BAB I PENDAHULUAN. apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo

JAMU DAN OBAT TRADISIONAL CINA DALAM PRESPEKTIF MEDIK DAN BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 300 spesies dimanfaatkan sebagai bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap masyarakat atau suku bangsa pada umumnya memiliki berbagai

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN PRODUK HERBAL BERBASIS RISET

Obat tradisional 11/1/2011

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata baik di pusat daerah,

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

Penggunaan Jamu untuk Terapi Kedokteran Modern

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 003/MENKES/PER/I/2010 TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN

PERATURAN OBAT ASLI INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : HK T e n t a n g

III. METODE PENELITIAN

Kontroversi Pemakaian Obat Alami Untuk Diabetes

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

III. METODE PENELITIAN

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Penggunaan Obat Herbal Berbasis Bukti (Evidence-Based Herbal Medicine)

JAVANESE HERBAL CENTER

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan air dalam bentuk urine (Stein, 2007). Gagal Ginjal Kronik (GGK)

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Dengan pengolahan data berbasis komputerisasi, pencarian informasi dan

SILABUS MATA KULIAH. Revisi : 1 Tanggal Berlaku : 1 Februari Kompetensi dasar Indikator Materi Pokok Strategi Pembelajaran

STANDARISASI BAHAN BAKU HERBAL DENGAN DUKUNGAN LABORATORIUM TERAKREDITASI

Disampaikan oleh : Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Makassar, 24 April 2014

DRA. HELNI, APT, M.KES

Resep Alam, Warisan Nenek Moyang. (Jamu untuk Remaja, Dewasa, dan Anak-anak)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. antara lain jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu sebagai obat bahan alam,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DIREKT0RAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini sebagian besar masyarakat lebih mempercayai pengobatan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. saat ini diantara banyaknya fenomena-fenomena pengobatan non. akupunktur, dan bekam. Definisi CAM (Complementary and Alternative

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bagaimana Penulisan SOAP oleh Farmasi? Tim KARS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan data bila dibandingkan dengan cara manual. Dimana hal-hal

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman herbal merupakan jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitas dengan baik dibutuhkan badan yang sehat. Pola hidup sehat,

BAB 1 PENDAHULUAN. tercapainya beberapa perubahan kearah yang lebih baik untuk pengguna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lokasi

Tinjauan Pustaka. A. Pengertian Tumbuhan Obat

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat dalam rangka peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mengenal Perbedaan Logo Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka Serta Obat Untuk Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Traditional Medicine/Complementary and Alternative. Medicine (TM/CAM) marak diperbincangkan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan rumah sakit sekarang ini menjadi semakin penting dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, budaya, lingkungan, ekonomi serta politik. Pada kalangan masyarakat,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia obat herbal 1 diklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu jamu 2, obat herbal terstandar 3, dan fitofarmaka 4. Akan tetapi para dokter dan apoteker Indonesia, masih belum dapat menerima jamu dan obat herbal terstandar sebagai obat yang dapat direkomendasikan (Hemani, 2011). Ini disebabkan bukti ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih kurang (Pramono, 2002). Oleh karenanya masyarakat menggunakan obat herbal masih dalam usaha pengobatan sendiri (self-medication). Berbeda seperti Cina, Korea dan India yang sudah menggunakan sistem integratif yaitu mengintegrasikan cara dan pengobatan tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan formalnya. Indonesia masih menggunakan sistem inclusive yaitu mengakui obat tradisional tetapi belum mengintegrasikan pada sistem pelayanan kesehatan (Pramono, 2002). Beberapa pelayanan kesehatan menerima tetapi banyak pelayanan kesehatan yang masih menolak adopsi jamu dan obat herbal terstandar untuk 1 Obat atau pengobatan yang menggunakan bahan yang berasal dari tanaman bisa berupa daun, akar, tangkai, buah, biji-bijian yang mengandung bahan kimia yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit pada manusia. 2 Sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dalam kata lain, belum mengalami uji klinik maupun uji praklinik, namun khasiat tersebut dipercaya berdasarkan pengalaman empirik. 3 Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan bahan bakunya telah distandarisasi. 4 Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

diresepkan kepada pasien. Penelitian Widowati, dkk (2014) menyatakan 12 Provinsi di Indonesia telah meresepkan jamu kepada pasien. 12 Provinsi tersebut yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogjakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Lampung. Menurut penelitian tersebut terdapat beberapa alasan dokter meresepkan jamu kepada pasien. Alasan yang paling banyak yaitu karena kepercayaan masyarakat akan manfaat jamu sebesar 85,1%, harga yang lebih murah sebesar 63,2%, penyakit yang belum parah sebesar 50,8%, putus asa terhadap obat-obatan kimia sebesar 46,5% dan merasa lebih manjur 36,0% (Widowati, dkk, 2014). Obat tradisional Indonesia yang dikenal sebagai jamu tersebut telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai penyakit sejak berabad-abad yang lalu jauh sebelum era Majapahit (WHO, 2002). Penelitian Widowati, dkk (2014) juga menyatakan bahwa dokter memisahkan rekam medik untuk jamu dengan rekam medik konvensional. Penelitian lainnya yaitu penelitian Dewoto (2007) menyatakan sulitnya adopsi obat herbal dikarenakan standar yang dibutuhkan agar obat herbal dapat digunakan secara formal sangat tinggi dan memerlukan banyak biaya. Salah satu penyebabnya yaitu koordinasi penelitian yang kurang terorganisir antar departemen, perguruan tinggi, lembaga/pusat penelitian sehingga sering terjadi duplikasi dan pemborosan dana penelitian; Pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi non-pemerintah belum menyediakan dana khusus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian, termasuk penelitian dan pengembangan obat 1

tradisional menjadi fitofarmaka, sehingga dapat dimanfaatkan pada pelayanan kesehatan. Selain itu runtutan proses yang panjang dari uji bahan baku hingga uji klinis juga menjadi penghambat tercapainya standar yang ditetapkan kemenkes. Hambatan lain yang dihadapi dalam adopsi obat herbal atau jamu dan OHT dalam peresepan obat antara lain karena masih ada dokter yang menolak keberadaan jamu mengingat belum semua jamu memiliki bukti ilmiah (Virna, 2015). Data ilmiah yang kurang mengenai standar untuk simplisia 5 sebagai bahan baku obat herbal juga menyebabkan obat herbal belum bisa diintegrasikan dalam peresepan obat (Moeloek, 2005). Tidak adanya standar internasional menyebabkan pengembangan obat tradisional sangat dipengaruhi oleh budaya, tradisi dan bukti empiris yang dikenali masyarakat penggunanya (Hernani, 2011). Sementara untuk menjadikannya bagian dari sistem pengobatan moderen diperlukan eksperimen dan studi klinis, selain itu para tenaga medis dalam hal penggunaan obat diwajibkan mengikuti metoda evidence-based medicine (EBM) (Hernani, 2011). Tidak semua tanaman obat aman digunakan, beberapa menyimpulkan toksik, atau justru menimbulkan toksik jika dikombinasikan dengan obat konvensional yang sudah bisa digunakan oleh pasien (Herman, dkk, 2013). OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya (Ritiasa, 2004). Kepercayaan masyarakat terhadap khasiat jamu dan OHT di Indonesia sebesar 85,1% (Widowati, dkk, 2014), akan tetapi keengganan dokter di Indonesia masih menjadi faktor utama penghambat adopsi jamu dan OHT dalam peresepan 5 Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan. 2

obat. Negara Cina dan India telah menggunakan sistem integratif untuk mengadopsi obat herbal untuk pelayanan kesehatan. Oleh karena itu obat herbal di negara tersebut dapat diterima secara formal. 1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah: 1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi obat herbal dalam peresepan obat? 2. Bagaimana klasifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi obat herbal dalam peresepan obat? 3. Bagaimana perbedaan tingkat adopsi obat herbal dalam peresepan obat berdasarkan karekteristik inovasi dan adopter? 1.3. Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Yogyakarta, yaitu pada para dokter yang memiliki wewenang untuk meresepkan obat bagi pasien. Penelitian tidak dilakukan dalam lingkup rumah sakit untuk mengantisipasi keterbatasan sumber data. Analisis dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi obat herbal dengan berdasarkan pada teori adopsi inovasi oleh Rogers (1983). 3

1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi obat herbal dalam peresepan obat. 2. Mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi obat herbal dalam peresepan obat. 3. Menguji beda tingkat adopsi obat herbal dalam peresepan berdasarkan karekteristik inovasi dan adopter. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Akademisi Penelitian ini mampu menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kualitas khususnya dalam hal perbaikan kualitas suatu produk. 2. Bagi Tenaga Medis Hasil penelitian ini diharapkan untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi tenaga medis untuk lebih bersedia meningkatkan penggunaan obat herbal di masa yang akan datang. 4

3. Bagi Peneliti Peneliti dapat menerapkan teori dan ilmu mengenai kualitas, khususnya mengenai perbaikan kualitas suatu produk. 1.6. Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan skripsi. BAB II: Kajian Literatur Bab ini dikhususkan untuk memaparkan berbagai review literatur yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini, serta mendukung proses analisis data, di antaranya adalah teori mengenai adopsi inovasi, faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi, serta tinjauan tentang obat herbal. BAB III: Metode Penelitian Bab ini berisi penjelasan mengenai jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi konsep dan operasional variabel, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. 5

BAB IV: Analisis Data dan Pembahasan Bab ini berisi uraian tentang hasil analisis data dan pembahasan sesuai teori yang digunakan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi obat herbal ke dalam peresepan obat. BAB V: Penutup Bab ini memaparkan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang dapat direkomendasikan terkait dengan kesimpulan penelitian. 6