Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah

dokumen-dokumen yang mirip
Persepsi Penilaian dan Keinginan Pengunjung terhadap Pasar Dadakan Sunday Morning (Sunmor) di Kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada, D.

Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai

Analisis Faktor-faktor Penyebab Membeli Apartemen

Korespondensi antara Faktor Penyebab Kemacetan dan Solusinya

Persepsi Masyarakat dalam Penerapan Rumah Hemat Energi

Kriteria Fasilitas Olahraga Ideal bagi Masyarakat Perkotaan

Preferensi Masyarakat dalam Memilih Karakteristik Taman Kota Berdasarkan Motivasi Kegiatan

Kriteria Ruang Publik untuk Masyarakat Usia Dewasa Awal

Definisi Kebetahan dalam Ranah Arsitektur dan Lingkungan- Perilaku

Peran Panca Indra dalam Pengalaman Ruang

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan di Meja Kerja

Kegiatan Joging dan Tempat-Tempat Aktivitas Joging di Lingkungan Kota

Persepsi Kriteria Kenyamanan Rumah Tinggal

Ruang Hobi Ideal. Dimas Nurhariyadi. Abstrak

Korespondensi antara Kriteria Tempat Kerja Alternatif Impian terhadap Profesi Pekerja

Pentingnya Ruang Terbuka di dalam Kota

Kepentingan Ruang Terbuka di dalam Kota

Persepsi dan Harapan Masyarakat Kota terhadap Keberadaan Permukiman Padat

Ekspektasi Wisatawan dalam Memilih Penginapan sesuai Anggaran

Respon Masyarakat terhadap Konsep Perumahan Berbasis Agama: Perumahan Islami

Studi Preferensi dalam Pemilihan Apartemen Ideal

Penilaian Masyarakat terhadap Penggunaan Material Bambu pada Bangunan

Kriteria Ruang yang Mendukung Motivasi Membaca

Studi Persepsi Masyarakat tentang Museum Ideal

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Suatu Kota Menurut Tanggapan Masyarakat Studi Kasus : Kota Bandung, Jawa Barat

Kajian Angkutan Umum yang Baik terkait Korespondensi Lokasi Tempat Tinggal dan Profesi Komuter

Pemahaman Masyarakat Mengenai Dampak Pembangunan HunianTerkait Global Warming dan Penerapan Green Building

Tingkat Kenyamanan Taman Kota sebagai Ruang Interaksi- Masyarakat Perkotaan

Kecenderungan Penggunaan Software Pemodelan dalam Proses Desain Terkait Alasan dan Usia Pengguna

Rumah Impian Mahasiswa

Tingkat Kenyamanan Jalur Pejalan Kaki Jalan Asia Afrika, Bandung

Keluhan dan Harapan Masyarakat terhadap Karakteristik Toilet Umum di Indonesia

Alternatif Pemilihan Kawasan Pusat Olahraga di Kota Bandung

Awareness dan Pemanfaatan BIM : Studi Eksplorasi

Karakteristik Fisik-Sosial dan Kriteria Kamar yang Membuat Betah

Lingkungan Rumah Ideal

Preferensi Hunian yang Ideal Bagi Pekerja dan Mahasiswa pada Kelompok Umur Dewasa Awal / Early Adulthood

Preferensi Pejalan Kaki terkait Kondisi Lingkungan untuk Menciptakan Kenyamanan Termal di Jalan Rajawali Surabaya

Persepsi Masyarakat terhadap Konsep Bangunan Pintar sebagai Usaha Penghematan Energi

Persepsi Masyarakat tentang Penggunaan Energi dalam Rumah Tinggal Berdasarkan Profesi

Preferensi Pasangan Berlibur Terhadap Jenis Penginapan dan Keadaan Interior

Potret Kualitas Wajah Kota Bandung

Korespondensi antara Kualitas Hunian Sewa dan Tingkat Kepuasan Mahasiswa

Mushola di dalam Rumah

Hubungan Karakteristik Penduduk dengan Pemilihan Ruang Publik di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

korespondensi antara kerusakan ekologi dan penyebabnya.

KORELASI TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN ELEMEN KOTA BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT INDONESIA

Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB

Citra Kota Bandung: Persepsi Mahasiswa Arsitektur terhadap Elemen Kota

Karakter Fisik Spasial Tempat Favorit Dewasa Muda

Preferensi Masyarakat dalam Menikmati Streetscape Perkotaan yang Ideal

Preferensi Masyarakat terhadap Material Bangunan

Preferensi Masyarakat tentang Tipologi Sekolah yang Meningkatkan Semangat dan Minat Belajar Siswa

Persepsi Masyarakat terhadap Suasana pada Bangunan Kolonial yang Berfungsi sebagai Fasilitas Publik

Eksternalitas Penggunaan Ruang Publik sebagai Pasar Kaget (Pop-up Market) bagi Masyarakat Dewasa Muda Kota Bandung

Pertimbangan Pemilihan Titik-Titik Temu Transportasi Publik

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebetahan di Kafe: Perbedaan Preferensi Gender dan Motivasi

Ruang Favorit dalam Rumah

Perencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar

Identifikasi Pola Perumahan Rumah Sangat Sederhana di Kawasan Sematang Borang Kota Palembang

Korespondensi Permasalahan dan Pemilihan Tempat di Alunalun sebagai Ruang Terbuka Publik

Prioritas Pengembangan Kawasan Pusat Olahraga berdasarkan Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Pengunjung

Persepsi Pengguna terhadap Kualitas Pencahayaan Ideal Kantor

Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung

Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi :

Kebutuhan Area Transisi bagi Pejalan Kakidi Kawasan Pusat Kota Bandung

Kota Impian: Perspektif Keinginan Masyarakat

Konsep Pengembangan Ruang Terbuka Publik Pantai Bahari, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Karakteristik Fisik Kawasan Komersial Pusat Kota

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tempat dengan Desain Menarik di Bandung

Penilaian Kinerja Ruang Terbuka Sunken Court ITB

Hasil Observasi Karakter Gang di Kawasan Kampung Kota Bantaran Sungai di Babakan Ciamis, Bandung

Penilaian Jalur Pedestrian oleh Masyarakat Urban dan Kriteria Jalur Pedestrian yang Ideal Menurut Masyarakat

Penataan dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah sebagai Destinasi Wisata Kota Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe

Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kebetahan di Kafe: Motivasi dan Preferensi Gender

Aspek Arsitektur Kota dalam Perancangan Pasar Tradisional

Penerapan Metode Consensus Design pada Penataan Kembali Sirkulasi Kampung Kota di Kampung Luar Batang, Jakarta Utara

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

Ketertarikan Publik terhadap Keberadaan Creative Space

1 Survey melalui kuesioner pola kegiatan belajar di Perpustakaan dan Kota Depok, 2013 via Google Drive

Kriteria Ruang Terbuka menurut Persepsi Masyarakat di Kota Palembang

Eksplorasi Desain Kualitas Ruang pada Perpustakaan Sekolah untuk Meningkatkan Minat Baca pada Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

Persepsi Praktisi dan Akademisi terhadap Penerapan Teknologi BIM di Arsitektur

Penggunaan Langgam Rumoh Aceh pada Bangunan Perkantoran di Kota Banda Aceh

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang.

PERSEPSI TENTANG LINGKUNGAN APARTEMEN DI KOTA BANDUNG SEBAGAI TEMPAT TINGGAL TETAP PADA MAHASISWA PERANTAU FITRIYANTI

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

Eksplorasi Desain Kualitas Ruang pada Perpustakaan Sekolah untuk Meningkatkan Minat Baca pada Siswa

Kriteria Ruang Terbuka menurut Persepsi Masyarakat di Kota Palembang

Persepsi Masyarakat terhadap Transportasi Umum di Jababodetabek

Teritori Ruang Dagang Bazar di Tangerang Selatan

Koresponden antara Pilihan Ruang Publik dengan Kegiatan Pengunjungnya di Kota Makassar

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perencanaan Berbasis Partisipasi dalam Rangka Mencapai Pembangunan Kampung yang Layak Huni

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah Astri Isnaini Dewi (1), Hanson E. Kusuma (2) (1) Program Studi Magister Rancang Kota, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. (2) Kelompok Keahlian Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Kawasan bersejarah adalah sebuah wujud peninggalan masa lalu yang mampu memberikan identitas bagi sebuah kota, juga memberikan gambaran akan fase perkembangan budaya daerah tersebut. Untuk dapat memperbaiki dan memaksimalkan fungsi kawasan bersejarah, diperlukan pemahaman terhadap persepsi publik terhadapnya, beserta faktor-faktor pemicunya. Tujuan penelitian adalah memahami faktor-faktor yang dapat menimbulkan kesan positif maupun negatif pada masyarakat terhadap kawasan bersejarah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan survei online dalam bentuk kuesioner. Ditemukan kecenderungan, responden memiliki kesan positif dipicu oleh konten sejarah pada suatu kawasan, sedangkan kesan negatif dipicu oleh perubahan fungsi bangunan. Kata-kunci : faktor pemicu, kawasan bersejarah, persepsi publik Pengantar Character Appraisal adalah pondasi dalam menciptakan respon desain perancangan suatu kawasan. Salah satu komponen utama dalam character appraisal adalah karakter lokal, dimana diperlukan pemahaman akan elemen yang berkarakter, baik dari bentuk sebuah kawasan, maupun bagaimana kawasan tersebut difungsikan (Llewelyn Davies, 2000). Kawasan bersejarah, menjadi salah satu subjek pertimbangan dalam melakukan character appraisal (Llewelyn Davies, 2000). Proses konservasi kawasan bersejarah, selalu didasari oleh nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ini adalah bukti bahwa tidak ada masyarakat yang berupaya untuk melakukan konservasi pada apa yang tidak bernilai. Namun kerap kali, konsentrasi kawasan bersejarah masih terisolasi, terdiri dari kelompok-kelompok kecil bersikan para spesialis dan tenaga ahli. (Getty Conservation Institute, 2002) Untuk dapat mengevaluasi kinerja kawasan bersejarah, dapat digunakan konsep public value sebagai kerangka. Proses adopsi nilai publik, membutuhkan langkah-langkah radikal. Apa yang warga pikirkan dan rasakan, dan mengikut-sertakan masyarakat yang umumnya tidak ikut berpartisipasi dalam proses konservasi kawasan bersejarah (Jowell, 2006). Genius loci adalah salah satu kosakata dalam perancangan kota, mengenai sebuah perasaan /persepsi yang seringkali muncul pada sebuah tempat. Persepsi akan sebuah temat muncul dari berbagai lapisan pemahaman-permukiman pada lansekap, keseluruhan struktur, distrik, jalan, bangunan. Persepsi muncul dari pemahaman aspek fisik, geografi, sejarah, dan morfologi dari penggunaan di masa lampau, lansekap alam, bangunan. (Llewelyn-Davies, 2000) Beradasarkan Kaplan dan Kaplan dalam Utaberta, N. et al, preferensi merupakan produk dari persepsi. Diasumsikan bahwa persepsi memang diarahkan untuk membentuk sense terhadap suatu lingkungan (Suri, 2015). Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 E 025

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah Analisis terhadap persepsi subjek akan sebuah kawasan, penting untuk regenerasi maupun skema pembangunan baru, untuk memberikan karakter dan untuk menghentikan produksi tak berujung, hampir tak bersifat, dan yang terlihat sama di seluruh negeri (Llewelyn-Davies, 2000). Maka, dalam suatu proses konservasi kawasn bersejarah, baiknya mengaji bagaimana persepsi publik akan kawasan tersebut, dan faktorfaktor apa yang memicunya. Tujuan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor apa yang sangat terkait dengan persepsi positif dan negatif oleh publik, sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam proses perancangan atau perencanaan strategis untuk kawasan bersejarah. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif (Creswell, 2007) yang bersifat eksploratif dan eksplanatori (Groat & Wang, 2002). Jenis metode penelitian kualitatif eksploratif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjelaskan persepsi publik, sedangkan metode penelitian kualitatif eksplanatori digunakan untuk mengungkap hubungan korespondensi antar faktor-faktor persepsi publik terhadap kawasan bersejarah. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner online yang dibagikan secara bebas, dalam bentuk non-interaktif, dengan survey pertanyaan open-ended question. Kuesioner dibagikan secara bebas menggunakan metode bebas convenience sampling untuk memaksimalkan jumlah data dan memudahkan penelitian (Creswell, 2007). Data disebar melalui media sosial dan jejaring pribadi, dengan populasi masyarakat Indonesia, dan batasan sampel bagi subjek yang pernah mengunjungi kawasan bersejarah. Dengan persentase 44,7% laki-laki, dan 55,3% perempuan. Sementara pada data kota asal, 93,529% responden berasal dari Pulau Jawa, dan 6,471% berasal dari luar Pulau Jawa. Sedangkan pada data kota domisili, muncul angka yang sama yakni 93,529% berdomisili di Pulau Jawa, dan 6,471% berdomisili di luar Pulau Jawa. Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan content analysis dengan pendekatan grounded-theory (Creswell, 2007). Content analysis dari pertanyaan terbuka (open-ended) digunakan untuk mengetahui kesan publik terhadap kawasan bersejarah, serta alasan yang melatarbelakangi munculnya kesan tersebut. Kemudian dilakukan pengorganisasian data, pembuatan margin dan coding. Analisis data dengan pendekatan groundedtheory dimulai dengan langkah coding pertama adalah open-coding yang berfungsi untuk mendeskripsikan kelompok-kelompok data. Kemudian dilakukan klasifikasi dengan axial-coding untuk langkah pengelompokan kategori. Kemudian langkah terakhir adalah selective-coding sebagai alat interpretasi menggunakan correspondence analysis. Analisis dan Interpretasi Tahap pertama analisis dilakukan open-coding dengan mengorganisasi data sesuai kategorinya. Pada pertanyaan dengan long-answer, pada tahapan ini dilakukan identifikasi kata kunci dari data teks. Berikut adalah contoh kata kunci respon tentang kesan mengunjungi kawasan bersejarah. Dari total 170 responden, sesuai klasifikasi usia, terdapat 1,176% responden di bawah usia 17 tahun. Sementara responden dalam klasifikasi early adulthood (17-40) sejumlah 86,471%, dan middle adulthood (40-65) sejumlah 12,353%. E 026 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

Tabel 1. Contoh identifikasi kata kunci dalam opencoding kesan Data Teks Yang jelas pertama kali mengunjungi tiap tempat bersejarah adalah rasa takjub. Miris, jika menengok kawasan bersejarah yang terdapat di pelosok daerah. Sementara tabel berikut menunjukkan contoh kata kunci tentang faktor yang menjadi pemicu kesan-kesan pada kawasan bersejarah. Tabel 2. Contoh identifikasi kata kunci dalam opencoding faktor pemicu Data Teks Saya bisa mengetahui asal mula sesuatu bisa terjadi dan juga dapat menambah ilmu. Karena bangunan di kawasan bersejarah kurang terawat padahal memilik nilai historis. Kata Kunci Takjub Miris Kata Kunci Asal Mula Sesuatu Menambah Ilmu Kurang Terawat Nilai Historis Setelah open-coding, langkah selanjutnya adalah axial-coding. Pada langkah ini, kata-kata kunci dari langkah sebelumnya diberikan margin untuk masuk ke kelompok-kelompok besar. Untuk mengurangi bias, dilakukan pengelompokan dalam dua kali penyaringan dan diskusi kelompok. Negatif Astri Isnaini Dewi Miris Kurang Bagus Menyayangkan Malas Bosan Tidak Senang Sementara tabel berikut menunjukkan contoh pengelompokan kata kunci tentang faktor yang menjadi pemicu kesan-kesan pada kawasan bersejarah. Tabel 4. Contoh pengelompokan kata kunci dari faktor pemicu Kategori 2 Kategori 1 Kata Kunci Fasilitas Penunjang Aksesibilitas Kondisi Fasilitas Umum Aktivitas Pendukung Ketersediaan Akses Menuju Kawasan Fasilitas Tidak Ada Tempat Parkir Toilet Tidak Terawat Aktivitas Tidak Ada Interaksi Antar Pengunjung Terdapat Kegiatan Pada proses axial-coding, bagian kesan, diperoleh 3 kategori yang masing-masing dianalisis frekuensinya. Analisis frekuensi dilakukan dengan melakukan analisis distribusi yang menunjukkan persentase dominasi kategori-kategori tersebut. Berikut adalah contoh pengelompokan kata kunci respon menjadi kelompok kesan secara luas. Tabel 3. Contoh pengelompokan kata kunci dari kesan. Positif Kategori Kata Kunci Menarik Takjub Antusias Terpesona Berkesan Gambar 1. Analisis distribusi kesan publik terhadap kawasan bersejarah. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 E 027

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah Hasil analisis distribusi kesan dapat dilihat pada Gambar 1. Diperoleh informasi bahwa 107 responden (57,527%) masih memiliki kesan positif, disusul dengan 73 responden (39,247%) ternyata memiliki kesan negatif, dan sisanya memiliki kesan biasa (3,226%). Kata kunci yang paling sering muncul yang menyusun kesan positif adalah menarik sebanyak 24,75% dan senang 15,84%. Sedangkan kesan negatif muncul disusun oleh kata kunci miris 12.9% dan tidak menarik, sedih, bosan masing-masing 9,67%. Hal ini menunjukkan masih adanya kesan positif terhadap kawasan bersejarah, meski secara persentase cukup dekat dengan kesan negatif. Juga adanya kategori kesan biasa, menunjukkan adanya kawasan bersejarah yang tidak meninggalkan kesan bagi publik meski persentasenya tidak signifikan, namun perlu diperhatikan. Pada proses axial-coding, bagian faktor pemicu, diperoleh 15 kategori yang masing-masing dianalisis frekuensinya. Analisis frekuensi dilakukan dengan melakukan analisis distribusi yang menunjukkan persentase dominasi kategorikategori tersebut. Gambar 2. Analisis distribusi faktor pemicu persepsi publik terhadap kawasan bersejarah. Hasil analisis distribusi faktor pemicu dapat dilihat pada Gambar 2. Diperoleh informasi bahwa kategori perawatan dominan dengan 68 (24,54%) dan konten sejarah dengan 44 (15,88%). Kategori Perawatan disusun oleh beberapa kata kunci yang mengarah pada kesan positif dan negatif. Seperti kondisi fisik bangunan yang rusak, juga fisik bangunan yang terawat, adanya vandalisme, hilangnya benda sejarah, penataan benda sejarah yang baik, kebersihan, estetika, tidak adanya penataan, pembuangan sampah yang belum teratur. Sedangkan kategori konten sejarah disusun oleh kata kunci yang mengarah ke kesan positif dan negatif pula. Seperti cerita dibalik kawasan, pengetahuan sejarah, keberadaan fosil, pemaknaan bangunan, karakter bangunan, mempunyai maksud dan fungsi, karakter, menjadi penyusun asal usul suatu daerah, konten yang beragam, juga hilangnya keaslian benda, atmosfer sejarah yang berkurang, nilai sejarah yang memudar seiring perkembangan zaman. Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa faktor perawatan dan konten sejarah menjadi perhatian utama publik yang mempengaruhi persepsi subjek akan kawasan bersejarah. Kedua faktor juga disusun oleh kata-kata kunci yang mengarah ke tidak hanya positif, namun juga negatif. Setelah axial-coding, langkah selanjutnya adalah selective-coding. Langkah ini berfungsi untuk menginterpretasikan hubungan antara kategorikategori yang dihasilkan pada axial-coding. Analisis ini dilakukan dengan analisis korespondensi, untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memiliki hubungan dengan persepsi publik terhadap kawasan bersejarah. Untuk itu akan dilihat hubungan korespondensi antara faktor pemicu dengan kesan publik. Dengan ward hierarchial clustering, yang menghasilkan dendrogram yang menggambarkan korespondensi kedua kategori utama tersebut. Hasil analisis korespondensi dapat dilihat pada Gambar 3. E 028 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

alih fungsi Negatif informasi/pemandu manajemen promosi inovatif peminat peraw atan dampak positif sekitar pendanaan kurang fasilitas penunjang fisik menarik nilai edukasi keberadaan komunitas budaya konten sejarah Positif ruang publik memori kolektif Biasa Gambar 3. Analisis korespondensi faktor pemicu dan persepsi publik terhadap kawasan bersejarah. Berdasarkan dendrogram di atas, dapat dilihat keterkaitan antara kesan, dan faktor apa yang dominan mempengaruhi munculnya kesan tersebut sebagai persepsi publik. Responden yang memiliki persepsi negatif, paling dipengaruhi oleh adanya perubahan fungsi bangunan pada kawasan bersejarah. Seperti banyaknya gelandangan yang mengakuisisi bangunan bersejarah, dan adanya perubahan bentuk dan fungsi oleh pemilik bangunan. Persepsi negatif juga berkaitan oleh faktor informasi/pemandu, dipengaruhi oleh tidak adanya plakat penjelas kawasan bersejarah, kurangnya penyampaian konten bersejarah, informasi yang kurang mewakilkan konten bersejarah, tidak ada panduan rute, serta kebutuhan akan pemandu. Persepsi negatif juga berkaitan dengan faktor manajemen, seperti kurangnya pengelolaan kawasan bersejarah secara professional. Juga aspek promosi yang tidak inovatif, juga sepinya usaha untuk menarik peminat. Perawatan, sebagai salah satu faktor yang paling dominan dalam distribusi kemunculan, juga berkaitan dengan persepsi negatif. Keberadaan bangunan dan kondisi kawasan bersejarah yang terbengkalai, sebagian diruntuhkan, tidak adanya penataan, dan kurang optimalnya usaha Astri Isnaini Dewi perawatan, mempengaruhi persepsi publik terhadap kawasan bersejarah menjadi negatif. Faktor pendanaan yang kurang, tidak adanya dampak positif yang dihasilkan, serta fasilitas penunjang menjadi faktor yang juga berkaitan dengan persepsi negatif responden. Pendanaan yang kurang dianggap menjadi latarbelakang tidak adanya perkembangan pada kawasan bersejarah. Sementara kondisi fasilitas umum yang buruk, tidak adanya aktivitas tambahan yang memberikan kesempatan publik untuk berinteraksi, juga menjadi faktor pemicu persepsi negatif terhadap kawasan bersejarah. Di sisi lain, responden dengan persepsi positif, paling dominan dipicu oleh faktor konten sejarah. Publik menunjukkan ketertarikannya pada asal-usul kawasan bersejarah yang menjadi latar belakang terbentuknya suatu daerah. Selain itu adanya makna yang terkandung pada kawasan bersejarah, karakter kawasan yang berbeda dan menarik, mempengaruhi persepsi publik menjadi positif terhadap kawasan bersejarah. Faktor ruang publik, juga mempengaruhi persepsi positif publik. Hal ini merujuk pada publik yang melihat kawasan bersejarah sebagai tempat wisata dan tempat yang terbuka bagi seluruh kalangan. Selain itu, memori kolektif juga memicu persepsi positif publik. Hal ini dipengaruhi oleh, publik yang merasakan kesan positif ketika membayangkan kisah yang terjadi dibalik kawasan tersebut, mengerti akan perjuangan, dan merasakan cerita di dalamnya, juga kuatnya nuansa masa lalu. Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan persepsi positif publik adalah keberadaan komunitas budaya, nilai edukasi, dan kondisi fisik kawasan. Keberadaan komunitas budaya yang masih tinggal di kawasan, memberikan aspek kultural yang lebih kuat pada suatu kawasan, yang dapat mempengaruhi persepsi publik menjadi positif pada suatu kawasan. Unsur fisik turut mempengaruhi persepsi positif publik terhadap kawasan bersejarah. Menyentuh Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 E 029

Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi Publik terhadap Kawasan Bersejarah langsung fisik bangunan, keaslian situs-situs sejarah, skala kawasan, dan pengalaman visual menjadi penyusun faktor unsur fisik. Berdasarkan analisis korespondensi, diperoleh pola kedekatan antara faktor pemicu dan persepsi publik pada kawasan. Untuk meningkatkan persepsi positif, diperlukan perhatian lebih pada faktor konten sejarah pada lingkar pertama, kemudian memperkaya fungsi ruang publik, dan menguatkan memori kolektif. Selain itu, keberadaan komunitas budaya, aspek fisik yang menarik, dan nilai edukasi juga dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan persepsi positif. Untuk mengurangi persepsi negatif, diperlukan reduksi pada kekurangan-kekurangan aspek fungsional, metode refunction harus dilakukan secara hati-hati sesuai kebutuhan publik. Meningkatkan jumlah informasi dan memberikan fasilitas pemandu pada kawasan bersejarah, meningkatkan kualitas manajemen, dan merancang metode promosi yang inovatif. Peningkatan kualitas perawatan sangat diperlukan. Dimana perawatan sebagai salah satu faktor dominan yang muncul, memiliki pengaruh pada persepsi negatif. Pola-pola ini menghasilkan pola faktor yang dominan, dan dapat dikelola dalam meningkatkan persepsi publik untuk lebih positif, dan mengurangi persepsi negatif. Untuk persepsi positif, ditemukan sangat berkaitan dengan konten sejarah, fungsinya sebagai ruang publik, dan memori kolektif. Sedangkan persepsi negatif ditemukan berkaitan dengan alih fungsi, kurangnya informasi/pemandu, dan manajemen. Daftar Pustaka Creswell, J.W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design. California: Sage Publications, Inc. Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Jowell, R. H. T. The Public Values of Heritage. Llewyn & Davies. Urban Design Compendium. United Kingdom: 2000. Suri, N.S., & Sugiri, A. (2015). Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terhadap Fasad Bangunan di Koridor Jalan Ki Samaun Kota Tangerang. Tata Loka, 17, 148-151. The Getty Conservation Institute (2002). Assessing the Values of Cultural Heritage. Los Angeles: The J. Paul Getty Trust. Kesimpulan Kesan positif masih cenderung dominan dari keseluruhan persepsi publik terhadap kawasan bersejarah sebanyak 52,527% yang meliputi rasa menarik dan senang. Disusul kesan negatif sebanyak 39,247% yang meliputi miris dan tidak menarik, dan kesan biasa dalam 3,226% meliputi rasa bosan. Faktor dominan yang mempengaruhi persepsi adalah faktor perawatan dan konten sejarah. Sedangkan faktor yang tidak dominan adalah ruang publik, promosi inovatif, pendanaan kurang, keberadaan komunitas budaya, dan dampak positif sekitar. Melalui analisis korespondensi diperoleh beberapa pola-pola kedekatan antara persepsi publik dan alasan yang memunculkan kesan tersebut. E 030 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016