BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan :

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Mansur (2006) menyebutkan bahwa Nepenthes ini berbeda dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. m yang mempunyai batang di bawah tanah atau rhizom. Bonggol (Corm) mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae. Orchidaceae merupakan famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Fabaceae. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

KULTUR JARINGAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jati Emas (Cordia subcordata) kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar.

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

I. TINJAUAN PUSTAKA. 2-9 m yang mempunyai batang dibawah tanah atau rhizom. Pisang merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut:kingdom: Plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan ZipcodeZoo.com (2012) klasifikasi tanaman. Boesenbergia flava Holttum adalah Kingdom: Plantae, Class: Magnoliopsida

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

TINJAUAN PUSTAKA. Kenaf (Hibiscus cannabinus L.)

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi. Sebagai buah segar,

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut hanya menembus lapisan tanah atas sedalam cm, tergantung jenis

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiacal Linn) merupakan jenis buah yang paling umum

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan Indonesia yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Pisang berasal dari bahasa Arab yaitu maus dan menurut Linnaeus termasuk keluarga Musaceae (Satuhu dan Supriyadi, 1999). Pisang barangan merupakan pisang yang paling populer di Sumatera Utara (Nuswamarhaeni, dkk, 1999, hlm. 56). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman pisang dengan tingkat keragaman yang sangat tinggi dan tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Pisang Barangan adalah salah satu jenis pisang yang sangat digemari oleh konsumen meskipun harganya lebih mahal dibandingkan jenis lainnya (Nainggolan dkk, 2002 dalam Wahyudi, 2004). Adapun botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: tumbuhan seperti pohon, tinggi 2-9 m; batang pendek dalam tanah yang disebut Corm; mempunyai kuncup-kuncup tunas yang akhirnya berkembang menjadi anakan. Akar liar (adventif) tumbuh menyebar secara lateral, dapat mencapai panjang 4-5 m. Batang yang di atas permukaan tanah adalah batang semu yang merupakan kumpulan dari pelepah daun yang berdaging, membentuk suatu bentuk silindris dengan diameter 20-50 cm. Daun baru yang terbentuk tumbuh dari batang semu. Helai daun berbentuk oblong yang besar dengan panjang 150-400 cm dengan lebar 70-100 cm. Bila bunga majemuk telah terbentuk di ujung batang semu, maka pembentukan helai daun baru akan berhenti. Bunga majemuk terkumpul menjadi beberapa kelompok (sisir) dan setiap kelompok didukung oleh daun penumpu yang besar, berwarna merah dan di dalamnya terdapat dua baris bunga. Keseluruhan kelompok bunga ini bersatu dalam bentuk seperti jantung, sehingga disebut sebagai jantung pisang. Daun penumpu dari setiap kelompok bunga akan luruh setelah terjadinya proses perkembangan buah (Sudarnadi, 1996, hlm. 85).

Menurut Steenis (2003), kedudukan pisang barangan dalam taksonomi adalah: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa acuminata L. Tanaman pisang termasuk tanaman iklim tropis basah yang mudah didapatkan di Indonesia, tanaman ini tahan hidup di musim kemarau, mampu tumbuh dan berproduksi baik pada berbagai jenis tanah pada ketinggian tempat antara 0-1000 m di atas permukaan laut. Tanaman pisang mudah tumbuh di berbagai tempat sehingga penanaman yang dilakukan oleh petani belum teratur dan sering dicampur dengan tanaman lainnya. Selain itu pemeliharaan tanaman pisang belum dilakukan secara intensif, sehingga produksi dan mutu buah yang dihasilkan masih rendah (Warda dan Hutagalung, 1994). 2.2. Teknik Kultur Jaringan Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefcel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Suryowinoto, 1991 dalam Hendaryono dan Wijayani, 1994). Manfaat perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakan secara konvensional dianggap lambat. Di samping itu, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang perlu

diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003, hlm. 9). Perbanyakan bibit secara cepat adalah salah satu dari penerapan teknik kultur jaringan yang telah dilakukan terutama untuk beberapa jenis tanaman yang diperbanyak secara klonal. Tujuan utamanya adalah memproduksi bibit secara massal dalam waktu singkat. Hal ini terutama dilakukan pada tanaman-tanaman yang persentase perkecambahan bijinya rendah. Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang menunjukkan sifat male sterility, hibrida-hibrida yang unik, perbanyakan pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah dan tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif seperti kentang, pisang dan strawberry juga diperbanyak secara kultur jaringan (Gunawan, 1987 dalam Mattjik, 2005, hlm 17). Tujuan lain dari kultur jaringan adalah untuk membiakkan bagian tanaman dalam ukuran yang sekecilkecilnya sehingga menjadi beratus-ratus ribu tanaman kecil (klon), dan untuk menghasilkan kalus sebanyak-banyaknya agar dapat menghasilkan metabolit sekunder, misalnya untuk keperluan obat-obatan. Perbanyakan secara kultur jaringan dilakukan dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti organ, jaringan, kumpulan sel, sel tunggal, protoplasma, dan kemudian menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan aseptik yang kaya nutrisi dan mengandung zat pengatur tumbuh. Proses ini berlangsung di dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian-bagain tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap (Saptarini, dkk, 2001, hlm. 23). 2.2.1 Zat Pengatur Tumbuh Di dalam tubuh tumbuhan, zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan demi kelangsungan hidupnya. Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator), adalah senyawa organik, yang dalam jumlah sedikit dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1982).

Perkembangan kalus dikendalikan oleh hormon yang ditambahkan ke dalam media, khususnya auksin dan sitokinin. Perubahan kadar zat pengatur tumbuh dapat mempengaruhi morfogenesisi kalus menjadi tanaman utuh atau organ-organ saja. Keseimbangan hormon yang diperlukan merupakan hal penting untuk setiap spesies dan sering sangat beragam antara kultivar satu dengan yang lain. Bila keseimbangan auksin/sitokinin dalam medianya tepat, maka kelompok kalus akan segera terbentuk (Nasir, 2002, hlm. 33). Pada tahun 1940 an, para ahli fisiologi tumbuhan dari Universitas Wisconsin di Amerika yang dipelopori oleh Folke Skoog menemukan bahwa zat pengatur tumbuh auksin, yaitu IAA (Indol acetic acid) dan NAA (Naphtalene acetic acid) yang sebelumnya sudah diketahui dapat merangsang pembentukan akar pada setek, ternyata juga dapat merangsang pertumbuhan sel secara in vitro, tetapi menghambat pembentukan mata tunas. Pada tahun 1955, Carlos Miller dkk (yang bekerja dengan Skoog) menemukan kinetin, suatu penemuan pertama hormon golongan sitokinin. Pada tahaun 1957, Skoog dan Miller mempublikasikan studi klasik antara sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar dan tunas dalam kultur jaringan (Yusnita, 2003). 2.2.1.1 Sitokinin/ BAP Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Di dalam senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu ikatan ganda dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini (Abidin, 1982, hlm. 55). Secara umum, konsentrasi sitokinin yang digunakan berkisar dari 0.1 10 mg/l. Dalam kasus tertentu, konsentrasi kinetin sampai 30 mg/l pernah digunakan, tetapi jarang terjadi (Gunawan, 1995). Pengaruh sitokinin dalam kultur jaringan tanaman antara lain berhubungan dengan proses pembelahan sel, proliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar dan induksi umbi. Pembelahan mitosis tidak akan terjadi bila tidak ada sitokinin. Sitokinin terutama berperan di dalam pembentukan benang gelendong pada metafase (Wattimena, 1992 dalam Nasution, 2003).

Menurut Santoso dan Nursandi (2004, hlm. 105), bahwa secara lebih luas peran sitokinin dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel. 2. Sitokinin berperan dalam penundaan senesens (penuaan), caranya dengan jalan sitokinin menghambat penguraian protein. Penuaan terjadi karena penguraian protein menjadi asam amino oleh enzim-enzim protese, RNAse, DNAse. Artinya di sini penghambatan atau penundaan penuaan terjadi karena kinerja enzim-enzim di atas dihambat sitokinin sehingga umur protein lebih panjang. 3. Sitokinin ini berperan mengarahkan transpor zat hara, yaitu memberi signal ke arah mana zat hara akan dibawa atau ditransport. 4. Peran sitokinin yang lain adalah: mendorong proses morfogenesis, pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, dan pembungaan. 5. Dalam kegiatan kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulasi terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil pada kalus, golongan sitokinin yang sering ditambahkan dalam medium antara lain adalah: kinetin, zeatin, dan Benzil Amino Purin (BAP) (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penggunaan BAP dengan konsentrasi tinggi dan masa yang panjang seringkali menyebabkan regeneran sulit berakar dan dapat menyebabkan penampakan pucuk yang abnormal (Gunawan, 1995 hlm 45). 2.2.1.2 Auksin/NAA Istilah auksin pertama kali digunakan untuk menyebut suatu senyawa yang mungkin dapat menyebabkan pembengkokan koleoptil ke arah cahaya ( Salisbury dan Ross, 1992) Indolacetic Acid (IAA) adalah auksin endogen atau auksin yang terdapat pada tanaman (Wattimena, 1988, hlm. 7).

Adapun zat pengatur tumbuh yang digolongkan sebagai auksin sintetis, yaitu: asam a-naftalenaasetat (NAA), asam 2,4-diklorophenoksi asetat (2,4-D), asam 2- metil-4-klorophenoksi asetat (MCPA), asam 2-naftalosiasetat (NoA), asam 4- klorophenoksi asetat (4-CPA), asam p-klorophenoksi asetat (PCPA), asam 2,4,5- triklorophenoksi asetat (2,4,5-T), asam 3,6-dikloroanisik (dikamba), asam 4-amino- 3,5,6-trikoloropikolinik (Santoso dan Nursandi, 2004, hlm.98). Pada konsentrasi yang rendah, auksin berpengaruh baik pada proses pemanjangan sel (Abidin, 1982). Sebaliknya, dalam konsentrasi yang terlalu tinggi auksin justru dapat menghambat perpanjangan tanaman. Oleh karena itu, penggunaan auksin harus sungguh-sungguh memperhatikan dosis yang dianjurkan ( Salisbury dan Ross, 1992 dan Widarto, 1996). 2.2.2 Eksplan Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Bagian tanaman yang dapat dikultur adalah selsel muda (meristematis), dapat berupa sel, jaringan apapun, organ, buah, biji, serbuk sari, ovum (telur), ovulum (bakal buah), dan lain-lain. Bahkan sel tunggal yang berasal dari sel somatik dan protoplas juga dapat dikulturkan (Muslim, 2003, hlm. 348). Dalam pemilihan bagian tanaman, perlu juga dipertimbangkan tujuan dari kulturnya. Bagian-bagian tertentu akan memberikan variasi dalam jumlah kromosom maupun variasi dalam beberapa gen. Endosperma hanya digunakan untuk mendapatkan kultur yang triploid. Selain bagian tanaman, genotip atau varietas yang digunakan juga ikut menentukan keberhasilan regenerasi (Gunawan, 1995, hlm. 41). Dalam kultur jaringan, sumber eksplan harus berasal dari pohon induk terpilih. Hal ini seringkali dapat menjadi kendala dalam proses produksi bahan pangan melalui kultur jaringan (Priyono, 2000). 2.2.3 Media Kultur Jaringan

Faktor penentu di dalam media tumbuh adalah komposisi garam anorganik, zat pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Komposisi garam anorganik telah dikembangkan oleh para ahli. Ada yang tinggi konsentrasi garamnya, ada yang sedang dan ada yang rendah (Gunawan, 1995, hlm. 42). Pada media aseptik yang mengandung unsur hara makro dan mikro, Fe, vitamin, dan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman, sel atau jaringan tersebut akan membelah dan membentuk kalus atau organ tanaman secara langsung (tunas atau akar). Selanjutnya kalus ini akan distimulasi untuk membentuk tanaman sempurna (Haryanto, 1991 dalam Marlina, 2004). Unsur makro yang dimaksud adalah : C, H, O, N, S, P, K, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro adalah : Zn, Mn, Cn, Bo, Mo, Si, Al, Cl, Co dan Fe. Unsurunsur tersebut diberikan bukan dalam bentuk unsur murni tetapi dalam bentuk garam. Sebelum digunakan garam-garam tersebut harus dicampur dengan air suling (akuades) (Widarto, 1996, hlm. 127). Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskan dengan autoklaf (http://www.dephut). 2.2.4 Lingkungan Fisik Menurut Gunawan (1995, hlm. 47-48), mempengaruhi regenerasi tanaman meliputi: lingkungan tumbuh yang dapat 1. Temperatur Temperatur memegang peranan penting, terutama pada kultur kentang untuk tujuan pembentukan umbi mikro. Pada kultur lain, umumnya temperatur berkisar antara 25-28 o C.

2. Penyinaran Penyinaran ini meliputi, panjang penyinaran, intensitas penyinaran dan kualitas sinar. Intensitas berkisar antara 600-1000 lux. Untuk pedoman praktis, rak berukuran lebar 40-50 cm dan panjang 100 cm dapat menggunakan 2 buah lampu TL 20 watt dan dipasang pada ketinggian 40 cm di atas kultur. 3. Ukuran wadah kultur Ukuran wadah yang digunakan mempengaruhi jumlah regeneran yang terbentuk, terutama pada tipe regenerasi melalui pucuk adventif dan pucuk aksilar. Jumlah regeneran lebih banyak pada wadah kultur yang lebih besar dalam periode kultur yang sama. Agar pengaruh lingkungan terkendali maka harus ditentukan cara pencahayaan yang diperlukan, baik dari intensitas maupun periodisisasi pencahayaannya. Harus diperhatikan dan dicatat fluktuasi perubahan temperatur. 2.2.5 Kultur Jaringan Pisang Kultur jaringan adalah suatu usaha untuk menumbuhkan sel, jaringan, dan organ tanaman pada medium buatan secara aseptik dalam lingkungan yang terkendali. Pengadaan bibit dengan cara ini, sangat sesuai untuk usaha pisang dalam skala besar (industri). Pada umumnya media yang digunakan dalam kultur jaringan pisang ini adalah MS (Roedyarto, 1999 dan Gunawan, 1995). Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan. Anakan yang berdaun pedang lebih disenangi petani, sebab pohon pisang yang berasal dari anakan demikian akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman induk). Bonggol atau potongan bonggol juga digunakan sebagai bahan perbanyakan. Tetapi jantung pisang juga merupakan eksplan yang menguntungkan karena mudah mendapatkannya dan resiko kontaminasi lebih kecil karena bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak bunga (Nisa dan Rodinah, 2005). Kini telah dikembangkan kultur jaringan untuk perbanyakan secara cepat, melalui ujung pucuk yang bebas-penyakit. Cara ini telah dilaksanakan dalam skala komersial, tetapi adanya mutasi yang tidak dikehendaki menimbulkan kekhawatiran.

Dalam perbanyakan bibit pisang secara kultur jaringan, ada empat tahap yang harus dilalui yaitu, pertama, tahap inisiasi. Pada tahap ini eksplan membentuk kalus dan bertunas banyak. Kedua, tahap pelipatan tunas (multiplikasi) yaitu tunas yang sudah terbentuk dipisahkan kemudian ditumbuhkan dalam medium agar tumbuh tunas baru (perbanyakan sub kultur). Ketiga, tahap perakaran tunas (regenerasi planlet) dan tahap terakhir yaitu tahap aklimatisasi lingkungan (Sunarjono, 2002 dalam Wahyudi, 2004, hlm. 7).