BAB III LANDASAN TEORI. A. Teori Analisis Simpang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Simpang

b. Untuk pendekat dengan belok kiri langsung (LBKiJT)

BAB III LANDASAN TEORI. jalan 8/2T, atau kombinasi dari tipe-tipe jalan tersebut (PKJI, 2014) Tabel 3.1 Kode Tipe Simpang. Jumlah lengan simpang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. pada Gambar 3.1 di bawah ini. Terdapat lima langkah utama yang meliputi:

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geometrik dan Lingkungan Simpang

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Tipikal Simpang Bersinyal dan Sistem Pengaturan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. lebar lajur pendekat pada bagian pendekat yang tersempit atau paling tidak 10m

BAB III LANDASAN TEORI. terdapat di daerah perkotaan. Jenis simpang ini cocok untuk di terapkan apabila arus

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 216 kendaraan yang antri, hanya 50 kendaraan ringan yang lolos, pada pendekat

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Pengamatan Daerah Studi. Tinjauan Pustaka

KAPASITAS SIMPANG APILL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

BAB III LANDASAN TEORI. lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

BAB III LANDASAN TEORI

Leni Sriharyani 1.a*, M. Nur Hidayat 2.b

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Ekr untuk kendaraan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PANJANG ANTRIAN PADA LENGAN SIMPANG BERSINYAL DENGAN METODE PKJI

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Alat transportasi zaman sekarang sangatlah penting digunakan karena pertumbuhan jumlah penduduk,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KINERJA SIMPANG HOLIS SOEKARNO HATTA, BANDUNG

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

EVALUASI SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH BANDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Persimpangan Jl. Ibrahim Adjie Jl. Jakarta Dengan Beroperasinya Flyover Jl. Jakarta, Kota Bandung

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan satu dengan kendaraan lainnya ataupun dengan pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. simpang terutama di perkotaan membutuhkan pengaturan. Ada banyak tujuan dilakukannya pengaturan simpang sebagai berikut:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Ruas Jalan A. Data Umum, Kondisi Geometrik, Gambar dan Detail Ukuran

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian. Mulai. Pengamatan Daerah Studi. Studi Literatur. Hipotesis ::

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL ANTARA JALAN BANDA JALAN ACEH, BANDUNG, DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK KAJI

BAB IV PEMBAHASAN. arus dan komposisi lalu lintas. Kedua data tersebut merupakan data primer

BAB III LANDASAN TEORI

2.6 JALAN Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer Jalan Perkotaan Ruas Jalan dan Segmen Jalan...

(2) Untuk approach dengan belok kiri langsung (LTOR) W E dapat dihitung untuk pendekat dengan atau tanpa pulau lalulintas, seperti pada Gambar 3.2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas di dalamnya. Menurut Hobbs (1995), persimpangan jalan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL (STUDI KASUS : SIMPANG EMPAT BERSINYAL DEMANGAN) ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini : Mulai. Pengamatan Daerah Studi

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 10 (Sepuluh)

ANALISIS KINERJA BUNDARAN BERSINYAL (STUDI KASUS BUNDARAN BERSINYAL DIGULIS, KOTA PONTIANAK)

Pengaruh Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Kondisi Lingkungan Jalan Simpang Bersinyal Gejayan KODE PENDEKAT

EVALUASI GEOMETRIK DAN PENGATURAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG EMPAT POLDA PONTIANAK

Analisis Simpang Bersinyal Metode Webster. Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. ARUS JENUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saling berhubungan atau berpotongan dimana lintasan-lintasan kendaraan

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

SIMPANG TANPA APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

EVALUASI PENGENDALIAN LALU LINTAS DENGAN LAMPU PENGATUR LALU LINTAS PADA SIMPANG BERSINYAL

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KINERJA SIMPANG EMPAT BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Empat Telukan Grogol Sukoharjo) Naskah Publikasi Tugas Akhir

STUDI KINERJA SIMPANG BERSINYAL JALAN CIPAGANTI BAPA HUSEN BANDUNG

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah titik pada jaringan jalan tempat jalan-jalan bertemu dan

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

STUDI KINERJA SIMPANG LIMA BERSINYAL ASIA AFRIKA AHMAD YANI BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

METODE BAB 3. commit to user Metode Pengamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan yang sebenarnya, atau merupakan suatu penjabaran yang sudah dikaji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB 3 METODOLOGI Metode Pengamatan

TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PENINGKATAN KINERJA PERSIMPANGAN SEBIDANG PURI KEMBANGAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

SIMPANG BER-APILL. Mata Kuliah Teknik Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

EVALUASI DAN PERENCANAAN LAMPU LALU LINTAS KATAMSO PAHLAWAN

BAB III LANDASAN TEORI

Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan. Ir. Sri Utami, MT

KINERJA BUNDARAN BERSINYAL DIGULIS KOTA PONTIANAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang dijabarkan dalam sebuah bagan alir seperti gambar 3.1.

BAB III LANDASAN TEORI

MANAJEMEN LALU-LINTAS DAN EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Jl. Semolowaru-Jl. Klampis Semolo Timur-Jl.Semolowaru- Jl.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR KATA PENGANTAR

Waktu hilang total : LTI = 18 KONDISI LAPANGAN. Tipe Lingku ngan Jalan. Hambatan Samping Tinggi/ren dah. Belok kiri langsung Ya/Tidak

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Teori Analisis Simpang Menurut PKJI (2014) untuk kerja simpang dibedakan atas simpang bersinyal dan simpang tak bersinyal. indikator untuk kerja simpang bersinyal antara lain nilai arus jenuh dasar (So), nilai arus jenuh (S), perbandingan arus lalu lintas dengan arus jenuh (RQ/S), waktu siklus (c), waktu hijau (H), kapasitas (C), derajat kejenuhan (DJ). 1. Lebar pendekat efektif Penentuan lebar pendekat efektif (LE) berdasarkan lebar ruas pendekat (L), lebar masuk (LM), dan lebar keluar (LK). jika (BKiJT) diizinkan tanpa menganggu arus lurus dan arus belok kanan saat isyarat merah, maka LE dipilih dari nilai terkecil diantara LK dan (LM - LBKiJT). a. Untuk pendekat tanpa belok kiri langsung (LM) Jika LK < LM x (1-RBKa RBKiJT ), tetapkan LE = LK, dan analisis penentu waktu isyarat untuk pendekat ini hanya didasarkan pada arus lurus saja. Apabila pendekat dilengkaapi pulau lalu lintas, maka LM ditetapkan seperti gambar 3.1 sebelah kiri dan apabila tidak dilengkapi pulau lalu lintas, maka persamaan yang diperoleh LM = L LBKiJT.. (3.1) 18

19 Gambar 3.1 Lebar pendekat dengan dan tanpa pulau lalu lintas 1) Bila LBKiJT 2m, maka arus kendaraan BKiJT dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan belok kanan selama isyarat merah. LE ditetapkan sebai berikut : Langkah 1 keluarkan arus BKiJT (qkijt ) dari perhitungan dan selanjutnya arus yang dihitung adalah q = qlrs + qbka, maka lebar efektif LE = Min { L L BKiJT L M... (3.2) Langkah 2 : Periksa LK ( hanya untuk pendekat tipe P ), jika LK< LM x(1- RBKa), maka LE = LK1 dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekatan ini didasarkan hanya bagian lalun lintas yang lurus saja yaitu qlrs 2) Bila LBKiJT < 2m, maka kendaraan BKiJT dianggap tidak dapat mendahului antrian kendaraan lainnya selama isyarat merah. LE ditetapkan sebagai berikut Langkah 1 Sertakan qbkijt pada perhitungan selanjutnya

20 L E = L Min { L M + L BKiJT....(3.3) L (1 + R BKiJT ) L BKiJT Langkah 2 Periksa LK (hanya untuk pendekat tipe P), jika LK < LMx(1-RBKa-RBKiJT), maka LE = Lk dan analisis penentuan waktu isyarat untuk pendekat ini dilakukan untuk arus lurus saja. B. Kondisi Arus Lalu Lintas Data lalu lintas yang diperoleh dibagi kedalam beberapa tipe kendaran yaitu kendaraan kendaraan berat (KB), kendaraan ringan (KR), sepeda motor (SM), kendaraan tak bermotor (KTB). Pada PKJI (2014) kendaraan tidak bermotor termasuk kategori sebagai hambatan samping. Untuk perhitungan arus lalu lintas digunakan satuan smp/jam yang dibagi kedalam dua tipe yakni arus terlindung (protected traffic flow) dan arus berlawanan arah (opposed traffic flow), yang tergantung pada fase sinyal dan gerakan belok kanan. Tabel 3.1 Klasifikasi kendaraan No Klasifikasi Jenis Kendaraan 1 Kendaraan Ringan (KR) Sedan, jeep, kombi, angkot, minibus, minibox, pickup. 2 Kendaraan Berat (KB) Bus, truk kecil, truk dua sumbu, bus kecil, truk gandeng, truk tiga sumbu. 3 Sepeda Motor (SM) Sepeda motor dan kendaraan bermotor roda 3 4 Kendaraan Tak Bermotor (KTB) Sepeda, becak, dokar, andong

21 Table 3.2 Nilai konversi smp Tipe kendaraan Nilai ekr Terlindung Terlawan KB 1,3 1,3 KR 1,0 1,0 SM 0,15 0,4 1. Perhitungan Penilaian Arus Jenuh Arus jenuh (S, skr/jam) ialah hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So) dengan faktor-faktor penyesuaian untuk penyimpangan kondisi eksisting terhadap kondisi ideal. So ialah S pada keadaan lalu lintas dan geometric yang ideal, sehingga faktor-faktor penyesuaiannya untuk So adalah satu. S dirumuskan sebagai S = So x FHS x FUK x FG x FP x FBKi x FBKa Keterangan : FHS FUK FG FP FBKi FBKa adalah faktor penyesuian So akibat HS lingkungan jalan adalah faktor penyesuian So terkait ukuran kota...(3.4) adalah faktor penyesuian So akibat kelandaian memanjang pendekat adalah faktor penyesuian So akibat adanya jarak garis henti pada mulut pendekat terhadap kendaraan yang parkir pertama adalah faktor penyesuian So akibat arus lalu lintas yang membelok ke kiri adalah faktor penyesuian So akibat arus lalu lintas yang membelok ke kanan 2. Arus Jenuh Dasar Arus jenuh dasar dibagi atas 2 tipe yaitu a. Untuk pendekat terlindung (P), So sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat. So ditentukan oleh persamaan rumus dan dapat pula dengan menggunakan diagram.

22 So = 600 x LE (3.5) Gambar 3.2 Diagram arus jenuh dasar tipe pendekat terlindung, P b. Tipe pendekat tak terlindung (O) 1) Tidak dilengkapi lajur belok kanan terpisah, maka So ditentukan menggunakan grafik yang terdapat dalam PKJI (2014). So sebagai fungsi dari LE, QBKa, dan QBKa,O 3. Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) Table 3.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FUK) Jumlah penduduk kota (juta jiwa) Faktor penyesuaian ukuran kota (FUK) > 3,0 1,05 1,0-3,0 1,00 0,5 1,0 0,94 0,1 0,5 0,83 < 0,1 0,82

23 4. Faktor penyesuaian lingkungan jalan (FHS) Faktor koreksi hambatan samping (FHS) merupakan fungsi dari jenis lingkungan jalan, hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak didapatkan, gangguan samping tidak diketahui dapat diasumsikan nilai yang tinggi agar tidak terjadi over estimate untuk kapasitas. Table 3.4 Penyesuaian untuk tipe lingkungan simpang, hambatan samping, dan kendaraan tak bermotor (FHS) Rasio kendaraan tak bermotor Lingkungan Hambatan Tipe Fase Jalan Samping 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 Komersial Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Tinggi (KOM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81 Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71 Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72 Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83 Permukiman Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Tinggi (KIM) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84 Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73 Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,74 Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,86 Akses Tinggi/Sedang Terlawan 1,00 0,95 090 0,85 0,80 0,75 Terbatas Rendah Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88

24 5. Faktor penyesuaian kelandaian (FG) Gambar 3.3 Faktor penyesuaian kelandaian 6. Faktor penyesuaian parkir (FP) Faktor penyesuaian parkir (FP) adalah jarak dari garis henti ke kendaraan yang parkir pertama dan lebar pendekat. Nilai (FP) dapat ditentukan oleh grafik dan dapat dihitung dengan rumus L P 3 (L 2)X ( L P 3 g) L FP = H Keterangan LP L...(3.6) adalah jarak antara garis henti ke kendaraan yang parkir pertama pada lajur belok kiri atau panjang dari lajur belok kiri yang pendek, (m) adalah lebar pendekat (m) H adalah wajtu hijau pada pendekat yang ditinjau (nilai normalnya 26 detik)

25 Gambar 3.4 Faktor penyesuaian parkir 7. Faktor penyesuaian belok kanan (FBKa) Faktor penyesuian belok kanan ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan RBKa. Perhitungan hanya berlaku untuk pendekat tipe P, tanpa median, tipe jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk. FBKa = 1,0 + RBKa X 0,26.....(3.7) Gambar 3.5 Faktor penyesuian untuk belok kanan (FBKa), pada pendekat tipe P dengan jalan dua arah, dan lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk (Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014)

26 8. Faktor penyesuaian belok kiri (FBKi) Faktor penyesuaian belok kiri ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri RBKi, perhitungan ini berlaku untuk pendekat tipe P tanpa BKiJT, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus atau dapat ditentukan oleh grafik FBKi = 1,0 - RBKi x 0,16.....(3.8) Gambar 3.6 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (FBKi) untuk pendekat tipe P, tanpa BiJT, dan LE ditentukan oleh LM (Sumber : Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014) 9. Rasio Arus / Arus Jenuh (RQ/S) Perlu diperhatikan bahwa : a. Bila arus BKiJT harus dipisahkan dari analisis, maka hanya arus lurus dan belok kanan saja yang dihitung sebagai nilai Q b. Bila LE = LK, maka hanya arus lurus saja yang masuk dalam nilai Q c. Bila pendekat mempunyai dua fase, yaitu fase kesatu untuk arus terlawan (O) dan fase kedua untuk arus terlindung (P), maka arus gabungan dihitung dengan pembobotan seperti proses perhitungan arus jenuh.

27 RQ/S dihitung dengan persamaan rumus RQ/S = Q/S...(3.9) 10. Rasio Fase, RF Rasio fase yaitu rasio antara arus lalu lintas terhadapap rasio arus lalu lintas simpang. Nilai RF dihitung masing-masing fase sebagai rasio antara RQ/S Kritis dan RAS. R F = R Q/S kritis R AS......(3.10) Rasio arus simpang (RAS) dihitung sebagai jumlah dari nilai RQ/S Kritis dimana RQ/S Kritis diambil dari rasio arus tertinggi dari masing-masing fase. R AS = Σ i (R Q/S Kritis )i......(3.11) 11. Waktu Siklus dan Waktu Hijau Waktu isyarat terdiri dari waktu siklus (c) dan waktu hijau (H). a. Waktu Siklus (c) Rumus waktu siklus bertujuan meminimumkan tundaan total. Nilai c ditetatpkan dengan menggunakan persamaan keterangan c HH RQ/S RQ/S kritis RQ/S kritis c = (1,5 x H H +5) 1 R Q/s kritis adalah waktu siklus (detik)...(3.12) adalah jumlah waktu hijau hilang per siklus (detik) adalah rasio arus, yaitu arus dibagi arus jenuh (Q/S) adalah nilai RQ/S yang tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada fase yang sama adalah rasio arus simpang (sama dengan jumlah semua RQ/S kritis dari semua fase) pada siklus tersebut Waktu siklus yang diperoleh diharapkan sesuai dengan batas yang disarankan pada PKJI 2014 sebagai pertimbangan yang dijelskan pada table berikut :

28 Tabel 3.5 Waktu siklus yang layak Tipe Pengaturaan Waktu Siklus Yang Layak (detik) Dua-fase 40-80 Tiga-fase 50-100 Empat-fase 80-130 b. Waktu Hijau (H) Waktu hijau merupakan waktu isyarat yang berfungsi sebagai izin berjalan bagi kendaraan pada lengan simpang yang ditinjau. Waktu hijau dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : Hi Keterangan : Hi i = ( c HH) x R Q/S Kritis i ( R Q/S Kritis )i adalah waktu hijau pada fase i (detik) adalah indeks untuk fase ke i....(3.13) waktu siklus yang lebih rendah dari nilai diatas, cenderung menyebabkan kesulitan bagi pejalan kaki yang akan menyebrang jalan. Waktu siklus yang lebih dari 130 detik harus dihindarkan kecuali pada kasus sangat khusus, Karena hal tersebaut sering menimbulkan menurunnya kapasitas keseluruhan simpang. 12. Kapasitas Simpang Kapasitas untuk tiap lengan simpang dihitung dengan formula sebagai berikut: Keterangan : C S H C = S x H c.....(3.14) : Kapasitas simpang bersinyal (skr/jam) : Arus jenuh (skr/jam) : Total waktu hijau dalam satu siklus (detik)

29 13. Derajat Kejenuhan (Dj) Derajat kejenuhan (Dj) dihitung menggunakan persamaan : Dj = Q C....(3.15) Keterangan Dj Q C = derajat kejenuhan = arus lalu lintas (smp/jam) = kapasitas (smp/jam) 14. Panjang Antrian (PA) Jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat lampu hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah kendaraan terhenti (skr) yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah kendaraan (skr) yang dating dan terhenti dalam antrian selama fase merah (NQ2), dihitung dengan rumus : NQ = NQ1 + NQ2...(3.16) Jika DJ > 0,5 maka NQ1 = 0,25 x c x { (DJ 1)² + (DJ 1) 2 + 8 x (DJ 0,5) c...(3.17) Jika DJ 0,5 maka NQ1 = 0 NQ2 = c x (1 R H ) (1 R H X D J X Q 3600....(3.18) Lakukan koreksi untuk mengevaluasi pembebanan yang lebih dari NQ. Apabila diinginkan peluang untuk terjadi pembebanan sebesar POL(%), maka ditetapkan nilai NQMAX dengan gambar 3.7 untuk desain dan perencanaan disarankan POL 5%. Untuk analisis operasional, nilai POL = 5% sampai 10% masih dapat diterima

30 Gambar 3.7 Jumlah antrian maksimum Selanjutnya menghitung Panjang Antrian (PA) yang didapat dari perkalian NQ (skr) dengan luas area rata-rata yang digunakan oleh satu kendaraan ringan (ekr) yaitu 20m2, dibagi lebar masuk (m) sesuai persamaan berikut : PA = N Qmax 20 L M 15. Rasio Kendaraan Henti (RKH)...(3.19) Rasio kendaraan henti ialah rasio kendaraan pada pendekat yang harus berhenti kibat isyarat merah sebelum melewati suatu simpang terhadap jumlah arus pada fase yang sama pada pendekat tersebut, rasio kendaraan henti dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut RKH Keterangan = 0,9 X N Q Q X c X 3600...(3.20) NQ adalah jumlah rata-rata antrian kendaraan (skr) pada awal isyarat hijau c adalah waktu siklus (detik) Q adalah arus lalu lintas dari pendekat yang ditinjau (skr/jam)

31 Jumlah rata-rata kendaraan henti (NH) adalah jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, nilai dapat diperoleh dengan rumus 16. Tundaan NH = Q x RKH.....(3.21) Tundaan pada suatu simpang terjadi Karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (TL) dan tundaan geometric (TG). Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat I dihitung menggunakan rumus Ti = TLi + TGi......(3.22) a. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat I dapat ditentukan dari persamaan TL = c x 0,5 x (1 R H)² + N Q1 x 3600 (1 R H X DJ ) c...(3.23) b. Tundaan geometric rata-rata pada suatu pendekat I dapat diperkirakan dengan persamaan TG Keterangan PB = ( 1- RKH) x PB x 6 + (RKH x 4)...(3.24) adalah porsi kendaraan membelok pada suatu pendekat Nilai normal TGi untuk kendaraan belok tidak berhenti adalah 6 detik, dan untuk yang berhenti adalah 4 detik. Nilai normal ini didasarkan pada anggapan-anggapan, bahwa: 1) Kecepatan = 40 km/jam; 2) Kecepatan belok tidak berhenti =10 km/jam; 3) Percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2; 4) Kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan. H H = Σ i (M Semua + K) i...(3.25) M Semua = { (L KB+l KB ) V KB L KD...(3.26) V KD }max