Wadah penetasan mempunyai spesifikasi sama dengan wadah pemijahan. Penghitungan telur dilakukan secara volumetrik yaitu dengan mengambil sampel telur bersama medianya dengan beker glas 100 ml kemudian dihitung jumlah telurnya. Hasil penghitungan sampel yang didapatkan dikonversikan dalam volume besar. Pemanenan Nauplius Setelah telur menetas dilakukan pemanenan nauplius. Pemanenan nauplius pada bak kecil dilakukan secara sirkulasi atau penyeseran langsung. Sebelum diseser aerasi dimatikan kemudian diberi lampu di atasnya, dengan demikian diharapkan nauplius yang sehat akan berada di daerah permukaan air. Hal ini mencerminkan sifat phototaxis positif nauplius yang baik. Untuk mengetahui jumlah nauplius, dilakukan pengambilan sampel dari wadah penampungan nauplius (volume air 20 L) sebanyak 20 ml, kemudian dihitung jumlah sampel nauplius. Jumlah total nauplius pada wadah penampungan dapat dihitung dengan mengkonversikan volume totalnya. Daya tetas telur dapat dihitung berdasarkan jumlah nauplius yang dihasilkan dibagi dengan jumlah total telur dikalikan 100%. Pengkayaan Cacing Lumbricus rubellus dengan Spirulina sp. dan Aplikasinya pada Induk Udang Windu Spirulina sp. yang digunakan sebagai bahan pengkaya berasal pemeliharaan sendiri. Pemanenan dilakukan dengan cara menyaring menggunakan saringan mesh 60, dan selanjutnya dicuci dengan air tawar hingga bebas dari garam. Spirulina sp. ditiriskan hingga membentuk gel. Spirulina gel selanjutnya dicampur dengan ampas tahu dengan perbandingan 1:2 sebagai pakan cacing sekaligus sebagai bahan pengkayaan dengan dosis pemberian sekitar 15% biomassa/hari. Pengkayaan cacing dilakukan selama 3 hari berturut-turut baru diberikan ke induk udang sebagai pakan. Cacing yang telah dikayakan diberikan ke induk udang dengan dosis 10% biomassa/hari yang diberikan 2 kali/ hari. Kebutuhan pakan lainnya dicukupi dengan cumi-cumi dan kerang hingga adlibitum (sekitar 10%-20% biomassa induk/hari) yang diberikan 2-3 kali/hari, sehingga total pakan 4-5 kali/hari.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 804 HASIL DAN BAHASAN Respons L. rubellus. sebagai Sumber Pakan Cacing L. rubellus merupakan invertebrata asli darat, dan tidak pernah ditemukan oleh udang windu di dasar perairan, namun justru L. rubellus sangat direspons oleh udang ketika berada di dalam bak. L. rubellus dapat bertahan hingga 2 jam dalam air laut. Mengingat respons induk udang sangat positif, maka L. rubellus kemungkinan dapat menggantikan posisi cacing polychaeta Nereis sp. (Millamena, 1989) yang selama ini digunakan dalam pematangan induk udang. Efek Fekunditas Induk Udang dengan Pakan L. rubellus yang Dikayakan Spirulina sp. Selama pemeliharaan induk udang di wadah pemijahan, baik selama adaptasi hingga pasca ablasi, jumlah induk udang disajikan pada Tabel 1, diperoleh sintasan sebesar 90,16%. Pemberian pakan L. rubellus ternyata tidak menyebabkan kematian yang berarti bagi induk udang yang dipelihara. L. rubellus yang telah diperkaya mampu memberikan energi bagi proses metabolisme selama pemeliharaan. Dalam satu siklus reproduksi induk udang windu Matang Telur Alam (MTA) sekali reproduksi menghasilkan 26,74 juta butir telur dari 30 kali kejadian memijah, sehingga rata-rata fekunditas Induk MTA menghasilkan sebanyak 891.333 butir telur (Tabel 2). Induk udang ablasi yang diberikan L. rubellus yang diperkaya dengan Spirulina sp. menghasilkan 68,07 juta butir telur dari 58 kajadian memijah atau setara dengan 1.173.620 butir telur per induk per mijah. Terdapat peningkatan angka fekunditas sebesar 31,67%. Tingginya angka fekunditas ini menunjukkan bahwa pengaruh pemberian L. rubellus yang dikayakan Spirulina sp. memberikan dampak positif (Tabel 3). Tabel 1. Sintasan induk udang P. monodon selama produksi nauplius Induk Awal (ekor) Mati (ekor) Sisa (ekor) Sintasan Betina 42 4 38 90,48 Jantan 19 2 17 89,47 Total 61 6 55 90,16 Tabel 2. Produktivitas dari 30 ekor induk matang telur di alam (MTA) Tanggal (tahun 2011) Induk lepas (ekor) Telur (butir) Fertilitas Jumlah nauplius HR bak Distribusi nauplius (nama/bak) 30 Maret 3 2.450.000 75 2.000.000 82 Bak K 2, 3 31 Maret 3 2.100.000 85 1.800.000 86 Bak K 4, 5 1 April 2 1.320.000 90 1.100.000 83 Bak G 6 7 April 2 1.100.000 90 800.000 73 Bak K 1 8 April 3 2.700.000 70 2.200.000 81 Gama 9 + P. Muji 9 April 2 1.250.000 85 1.000.000 80 Bak G 8 9 April 7 5.800.000 85 5.000.000 86 P. Komar 15 Juni 2 2.600.000 80 2.300.000 88 K 4, 5 18 Juni 3 3.500.000 85 3.000.000 86 K1, K2, K3 20 Juni 1 1.500.000 90 1.300.000 87 K6 c, a, b 23 Juni 1 1.220.000 80 1.000.000 82 G7 24 Juni 1 1.200.000 80 1.000.000 83 G8 Total 30 26,740,000 83 22,500,000 84

805 Enrichment spirulina melalui cacing... (Akhmad Fairus Mai Soni) Tabel 3. Fekunditas dan produksi nauplius induk matang telur dan ablasi udang windu yang diberikan makanan L. rubellus yang diperkaya Spirulina sp. Ablasi Jumlah Mijah (ekor) Telur (butir) Nauplius (ekor) Matang telur 30 26.740.000 22.500.000 Ablasi 67 70.565.000 58.600.000 Dilihat dari produktivitas dalam menghasilkan nauplius Induk udang MTA lebih tinggi sebesar 17% daripada induk hasil ablasi. Peningkatan yang cukup besar ini diperkirakan karena efek pengkayaan Spirulina sp. melalui L. rubellus. Induk udang di alam (laut) seperti halnya hewan lain, memiliki insting yang kuat untuk mempertahankan eksistensi populasi sehingga tidak akan punah. Induk udang selalu akan mencari Tabel 4. Produktivitas 34 induk matang telur pasca ablasi Tanggal (tahun 2011) Induk lepas (ekor) Telur (butir) Fertilitas Jumlah nauplius HR bak Distribusi nauplius (nama/bak) 10 April 2 1.075.000 85 1.000.000 93 Bak G 7 14 April 4 2.500.000 85 2.250.000 90 Bak K 6 + P. Muji 10 April 7 5.840.000 90 5.000.000 86 P. Komar 11 April 5 4.640.000 90 4.000.000 86 P. Salim 12 April 3 3.100.000 85 2.500.000 91 P. Hadi 13 April 2 1.650.000 80 1.500.000 91 P. Mian 15 April 2 2.310.000 85 2.000.000 87 P. Sugeng 16 April 2 1.700.000 85 1.500.000 88 P. Tofik 20 April 2 2.450.000 80 2.200.000 901 G 10 + P. Komar 7 Mei 5 7.000.000 90 6.100.000 87 Bak G 6, 7, 8, 9, 10 10 Mei 1 2.000.000 70 1.500.000 75 P. Kalim 13 Mei 2 2.300.000 75 2.100.000 91 Bak K 4, 5 14 Mei 3 4.900.00 75 4.550.000 93 Bak K 1, 2, 3, 6a, 6b, 6c 14 Mei 2 1.500.000 Musnahkan 15 Mei 1 800.000 Musnahkan 25 Juni 1 700.000 80 500.000 71 G 10 27 Juni 1 1.200.000 80 1.000.000 83 G 6 28 Juni 1 1.200.000 80 1.000.000 83 G 9 1 Juli 1 1.200.000 80 1.000.000 83 G 2 3 Juli 3 3.600.000 80 3.000.000 83 G 3, 4 4 Juli 2 1.800.000 85 1.500.000 83 G 5 5 Juli 2 2.800.000 70 2.000.000 71 Musnahkan 6 Juli 2 2.300.000 85 2.000.000 87 K 1, 2 7 Juli 4 3.900.000 80 3.300.000 85 K 3, G 1 8 Juli 1 700.000 80 600.000 86 K 6b, c 9 Juli 1 1.500.000 85 1.300.000 87 K 4, K 6a 11 Juli 1 1.200.000 80 1.000.000 83 K 5 12 Juli 4 4.700.000 90 4.200.000 89 G 10, 5, 9, P. Sardi Total 67 70.565.000 82 58,600,000 83,04 -

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 806 Tabel 5. Efisiensi penetasan nauplius dan produktivitas induk udang windu yang diberikan makanan L. rubellus yang diperkaya Spirulina sp. Induk Efisiensi penetasan nauplius Produktivitas induk (nauplius/ekor/mijah) Matang telur 84,14 750.000 Ablasi 83,04 874.627 makanan yang sesuai bagi kebutuhan reproduksi, yang diharapkan akan menghasilkan keturunan dengan kualitas baik dan mampu berkompetisi dalam ekosistem alam. Hewan di alam sangat selektif terhadap makanan sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan makanan terhadap hewan di alam sangat kuat, sehingga dia akan mencari makanan yang betul-betul dibutuhkan. Persiapan reproduksi, membutuhkan nutrisi yg cukup dan seimbang. Kelengkapan nutrisi akan mempengaruhi tingkat fekunditas dan kualitas nauplius. Suwoyo, 2008 menyatakan dengan pengelolaan induk yang baik dengan penggunaan beberapa jenis pakan cumi-cumi, kerang, kepiting, rajungan, dan cacing laut berhasil memproduksi nauplius dengan rata-rata fekunditas total 417.000 butir/ekor/mijah dengan daya tetas 80% sehingga produktivitas induk mencapai 334.000 ekor/induk/mijah. Angka fekunditas tersebut mengacu pada bobot induk udang windu betina dengan rata-rata sekitar 180 g/ekor. Anonim (2007) menyatakan kisaran fekunditas induk windu dengan bobot 160-300 g/ekor adalah 450.000-1.000.000 butir/ induk/mijah, jika dirata-rata maka fekunditasnya adalah 725.000 butir/induk/mijah. Jika daya tetas telur mencapai 85%, maka produktivitas induk dalam menghasilkan nauplius menurut Anonim (2007), adalah 382.500-850.000 ekor nauplius/induk/mijah atau dengan angka rata-rata mencapai 616.250 ekor/induk/mijah. Angka produktivitas ini tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil kajian Sumarwan (2010) yang menyatakan fekunditas induk windu berukuran sekitar 155-220 g mencapai rata-rata 705.000 butir/induk/mijah yang dengan produktivitas nauplius rata-rata sekitar 600.000 ekor/mijah/ induk dengan daya tetas sekitar 85%. Jika dibandingkan dengan produktivitas induk tanpa aplikasi L. rubellus yang dinyatakan oleh tiga penulis di atas pada waktu sebelumnya, maka produktivitas induk udang windu dengan aplikasi L. rubellus yang dikayakan Spirulina sp. lebih tinggi sekitar 45%-150% untuk angka fekunditas dan 42%-160% untuk angka produksi nauplius/induk/mijah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Aplikasi L. rubellus yang dikayakan dengan Spirulina sp. mampu meningkatkan produktivitas induk, yaitu fekunditas meningkat sebesar 40% dan produksi nauplius meningkat sebesar 17% dari jika dibanding dengan performen reproduksi induk matang telur di alam. Jika dibandingkan dengan perolehan angka rata-rata produktivitas induk pasca ablasi yang telah dicapai waktu sebelumnya dari beberapa referensi, maka produktivitas induk dengan aplikasi L. rubellus yang dikayakan dengan Spirulina platensis dalam bentuk gel relatif jauh lebih tinggi sekitar 71% untuk tingkat fekunditas dan mencapai 69% untuk tingkat produktivitas naupliusnya. Saran Perekayasaan pengkayaan L. rubellus dengan Spirulina sp. masih perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas induk udang windu asal alam dan dari hasil budidaya. DAFTAR ACUAN Anonim. 2007. Improving Penaeus monodon Hatchery Practices, Manual Based Experience in India, FAO Fisheries Technical Paper, No. 446. Rome, 101 pp.

807 Enrichment spirulina melalui cacing... (Akhmad Fairus Mai Soni) Coman, G.J., Arnold, S.J, Calligan, T.R., & Preston, N.P. 2007. Effect of two maturation diet combinations on reproductive performance of domesticated Penaeus monodon. Aquaculture, 263: 75-83. Millamena, O.M. 1989. Effect of fatty acid composition of broodstock diet on tissue fatty acid pattern and eggs fertlization and hatching in pond-reared Penaeus monodon. Asian Fisheries Science, 2: 127-134. Primavera, J. 1985. A Review of Maturation and Reproduction in Closed Thelycum Penaeids. In: Proceedings of the First International Conference on the Culture of Penaeid Prawns/Shrimps, Iloilo City, Philippines; SEAFDEC Aquaculture Department. p. 47-64. Sumarwan, J. 2010. Produksi Nauplius Udang Windu. Laporan Tahunan kegiatan DIPA BBPBAP Jepara tahun anggaran 2010. Suwoyo, D., Anindiastuti, Sumarwan, J., & Kaemudin. 2008. Teknik Produksi Benih Udang Windu (Penaeus monodon) SPF SEMBV dengan Nauplius Hasil Penerapan Metode Double Screening. Makalah Seminar Indoaqua di Yogyakarta tanggal 17-20 November 2008. Wouters, R., Nieto, J., & Sorgeloos, P. 2000. A review of recent research on shrimp broodstock nutrition and artificial diets. http://www.dec.ctu.edu.vn/sardi/aacrab CWare/relating/sh_broodstock.htm.

Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011 808