KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

dokumen-dokumen yang mirip
PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

Ekspresi Gen Homosigot Resesif (c/c) pada Performans Telur Pertama Itik Mojosari

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Udang dalam Ransum terhadap Kualitas Telur Itik

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (Ma): 1. Masa Bertelur Fase Pertama Umur Minggu

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

Pola Rontok Bulu Itik Betina Alabio dan Mojosari serta Hubungannya dengan Kadar Lemak Darah (Trigliserida), Produksi dan Kualitas Telur

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 12 Maret--02 April 2014 bertempat di

MATERI DAN METODE. Materi

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENAMBAHAN GRIT KERANG DAN PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KUALITAS KERABANG TELUR AYAM ARAB (Silver brakel Kriel)

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

KUALITAS TELUR ITIK YANG DIPELIHARA SECARA TERKURUNG BASAH DAN KERING DI KABUPATEN CIREBON

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

PERBAIKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN MUTU PAKANUNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TELUR TERNAK ITIK LOKAL DI KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

Gambar 1. Itik Alabio

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENGARUH PENGGUNAAN DEDAK DAN SAGU FERMENTASI TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

PERAN ITIK SEBAGAI PENGHASIL TELUR DAN DAGING NASIONAL

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret 2014 di Peternakan Eko Jaya dan

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2015 bertempat di Desa Tegal Sari,

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

BAB III METODE PENELITIAN

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

Kualitas Telur Pertama Burung Puyuh (Coturnix coturnix javonica) Dengan PemberianTepung Daun Pepaya (Carica papaya L) Dalam Ransum

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN WARNA KERABANG TERHADAP

Transkripsi:

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI (The Eggs Quality of Alabio and Mojosari Ducks on First Generation on Population Selected) MAIJON PURBA, L.H. PRASETYO dan TRIANA SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRACT A research is being done aiming at increasing the quality of duck layers breed. One of the indicator to see the quality improvement of duck layer breed is observing the egg quality. The egg observed two strains of local ducks, i.e. Alabio and Mojosari ducks. The total number of eggs observed from the two breeds were 338 and 103 eggs respectively. The parameters observed were: weight of firts egg, albumin weight, yolk weight, Haugh Unit (HU), yolk colour, thickness egg shell, wet shell weight and dry shell weight. All data observed were analized with Analyses of Variance (ANOVA) prosedure using Statistical Analysis System (SAS) program. The result showed that the average weight of first egg, albumin weight and yolk weight decreased compared to their parents. Therefore, the average of HU and yolk colour increased, but the avarege of wet and dry shell weight almost the same as their parents. The parameters observed showed that the average weight of first egg, albumin weight and wet shell weight of Alabio ducks were significantly higher (P < 0.05) compared to the Mojosari ducks. The average weight of first egg, albumin weight, and wet shell weight of Alabio and Mojosari ducks were: 54.47 ± 5.70 g and 51.76 ± 5.91 g, 35.92 ± 2.82 g and 34.77 ± 3.19 g, 5.69 ± 0.60 g and 6.19 ± 9.40 g respectively. The other values of the egg quality i.e.: yolk weight, Haugh Unit (HU), yolk colour, thickness egg shell, and dry shell weight were not significantly different (P > 0.05). The average of yolk colour, values of HU, yolk colour, thickness egg shell and dry shell weight were: 14.31 ± 2.25 g and 14.02 ± 2.64 g, 100.81 ± 18.57 and 97.29±14.07, 9.66±1.72 and 9.43 ± 0.84, 35.92 ± 2.82 mm and 34.77 ± 3.19 mm, 5.69 ± 0.60 and 6.19 ± 9.40 respectively for Alabio and Mojosari. Its concluded the egg quality of selected Alabio and Mojosari ducks are almost the same and can be improved by step selection at Balitnak. Key Words: Egg Quality, Alabio And Mojosari Ducks, First Generation Selected ABSTRAK Penelitian sedang dilakukan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu bibit itik petelur. Salah satu indikator untuk melihat peningkatan mutu tersebut adalah dengan mengamati kualitas telur-telur itik. Kualitas telur yang diamati berasal dari dua jenis itik lokal yaitu Alabio dan Mojosari yang telah diseleksi. Jumlah telur yang diamati dan diukur dari itik Alabio dan Mojosari masing-masing sebanyak 338 dan 103 butir telur. Peubah yang diukur adalah bobot telur pertama, bobot putih telur, bobot kuning telur, Haugh Unit (HU), warna kuning telur (yolk color), tebal kerabang, bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering. Seluruh data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis sesuai dengan prosedur Analysis of Variance (ANOVA) dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan Bobot telur pertama, bobot putih telur dan kuning telur dari generasi pertama yang diamati mengalami penurunan bila dibandingkan dengan generasi induknya. Namun demikian, rataan nilai H.U dan warna kuning telur mengalami peningkatan dari generasi induknya. Rataan bobot kerabang basah dan kering yang diamati hampir sama dengan generasi induknya. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa rata-rata bobot telur pertama, bobot putih telur dan bobot kerabang basah telur itik Alabio nyata lebih tinggi (P < 0,05) bila dibandingkan dengan kualitas telur itik Mojosari. Rataan bobot telur pertama itik Alabio dan Mojosari masing-masing 54,47 ± 5,70 g dan 51,76 ± 5,91 g. Rataan bobot putih telur dari kedua jenis itik yaitu 34,48 ± 3,86 dan 32,53 ± 3,68 g, sedangkan rataan bobot kerabang basah masing-masing 7,26 ± 0,71 g (Alabio) dan 6 65 ± 0 71 g (Mojosari). Ukuran kualitas telur lainnya yaitu Bobot kuning telur, Haugh Unit, warna kuning telur, tebal kerabang dan bobot kerabang kering dari kedua jenis itik tidak berbeda nyata (P > 0,05). Rataan bobot kuning telur itik Alabio dan Mojosari masing-masing: 14,31 ± 2,25 g dan 14,02 ± 2,64 g, nilai Haugh Unit 100,81 ± 18,57 dan 97,29 ± 14.07, nilai warna kuning telur 9,66 ± 1.72 dan 9,43 ± 0,84, tebal kerabang 687

35,92 ± 2,82 mm dan 34,77 ± 3,19 mm, dan rataan bobot kerabang kering masing-masing 5,69 ± 0,60 dan 6,19 ± 9,40. Kualitas telur itik Alabio dan Mojosari hasil seleksi yang diukur dan diamati sama-sama memiliki kualitas telur yang cukup bagus dan masih memiliki peluang untuk ditingkatkan melalui tahapantahapan seleksi di Balitnak. Kata Kunci: Kualitas Telur, Itik Alabio Dan Mojosari, Seleksi Generasi Pertama PENDAHULUAN Pemerintah telah mengambil kebijakan bahwa ternak itik merupakan salah satu komoditi utama ternak unggulan selain sapi, kerbau, kambing, domba dan ayam buras. SUDRAJAT (2002) mengemukakan bahwa pemeliharaan ternak lokal di Indonesia sangat potensial sebagai sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan, dan dapat dianggap sebagai komoditi utama dalam memberdayakan peternak di pedesaan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat dengan produk ternaknya. Populasi ternak itik di Indonesia tampak masih jauh di bawah populasi ternak ayam buras. Dalam buku Statistik Peternakan yang dikeluarkan oleh DITJEN BINA PRODUKSI PETERNAKAN (2004) dilaporkan bahwa populasi ternak itik lokal di Indonesia selama tahun 2003 sebesar 33,9 juta ekor, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi ayam buras sebesar 277,4 juta ekor. Penyebab rendahnya populasi ternak itik tersebut adalah faktor kualitas bibit, pakan dan manajemen yang rendah dan tidak sesuai sehingga jumlah dan kualitas produksi telur yang dihasilkan juga menjadi rendah. Nilai keragaman produksi dan kualitas telur itik di lapang juga masih tinggi. HARDJOSWORO et al. (2002) menyatakan bahwa keragaman dalam produktivitas itik lokal masih sangat tinggi karena itik-itik yang memiliki kemampuan berproduksi tinggi dengan yang rendah di tangan peternak mendapat kesempatan yang sama untuk berkembang biak. Itik Alabio dan Mojosari adalah jenis itik lokal yang cukup banyak dipelihara oleh petani khususnya di daerah sentra produksi ternak itik. Kedua jenis itik tersebut dipelihara karena memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan telur. Selain memiliki potensi dalam menghasilkan telur, kedua jenis itik juga memiliki daya adaptasi yang tinggi untuk dapat hidup dan berkembang biak diluar daerah asalnya. Saat ini di Balitnak sedang dilakukan kegiatan seleksi terhadap kedua jenis itik tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan produksi telur. Kegiatan seleksi telah berjalan sejak tahun 2000 yang lalu, dan sampai saat ini telah diperoleh populasi itik Alabio dan Mojosari hasil seleksi beberapa generasi, dan telah terlihat adanya peningkatan produksi telur. Namun demikian, setiap generasi seleksi perlu dilakukan evaluasi apakah peningkatan produksi telur berdampak negatif terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Selain itu, perlu dilihat pula apakah pengaruh ini sama pada itik Alabio dan pada itik Mojosari. Dalam makalah ini akan disajikan hasil pengamatan dan pengukuran pengamatan terhadap kualitas telur-telur itik Alabio dan Mojosari generasi pertama hasil seleksi. Pengamatan kualitas telur tetas mutlak dilakukan mengingat tingkat kualitas dan produksi telur dari kedua jenis itik tersebut di lapang masih rendah dan memiliki keragaman yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi kualitas telur (eksterior maupun interior) dari kedua jenis itik sebagai akibat atau pengaruh dari adanya seleksi induk. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur yang berasal dari itik Alabio dan Mojosari dan merupakan generasi pertama hasil seleksi. Jumlah telur yang diamati dari kedua jenis itik adalah sebanyak 338 butir telur Alabio dan 103 butir telur itik Mojosari, sehingga total telur yang diamati sebanyak 441 butir telur. Telur yang diukur dan diamati adalah kualitas telur pertama dari kedua jenis itik. Peubah yang diamati adalah: bobot telur pertama, bobot putih telur, bobot kuning telur, Haugh Unit (HU), warna kuning telur (yolk color), tebal kerabang, bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering. Untuk mendukung 688

informasi kualitas telur tersebut, rataan bobot badan pertama bertelur dari kedua jenis itik tersebut juga turut dicatat dan dihitung. Bobot telur pertama, kuning telur, kerabang basah dan kerabang kering diukur melalui alat penimbangan, sedangkan bobot putih telur diperoleh dari bobot telur dikurangi bobot kuning telur dan bobot kerabang. Haugh Unit diukur menggunakan alat haugh unit test, warna kuning telur diukur dengan menggunakan egg colour fan (standard warna), sedangkan tebal kerabang diukur dengan alat jangka sorong. Data yang diperoleh dihitung dan dianalisis sesuai dengan prosedur Analisis of Variance (ANOVA) dengan bantuan program Statistical Analysis System (SAS), dan apabila hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan hasil pengukuran kualitas telur dari kedua jenis itik, dilanjutkan dengan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kualitas telur maupun rataan bobot badan pertama bertelur generasi pertama maupun generasi induk dari kedua jenis itik disajikan pada Tabel 1. Dalam Tabel 1 ditunjukkan bahwa rataan bobot telur pertama, bobot putih telur dan bobot kuning telur dari generasi pertama hasil seleksi mengalami penurunan bila dibandingkan dengan generasi induknya. Rataan bobot telur pertama dari kedua jenis itik yang diamati ternyata lebih rendah dari tetuanya. PRASETYO et al. (2001) melaporkan bahwa rata-rata bobot telur pertama itik Alabio dan Mojosari yang didatangkan dari daerah Amuntai Kalimantan Selatan dan dari daerah Madupuro Mojokerto, Jawa Timur masingmasing sebesar 60,11 ± 5,68 g dan 59,98 ± 6,20 g. Rataan bobot telur pertama yang diamati hampir menyerupai hasil yang dilaporkan oleh PRASETYO dan SUSANTI (2000), bahwa rataan bobot telur pertama itik Alabio sebesar 56,39 g sedangkan Mojosari 53,69 g dan berbeda nyata (P < 0,05). Penurunan bobot telur pertama tersebut diduga adalah sebagai pengaruh dari seleksi. Sebagaimana dikemukakan oleh HARDJOSWORO et al. (1995) dan HARDJOSWORO et al. (2002) bahwa seleksi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi telur dapat menyebabkan bobot telur menjadi turun pada generasi berikutnya. Diuraikan pula bahwa setiap jenis itik yang memiliki produksi telur yang tinggi dan masa bertelurnya lebih awal dapat menghasilkan ukuran telur yang lebih kecil dari ukuran biasa. ETCHES (1996) juga mengemukakan bahwa pengaruh seleksi terhadap produksi maupun kualitas produksi Tabel 1. Kualitas telur itik Alabio dan Mojosari generasi pertama hasil seleksi dan generasi induk Peubah Generasi pertama Generasi induk *) Alabio ± Sd Mojosari ± Sd Alabio ± Sd Mojosari ± Sd Bobot telur pertama (g) 54,47 ± 5,70 a 51,76 ± 5,91 b 60,11 ± 5,68 a 59,98 ± 6,20 a Bobot putih telur (g) 34,48 ± 3,86 a 32,53 ± 3,68 b 42,19 ± 4,21 a 41,43 ± 4,74 a Bobot kuning telur (g) 14,31 ± 2,25 a 14,02 ± 2,64 a 17,98 ± 2,46 a 18,55 ± 2,55 a Haugh Unit (HU) 100,81 ± 18,57 a 97,29 ± 14,07 a 91,74 ± 6,24 a 89,13 ± 6,08 a Warna kuning telur 9,66 ± 1,72 a 9,43 ± 0,84 a 8,38 ± 0,76 a 8,18 ± 0,55 a Tebal kerabang (mm) 35,92 ± 2,82 a 34,77 ± 3,19 a - - Bobot kerabang basah (g) 7,26 ± 0,71 a 6,65 ± 0,71 b 7,47 ± 0,70 a 7,21 ± 0,78 a Bobot kerabang kering (g) 5,69 ± 0,60 a 6,19 ± 9,40 a 5,95 ± 0,58 a 5,74 ± 0,73 a Rataan bobot badan pertama bertelur (g) 1630,27 ± 9,72 a 1577 ± 10,07 b 1906 a**) 1616 b** Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P < 0,05) Sd: Standard deviasi Sumber: *) PRASETYO et al., (2001) **) PRASETYO dan SUSANTI (2000) 689

dapat mengakibatkan respon yang positif maupun negatif. Lebih jauh ETCHES (1996), menyatakan bobot telur dapat menjadi menurun akibat dari korelasi genetik yang negatif. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa selain faktor status nutrisi, bobot badan dan umur ternak unggas dapat mempengaruhi ukuran dan bobot telur. Hal ini berarti bahwa terdapat korelasi respon negatif pada seleksi itik Alabio dan Mojosari untuk meningkatkan produksi telur. Tabel 1 menunjukkan pula bahwa ada perbedaan rata-rata bobot telur pertama diantara kedua jenis itik yang diamati. Bobot telur pertama itik Alabio nyata lebih tinggi (P < 0,05) bila dibandingkan dengan telur itik Mojosari. Rataan bobot telur pertama dari kedua jenis itik masing-masing 54,47 ± 5,70 g dan 51,76 ± 5,91 g. Hasil di atas diduga ada hubungannya dengan bangsa itik dan juga dengan bobot badan saat pertama bertelur. Rataan bobot badan pertama bertelur itik Alabio (1630,27 ± 9,72 g) lebih tinggi dibandingkan dengan itik Mojosari (1577 ± 10,07 g), dan berdasarkan hasil analisis statistik berbeda nyata (P < 0,05). PRASETYO dan SUSANTI (2000) menjelaskan bahwa bobot itik saat pertama bertelur sangat berpengaruh terhadap bobot telur pertama, dimana itik yang memiliki bobot yang ringan saat pertama bertelur cenderung akan menghasilkan bobot telur pertama yang lebih kecil, demikian sebaliknya. Rataan bobot telur pertama itik Alabio dan Mojosari yang dilaporkan PRASETYO dan SUSANTI (2000) sebesar 56,39 dan 53,69 g dengan rataan bobot badan saat pertama bertelur dari kedua jenis itik tersebut masing-masing 1906 (Alabio) dan 1616 g (Mojosari). Hasil lainnya menunjukkan bahwa bobot telur berhubungan dengan ukuran maupun bobot badan, halini diperkuat oleh ROMANOFF dan ROMANOFF (1967) maupun SCOTT et al. (1982). Rataan bobot putih telur dari kedua jenis itik yang diamati juga lebih rendah bila dibandingkan dengan generasi induknya. Penurunan bobot putih telur tersebut juga diperkirakan terjadi akibat seleksi yang dilakukan yaitu adanya korelasi genetik yang negatif sebagaimana dikemukakan oleh ETCHES (1996). Rataan bobot putih telur yang dihasilkan oleh itik Alabio selama pengamatan juga nyata lebih tinggi (P < 0,05) bila dibandingkan dengan Mojosari. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata bobot putih telur itik Alabio dan Mojosari masing-masing 34, 48 ± 3,86 g dan 32,53 ± 3,68 g. Rataan bobot putih telur itik Alabio lebih tinggi dibandingkan dengan Mojosari juga diduga berhubungan dengan bangsa itik, ukuran maupun bobot telur. ROMANOFF dan ROMANOFF (1967); ETCHES (1996) sama-sama menyatakan bahwa spesies, rataan bobot badan pertama, faktor nutrisi dan umur memiliki hubungan yang positif terhadap ukuran maupun kualitas bagian luar dan kualitas bagian dalam telur. Rata-rata bobot kuning telur diantara itik Alabio dan Mojosari yang diamati juga memperlihatkan adanya penurunan bila dibandingkan dengan generasi induknya sebagaimana tampak pada Tabel 1. Rataan bobot kuning telur itik Alabio dan Mojosari yang dilaporkan PRASETYO et al. (2001) masing-masing sebesar 17,98 ± 2,46 dan 18,55 ± 2,55 g, sedangkan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan masing-masing sebesar 14,31 ± 2,55 g dan 14,02 ± 2,64 g. Penurunan bobot kuning telur tersebut juga diperkirakan adalah sebagai pengaruh dari seleksi yang dilakukan. Perbedaan bobot kuning tersebut juga diduga sebagai akibat dari perbedaan bobot telur yang dihasilkan oleh kedua jenis itik. Pendugaan hasil di atas didasari laporan PRASETYO et al., (2001) yang merupakan generasi induk dari itik yang digunakan dalam penelitian ini. SETIOKO et al. (1992), melaporkan bahwa rataan bobot kuning telur itik yang digembala dan terkurung masing-masing sebesar 27,3 ± 1,32 g dan 22,1 ± 1,10 g. Laporan lainnya oleh SETIOKO et al. (1994), diperoleh rata-rata bobot kuning telur itik gembala di Subang dengan pemberian pakan tambahan (tepung kepala udang) maupun tanpa pemberian pakan tambahan masing-masing sebesar 26,40 ± 2,55 g dan 26,19 ± 2,96 g, juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan. Rata-rata bobot kuning telur umur produksi satu bulan dari itik Alabio dan Mojosari menurut PURBA et al. (2005) masing-masing 18,26 ± 0,69 g dan 17,06 ± 0,69 g, mendekati bobot kuning telur yang didapat dalam penelitian ini. Adanya perbedaan bobot kuning 690

telur tersebut diduga adalah berhubungan dengan ukuran bobot telur yang diamati. Kualitas telur yang diamati diperoleh bobot telur pertama, dengan bobot rata-rata dari kedua jenis itik sebesar 57.8 g/butir (Alabio) dan 58 g/butir (Mojosari). Rata-rata bobot telur yang diamati oleh SETIOKO et al., (1994) adalah sebesar 71,10 g dan 66,94 g lebih bobot atau lebih tinggi dari bobot telur yang diamati. Rata-rata nilai Haugh Unit dari kedua jenis itik generasi pertama hasil seleksi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya. Tabel 1 memperlihatkan bahwa rataan nilai HU itik Alabio dan Mojosari masing-masing 100,81 ± 18,57 dan 97,29 ± 14,07. Rataan nilai H.U telur itik tetuanya sesuai laporan PRASETYO et al., (2001) adalah 91,74 ± 6,24 dan 89,13 ± 6,08. Pengaruh seleksi menunjukkan bahwa nilai H.U telur itik Alabio dan Mojosari semakin meningkat walaupun bobot telur pertama dari kedua jenis itik yang diteliti lebih rendah dari tetuanya. Nilai HU yang diperoleh juga lebih tinggi dari hasil pengamatan ANDAYANI et al. (2001), bahwa rataan nilai HU itik lokal dan itik Mojosari pada pemeliharaan intensif masingmasing sebesar 83,20 ± 16,34 dan 86,30 ± 18,66. Akan tetapi rataan nilai HU yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan nilai HU hasil penelitian PRASETYO dan SUSANTI (2000) sebesar 120.6 (Alabio) dan 115,3 (Mojosari). Perbedaan ini diduga karena rata-rata bobot telur yang diamati PRASETYO dan SUSANTI (2000) lebih bobot yaitu 56.39 dan 53.69 g. SINURAT et al. (1994), melaporkan bahwa rata-rata nilai H.U itik petelur yang diberi cassapro (singkong terfermentasi) dengan kadar 0, 5, 10, 15, dan 20% masing-masing: 95,5; 95,2; 94,3; 94,7; dan 93,5 lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil pengamatan yang dilakukan. JULL (1978) juga menyatakan bahwa selain ukuran tubuh, ukuran maupun bobot telur berpengaruh terhadap bobot maupun ukuran kualitas bagian dalam dari sebutir telur. Senada dengan hal tersebut SETIOKO et al. (1994) juga menyatakan bahwa bobot bagian telur cenderung mengikuti pola pertambahan bobot telur, dengan semakin bertambah bobot telur, maka bagian-bagian telur juga semakin meningkat. NESHEIM (1979) maupun SCOTT et al. (1982) menyatakan bahwa faktor nutrisi sangat berpengaruh terhadap kualitas telur termasuk kuning telur. Faktor utama yang dapat mempengaruhi ukuran telur adalah nutrisi mencakup: protein, asam-amino dan asam linoleat (SCOTT et al., 1982). Warna kuning telur yang dihasilkan oleh kedua jenis itik lebih tinggi dari tetuanya. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata warna kuning telur generasi pertama itik Alabio dan Mojosari sebesar 9,66 ± 1,72 dan 9,43 ± 0,84, sedangkan pada generasi induknya sebesar 8,38 ± 0,76 dan 8,18 ± 0,55. Sebagaimana pada kuning telur, warna kuning telur juga menunjukkan adanya korelasi genetik yang positif terhadap warna kuning telur. Rataan tebal kerabang dari kedua jenis itik juga hampir sama yaitu masing-masing sebesar 35,92 ± 2,82 mm dan 34,77 ± 3,19 mm. Ketebalan kerabang telur terkait dengan komposisi zat yang terkandung dalam ransum itik. Kekurangan kalsium dan phospor dapat menghasilkan kerabang telur yang tipis sehingga telur mudah pecah, mudah dimasuki oleh berbagai bakteri yang dapat merusak bagian-bagian dalam telur. Rataan ketebalan telur yang diperoleh sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian ANDAYANI et al. (2001). Selanjutnya dilaporkan pada bangsa itik lokal dan Mojosari masing-masing 37,49 ± 6,24 mm dan 36,28 ± 4,65 mm. Adanya perbedaan ketebalan kerabang tersebut diduga adalah jenis maupun komposisi ransum yang diberikan berbeda. Rataan robot kerabang basah maupun kerabang kering dari kedua bangsa itik baik generasi pertama maupun generasi induknya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan Bobot kerabang pada kedua jenis itik tidak terlalu terpengaruh oleh adanya seleksi induk. Dalam Tabel 1 ditunjukkan bahwa ada perbedaan rataan bobot kerabang basah diantara itik Alabio dan Mojosari. Rataan bobot kerabang basah itik Alabio nyata lebih bobot (7,26 ± 0,71) g bila dibandingkan dengan itik Mojosari (6,65 ± 0,71) g. Adanya perbedaan bobot kerabang basah antara itik Alabio dan Mojosari yang diamati diduga adalah berhubungan dengan bobot telur pertama itik Alabio lebih tinggi bila dibandingkan dengan Mojosari. Selain faktor bobot telur, kemungkinan lain adalah akibat air yang berasal dari putih telur masih ada yang lengket atau menempel pada kulit telur bagian dalam. 691

KESIMPULAN Dari hasil pengamatan maupun pengukuran yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kualitas telur itik berupa bobot telur pertama, bobot putih telur dan kuning telur yang dihasilkan oleh itik generasi pertama itik Alabio dan Mojosari hasil seleksi mengalami penurunan dibandingkan dengan induknya. 2. Kualitas telur lainnya berupa haugh unit dan warna kuning telur mempunyai respons yang positif terhadap seleksi induk. 3. Kualitas telur itik Alabio dan Mojosari generasi pertama hasil seleksi masih memiliki kualitas yang cukup baik dan mempunyai peluang untuk dapat ditingkatkan melalui tahapan seleksi berikutnya. 4. Kualitas telur itik Alabio generasi pertama lebih baik bila dibandingkan dengan Mojosari. DAFTAR PUSTAKA ANDAYANI, D., M. YANIS dan B. BAKRIE. 2001. Perbandingan produktivitas itik Mojosari dan itik lokal pada pemeliharaan secara intensif di DKI Jakarta. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm.: 533 541. DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN. 2001. Buku Statistik Peternakan. hlm. 112 113 & 124. ETCHES, R.J. 1996. Reproduction In Poultry. Departement of Animal Science and Poultry Science University of Guelph. Guelph Ontario Canada N1G 2W1. Cab International. p. 286 297. HARDJOSWORO, P.S. 1995. Peluang pemanfaatan potensi genetik dan prospek pengembangan unggas lokal. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. hlm. 17 23. HARDJOSWORO, P.S., A. SETIOKO, P.P. KETAREN, L.H. PRASETYO, A.P. SINURAT dan RUKMIASIH. 2002. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Fakultas Peternakan IPB Bogor Balai Penelitian Ternak. hlm.:22 41. JULL, M.A. 1978. Poultry Husbandry. Tata McGraw- Hill Publishing Co. Ltd. New Delhi. NESHEIM, M.C., RICHARD E. AUSTIC and LESLIE E. CARD. 1979. Poultry Production. Twelfth Edition, Lea & Febiger, Philadelphia. PRASETYO, L.H dan TRIANA SUSANTI. 2001. Seleksi awal bibit induk itik lokal. Pros. Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ARMP-II. Puslitbang Peternakan, hlm: 29 34. PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari: Periode Awal Bertelur. JITV 10(2): 210 214. PRASETYO, L.H., T. SUSANTI dan MAIJON PURBA. 2001. Pengembangan bibit niaga itik lokal sebagai suatu usaha tani. Pros. Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/ ARMP-II. Puslitbang Peternakan, hlm. 35 40. PURBA, M., L.H. PRASETYO, P.S. HARDJOSWORO dan R.D. EKASTUTI. 2004. Produktivitas itik Alabio dan Mojosari selama 40 minggu dari umur 20 60 minggu. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 639 645. PURBA, M., P.S. HARDJOSWORO, L.H. PRASETYO dan R.D. EKASTUTI. 2005. Pola rontok bulu itik Alabio dan Mojosari serta hubungannya dengan kadar lemak darah (trigliserida), produksi dan kualitas telur. JITV 10(2): 96 105. ROMANOFF, A.L. and A.J. ROMANOFF. 1963. The Avian Egg. Jhon Wiley & Sons, Inc., New York. SAS. 1997. SAS/STAT Guide for Personal Computers. Ver: 6.12 Edit. SAS Institute Inc. Cary, NC. SCOTT, M.L., M.C. NESHEIM and R.J. YOUNG. 1982. Nutrition of the chicken. 3rd Ed. M.L. Scott Assoc. Publ., Itacha New York. SCOTT, M.L.,M.C. NESHEIM, and R.J. YOUNG. 1982. Nutrition of the Chicken. Third Edition. M.L. Scott and Associates, New York. p. 34. SETIOKO, A.R., A. LASMINI, A.P. SINURAT, P. SETIADI dan ABUBAKAR. 1992. Pengujian kualitas dan daya tetas telur itik yang berasal dari itik gembala dan terkurung. Ilmu dan Peternakan 5(2): 70 77. SETIOKO, A.R., A.P. SINURAT, P. SETIADI dan A. LASMINI. 1994. Pemberian pakan tambahan untuk pemeliharaan itik gembala di Subang, Jawa Barat. Ilmu dan Peternakan 8(1): 27 33. 692

SINURAT, A.P., P. SETIADI, A. LASMINI, A.R. SETIOKO, T. PURWADARIA, I.P. KOMPIANG dan J. DARMA. 1994. Penggunaan cassapro (singkong terfermentasi) untuk itik petelur. Ilmu dan Peternakan 8(2): 28 31. SUDRAJAT, D. 2002. Kebijakan pengembangan agribisnis unggas air di Indonesia. Pros. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor 6 7 Agustus 2001. Fakultas Peternakan IPB Bogor Balai Penelitian Ternak. hlm. 15 21. 693