TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu.

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

Penyiapan Mesin Tetas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae

TINJAUAN PUSTAKA. (Gallus gallus gallus) dan Ayam Hutan Merah Jawa ( Gallus gallus javanicus).

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkembang hingga ke penjuru dunia, dikenal dengan nama Bob White Quail dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

Morfologi dan Anatomi Dasar Unggas

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu mencerna serat kasar yang tinggi (Nugraha dkk., 2012). Itik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

II. TINJAUAN PUSTAKA. potensial di Indonesia. Ayam kampung dijumpai di semua propinsi dan di

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Anas platyrhynchos (domestic duck) Itik sangat identik dengan kehidupan nya yang selalu berkelompok dan

SECARA UMUM CIRI-CIRI TERNAK UNGGAS ADALAH :

BAB I PENDAHULUAN. unggas untuk mewujudkan beternak itik secara praktis. Dahulu saat teknologi

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

TUGAS AKHIR PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN MESIN TETAS TELUR

BAB I PENDAHULUAN. efektif karena satu induk ayam kampung hanya mampu mengerami maksimal

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary.

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. unggas di Sumatera Barat, salah satunya adalah peternakan Itik. Di Nagari Pitalah,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

PEMBIBITAN DAN PENETASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

II KAJIAN KEPUSTAKAAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan bangsa serta jenis yang beragam. Setiap bangsa dan jenis itik memiliki

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

BAB II DASAR TEORI. Sedangkan dalam penetasan telur itu sendiri selama ini dikenal ada dua cara, yakni: Cara alami Cara buatan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik adalah merupakan salah satu unggas air (waterfowls) yang dikenal juga

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, Family Anatidae, Sub family Anatinae, Tribus anatini dan Genus Anas (Srigandono, 1997). Para ahli sejarah unggas telah sepakat bahwa itik Mallard merupakan tetua itik, yang menurunkan itik-itik yang dibudidayakan sekarang ini, yang disebut common mallard atau green headed mallard karena warna bulu kepala yang jantan adalah hijau. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa itik yang ada di Indonesia merupakan itik pendatang yang telah mengalami domestikasi. Blakely dan Bade (1994) menyatakan bahwa, kebanyakan itik merupakan turunan itik liar yang disebut wild mallard, kecuali itik Manila atau muskovi. Itik lokal yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari itik Indian Runner. Hal ini dikuatkan oleh Blakely and Bade (1994) yang menyatakan bahwa itik Indian Runner berasal dari Indonesia dan didatangkan ke Amerika Serikat pada tahun 1870. Itik Indonesia mula-mula berasal dari jawa, di Inggris itik ini dikenal dengan nama Indian Runner ( Anas javanica) (BPTP, 2001). Ciri fisik yang dimiliki oleh itik lokal adalah bentuk relatif langsing dengan langkah yang tegap, tinggi tubuh berkisar antara 45-50 cm dan digambarkan sebagai bentuk botol anggur, tubuh kecil dengan bobot tubuh dewasa rata-rata 1.200 g untuk betina dan 1.400 g untuk jantan, warna bulu totol-totol coklat dengan paruh dan kaki hitam (Rose, 1997) mampu berdiri tegak, serta larinya cepat, itulah mengapa ada alasan itik tersebut dinamakan Indian Runner. 4

Itik lokal (Anas plathyrinchos) memiliki sifat aquatik yaitu suka dengan air. Hal ini ditunjang oleh bulu-bulu yang tebal dan berminyak yang berfungsi melindungi tubuh saat berada di air dan juga bentuk kaki dengan jari-jari kaki dihubungkan oleh selaput renang. Itik mempunyai keunggulan yaitu tingkat kematian (mortalitas) umumnya rendah, dan itik lebih tahan terhadap penyakit (Mulatsih dkk., 2010). Itik memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan baru, selain itu itik dapat mempertahankan produksi telurnya lebih lama daripada ayam niaga petelur, itik lokal memiliki sifat mengeram yang sangat rendah, sehingga untuk menetaskan perlu dilakukan secara buatan (Haqiqi, 2008). 2.2. Perkembangan Embrio Pembuahan telur terjadi 30 menit setelah ovulasi didalam Infundibulum. Pada saat terjadinya pembuahan, kepala dari sel sperma ( akrosoma) melakukan penetrasi ke periviteline layer untuk kontak dengan membrane plasma oocyte pada membrane oocyte terdapat reseptor pada O-linked oligosakarida berupa substansi glikoprotein yang merupakan reseptor dari sel sperma yaitu pada diskus germinalis yang mengandung kromosom haploid (Howarth, 1994; Kuroki dan Mori, 1997). Setelah terjadi pembuahan pada diskus germinalis terbentuk lobang-lobang blastoderm (Bramwell et al., 1996). Ovum yang telah dibuahi kemudian dibungkus oleh putih telur di dalam magnum, kerabang tipis di dalam isthmus, kerabang telur di uterus, kutikula di vagina dan telur dikeluarkan melalui kloaka. Pada kondisi normal pembentukan sebutir telur di dalam alat reproduksi terjadi selama : 24-25 jam (Bahr and Johnson, 1991). 5

2.3. Daya Tetas Telur Itik Daya tetas telur merupakan persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil (Card and Leslie, 1993). Suprijatna dkk. (2005) menjelaskan bahwa telur tetas merupakan telur fertil atau telah dibuahi. Telur tetas yang baik adalah telur yang memiliki daya tetas tinggi. Daya tetas telur yang tinggi dapat dilihat dari nilai indeks telur, yaitu perbandingan lebar maksimal dengan panjang maksimal telur dikali dengan 100% (Hartono dan Isman, 2010). Daya tetas telur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu penyimpanan, lama penyimpanan, keadaan fisik telur dan kelembaban (Sudaryani, 1996). Suhu atau temperatur memegang peranan yang sangat penting dalam penetasan telur karena mempengaruhi perkembangan embrio di dalam telur. Jika suhu terlalu rendah maka perkembangan organ-organ embrio tidak berkembang secara proporsional (Susila, 1997). Wiharto (1988) menyatakan, apabila suhu terlalu rendah umumnya menyebabkan kesulitan menetas dan pertumbuhan embrio tidak normal karena sumber pemanas yang dibutuhkan tidak mencukupi. Hodgetts (2000), menyatakan suhu yang baik untuk penetasan adalah 37,8 C, dengan kisaran 37,2-38,2 C. Pada suhu ini akan dihasilkan daya tetas yang optimum. Temperatur dan kelembaban merupakan faktor penting untuk perkembangan embrio. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian embrio ataupun abnormalitas embrio, sedangkan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan normal dari embrio (Wulandari, 2002). 6

2.4. Mesin Tetas Awalnya mesin tetas merupakan sebuah kotak yang diisi sekam atau pasir, kemudian telur-telur yang akan ditetaskan diletakkan di dalamnya. Sumber panas yang digunakan dalam mesin tetas adalah sumber panas alami yang berasal dari sinar matahari dan panas yang dihasilkan oleh proses fisiologi embrio di dalam telur yang sedang ditetaskan. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi mesin tetas semakin dikembangkan yaitu berbentuk sebuah kotak yang didesain menyerupai lemari kecil, yang kemudian diisi dengan pemanas dan pengontrol suhu (Abidin, 2003). Prinsip penetasan buatan meniru perilaku dan sifat-sifat alamiah induk ayam yang mengerami telurnya, melalui penyesuaian temperatur tubuh induk, kelembaban, dan kebiasaan induk ayam mengguling-gulingkan telurnya seperti pada saat mengeram (Jutawan, 1989). Mesin tetas berfungsi mengganti peran induk unggas dalam penetasan telur untuk menghasilkan anak unggas. Mesin tetas yang baik dapat menciptakan kondisi sebagaimana kondisi alami induk unggas. Sarwono (2004) menyatakan bahwa untuk menciptakan kondisi yang ideal seperti pada penetasan alami, maka mesin tetas harus memenuhi beberapa syarat antara lain : suhu ruang mesin tetas berkisar antara 100 105 o F atau 30.3 40.6 o C, kelembaban udara antara 60 70%, dan sirkulasi udara (O 2 ) dalam ruang mesin tetas. Sejalan dengan perkembangan embrio maka kebutuhan oksigen akan meningkat dan terjadi pula peningkatan pembuangan CO 2. Oleh karena itu, sirkulasi udara yang lancar penting bagi berlangsungnya perkembangan embrio yang optimal. 7

Keuntungan penggunaan mesin tetas adalah 1) penetasan dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa bergantung pada induk; 2) telur dapat ditetaskan secara serentak dan menghasilkan anak yang seragam; 3) telur yang ditetaskan jauh lebih banyak; 4) induk ayam dapat terus memproduksi telur selam proses penetasan berlangsung (Jutawan, 1989); dan 5) hemat energi, murah biaya, praktis dan mudah (Santa, 2002). Penetasan buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, dengan kapasitasnya yang lebih besar. Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan daya tetas telur karena temperaturnya dapat diatur lebih stabil tetapi memerlukan biaya dan perlakuan lebih tinggi dan intensif (Jayasamudera dan Cahyono, 2005). Peralatan mesin tetas terdiri dari lampu yang berfungsi sebagai sumber pemanas, termometer, termoregulator sebagai pengontrol suhu dan rak telur (Abidin, 2003). 2.5. Penyimpanan Telur Tetas Telur yang tidak segera ditetaskan harus disimpan terlebih dahulu (Nurati dkk., 2000). Telur yang disimpan terlalu lama akan mengalami penurunan daya tetas. Telur-telur yang disimpan daya tetasnya akan menurun kira-kira 3% setiap hari (Nugroho dan Mayun, 1986). Daya tetas telur yang disimpan selama 6 hari lebih tinggi dibandingkan dengan daya tetas telur yang disimpan selama 7 hari. Telur yang disimpan terlalu lama, apabila disimpan dalam lingkungan yang kurang baik, bisa menyebabkan berkurangnya berat telur dan kantong udara (Andrianto, 2005). 8

2.6. Suhu Penyimpanan Penyimpanan telur harus memperhatikan suhu dan kelembaban lingkungan baik adalah 12 o C dengan kelembaban 60 o C. Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan embrio menjadi kekurangan cairan (dehidrasi). Suhu penyimpanan yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya kelembaban yang berlebihan sehingga embrio mengalami kelebihan cairan, lemas dan mati (Hartono dan Isman, 2010). Suhu penyimpanan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan embrio menjadi kekurangan cairan (dehidrasi). Suhu penyimpanan yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya kelembaban yang berlebihan sehingga embrio mengalami kelebihan cairan, lemas dan mati (Sittmann dan Abplanalp, 1965). 2.7. Lama penyimpanan Daya tetas telur menurun sangat cepat setelah berumur 7 hari, karena itu lama penyimpanan telur tidak boleh melebihi 7 hari. Telur yang telah berumur 3 minggu memiliki daya tetas yang sangat rendah bahkan hampir tidak dapat menetas. Penyimpanan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat telur dan berkurangnya kantong udara (Hartono dan Isman, 2010). Umur atau lama penyimpanan telur tetas merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi penetasan. Telur tetas yang baik untuk ditetaskan harus yang masih segar, sebaiknya berumur kurang dari 7 hari (Nurya nti dkk, 2000). Lebih lanjut dijelaskan bahwa telur yang terlalu lama disimpan dapat mengakibatkan terjadinya kematian embrio pada hari ke - 2 hingga ke - 4. Bila terjadi perkembangan pun telur tidak sempurna karena tidak dalam lingkungan sesuai. Margatan, (2005) menyatakan bahwa bagaimanapun juga telur yang hendak 9

ditetaskan yang baik adalah telur yang masih baru. Telur baru dan memenuhi syarat untuk ditetaskan adalah yang masih berumur 1 sampai 7 hari sejak dikeluarkan oleh induknya. Tapi yang telur paling baik adalah yang masih berumur 1 4 hari. Sarwono (2004) menyatakan bahwa umur telur 1 3 hari, saat ruang udara di dalam telur masih utuh atau umur telur belum lewat 7 hari setelah keluar dari tubuh induknya. Ini diperkuat oleh Suprijatna dkk (2005) yang menyatakan bahwa umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, karena daya tetas telur akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur telur. Menurut Sastroamidjojo dalam Tarjono dkk (2005) menjelaskan bahwa selama telur disimpan mengalami penguapan sehingga kadar air dalam telur akan berkurang, air merupakan komponen penting untuk hidup dan berkembang embrio. Wiharto dalam Tarjono dkk, (2005) mengemukakan bahwa telur tetas yang baik disimpan tidak lebih 7 hari. Telur tetas yang terlalu lama disimpan akan semakin besar kerusakan telur baik fisik maupun biologis. Dijelaskan lebih lanjut oleh Listyowati dan Roospitasari (2003) bahwa telur tetas yang baik untuk ditetaskan yaitu disimpan kurang dari 7 hari, apabila penyimpanan yang dilakukan lebih dari 7 hari maka akan mempengaruhi bobot tetas, hal ini terjadi karena selama penyimpanan terjadi penguapan. 10