PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB III METODOLOGI PENGAMBILAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir

Universitas Mercu Buana 49

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

BAB III PERANCANGAN.

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas)

Pengantar Sistem Tata Udara

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah. I G B Wijaya Kusuma 1)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI TATA UDARA GEDUNG

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. v Universitas Kristen Maranatha

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

BAB I PENDAHULUAN. refrijerasi. Teknologi ini bisa menghasilkan dua hal esensial yang

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN BEBAN PENDINGINAN DAN PEMASANGAN INSTALASI AIR CONDITIONIG DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

ANALISA KOMPARASI PENGGUNAAN FLUIDA PENDINGIN PADA UNIT PENGKONDISIAN UDARA (AC) KAPASITAS KJ/H

BAB V KESIMPULAN UMUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN INSTALASI AIR CONDITIONING DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

Transkripsi:

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Diajukan Sebagai Syarat Akademis Untuk Menempuh Gelar Sarjana Strata (S 1) Teknik Mesin HARIYADI 01300 057 JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA 2005

Lembar Pengesahan JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA LEMBAR PENGESAHAN Nama : HARIYADI NIM : 01300 057 Judul : Perhitungan Beban Pendingin Pada Lantai 2 Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing I Pembimbing II (Ir. Yuriadi Kusuma, Msc) (Ir. Torik Husen, MT) ii

Lembar Pengesahan JURUSAN TEKNIK MESIN JAKARTA LEMBAR PENGESAHAN Nama : HARIYADI NIM : 01300 057 Judul : Perhitungan Beban Pendingin Pada Lantai 2 Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh : Koordinator Tugas Akhir (Ir. Ariosuko. DH) iii

ABSTRAK ABSTRAK Perhitungan beban pendinginan yang terjadi pada bulan terpanas (September) dengan menggunakan metode Carrier dilakukan guna mengetahui kemampuan kapasitas pendinginan penyegar udara untuk mengkondisikan udara ruangan pada saat beban pendinginan maksimal terjadi. Penggunaan AHU & FCU Unit disetiap ruangan pada lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) dalam hal kemampuan mengkondisikan udara ruangan sudah sesuai, ini dapat diketahui dari perbandingan kapasitas pendinginan unit AHU & FCU dengan beban pendinginan maksimal yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini. RUANGAN KAPASITAS PENDINGIN MAKSIMUM BEBAN PENDINGINAN MAKSIMUM Direktur 9,3 kw 6,5 kw Meeting 24,8 kw 19,1 kw Deputy Direktur 20460 Btu/h 15715,71 Btu/h Server 20460 Btu/h 11801,55 Btu/h Manager 31360 Btu/h 8462,98 Btu/h ACC & Financial 31360 Btu/h 30444,45 Btu/h Staff 49,6 kw (@ 24,8 kw) 44,2 kw Manager Personalia 11460 Bu/h 10689,92 Btu/h Operator 11460 Btu/h 11050,44 Btu/h Namun dalam hal ketepatan penggunaan unit AHU & FCU terdapat salah satu ruangan yaitu ruang manager yang menggunakan unit FCU dengan kapasitas pendinginan terlalu besar, tidak sesuai dengan beban pendinginan maksimal yang terjadi pada bulan terpanas (September). xviii

DAFTAR ISI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN. LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI. DAFTAR TABEL ABSTRAK i ii iv v vii xi xiii xv xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penulisan 2 1.3 Batasan Masalah..... 2 1.4 Metodologi Penulisan. 2 1.5 Sistematika Penulisan. 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyegaran Udara.. 4 2.2 Proses Penyegaran Udara. 5 2.3 Beban Kalor Ruangan. 7 2.4 Perhitungan Beban Pendingin (Cooling Load). 7 2.5 Beberapa Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara 8 vii

DAFTAR ISI 2.6 Komponen Utama Sistem Penyegaran Udara.... 11 2.7 Sistem Penyegar Udara Tunggal. 13 2.8 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan. 15 2.9 Perolehan Kalor... 16 2.10 Komponen Pendinginan.. 17 2.11 Beban Pendinginan Ruangan.. 18 2.11.1 Beban Pendinginan Melalui Kaca.. 18 2.11.2 Beban Pendinginan Melalui Dinding Luar dan Atap. 20 2.11.3 Beban Pendingin Melalui Partisi 22 2.12 Beban Pendinginan dari Dalam Ruangan... 23 2.12.1 Beban Pendinginan dari Lampu. 23 2.12.2 Beban Pendinginan dari Orang.. 24 2.13 Beban Pendinginan Lain Dalam Ruangan. 25 2.14 Beban Pendinginan dari Udara Luar.. 26 BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN 3.1 Lokasi dan Fungsi Gedung. 28 3.2 Kondisi Perencanaan... 28 3.2.1 Geografi Kota Jakarta.. 28 3.2.2 Kondisi Perencanaan Udara Luar 28 3.2.3 Kondisi Perencanaan Udara Ruangan. 29 3.3 Luas Elemen Bangunan.. 29 3.4 Beban Pendingin Orang.. 34 3.5 Beban Pendingin Peralatan Elektronik 36 viii

DAFTAR ISI 3.6 Instalasi Penerangan. 38 3.7 Sistem Tata Suara. 44 3.8 Penggunaan AHU & FCU Unit... 46 BAB IV ANALISA 4.1 Perhitungan Nilai U.. 48 4.1.1 Atap. 48 4.1.2 Dinding 49 4.1.3 Kaca 52 4.1.4 Lantai.. 52 4.2 Perhitungan Temperatur Ekivalen... 53 4.3 Perhitungan Beban Pendingin Ruangan. 54 4.3.1 Ruang Direktur... 54 4.3.2 Ruang Meeting. 62 4.3.3 Ruang Deputy Direktur... 70 4.3.4 Ruang Server 77 4.3.5 Ruang Manager 83 4.3.6 Ruang ACC & Financial.. 89 4.3.7 Ruang Staff.. 97 4.3.8 Ruang Manager Personalia.. 105 4.3.9 Ruang Operator 110 4.4 Analisa Penggunaan AHU & FCU Unit Setiap Ruangan 118 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan. 121 5.2 Saran 123 ix

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA 125 LAMPIRAN x

DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Luas elemen bangunan ruang direktur Luas elemen bangunan ruang meeting Luas elemen bangunan ruang deputy direktur Luas elemen bangunan ruang server Luas elemen bangunan ruang manager Luas elemen bangunan ruang ACC & Financial Luas elemen bangunan ruang staff Luas elemen bangunan ruang manager personalia Luas elemen bangunan ruang operator Jumlah penghuni ruang direktur Jumlah penghuni ruang meeting Jumlah penghuni ruang deputy direktur Jumlah penghuni ruang manager Jumlah penghuni ruang staff Jumlah penghuni ruang ACC & Financial Jumlah penghuni ruang manager personalia Jumlah penghuni ruang operator Daya listrik peralatan elektronik ruang direktur Daya listrik peralatan elektronik ruang meeting Daya listrik peralatan elektronik ruang deputy direktur Tabel 3.21 Daya listrik peralatan elektronik ruang server xv

DAFTAR TABEL Tabel 3.22 Tabel 3.23 Tabel 3.24 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager Daya listrik peralatan elektronik ruang staff Daya listrik peralatan elektronik ruang ACC & Financial Tabel 3.25 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager personalia Tabel 3.26 Tabel 3.27 Tabel 3.28 Tabel 3.29 Tabel 3.30 Tabel 3.31 Tabel 3.32 Tabel 3.33 Tabel 3.34 Tabel 3.35 Tabel 3.36 Tabel 3.37 Tabel 3.38 Tabel 3.39 Tabel 3.40 Tabel 3.41 Tabel 3.42 Tabel 3.43 Daya listrik lampu ruang direktur Daya listrik lampu ruang meeting Daya listrik lampu ruang deputy direktur Daya listrik lampu ruang server Daya listrik lampu ruang manager Daya listrik lampu ruang ACC & Financial Daya listrik lampu ruang staff Daya listrik lampu ruang manager personalia Daya listrik lampu ruang operator Daya listrik speaker ruang direktur Daya listrik speaker ruang meeting Daya listrik speaker ruang deputy direktur Daya listrik speaker ruang server Daya listrik speaker ruang manager Daya listrik speaker ruang ACC & Financial Daya listrik speaker ruang staff Daya listrik speaker ruang manager personalia Daya listrik speaker ruang operator xvi

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Lembar penentuan ETD (Equivalent Temperature Differences) Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Data hasil perhitungan ruang direktur Data hasil perhitungan ruang meeting Data hasil perhitungan ruang deputy direktur Data hasil perhitungan ruang server Data hasil perhitungan ruang manager Data hasil perhitungan ruang ACC & Financial Data hasil perhitungan ruang staff Data hasil perhitungan ruang manager personalia Data hasil perhitungan ruang operator xvii

DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10 Prinsip penyegaran udara Diagram alir pengkondisian udara Skema sistem penyegaran udara sentral Diagram alir perhitungan cooling load Komponen dari tahanan perpindahan kalor Ruang direktur Ruang meeting Ruang deputy direktur Ruang server Ruang manager Ruang ACC & Fiancial Ruang staff Ruang manager personalia Ruang operator Detail lampu yang digunakan di gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 3.15 Instalasi penerangan/lampu ruang direktur Instalasi penerangan/lampu ruang meeting Instalasi penerangan/lampu ruang deputy direktur Instalasi penerangan/lampu ruang server Instalasi penerangan/lampu ruang manager xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.16 Gambar 3.17 Instalasi penerangan/lampu ruang ACC & Fiancial Instalasi penerangan/lampu ruang staff Gambar 3.18 Instalasi penerangan/lampu ruang manager personalia Gambar 3.19 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Instalasi penerangan/lampu ruang operator Konstruksi atap Konstruksi dinding daerah tepi Konstruksi dinding partisi plester semen dengan batako Gambar 4.4 Gambar 4.5 Konstruksi dinding partisi kayu triplek (plywood) Konstruksi lantai gedung xii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Tabel-tabel Carrier 1965 Handbook Of Air Conditioning System Design Lampiran II Interpolasi Kuadrat Tabel Carrier 1965 Lampiran III Gambar Perencangan Mechanikal & Elektrical (ME) gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CNI Lampiran IV Brosur-brosur

DAFTAR NOTASI DAFTAR NOTASI A : Luas (ft 2 ) cfm : Volume suplai udara yang dialirkan ke dalam ruangan (cfm) HG L : Nilai perolehan kalor laten orang (Btu/h) HG s : Nilai perolehan kalor sensibel orang (Btu/h) LHF OF : Faktor kalor laten orang : Over-All Factor, faktor keseluruhan Q S : Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) Q L : Laju aliran kalor laten (Btu/h) R : Tahanan perpindahan kalor dari struktur bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R rm : Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur dalam bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R oa : Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur luar bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) R 1, R 2, R 3 : Tahanan perpindahan kalor dari setiap lapisan struktur bangunan ( 0 F/Btu)/(h.ft 2 ) RH oa : Relative Humidify (kelembaban relatif) udara luar (%) RH rm : Relative Humidify (kelembaban relatif) udara ruangan (%) SF SHF SHG : Storage Factor, faktor penyimpanan : Faktor kalor sensibel orang : Solar Heat Gain, perolehan kalor dari radiasi Matahari (Btu/h.ft 2 ) xiii

DAFTAR NOTASI SSF : Steel Sash Factor t oa : Temperatur udara luar ( 0 F) t rm : Temperatur udara dalam ( 0 F) t r : Temperatur ruangan yang berbatasan dengan ruang yang dikondisikan ( 0 F) Total Watt : Jumlah total daya listrik di dalam ruangan (watt) U : Koefisien perpindahan kalor (Btu/h.ft 2. 0 F) W oa : Kadar kelembaban (moisture content) udara luar (gr/lb) W rm : Kadar kelembaban (moisture content) udara ruangan (gr/lb) Δ t e : Perbedaan temperatur ekivalen ( 0 F) orang : Jumlah orang menempati ruangan xiv

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengkondisian udara adalah suatu proses pendinginan udara, yaitu proses perlakuan terhadap udara sesuai dengan kondisi yang diinginkan serta kebersihan udara yang didapat. Pada umumnya sistem pengkondisian udara dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Pengkondisian udara untuk kenyamanan Menyegarkan udara ruangan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuni pada saat melakukan aktivitasnya. b. Pengkondisian udara untuk industri Menyegarkan udara ruangan karena diperlukan untuk proses produksi, penyimpanan bahan baku, peralatan, dll. Pemakaian pengkondisian udara pada gedung kantor, hotel, pusat perbelanjaan, kampus, sekolah, Rumah Sakit, pabrik dan kendaraan sudah merupakan kebutuhan yang dirasakan sangat diperlukan, terutama di negaranegara yang mempunyai iklim tropis seperti Indonesia. Pendinginan ruangan sekarang ini sudah umum digunakan, apalagi di daerah-daerah yang berudara panas. Udara sejuk bukan saja memberikan kenyamanan tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap manusia baik psikis maupun fisik. Bahkan ruangan yang sangat sejuk juga diperlukan untuk peralatan, seperti elektronik, mesin faximile dan komputer. 1

BAB I PENDAHULUAN Selain itu pula para penghuni gedung (di pabrik, kantor, kampus, sekolah, dll) membutuhkan kenyamanan dalam melakukan aktivitasnya, untuk mendapatkan ruangan dengan kondisi yang nyaman diperlukan suatu pengkondisian udara yang tidak hanya berfungsi sebagai pendinginan udara, tetapi lebih dari itu. 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menghitung beban pendinginan yang ada di lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) dan menganalisa penggunaan AHU (Air Handling Unit) & FCU (Fan Coil Unit) unit di lantai ini. 1.3 Batasan masalah Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini, hanya di titik beratkan pada perhitungan beban pendingin di lantai 2 gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI). 1.4 Metodologi penulisan Metode penulisan yang digunakan didalam penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : Studi operasional Pada tahap ini dilakukan pencarian data-data yang diperlukan dengan melihat langsung ke lokasi. 2

BAB I PENDAHULUAN Studi kepustakaan Pada tahap ini dilakukan pemahaman studi literatur sebelum penyusunan, pengumpulan beberapa referensi yang berhubungan dengan perhitungan beban kalor, serta yang lainnya yang berhubungan dengan pengkondisian udara. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Berisi tentang teori-teori pengkondisian udara BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Bab ini berisi tentang analisa data-data yang meliputi letak geografis, kondisi lingkungan, penerangan, dan peralatan yang dapat menghasilkan kalor. BAB IV ANALISA Bab ini menguraikan tentang perhitungan beban pendingin ruangan dari data-data yang ada. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan yang bersifat umum dan khusus serta saran penulis yang mengarah pada pengembangan hasil penulisan. 3

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Penyegaran Udara Penyegaran udara adalah suatu proses mendinginkan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan yang dipersyaratkan terhadap kondisi dari suatu ruangan tertentu. Selain itu juga, mengatur aliran udara dan kebersihannya. Sistem penyegaran udara pada umumnya dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu : Penyegaran udara untuk kenyamanan Menyegarkan udara dari ruangan untuk memberikan kenyamanan kerja bagi orang yang melakukan kegiatan (aktivitas) di dalamnya. Jika seseorang berada di dalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka pada suatu ketika ia akan merasa kurang nyaman, hal ini disebabkan adanya kenaikan kadar CO 2 di dalam ruangan tersebut sebagai akibat pernapasan manusia yang akan menyebabkan sesak dan panas. Penyegaran udara untuk industri Menyegarkan udara dari ruangan karena diperlukan oleh proses, bahan, peralatan atau barang yang ada di dalamnya. Sistem penyegaran udara untuk industri dirancang untuk memperoleh temperatur, kelembaban, serta distribusi udara sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh proses serta peralatan yang dipergunakan di dalam ruangan yang bersangkutan (Tabel 1.1, W. Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 1/3). Dalam hal tersebut juga tercakup persyaratan yang diperlukan untuk memberikan kenyamanan 4

BAB II LANDASAN TEORI lingkungan kerja bagi para karyawan. Hasil penelitian tentang lingkungan kerja menunjukkan bahwa di dalam ruangan kerja berudara segar, karyawan dapat bekerja lebih baik dan jumlah kesalahan dapat dikurangi sehingga effisiensi kerja dapat ditingkatkan. 2.2 Proses Penyegaran Udara Gambar 2.1 menunjukkan suatu instalasi pendingin ruangan yang mempergunakan alat penyegar udara (air Conditioner). Gambar 2.1 Prinsip penyegaran udara Udara dalam ruangan yang ada pada temperatur dan kelembaban (1) dihisap masuk ke dalam alat penyegar udara, kemudian bercampur dengan udara luar (2), dan menghasilkan udara pada tingkat keadaan (3). Selanjutnya, udara (3) didinginkan dengan jalan mengalirkan melalui koil pendingin, setelah terlebih dahulu dibersihkan melalui saringan udara. Apabila permukaan koil pendingin bertemperatur lebih rendah dari pada titik embun dari udara (3), maka uap air dalam udara akan mengembun pada permukaan koil pendingin. Air embun 5

BAB II LANDASAN TEORI (kondensat) yang terjadi itu akan menetes dan dialirkan keluar, sehingga perbandingan kelembaban udara (4) akan berkurang. Apabila temperatur udara (4) terlampau rendah, maka udara tersebut dapat dipanaskan dengan mengalirkannya melalui koil pemanas, sedemikian rupa sehingga diperoleh temperatur udara (5) sesuai dengan yang diminta. Temperatur udara (4) yang terlampau rendah itu dapat terjadi jika temperatur koil pendingin dibuat lebih rendah, untuk mengurangi kadar uap air dalam udara. Proses pemanasan udara dari tingkat keadaan (4) ke tingkat keadaan (5) dinamai pemanasan ulang (reheating). Untuk pemanasan ruangan, yang diperlukan untuk proses dalam industri atau jika udara luar terlampau dingin, koil pendingin dapat pula dibuat tidak bekerja atau tidak dipergunakan. Dalam hal tersebut terakhir hanya koil pemanas saja yang bekerja. Dalam operasi pemanasan, apabila udara panas menjadi terlampau kering, maka perbandingan kelembaban udara dapat dinaikkan dengan jalan menyemprotkan air pelembab (humidifying spray). Udara (6), setelah melalui blower dan saluran udara akan berangsur-angsur menjadi lebih panas (7) dan akhirnya masuk (blow-off) ke dalam ruangan. Supaya dapat berfungsi mendinginkan, udara (7) haruslah masuk pada temperatur dan perbandingan kelembaban lebih rendah dari pada udara di dalam ruangan (1). Apabila udara (7) bercampur dengan udara (1), sehingga temperatur dan perbandingan kelembabannya naik menjadi sama dengan udara (1), maka udara (7) menyerap kalor sensible dan kalor laten yang terjadi di dalam ruangan merupakan beban kalor (heat load) dari ruangan yang bersangkutan. 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.3 Beban Kalor Ruangan Beban kalor ruangan, dalam hal ini beban kalor sensible (H S ) dan beban kalor laten (H L ) seperti pada Gambar 2.1 merupakan beban kalor yang harus diatasi oleh udara yang keluar dari alat penyegar, supaya kondisi udara di dalam ruangan dapat dipertahankan pada kondisi (temperatur dan kelembaban) yang diinginkan. Komponen beban kalor ruangan terdiri dari : (i) Kalor yang masuk dari luar ruangan ke dalam ruangan (Beban kalor perimeter; perimeter heat load ) (ii) Kalor yang bersumber di dalam ruangan itu sendiri (Beban kalor interior, interior heat load ) 2.4 Perhitungan Beban Pendingin (Cooling Load) Perhitungan beban pendingin (cooling load) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1. Eksternal load : Untuk perhitungan diperlukan data-data orientasi dan dimensi komponen bangunan, material, konstruksi dari atap, dinding, kaca dan penggunaan ruangan yang dikondisikan, kondisi udara luar dan udara ruangan yang bersebelahan dan tidak dikondisikan. 2. Internal load : Untuk perhitungan diperlukan data-data wattage light, jadwal pemakaian, jumlah penghuni, aktivitas, exhaust air yang dibutuhkan, peralatan di dalam ruangan yang merupakan sumber panas, dll. 3. Infiltrasi udara : Jumlah udara luar yang masuk ke dalam ruangan melalui konstruksi bangunan atau bukaan pintu dan jendela. 7

BAB II LANDASAN TEORI Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengkondisian udara dapat dijelaskan pada diagram alir berikut ini : Gambar 2.2 Diagram alir pengkondisian udara 2.5 Beberapa Faktor Pertimbangan dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara Sasaran dari penyegaran udara adalah supaya temperatur, kelembaban, kebersihan dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat 8

BAB II LANDASAN TEORI keadaan yang diinginkan. Untuk mencapai hal tersebut, dapat dirancang dan digunakan beberapa macam sistem pendinginan, pemanasan dan ventilasi yang sesuai. Maka dalam proses pemilihan sistem penyegaran udara, pemakai dan perancang haruslah bersepakat supaya tingkat keadaan dan persyaratan yang ditetapkan dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Beberapa faktor pertimbangan pemilihan sistem penyegaran udara meliputi : (1) Faktor Kenyamanan Kenyamanan dalam ruangan pada umumnya ditentukan oleh beberapa parameter tersebut di bawah ini : a. Temperatur bola kering dan temperatur bola basah dari udara b. Temperatur radiasi rata-rata c. Aliran udara d. Kebersihan udara e. Bau f. Kualitas ventilasi g. Tingkat Kebisingan Parameter tersebut di atas tergantung dari kondisi kerja, jenis kelamin, dan lain-lain. Tingkat keadaan tersebut dapat diatur dengan sistem pengaturan yang ada pada mesin penyegar udara. (2) Faktor Ekonomi Dalam Proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan yang akan dipergunakan, haruslah diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. 9

BAB II LANDASAN TEORI Oleh karena itu, dalam perencanaan dan perancangan sistem penyegaran udara haruslah dipertimbangkan faktor ekonomi tersebut di bawah ini: a. Biaya awal Biaya awal tergantung pada investasi yang akan menjadi beban pembeli dan menjadi faktor penentu dalam pemilihan sistem penyegaran udara. b. Biaya operasi dan perawatan Biaya tetap, seperti depresi peralatan, pengembalian investasi dan bunga. Biaya tak tetap, seperti biaya energi (listrik dan bahan bakar) dan air. Biaya perawatan dan reparasi, seperti biaya personil. Maka sistem penyegaran udara yang paling baik adalah sistem yang dapat beroperasi dengan biaya total yang serendah-rendahnya. (3) Beberapa Faktor Operasi dan Perawatan Tentu saja sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi : a. Konstruksi sederhana b. Tahan lama c. Mudah direparasi jika terjadi kerusakan d. Mudah dicapai e. Mudah perawatannya f. Dapat melayani perubahan kondisi operasi g. Efisiensi tinggi 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.6 Komponen Utama Sistem Penyegaran Udara Dalam Gambar 2.3 diperlihatkan komponen utama dari sistem penyegaran udara, termasuk sistem penyegaran udara sentral, sebagai sistem dasar seperti yang telah ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Komponen tersebut adalah : Sistem pembangkit kalor, mesin refrigerasi, menara pendingin dan ketel uap. Sistem pipa : pipa air, pipa refrigerasi dan pompa. Penyegar udara, saringan udara, pendingin udara, pemanas udara dan pelembab udara. Sistem saluran udara : kipas udara, saluran udara dan register. Gambar 2.3 Skema sistem penyegaran udara sentral Dalam sistem penyegaran udara sentral ini, udara luar untuk ventilasi dan udara ruangan yang kembali masuk ke dalam mesin penyegar udara, bercampur dan kemudian masuk ke dalam saringan udara yang menyaring debu yang ada di 11

BAB II LANDASAN TEORI dalam udara. Saringan arang yang diaktivasi kadang-kadang dipakai untuk menghilangkan bau dan gas beracun dari udara. Untuk pendinginan, udara bersih didinginkan dan dikeringkan oleh pendingin udara, sedangkan untuk pemanasan udara bersih dipanaskan oleh pemanas udara dan dilembabkan oleh pelembab udara. Setelah itu, udara dimasukkan oleh kipas udara ke dalam ruangan melalui saluran udara. Di dalam pendingin udara mengalir air dingin dari mesin refrigerasi, atau refrigeran cair yang dipompa atau mengalir karena adanya tekanan dari refrigeran itu sendiri. Air dingin atau refrigeran tersebut mengalir di dalam pipa-pipa pendingin udara dan bersirkulasi antara pendingin udara dan mesin refrigerasi. Pendingin udara yang menggunakan refrigeran cair dinamai koil expansi langsung ( Direct expansion coil DX coil). Sedangkan di dalam pemanas udara mengalir uap air panas atau uap panas dari ketel uap. Ada pula sistem penyegar udara yang dapat berfungsi sebagai pendingin udara maupun pemanas udara. Dalam hal tersebut dipakai air dingin untuk pendinginan udara dan air panas apabila bekerja sebagai pemanas udara. Baik pendingin udara maupun pemanas udara yang terdiri dari pipa bersirip, dinamai koil udara. Mengenai pelembab udara, ada tiga macam, yaitu penyemprot uap, penyemprot air dan panci panas. Pada umumnya, kondensor mesin refrigerasi memerlukan air pendingin. Dalam hal ini dapat dipakai air sumur, air sungai atau air minum, selama kualitasnya memenuhi persyaratan. Menara pendingin sebaiknya dipergunakan untuk menghemat pemakaian air, terutama di daerah di mana persediaan air sangat terbatas. 12

BAB II LANDASAN TEORI 2.7 Sistem Penyegar Udara Tunggal Sistem ini terdiri dari kipas udara, koil udara pendingin dan mesin refrigerasi yang berada di dalam satu kotak, dengan terminal pipa air pendingin dan daya listrik di bagian luarnya. Dengan demikian, kerja mesin hanya akan tergantung dari pemasukkan air dan daya listrik. Ada empat jenis penyegar udara yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu : jenis paket, jenis jendela, jenis lantai dan jenis atap. Pada umumnya, penyegar udara tunggal dirakit di pabrik pembuatnya, kemudian baru dikirimkan ke tempat yang memerlukan, namun sebelum digunakan, pipa air dan kabel listrik harus dipasang terlebih dahulu. Unit penyegar udara tunggal biasanya hanya dipergunakan untuk keperluan pendinginan saja. Tetapi, dengan menambahkan pemanas listrik ataupun koil air panas dan pelembab udara, maka sistem tersebut dapat pula dipergunakan untuk keperluan pemanasan ruangan. Selanjutnya, dengan merubah aliran refrigeran, mesin refrigerasi dapat bekerja sebagai pompa kalor sehingga dapat langsung dipakai untuk keperluan pemanasan. Kapasitas dari penyegar udara tunggal berkisar antara kurang dari 1 Ton Refrigerasi 1 sampai lebih dari 100 Ton Refrigerasi (TR). Ada tiga sistem penyegar udara tunggal, yaitu : (a) Sebuah penyegar udara untuk setiap ruangan (b) Beberapa penyegar udara untuk satu ruangan 1 Ton Refrigerasi adalah satuan yang biasa digunakan sebagai ukuran kapasitas mesin refrigerasi. Apabila 1 ton (=1000 Kg) air pada 0 o C didinginkan dalam sehari (=24 jam) sehingga menjadi es pada 0 o C, maka jumlah kalor yang harus dikeluarkan dinyatakan sama dengan 1 Ton Refrigerasi atau sama dengan 3320 kcal/jam. Dalam sistem non metric, 1 Ton Refrigerasi adalah ekivalen dengan 3024 kcal/jam (dengan menyatakan 1 ton = 200 lb). Satuan tersebut terakhir inilah yang kemudian dipakai dalam teknik pendinginan pada umumnya. 13

BAB II LANDASAN TEORI (c) Sebuah penyegar udara melayani beberapa ruangan dengan menggunakan saluran udara. Pada jenis (a) dan (b), udara dingin dari mesin penyegar udara dapat dimasukkan langsung ke dalam ruangan, atau dialirkan melalui saluran udara dan dimasukkan ke dalam ruangan melalui beberapa tempat. Secara keseluruhan perhitungan beban pendingin dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut : Diagram Alir Perhitungan Cooling Load. External Load Internal Load Roof Q s = U.A. Δt e Walls Q s = U.A.Δt e Glass - Konduksi Q s = A.U.(t oa t rm ) - Radiasi Q s = SHG.A.SF.OF.SSF People Q sensible = Σ orang.hg s.shf Q laten = Σ orang.hg l.lhf Light Q s.lampu = 3,4.Total Watt.1,25 Equipment Q s.peralatan = Total Watt.3,4 Partition, Ceiling,Floor Q s.partisi = A.U.t r Infiltrasi Out Air Q sensible = cfm.(t oa t rm ).1,08 Q laten = cfm.(w oa w rm ).0,68 cfm = Σ people.cfm per person Room Load (Cooling Load) Gambar 2.4 Diagram alir perhitungan cooling load 14

BAB II LANDASAN TEORI 2.8 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan Koefisien perpindahan energi kalor sangat diperlukan untuk dapat melakukan perhitungan beban pendingin, setiap jenis bahan berbeda besar nilai koefisien perpindahan panas keseluruhannya. Nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk kaca dapat diperoleh pada Table 33 (Carrier, 1965 : 1/76), sedangkan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk dinding luar dan partisi dapat diperoleh dari Table 21 dan 26 (Carrier, 1965 : 1/66-70). Dasar perhitungan R dan U pada Table 21 dan 26 adalah dengan analogi rangkaian listrik, dalam hal tahanan thermal tiap-tiap bahan bentuknya dianalogikan sebagai tahanan listrik yang disusun secara seri, untuk mendapatkan tahanan total perlu ditambahkan harga lapisan udara pada posisi luar dan dalam struktur gedung. Pada Gambar 3.24 memperlihatkan perhitungan untuk menentukan harga koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk dinding luar. Gambar 2.5 Komponen dari tahanan perpindahan kalor 15

BAB II LANDASAN TEORI Maka bentuk persamaan dari harga koefisien transmisi kalor adalah : U = 1 R Di mana : R = R m + R 1 + R 2 + R 3 + R oa U = Koefisien perpindahan kalor (Btu/h.ft 2. o F) R = Tahanan perpindahan kalor dari struktur bangunan ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R rm = Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur bangunan dalam ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R oa = Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan struktur bangunan luar ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) R 1, R 2, R 3 = Tahanan perpindahan kalor dari setiap lapisan struktur bangunan ( o F/Btu)/(h.ft 2 ) Harga R oa dan R rm dapat diperoleh dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/80), sedangkan harga R 1, R 2, R 3 didapat dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/78-80). 2.9 Perolehan Kalor Perolehan kalor adalah laju kalor pada saat memasuki ruangan yang dikondisikan, perolehan kalor dari sumber radiasi secara tidak langsung akan diubah menjadi beban pendingin. Perolehan kalor tersebut terlebih dahulu akan diserap dan disimpan oleh permukaan dalam struktur bangunan. Komponen perolehan kalor ruangan terdiri dari dua bagian, yaitu : a. Perolehan kalor yang berasal dari luar ruangan, yaitu perolehan dari sinar matahari yang menembus kaca jendela, dinding, pintu, dan atap. 16

BAB II LANDASAN TEORI b. Perolehan kalor yang berasal dari dalam ruangan, yaitu perolehan kalor dari penghuni, lampu penerangan, peralatan listrik dan lain-lain. 2.10 Komponen Pendinginan Beban pendinginan pada saat tertentu tidak sama dengan perolehan kalor pada saat tersebut, hal ini dikarenakan kalor radiasi dari sumber radiasi seperti lampu penerangan, penghuni dan peralatan listrik tidak akan langsung menjadi beban pendingin. Perolehan kalor tersebut terlebih dahulu akan diserap dan disimpan oleh permukaan dalam dari struktur bangunan, kemudian setelah temperatur permukaan struktur bangunan tersebut menjadi lebih tinggi dari temperatur udara dalam ruangan, maka dengan proses konveksi kalor tersebut dipindahkan ke dalam ruangan dan menjadi beban pendinginan. Proses perolehan kalor dari sumber radiasi sampai menjadi beban pendingin membutuhkan waktu, dengan demikian jelas bahwa puncak beban pendinginan tidak terjadi bersamaan dengan puncak perubahan kalor. Perolehan kalor terjadi selama sumber radiasi tersebut ada, sedangkan pelepasan kalor sebagai beban pendinginan berlangsung sepanjang mesin pendinginan bekerja karena jumlah perolehan kalor sama dengan jumlah beban pendinginan, maka perbedaan selang waktu tersebut mengakibatkan puncak perolehan kalor lebih besar dibandingkan dengan puncak beban pendinginan. Fenomena di atas dikenal dengan efek penyimpanan (Storage Effect). Hal lain yang juga mempengaruhi efek penyimpanan kalor ini adalah kondisi operasi mesin pendinginan. Bila mesin beroperasi kurang dari 24 jam, 17

BAB II LANDASAN TEORI maka sebagian kalor yang tertinggal dalam struktur bangunan akan menjadi beban pendinginan pada operasi mesin pendingin berikutnya. 2.11 Beban Pendinginan Ruangan Beban pendinginan ruangan adalah laju kalor yang harus dikeluarkan dari ruangan untuk mencapai kondisi ruangan yang diinginkan. Sumber kalor ini berasal dari luar dan dalam ruangan, metode dasar yang digunakan dalam perhitungan beban pendinginan ruangan yaitu dengan metode perbedaan temperatur ekivalen. Perbedaan temperatur ekivalen adalah perbedaan temperatur yang menghasilkan aliran kalor total yang sama dengan aliran kalor total akibat radiasi sinar matahari dan perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara dalam ruangan yang dikondisikan selama selang waktu 1 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep metode perbedaan temperatur ekivalen mencakup dua hal, yaitu : 1. Menggabungkan beban pendinginan akibat kedua sumber. 2. Sebagai pendekatan dari aliran tak stedi menjadi stedi selama selang waktu 1 jam. 2.11.1 Beban Pendinginan Melalui Kaca Transmisi kalor yang masuk ke dalam ruangan melalui kaca kemudian menjadi beban pendinginan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu karena adanya radiasi sinar matahari dan konduksi akibat perbedaan temperatur antara udara luar dengan udara dalam ruangan yang dikondisikan. Kedua komponen sumber perolehan kalor tersebut memiliki saling ketergantungan, namun efek masing- 18

BAB II LANDASAN TEORI masing komponen dipisahkan dalam perhitungan. Radiasi matahari yang mengenai kaca memiliki tiga modus, yaitu : 1. Sebagian besar akan ditransmisikan secara langsung ke dalam ruangan 2. Sebagian akan diserap oleh struktur kaca 3. Sebagian akan dipantulkan Besar beban pendinginan melalui kaca akibat radiasi sinar matahari, adalah sebagai berikut : Q s = SHG A SF OF SSF (Carrier, 1965 : 1/30) Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) SHG = Solar Heat Gain, perolehan kalor dari radiasi matahari (Btu/h.ft 2 ). Diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49) A = Luas kaca (ft 2 ) SF OF = Storage Factor, Faktor Penyimpanan = Overall Factor, Faktor Keseluruhan SSF = Stell Sash Factor. Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49) Solar Heat Gain (SHG) diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-45) pada 0 o LS dan 10 o LS, didapatkan data pada 6 o LS bulan September pada pukul 3 sore. Storage Faktor (SF) diperoleh berdasarkan asumsi bahwa ruang kantor beroperasi 12 jam dan beban puncak terjadi pada pukul 3 sore di bulan September dengan hadapan gedung ke arah barat. Table 11 (Carrier, 1965 : 1/34). 19

BAB II LANDASAN TEORI Overall Factor (OF) diperoleh dari Table 16 (Carrier, 1965 : 1/52) dengan mengasumsikan bahwa tipe kaca yang digunakan adalah Ordinary Glass (Kaca biasa) dengan penahan sinar matahari (venatian blind) dan ketebalan 8 mm, serta bagian dalam berwarna terang maka besar OF adalah 0,65 dengan Faktor Stell Sash adalah 1,17 yang diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44-49). Besar beban pendingin melalui kaca akibat perbedaan temperatur udara luar dan udara dalam ruangan adalah : Q s = A U ( t t rm ) (Carrier, 1965 : 1/69) oa Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) A = Luas keseluruhan (ft 2 ) U = Koefisien transmisi kaca (Btu/h.ft 2. o F) t oa = Temperatur udara luar ( o F) t rm = Temperatur udara dalam ruangan ( o F) Koefisien transmisi U untuk kaca yang dipasang secara single adalah 1,13 yang diperoleh dari Table 33 (Carrier, 1965 : 1/76). 2.11.2 Beban Pendinginan Melalui Dinding Luar dan Atap Kalor yang diserap permukaan luar akibat radiasi matahari dan temperatur luar yang berubah setiap saat, menyebabkan terjadinya aliran kalor yang tidak stedi. Kondisi ini cukup sulit untuk dievaluasi pada setiap situasi, untuk mengatasi hal ini digunakan pendekatan dengan mendefinisikan perbedaan temperatur ekivalen pada struktur tersebut, maka beban pendinginan melalui dinding luar dan atap dapat dihitung dengan persamaan : 20

BAB II LANDASAN TEORI Q = U A Δ (Carrier, 1965 : 1/59) s t e Di mana : Q s = Laju aliran kalor sensibel (Btu/h) U = Koefisien transmisi (Btu/h.ft 2. o F) A = Luas permukaan tembok (ft 2 ) Δ t e = Perbedaan temperatur ekivalen ( o F) harga perbedaan temperatur ekivalen 19 dan 20 (Carrier, 1965 : 1/62-63) Δ te diperoleh dari Table Koefisien perpindahan panas keseluruhan, U dari dinding diperoleh dari Table 34 (Carrier, 1965 : 1/84). Sedangkan perhitungan Δ te untuk berbagai warna dinding dan atap adalah sebagai berikut : WARNA PERBEDAAN TEMPERATUR EKIVALEN, Δ te Gelap R R + R s Δte = Δtem R 1 m s m Δt es Medium R + s Δte = 0,78 Δtem R 1 0, 78 m R R s m Δt es Terang t R + s Δ e = 0,55 Δtem R 1 0, 55 m R R s m Δt es 21

BAB II LANDASAN TEORI Dinding luar gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) berwarna putih, sehingga digunakan perhitungan warna terang, dengan perincian sebagai berikut : R s = Pertambahan panas matahari maksimum (Btu/h.ft 2 ) yang diterima kaca dinding atau atap untuk bulan dan latitude pada saat perencanaan, diperoleh dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44) atau Table 6 (Carrier, 1965 : 1/29) R m = Pertambahan panas matahari maksimum (Btu/h.ft 2 ) yang diterima kaca pada dinding atau atap di bulan Juli pada 40 o LS, diambil dari Table 15 (Carrier, 1965 : 1/44) atau Table 6 (Carrier, 1965 : 1/29) Δ t em = Perbedaan temperatur ekivalen dinding atau atap yang langsung terkena penyinaran matahari = etd m + etd correction Δ t es = Perbedaan temperatur ekivalen dinding atau atap yang terkena bayangan matahari = etd s + etd correction Δ t e = Perbedaan temperatur ekivalen ( o F) 2.11.3 Beban Pendingin Melalui Partisi Partisi merupakan sekat pemisah antara ruangan yang dikondisikan dengan ruangan yang tidak dikondisikan atau ruangan yang berbeda temperaturnya. Partisi dapat berupa dinding pemisah, langit-langit atau lantai. Aliran kalor melalui partisi terjadi akibat perbedaan temperatur udara pada kedua sisinya, perbedaan temperatur tersebut diasumsikan konstan sepanjang hari, 22

BAB II LANDASAN TEORI sehingga aliran kalor melalui partisi tersebut adalah stedi. Beban pendinginan memalui partisi dapat dihitung dengan persamaan : Q s. partisi = A U t r (Carrier, 1965 : 1/69) Di mana : Q. = Laju aliran kalor sensibel partisi (Btu/h) s partisi A = Luas struktur permukaan partisi (ft 2 ) U = Koefisien transmisi, untuk langit-langit (ceiling) adalah 0,70 (Btu/h.ft 2. o F). Didapat dari Table 25, 26, 27, 29, 30 (Carrier, 1965 : 1/69-70) t r = Temperatur ruangan yang berbatasan dengan ruang yang dikondisikan (t oa t rm 5 o F) 2.12 Beban Pendinginan dari Dalam Ruangan 2.12.1 Beban Pendinginan dari Lampu Beban pendinginan dari lampu merupakan beban pendinginan sensibel yang terjadi karena perubahan energi listrik menjadi energi cahaya dan menghasilkan kalor. Modus perpindahan kalor adalah melalui proses konduksi, konveksi dan radiasi ke udara sekitarnya, kalor dari radiasi lampu akan disimpan di dalam struktur bangunan dan akan berubah menjadi beban pendinginan setelah beberapa waktu kemudian. Beban pendinginan dari lampu dapat dihitung dengan persamaan : Di mana : Q lampu s. = 3,4 Total Watt 1,25 (Carrier, 1965 : 1/101) Q s. lampu = Laju aliran kalor sensibel lampu (Btu/h) 23

BAB II LANDASAN TEORI Total Watt = Jumlah total daya listrik lampu di dalam ruangan (watt) 2.12.2 Beban Pendinginan dari Orang Beban pendinginan dari orang meliputi beban pendinginan sensibel dan beban pendinginan laten. Kalor dihasilkan manusia akibat adanya proses metabolisme di dalam tubuh yang tergantung dari jenis aktivitas yang dilakukan. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan temperatur suhu tubuhnya (98,6 o F atau 37 o C) dengan cara menyimpan kalor atau melepaskannya. Kalor akibat proses metabolisme dibawa ke permukaan tubuh oleh aliran darah kemudian dikspansikan ke lingkungan dengan cara radiasi, konduksi dan penguapan. Beban pendinginan laten dapat disamakan dengan perolehan kalor laten, tetapi beban pendinginan sensibel tidak sama dengan perolehan kalor sensibel karena radiasi dari tubuh manusia terlebih dahulu akan diserap oleh struktur bangunan sebelum menjadi beban pendinginan sensibel. Empat faktor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan tubuh menyalurkan kalor adalah suhu udara ruangan, suhu permukaan-permukaan yang ada disekiternya, kelembaban udara dan kecepatan udara. Jumlah dan jenis kegiatan penghuni berinteraksi dengan keempat faktor ini. Dengan demikian beban pendinginan sensibel dan beban pendinginan laten dari orang adalah : Di mana : Qsensibel = orang HGs SHF (Carrier, 1965 : 1/100) Q sensibel = Laju aliran kalor sensibel orang (Btu/h) 24

BAB II LANDASAN TEORI orang = Jumlah orang menempati ruangan HG s SHF = Perolehan kalor sensibel orang (Btu/h) = Faktor kalor sensibel orang Di mana : Qlaten = orang HGl LHF (Carrier, 1965 : 1/100) Q laten = Laju aliran kalor laten (Btu/h) orang = Jumlah orang menempati ruangan HG l LHF = Perolehan kalor laten orang (Btu/h) = Faktor kalor laten orang Perolehan kalor sensibel (HG s ) dan perolehan kalor laten (HG l ) yang berada di dalam ruangan diperoleh dari Table 48 (Carrier, 1965 : 1/100). Dengan memperhitungkan jenis kegiatan dan ruangan yang dihuni, faktor kalor sensibel dari orang perlu ditambahkan pada pemakaian Table 48 tersebut. Pria dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 1,0 Wanita dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 0,85 Anak-anak faktor kalor sensibel (SHF) = 0,75 Sedangkan harga faktor kalor laten (LHF) sama dengan harga faktor kalor sensibel (SHF). 2.13 Beban Pendinginan Lain Dalam Ruangan Beban pendinginan lain dari dalam ruangan yaitu selain yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu semua peralatan yang terdapat di dalam ruangan 25

BAB II LANDASAN TEORI yang dikondisikan dan memberikan kontribusi perolehan kalor. Komputer, mesin ketik elektrik, faximile, TV merupakan contoh peralatan yang memberikan kontribusi perolehan kalor pada ruangan yang dikondisikan. Beban pendinginan ini dapat dihitung dengan persamaan : Q s. perala tan = Total Watt 3,4 Di mana : Q s. perala tan = Laju aliran kalor sensibel peralatan (Btu/h) Total Watt = Jumlah total daya listrik peralatan di dalam ruangan (watt) 2.14 Beban Pendinginan dari Udara Luar Perolehan kalor dari infiltrasi udara didalam perhitungan ini diabaikan, karena perolehan kalor dari infiltrasi udara dihitung jika ketinggian gedung diatas 100 ft. (Carrier, 1965 : 1/89) Sedangkan perolehan kalor dari udara ventilasi menghasilkan dua jenis perolehan kalor, yaitu perolehan kalor sensibel dan laten. Perolehan kalor sensibel dan laten dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Q sensibel cfm ( t t ) 1,08 = oa rm Di mana : Q sensibel = Laju aliran kalor sensibel udara luar (Btu/h) cfm = Volume udara yang dialirkan ke dalam ruangan, 26

BAB II LANDASAN TEORI = people cfm per person t oa = Temperatur udara luar ( o F) t rm = Temperatur udara dalam ruangan ( o F) Q laten cfm ( W W ) 0,68 = oa rm Di mana : Q laten = Laju aliran kalor laten udara luar (Btu/h) cfm = Volume udara yang dialirkan ke dalam ruangan, = people cfm per person W oa W rm = Kadar kelembaban (moisture content) udara luar = Kadar kelembaban (moisture content) udara ruangan 27

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN 3.1 Lokasi dan Fungsi Gedung Gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang beralamat di Jl. Puri Kembangan Blok O No. 1-2 Kembangan Jakarta Barat, terdiri dari 3 lantai (lantai dasar, lantai 1 dan lantai 2). Di dalam gedung tersebut terdapat beberapa ruangan yang digunakan sebagai tempat bekerjanya para karyawan, kantor direktur dll. 3.2 Kondisi Perencanaan 3.2.1 Geografi Kota Jakarta Kota Jakarta terletak pada 6 o Lintang Selatan dan 107 o Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 m di atas permukaan laut, kondisi cuaca terpanas kota Jakarta jatuh pada bulan September pukul 3 sore. Beban pendinginan puncak akan terjadi pada bulan tersebut, sehingga perhitungan beban pendingin akan dititikberatkan pada bulan September pukul 3 sore. 3.2.2 Kondisi Perencanaan Udara Luar Kondisi perencanaan udara luar kota Jakarta pada saat cuaca terpanas yaitu pada bulan September yang diperoleh dari Tabel 3.3 (W.Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 3/35), adalah sebagai berikut : Temperatur Bola Kering (Dry Ball Temperature) = 90 o F Temperatur Bola Basah (Wet Ball Temperature) = 80 o F 28

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Perubahan temperatur harian = 14 o F 3.2.3 Kondisi Perencanaan Udara Ruangan Kondisi perencanaan udara ruangan yaitu temperatur dan kelembaban relatif dalam ruangan untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam menentukan kondisi perencanaan ruangan tersebut adalah : Fungsi dan tipe bangunan Lama penghuni menetap di dalam ruangan Aktivitas penghuni di dalam ruangan ruangan Kondisi perencanaan ruangan pada gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang disesuaikan dengan Tabel 3.2 (W.Arismunandar & Heizo Saito, 1980 : 3/33) ini adalah sebagai berikut : Temperatur Bola Kering (Dry Ball Temperature) = 79 o F Temperatur Bola Basah (Wet Ball Temperature) = Perubahan temperatur harian = Konstan Kelembaban relatif (Relative Humidity) = 50 % 3.3 Luas Elemen Bangunan Luas elemen gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) yang meliputi luas dinding, kaca, atap, lantai serta arah hadapan dapat dilihat pada tabel data gedung berikut ini : 29

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Direktur Gambar 3.1 Ruang direktur Tabel 3.1 Luas elemen bangunan ruang direktur ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 16,64 m 2 Barat - - Selatan 5,76 m 2 12,16 m 2 Total Luas Kaca 11,52 m 2 Luas Lantai 51,2 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2 22,4 m 2 Ruang Meeting Gambar 3.2 Ruang meeting Tabel 3.2 Luas elemen bangunan ruang meeting ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 11,52 m 2 10,88 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 11,52 m 2 Luas Lantai 51,2 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-22,4 m 2 17,92 m 2 30

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Deputy Direktur Gambar 3.3 Ruang deputy direktur Tabel 3.3 Luas elemen bangunan ruang deputy direktur ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 7,68 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 30,72 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-13,44 m 2 17,92 m 2 Ruang Server Gambar 3.4 Ruang server Tabel 3.4 Luas elemen bangunan ruang server ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur 5,76 m 2 5,44 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 25,6 m 2 DINDING PARTISI 17,92 m 2-11,2 m 2 17,92 m 2 31

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Manager Gambar 3.5 Ruang manager Tabel 3.5 Luas elemen bangunan ruang manager ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - 12,32 m 2 Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca - Luas Lantai 13,2 m 2 DINDING PARTISI 8,4 m 2-12,32 m 2 8,4 m 2 Ruang ACC & Financial Gambar 3.6 Ruang ACC & Financial Tabel 3.6 Luas elemen bangunan ruang ACC & Financial ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 5,76 m 2 12,16 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 25,6 m 2 DINDING PARTISI 11,2 m 2 17,92 m 2-11,2 m 2 32

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Staffs Gambar 3.7 Ruang staffs Tabel 3.7 Luas elemen bangunan ruang staffs ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 17,28 m 2 18 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 17,28 m 2 Luas Lantai 135,08 m 2 DINDING PARTISI 25,76 m 2 47,6 m 2 12,32 m 2 25,76 m 2 Ruang Manager Personalia Gambar 3.8 Ruang manager personalia Tabel 3.8 Luas elemen bangunan ruang manager personalia ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat - - Selatan - - Total Luas Kaca - Luas Lantai 24,8 m 2 DINDING PARTISI 17,36 m 2 11,2 m 2 11,2 m 2 17,36 m 2 33

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Operator Gambar 3.9 Ruang operator Tabel 3.9 Luas elemen bangunan ruang operator ARAH HADAPAN LUAS KACA DINDING DAERAH TEPI Utara - - Timur - - Barat 5,76 m 2 3,76 m 2 Selatan - - Total Luas Kaca 5,76 m 2 Luas Lantai 10,2 m 2 DINDING PARTISI 8,4 m 2 9,52 m 2-8,4 m 2 3.4 Beban Pendingin Orang 1/100). Nilai faktor kalor sensibel (SHF) diperoleh dari Table 48 (Carrier, 1965 : Pria dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 1,0 Wanita dewasa faktor kalor sensibel (SHF) = 0,85 Anak-anak faktor kalor sensibel (SHF) = 0,75 sensibel (SHF). Sedangkan harga faktor kalor laten (LHF) sama dengan harga faktor kalor Ruang Direktur Tabel 3.10 Jumlah penghuni ruang direktur GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - 34

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Meeting Kapasitas ruang meeting = 20 orang Dikarenakan perbedaan SHF pria dengan SHF wanita kecil, yaitu = 0,15 maka diasumsikan penghuni ruangan sebagai berikut : - Pria = 14 orang - Wanita = 6 orang Tabel 3.11 Jumlah penghuni ruang meeting GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 14 Wanita 6 Ruang Deputy Direktur Tabel 3.12 Jumlah penghuni ruang deputy direktur GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - Ruang Server Tidak ada karyawan yang bekerja di ruangan ini, karena operator hanya melakukan pemeriksaan dan tidak menetap di ruangan ini. Ruang Manager Tabel 3.13 Jumlah penghuni ruang manager GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 1 Wanita - Ruang Staffs Tabel 3.14 Jumlah penghuni ruang staffs GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria 32 Wanita 3 35

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang ACC & Financial Tabel 3.15 Jumlah penghuni ruang ACC & Financial GENDER Pria Wanita JUMLAH PENGHUNI 3 3 Ruang Manager Personalia Tabel 3.16 Jumlah penghuni ruang manager personalia GENDER Pria Wanita JUMLAH PENGHUNI 1 - Ruang Operator Tabel 3.17 Jumlah penghuni ruang operator GENDER JUMLAH PENGHUNI Pria - Wanita 1 3.5 Beban Pendingin Peralatan Elektronik Nilai daya listrik (watt) peralatan elektronik diperoleh dari Table 3.8 (Randall Mcmullan, 1992 : 3/74). TV = 100 watt Komputer = 150 watt Faximile = 100 watt Ruang Direktur Tabel 3.18 Daya listrik peralatan elektronik ruang direktur PERALATAN JUMLAH DAYA TV 1 100 watt Total Daya 100 watt 36

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Meeting Tabel 3.19 Daya listrik peralatan elektronik ruang meeting PERALATAN JUMLAH DAYA LCD 1 100 watt Total Daya 100 watt Ruang Deputy Direktur Tabel 3.20 Daya listrik peralatan elektronik ruang deputy direktur PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer 1 150 watt Total Daya 150 watt Ruang Server Nilai daya listrik LAN (Local Area Network) yang ada di ruangan ini diperoleh dari diagram panel perancangan Mechanical Electrical (ME) gedung Sentra Bisnis & Distribusi PT. CNI. LAN = 900 watt Tabel 3.21 Daya listrik peralatan elektronik ruang server PERALATAN JUMLAH DAYA LAN 1 900 watt Total Daya 900 watt Ruang Manager Tabel 3.22 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer Laptop 1 1 150 watt 150 watt Total Daya 300 watt 37

BAB III PENGUMPULAN DATA PERHITUNGAN Ruang Staffs Tabel 3.23 Daya listrik peralatan elektronik ruang staffs PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer 35 5250 watt Total Daya 5250 watt Ruang ACC & Financial Tabel 3.24 Daya listrik peralatan elektronik ruang ACC & Financial PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer Faximile 6 1 900 watt 100 watt Total Daya 1000 watt Ruang Manager Personalia Tabel 3.25 Daya listrik peralatan elektronik ruang manager personalia PERALATAN JUMLAH DAYA Komputer 1 150 watt Total Daya 150 watt Ruang Operator Tidak ada peralatan elektronik. 3.6 Instalasi Penerangan Nilai daya listrik (watt) lampu diperoleh dari gambar perancangan Mechanical Electrical (ME) detail lampu dan instalasi penerangan lantai satu & dua gedung SBD PT. CNI. 38