Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006

dokumen-dokumen yang mirip
Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PENGKAJIAN KEAMANAN PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIK

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

MATERI BIOTEKNOLOGI MODERN JAGUNG TRANSGENIK. Disusun Oleh : NURINSAN JUNIARTI ( ) RISKA AMELIA ( )

TEKNOLOGI PAKAN REKAYASA GENETIK PERLU PRINSIP KEHATI-HATIAN

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

1. Peningkatan kandungan nutrisi: Pisang, cabe, raspberries, stroberi, ubi jalar

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengkajian. Keamanan. Pangan. Produk. Rekayasa Genetik. Pedoman.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk

Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O

SEJAUH MANA KEAMANAN PRODUK BIOTEKNOLOGI INDONESIA?

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Ruang lingkup dan perkembangan bioteknologi tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/Permentan/LB.070/8/2016 TENTANG PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

PRODUK BIOTEKNOLOGI AKAN TERUS BERKEMBANG. Waber menyatakan bahwa produk-produk berikut ini merupakan produk yang dinanti antara lain :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GMO. Genetically Modified Organism (GMO): Peraturan dan Keresahan Pangan di Indonesia

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios = hidup, Teknologi dan Logos = ilmu Ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tah

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Silabus Olimpiade BOF XI Soal SMP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

BIOTEKNOLOGI PANGAN Program Studi Bioteknologi. Oleh: Seprianto, S.Pi, M.Si

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kualitas Gizi Faktor Penting Pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

KONSUMSI DAN KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN RUMAHTANGGA PERDESAAN DI INDONESIA: Analisis Data SUSENAS 1999, 2002, dan 2005 oleh Ening Ariningsih

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PG ECONOMICS LAPORKAN DAMPAK GLOBAL TANAMAN BIOTEKNOLOGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETERSEDIAAN ENERGI, PROTEIN DAN LEMAK DI KABUPATEN TUBAN : PENDEKATAN NERACA BAHAN MAKANAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGKAJIAN KEAMANAN PAKAN PRODUK REKAYASA GENETIK

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juni 2007 Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. H.

Apakah kehidupanku sehat? M a ri ki t a j a g a ke s e h at a n kel u a r g a k i t a!

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

WALIKOTA PROBOLINGGO

2011, No BAB 9 FORMAT

Memaknai Paradigma Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) atau Hari Tanpa Rokok Sedunia (HTRS)

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

1 Universitas Indonesia

PENGERTIAN EKONOMI PANGAN GIZI DAN SEJARAHNYA

Grup I- Label Pangan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Mengantisipasi Pangan Transgenik Friday, 08 September 2006 Salah satu topik yang dibahas dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII adalah pangan transgenik. Menurut Prof Dr Soekirman, MPS-ID, Ketua Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan yang juga ketua steering committee WNPG VIII, pangan transgenik menjadi topik bahasan khusus karena tantangan masa depan dalam mencukupi pangan penduduk dunia, dan juga domestik, yang terus meningkat. Alternatif pemenuhan kebutuhan itu antara lain melalui pangan hasil rekayasa genetika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menurut Prof Soekirman, menyatakan, sampai kini belum ditemukan bukti-bukti bahwa tanaman pangan transgenik merugikan kesehatan manusia. Isu pangan transgenik kini beralih dari isu mengenai teknologi menjadi isu lingkungan, politik, ekonomi, dan etika. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII menyatakan bahwa pangan rekayasa genetik dapat diterima dengan prinsip kehati-hatian, selektif, dan memerhatikan bio-etika sepanjang tidak membahayakan kesehatan dan lingkungan. Begitu juga biofortifikasi pangan melalui budidaya tanaman untuk meningkatkan kandungan dan mutu gizi pangan. WNPG VIII juga merekomendasikan untuk mengembangkan produk rekayasa lokal berdasarkan keragaman hayati lokal dengan tidak membahayakan kesehatan dan keragaman hayati, serta tidak menimbulkan ketergantungan ekonomi pada negara lain. Rekomendasi lain WNPG VIII adalah pelabelan produk makanan yang berbahan pangan transgenik. Pelabelan itu sendiri bukan untuk menyatakan keamanan produk itu, tetapi lebih sebagai informasi kepada masyarakat agar dapat menentukan pilihan. Selain itu, mengenai konsumsi pangan, WNPG VIII menyempurnakan angka kecukupan gizi tahun 1998, yaitu angka kecukupan energi (AKE) lebih rendah 10 persen daripada AKE sebelumnya, yaitu menjadi 2000Kkal/kapita/hari, sedangkan angka kecukupan protein (AKP) naik menjadi 52 gram/ kapita dari angka sebelumnya sebesar 50 gram. Sementara untuk tingkat penyediaan, WNPG VIII merekomendasikan AKE sebesar 2200Kkal dan AKP 57 gram. Selain menyempurnakan angka kecukupan gizi, WNPG VIII juga merekomendasikan pula pangan yang sehat adalah yang mengandung serat pangan, mangan, dan fluor. Perbandingan antara serat pangan tidak larut dan larut dalam air adalah tiga berbanding satu, perbandingan kandungan omega 6 dan omega 3 juga tiga berbanding satu, batas asupan lemak jenuh 8 persen per hari, karbohidrat sederhana 10 persen, dan cukup mengonsumsi lemak trans, air dan elektrolit.

Yang juga ditekankan oleh WNPG VIII adalah setiap produk makanan, minuman, dan obat harus bisa memberi bukti terhadap klaim-klaim yang mereka ajukan. "Misalnya, ada yang mengklaim kandungan dalam produknya meningkatkan kecerdasan anak, klaim itu harus disertai dengan bukti empiris. Tujuannya untuk melindungi konsumen supaya tidak dibodohi oleh iklan," papar Prof Soekirman. PERKEMBANGAN dalam teknologi molekuler telah membuka cakrawala baru bagi pengembangan bahan pangan. Salah satunya adalah pemetaan gen tanaman yang mempercepat proses rekayasa genetika melalui teknologi pemuliaan konvensional maupun melalui teknologi transgenik. Salah satu yang dibahas di dalam WNPG VIII adalah teknologi biofortifikasi pada padi untuk meningkatkan kandungan zat besi pada beras yang, menurut Prof Soekirman, sedang dikerjakan di bawah koordinasi International Food Policy Research Institute (IFPRI). "Produknya belum tersedia di pasar, mungkin baru 5-6 tahun lagi," kata Soekirman. Benih yang dihasilkan nantinya akan menjadi milik bersama karena penelitian ini dikerjakan bersama pemerintah berbagai negara, bukan oleh perusahaan multinasional. Ketersediaan pangan fortifikasi yang melekat langsung di dalam tanaman bahan pangan akan jauh lebih efisien dalam produksi dan lebih murah sehingga lebih banyak rumah tangga bisa mengakses dibandingkan bila fortifikasi diberikan pada hasil akhir, misalnya dengan memberi vitamin A pada bulir padi. Bila produk beras yang mengalami biofortifikasi dengan teknik pemuliaan tanaman konvensional ini berhasil dan tersedia benihnya secara luas bagi petani, produk ini akan membantu mengatasi masalah anemia yang dialami negara-negara berkembang dan miskin mengatasi anemia besi pada ibu hamil dan balita. Data Departemen Kesehatan yang disampaikan dalam WNPG VIII memperlihatkan bahwa terdapat 2,5 juta (40,1 persen) ibu hamil, 4 juta (26,4 persen) perempuan usia subur, dan 7,2 juta (47 persen) balita menderita anemia. Akibat dari anemia ini pada ibu hamil adalah perdarahan yang ikut menyumbang pada tingginya angka kematian ibu hamil dan melahirkan serta bayi lahir dengan berat badan rendah dengan pertumbuhan fisik dan intelegensi rendah. Prof Dr Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, dalam widyakarya menyebutkan bahwa pangan produk rekayasa genetik adalah pangan atau produk pangan yang diturunkan dari tanaman atau hewan yang dihasilkan melalui proses rekayasa genetika. Dalam catatan Kompas, penelitian besar-besaran dalam menghasilkan bahan makanan transgenik dimulai sejak

Watson dan Crick pada 51 tahun lalu berhasil menemukan susunan kimia asam deoksiribonukleat yang disebut double helix di inti sel dan mengatur penurunan sifat suatu organisme dan menuliskan temuan mereka dalam majalah Nature. Setelah itu, berbagai pusat penelitian milik pemerintah dan swasta multinasional berlomba-lomba melakukan pemetaan gen sejumlah tanaman yang sifat-sifatnya akan dipindahkan ke tanaman lain dengan menggunakan kendaraan gen bakteri yang kompatibel. Bila awalnya penelitian ditujukan untuk mengatasi kendala waktu pada pemuliaan konvensional, pangan produk rekayasa genetika (PRG), menurut Dedi Fardiaz, berkembang menjadi kegiatan komersial untuk memberi keuntungan bagi produsen maupun mutu dan nilai gizi bahan pangan yang dihasilkan. PRG pada tanaman pangan awalnya ditujukan untuk perlindungan tanaman, terutama meningkatkan ketahanan terhadap penyakit tanaman akibat serangan virus atau bakteri, atau meningkatkan toleransi terhadap herbisida. Beberapa tanaman pangan hasil rekayasa genetika yang sudah tersedia di pasar, antara lain, adalah tomat yang dirancang agar proses pematangannya terhambat sehingga lebih tahan lama dalam penyimpanan, Bt Corn, yaitu jagung yang dirancang mengandung protein insektisida yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt), Round Up Ready R Soybean, yaitu kedelai yang toleran terhadap senyawa aktif glifosat yang terdapat dalam herbisida yang dikenal secara komersial sebagai Round-Up R, Glyphosate-tolerant Corn Line GA21, yaitu jagung yang toleran glifosat, dan beras yang mengandung vitamin A (golden rice). MESKIPUN WHO menyebutkan sampai kini belum ada bukti bahwa pangan hasil rekayasa genetika merugikan kesehatan, tetapi prinsip kehati- hatian tetap diperlukan karena dampak pangan terhadap kesehatan boleh jadi baru akan terlihat dalam jangka panjang. "Karena itu, prinsip kehati-hatian tetap penting," kata Prof Soekirman dan Prof Dedi Fardiaz secara terpisah. Dalam kenyataannya, kekhawatiran terhadap keamanan pangan kesehatan terhadap kesehatan memang muncul di masyarakat, terutama di negara- negara maju yang tingkat melek teknologinya sudah baik. Isu transgenik juga digunakan dalam perang dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan produsen terbesar pangan transgenik yang 35,7 juta hektar atau 68 persen pertanamannya adalah tanaman transgenik. Bioteknologi sebenarnya telah dikenal sejak ribuan tahun lalu dalam bentuk, antara lain produk fermentasi. Bioteknologi dianggap berbeda dari metode seleksi tradisional karena bioteknologi memungkinkan transfer ciri-ciri organisme yang secara alamiah tidak mungkin terjadi secara alamiah. Ada beberapa definisi mengenai bioteknologi, tetapi kesepakatan internasional dalam Protokol Cartagena didefinisikan sebagai teknik asam nukleat secara in vitro, termasuk rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA) dan injeksi langsung asam nukleat ke sel atau organela, atau fusi dari sel-sel yang berasal dari luar keluarga secara taksonomi yang mengatasi hambatan reproduksi fisiologis atau rekombinasi

alamiah dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Prof Julian Kinderlerer dan Dr Mike Adcock dari Sheffield Institute of Biotechnological Law and Ethics, University of Sheffield, Inggris, dalam makalah berjudul Agricultural Biotechnology, Politics, Ethics, and Policy yang dipublikasi dalam situs www.ifpri.org menyebutkan bahwa modern bioteknologi yang memungkinkan modifikasi organisme yang tidak mungkin terjadi secara alamiah menimbulkan ketakutan, kehebohan, serta sikap kehati- hatian dengan berbagai alasan, dan telah diatur sejak percobaan pertama yang melakukan transfer materi genetik di antara organisme yang secara taksonomi tidak berada dalam satu keluarga. Masyarakat sendiri bersifat mendua dalam menghadapi isu bioteknologi. Rekayasa genetika untuk obat-obatan dan florikultura tidak sekontroversial modifikasi genetik pada tanaman pangan manusia. Begitu juga modifikasi gen pada hewan dan manusia memicu isu etika. Di Amerika Serikat, di mana tanaman pangan rekayasa genetika paling luas ditanam dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, hampir semua penduduknya mengatakan, mereka tidak keberatan mengonsumsi beberapa jenis pangan hasil rekayasa genetika dan hampir dua pertiga melihat pangan hasil rekayasa genetika akan baik untuk manusia. Namun, 56 persen penduduk AS mengatakan, isu modifikasi genetika menimbulkan keprihatinan yang besar. Kekhawatiran terhadap pangan hasil rekayasa genetik, menurut Dedi Fardiaz, dalam hal kesehatan antara lain karena ada kekhawatiran zat penyebab alergi (alergen) berupa protein dapat ditransfer ke bahan pangan, terjadi resistensi antibiotik karena penggunaan marker gene, dan terjadi outcrossing, yaitu tercampurnya benih konvensional dengan benih hasil rekayasa genetika yang mungkin secara tidak langsung menimbulkan dampak terhadap keamanan pangan. Terhadap lingkungan dan perdagangan, pangan hasil rekayasa genetika (PRG) dikhawatirkan merusak keanekaragaman hayati, menimbulkan monopoli perdagangan karena yang memproduksi PRG secara komersial adalah perusahaan multinasional, menimbulkan masalah paten yang mengabaikan masyarakat pemilik organisme yang digunakan di dalam proses rekayasa, serta pencemaran ekosistem karena merugikan serangga nontarget misalnya. Dalam hal etika dan agama, PRG juga menimbulkan kontroversi ketika terjadi transfer gen dari hewan kepada tumbuhan, transfer gen dari manusia ke hewan, dan transfer gen dari hewan yang diharamkan. INDONESIA sudah mengatur pangan hasil rekayasa genetika melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pasal 13 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa a) setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan baku lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan; b) pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pangan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika.

Selain itu, juga ada Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Pasal 35 peraturan ini mewajibkan pencantuman keterangan "pangan rekayasa genetika" untuk pangan hasil rekayasa genetika. Label juga harus menyebutkan bahan PRG bila bahan yang digunakan dalam produk pangan bersangkutan merupakan hasil rekayasa genetika. Badan Pengawas Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, menurut Dedi Fardiaz, melalui Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP) telah menyusun tata cara pengkajian keamanan pangan PRG dan tata cara ini telah digunakan untuk mengkaji keamanan pangan PRG. Pengkajian keamanan pangan PRG menyangkut informasi genetik dan informasi keamanan pangan. Informasi genetik berupa deskripsi umum pangan PRG, deskripsi inang dan penggunaannya sebagai pangan, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetik, dan karakteristik modifikasi genetik. Sedangkan informasi keamanan pangan meliputi kesepadanan substansial, perubahan nilai gizi dibandingkan dengan pangan tradisional, kemungkinan menimbulkan alergi, dan toksisitas. "Untuk Indonesia, ambang batas yang ditetapkan adalah bila terdapat lebih dari lima persen bahan mengandung PRG, maka harus dicantumkan dalam label. Dengan cara ini konsumen mendapat informasi dan bisa melakukan pilihan," kata Dedi. Menurut dia, saat ini status pangan transgenik Indonesia menunggu rekomendasi atas hasil kajian keamanan pangan untuk kedelai dan jagung toleran glifosat. Kewajiban pelabelan pangan PRG dilakukan setelah ada rekomendasi status keamanan tanaman tersebut. Penelitian untuk menghasilkan pangan hasil rekayasa genetika pun tengah dilakukan antara lain oleh LIPI dengan sejumlah persyaratan ketat. Untuk mengantisipasi kontroversi mengenai produk rekayasa genetika masih akan berlangsung, tetapi di sisi lain juga ada kebutuhan untuk tidak bergantung pada pihak luar, rekomendasi WNPG VIII tentang dikembangkannya penelitian produk rekayasa genetika lokal perlu disikapi dengan arif tanpa semata-mata bereaksi menolak. Karena kenyataan yang sudah terjadi adalah bila tidak mengembangkan produk rekayasa genetik sendiri, Indonesia akan menjadi konsumen produk rekayasa genetik yang diproduksi negara lain atau perusahaan multinasional. (NMP) Sumber: Kompas, 28 Mei 2004