Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Soeparno (2005), pada dasarnya sosis terdiri dari lima kelas sosis yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sosis s

dokumen-dokumen yang mirip
molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK PADA SOSIS FERMENTASI DAGING SAPI YANG DIBERI KULTUR L. plantarum 2C12 ATAU L. acidophilus 2B4

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

Karakteristik mutu daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. lebih kasar dan daging sapi lebih halus, daging kerbau mengandung kadar protein

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

PAPER BIOKIMIA PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan nama sapi Grati. Bentuk dan sifat sapi PFH sebagian besar

METODE Lokasi dan Waktu Materi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses. pembusukan (perishable food). Pembusukan ikan terjadi setelah ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan susu segar sebagai bahan dasarnya, karena total padatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

Menurut Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah kasus gizi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

BAB I PENDAHULUAN. susunan asam-asam amino yang lengkap (Fitri, 2007). Produksi telur yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Daging Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), daging adalah urat daging atau otot yang terdapat dan melekat pada kerangka, kecuali urat bagian bibir, hidung dan telinga berasal dari sapi yang sehat waktu di potong. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini. Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokan menjadi : 1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan; 2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin); 3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku); 4) daging masak; 5) daging asap; dan 6) daging olahan (Soeparno, 2005). Komponen fisik utama daging yaitu otot dan lemak. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas daging dan kualitas daging berbeda pada tiap hewan. Kualitas daging terdiri dari struktur kimia dan biokimia, warna, keempukan, tekstur, serta marblingnya. Komposisi kimia daging tergantung pada spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, lokasi anatomi urat daging, aktivitas tubuh, tingkat pemberian pakan, dan keragaman pada ternak (Lawrie, 2003). Sosis Menurut Buckle et al. (2009), sosis merupakan bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu. Dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan. Walaupun demikian, bahan pangan ini juga dapat dibiarkan mengalami fermentasi oleh mikroorganisme, dimana kegiatan bahan pengawet dapat memperpanjang daya simpan produk daging ini. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), sosis memiliki komposisi nilai gizi yang baik harus mengandung kadar air maksimal 67%, kandungan abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, dan karbohidrat maksimal 8%. Sosis merupakan produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dan diberi tambahan tepung atau pati dengan penambahan atau tanpa penambahan bumbu serta dengan tambahan makanan lainnya yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong (Badan 3

Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Soeparno (2005), pada dasarnya sosis terdiri dari lima kelas sosis yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sosis segar, yang diasap, sosis masak, sosis kering dan agak kering, dan sosis spesialitas daging masak. Daging tanpa lemak pada daging sapi merupakan bahan dasar yang paling digemari dengan penggunaan lemak dapat menambah palatabilitas formulasi sosis. Sosis Fermentasi Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganime atau telah ada dalam bahan pangan. Sifat bahan pangan hasil fermentasi ini ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan famili produk sosis fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Sosis fermentasi merupakan produk olahan daging yang melibatkan mikroorganisme yang konsisten khususnya bakteri asam laktat sehingga produk menjadi lebih awet disamping dapat meningkatkan cita rasa yang diinginkan (Fardiaz, 1992). Proses fermentasi akan menurunkan ph sosis kering dan semi kering dari 5,8-6,2 menjadi 4,8-5,3. Fermentasi juga memberikan kesempatan pada air sosis menjadi menyebar ke seluruh bagian sosis secara cepat dan merata. Asam laktat akan menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi protein daging ini mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak (Bacus, 1984). Sosis fermentasi adalah sebuah produk daging cincang sebagai akibat dari fermentasi mikroba dari gula yang memiliki ph 5,3 walaupun beberapa tipe sosis fermentasi lain memiliki nilai ph 4,6-5,0. Sosis semi kering memiliki kelembaban 15% dengan nilai a w 0,90-0,91. Sosis kering memiliki kelembaban 25%, nilai a w 0,85-0,91, dan nilai ph 4,7-5,0. Produk sosis fermentasi harus memiliki nilai a w dibawah 0,85 dan nilai ph dibawah 5,3 agar stabil (The Northeast Center for Food Entrepreneurship at The New York State Food Venture Center, 1595). Holck et al. (2011) menambahkan sosis fermentasi kering setelah proses pematangan terjadi 4

penurunan a w 0,90. Menurut Josquin et al. (2012) nilai ph sosis fermentasi setelah dilakukan fermentasi dan pematangan menjadi 4,3-4,5. Beberapa produk sosis fermentasi telah banyak dilakukan pengujian sifat fisik seperti nilai aktivitas air dan nilai ph. NSW Food Authority (2009) melakukan survei pada beberapa produk sosis fermentasi. Hasil survei dari NSW Food Authority (2009) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Fisik Produk-Produk Sosis Fermentasi Nama Produk a w ph Aust. Danish Salami 0,96 4,7 Sliced Danish Salami 0,92 4,8 Salami Sopresso 0,92 5,7 Hot Hungarian Samali 0,9 4,7 Casalingo Salame 0,94 6,0 Gourmet Salami Hot 0,93 4,9 Salami Sopresso 0,89 4,7 Hot Spanish Salami 0,97 4,6 Sumber : NSW Food Authority (2009) Bahan Pembuatan Sosis Bahan utama terdiri atas daging, lemak, dan garam. Bahan tambahan terdiri pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, dan bahan makanan lain yang diizinkan. Daging Daging pada umumnya yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging yang kurang nilai ekonomisnya, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusak, daging dada, dan daging tetelan (Soeparno, 2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995) menjelaskan bahwa syarat mutu ph daging segar berkisar antara 5,3-5,8. Lemak Kadar lemak bervarisi diantara daging atau hasil sisa, sehingga bisa menimbulkan masalah lemak non-emulsi. Lemak yang tidak teremulsi harus diusahakan minimum. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil dari pada lemak 5

babi, karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh, dapat dilumatkan pada temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak babi lebih mudah mencair pada temperatur yang lebih rendah. Sosis masak harus mengandung lebih dari 30% lemak (Kramlich, 1971). Gula Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber karbohidrat dalam proses fermentasi untuk membentuk asam laktat. Gula akan difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk fermentasi dengan flavor yang tajam. Fungsi gula sebagai preservatif pada sosis fermentasi, karena terbentuknya asam laktat di dalam produk mengakibatkan ph menurun dan produk menjadi agak kering selama proses pematangan. Gula mampu untuk memberikan stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika dalam konsentrasi yang cukup (diatas 70% padatan terlarut). Gula digunakan untuk teknik pengawetan dalam bahan pangan (Buckle et al., 2009). Garam Garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme pencemaran tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik serta pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Garam juga berfungsi sebagai penambah aroma dan cita rasa atau flavor. Garam meningkatkan tekanan osmosis medium atau bahan makanan yang juga direfleksikan dengan rendahnya aktivitas air. Sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2%. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle el al., 2009). Lada Halus Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), lada putih bubuk adalah lada putih (Piper nigrum linn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada. Lada memproduksi beberapa komponen yaitu terpen, hidrat alfa-felandren, dipenten, dan beta-kariofilin. Lada putih mengandung minyak volatile 1,5% dan oleoresin 7%. Komposisi kimia lada putih per 100 gram terdiri dari air 11,4 gram, protein 10,4 gram, lemak 2,1 gram, abu 1,6 gram dan karbohidrat 68,6 gram (Farrell,1990). 6

Jahe Halus Menurut Badan Standarisasi Nasional (1992), jahe segar adalah rimpang (rhizoma) dari tanaman jahe (Zingiber officinale, Roscoe) jenis besar yang sudah tua (matured), berbentuk utuh dan segar serta dibersihkan. Jahe memiliki aroma yang harum dan rasanya yang pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma yang khas jahe, diantaranya zingberene, curcumine, philander, dan lain sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas. Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Pala Halus Menurut Badan Standarisasi Nasional (1987), Pala adalah biji dari buah tanaman Myristica spp yang telah dikeringkan dan dikupas kulit batoknya, berbentuk bulat dan lonjong yang panjangnya antara 20-40 mm. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala digunakan sebagai penyedap untuk bahan pangan dan minuman penyegar. Komposisi kimia pala bubuk per 100 gram terdiri dari air 8,2 gram, protein 6,7 gram, lemak 32,4 gram, abu 2,2 gram, dan karbohidrat 50,5 gram (Farrell, 1990). Nitrit Pokeln Salt (NPS) Nitrit Pokeln Salt (NPS) merupakan campuran antara garam dapur (NaCl) dan sodium nitrit (NaNO 2 ). Nitrit mempunyai tiga fungsi dalam pengolahan yaitu menstabilkan warna daging, bersifat bakteriostatik terutama pada Clostridium batulinum dan mencegah ketengikan (Savic, 1985). Nitrit juga menghambat pertumbuhan Clostridium perfringens (Swatland, 1984). NPS bersifat sebagai antioksidan dan dapat menghambat oksidasi lemak. Jika tidak menggunakan nitrit akan menyebabkan terbentuknya senyawa karbonil yang beresiko pada ketengikan atau ransiditas produk (Soeparno, 2005). Casing Selongsong atau yang biasa disebut dengan casing untuk sosis terdapat dua tipe yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami yaitu selongsong yang berasal dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Selongsong sapi dapat berasal dari esophagus, usus kecil, usus besar 7

bagian tengah, caecum dan kandung kencing. Selongsong alami berdiameter besar seperti usus besar bagian tengah dan caecum sapi yang dipisahkan dari produk sebelum sosis dimakan. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami sekitar 40% garam, dan sebelum digunakan harus dicuci dengan air dingin (Soeparno, 2005). Pada dasarnya, selongsong alami merupakan kolagen kulit regenerasi atau selongsong selulosa fibrus yang telah banyak dipergunakan dalam pengolahan sosis kering dan sosis agak kering. Selama pengolahan sosis, selongsong alami dalam keadaan basah mudah ditembus oleh asap dan cairan. Cairan dan panas akan menyebabkan selongsong lebih lunak dan porus, sehingga proses pengasapan dan pemasakan harus dikendalikan sehubungan dengan kelembaban (Bacus, 1984). Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok (Bacus, 1984) yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak layak dimakan, dan plastik. Selongsong kolagen untuk produk asap berdiameter kecil dirancang menjadi empuk selama proses pemanasan. Selama proses pemanasan dan pengasapan, selongsong akan mengeras karena pengeringan dan pengasapan. Pengasapan Tujuan dari pengasapan daging adalah meningkatkan flavor dan penampakan permukaan produk yang menarik. Selongsong daging asap juga dapat membantu memperbaiki permukaan daging. Kayu keras pada umumnya mengandung 40-60% selulose, 20-30% hemiseluose, dan 20-30% lignin. Asap akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, memperbaiki flavor, dan menghambat oksidasi lemak (Soeparno, 2005). Asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa (Judge et al., 1989) dan terdiri dari dua fase dispersi (Foster dan Simpson, 1961), yaitu fase cairan yang mengandung partikel asap, dan fase gas dispersi. Partikel asap tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap proses pembuatan daging asap. Selama pengasapan, komponen asap diserap oleh permukaan produk dan air interstisial didalam produk daging asap. Flavor yang dihasilkan selama pengasapan berbeda dengan kondisi lingkungan pengasapan dan diantara bahan dasar daging. Jadi, daging asap memiliki stabilitas yang lebih besar dan masa simpan yang lebih lama daripada daging segar. Selama pemasakan di ruang asap, sosis akan kehilangan 8

berat kira-kira 5-10%. Selama pengasapan, suhu produk dipertahankan antara 28-32 o C selama 12-16 jam pada saat fermentasi asam laktat berlangsung di dalam sosis. Proses pengasapan dapat dilakukan dengan proses konvensional dengan menggantungkan produk dalam ruang pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35-40 o C. Proses pengasapan berpengaruh pada sifat pengawetan yang ditimbulkan oleh penyimpanan atau penimbunan di permukaan daging (Buckle et al., 2009). Bakteri Asam Laktat Salah satu bentuk dari bakteri asam laktat adalah lactobacillus. Bakteri ini adalah bakteri gram positif fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau basil maupun kokus atau coccobacillus, tidak memiliki sitokrom, bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O 2, mampu menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir fermentasi karbohidrat (Wahyudi et al., 2008). Bakteri asam laktat termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai ph dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa pertumbuhan jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif. Karakteristik untuk menentukan strain bakteri asam laktat sebagai probiotik meliputi : (1) mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu menggandakan diri, (3) tahan terhadap suasana asam sehingga mampu hidup dan bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen, dan (5) mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan, dan distribusi (Hoier, 1992). Lactobacillus plantarum L. plantarum merupakan bakteri homofermentatif (Fardiaz, 1992). L. plantarum adalah jenis Lactobacillus yang bersifat anaeobik fakultatif dengan optimal pertumbuhan 30-35% dan ph minimumnya 3,34 (Bacus, 1984). Karakteristik L. plantarum adalah berbentuk batang pendek dengan ujung melingkar, membentuk koloni rantai pendek, gram positif dan katalase negatif (Hidayati, 2006). 9

L. plantarum 2C12 mampu memperbaiki konsumsi ransum dan meningkatkan berat badan yang diujikan pada tikus yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi beberapa enzim pencernaan, misalnya enzim proteolitik. L. plantarum 2C12 mampu beradaptasi dan hidup pada saluran pencernaan. L. plantarum 2C12 mampu melewati berbagai hambatan disaluran pencernaan, diantaranya ph rendah (dilambung) dan adanya garam empedu di usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. L. plantarum 2C12 juga mampu berkembang biak dengan baik di saluran pencernaan yang menyebabkan total BAL di usus termasuk di isi sekum meningkat (Arief et al., 2010). Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian sebelumnya yaitu Gross et al. (2008) yang menyatakan bahwa L. plantarum 299v memproduksi senyawa adesin manosa pada dinding selnya dapat menempel pada mukosa usus lebih baik dibandingkan dengan spesies Lactobacillus lainnya. L. plantarum 2C12 memiliki kemampuan untuk menghambat populasi E. coli pada mukosa sekum. L.plantarum 2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli (Arief et al., 2010). Menurut Astawan et al. (2011b) L. plantarum 2C12 terkait dengan kemampuannya menghasilkan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli enteropatogenik sehingga mengurangi kerusakan epitel usus. L. plantarum 2C12 juga mampu mencegah diare (Arief et al., 2010). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Astawan et al. (2011b) yang menyatakan bahwa L. plantarum 2C12 dapat mencegah diare yang diujikan pada tikus yang diinfeksi E. coli enteropatogenik, mempertahankan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, serta kadar hemoglobin tikus dalam jumlah normal. L. plantarum 2C12 mempunyai sifat sebagai immunodulator yaitu mampu memproduksi sel limposit (Astawan et al., 2011a). Nilai ph L. plantarum FNCC 250 dapat tumbuh optimal pada ph 6,8 sebelum dilakukan sterilisasi, setelah sterilisasi nilai ph menurun menjadi 6,44-5,97 pada awal inokulasi starter. L. plantarum FNCC 250 setelah dilakukan fermentasi nilai ph medium turun antara 4,49-2,99 (Pramono et al., 2003). Nilai ph L. plantarum 2C12 dengan formulasi L. bulgaricus + S. Thermophilus + L. plantarum 2C12 adalah 4,37 pada formulasi yoghurt (Astawan et al., 2012). 10

Lactobacillus acidophilus L. acidophilus ditemukan terutama di dalam usus halus menghasilkan zat pembunuh kuman alami yang disebut dengan lactocidin dan acidophilin. L. acidophilus meningkatkan kekebalan inang melawan jamur dan bakteri berbahaya seperti Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, Candida albicans. L. acidophilus berkoloni menempel pada dinding usus atau saluran reproduksi dengan demikian mencegah organisme lain berkembang biak pada tingkat cukup untuk menyebabkan infeksi dan peradangan. L. acidophilus 2B4 yang diujikan pada tikus mampu memperbaiki konsumsi ransum dan berat badan yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi beberapa enzim pencernaan, misalnya enzim proteolitik. L. acidophilus 2B4 mampu melewati berbagai hambatan di saluran pencernaan, diantaranya ph rendah (lambung) dan adanya garam empedu usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. Selain itu, L. acidophilus 2B4 mampu menghambat populasi E. coli pada mukosa sekum (Arief et al., 2010). L. acidophilus 2B4 memiliki kemampuan mencegah diare (Arief et al., 2010). L. acidophilus 2B4 yang diujikan pada tikus mampu mempertahankan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, serta kadar hemoglobin tikus dalam jumlah normal (Astawan et al., 2011b). L. acidophilus 2B4 mampu menekan terbentuknya malonaldehida akibat pengaruh infeksi E. coli enteropatogenik. L. acidophilus 2B4 mempunyai sifat sebagai immunodulator yaitu mampu memproduksi sel limposit (Astawan et al., 2011a). Nilai ph L. acidophilus 2B4 dengan formulasi L. bulgaricus + S. Thermophilus + L. acidophilus 2B4 adalah 4,51 pada formulasi yoghurt. L. acidophilus 2B4 dalam formulasi L. bulgaricus + S. Thermophilus+ L. acidophilus 2B4 memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli enteropatogenik yang baik pada susu fermentasi sinbiotik berbasis yoghurt (Astawan et al., 2012). Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Nilai ph Pengukuran ph bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman sosis fermentasi yang disebabkan oleh ion hidrogen. Pada umumnya nilai ph bahan 11

pangan berkisar antara 3-8, karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada ph 5,0-8,0 maka hanya jenis tertentu yang dapat ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai ph rendah. Bakteri-bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan Streptococcus yang sangat penting perannya dalam fermentasi produk daging (Buckle et al., 2009). Bakteri asam laktat disebut sebagai preservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen. Preservatif yang dilakukan bakteri asam disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri selama fermentasi pangan yang akan menurunkan ph dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Gula yang ditambahkan dalam pembuatan sosis fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat akan mengakibatkan penurunan ph. Nilai ph rendah pada sosis fermentasi berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Nilai ph produk sosis fermentasi dipengaruhi oleh temperatur dan lama pengasapan. Kisaran nilai ph untuk sosis fermentasi adalah 4,3-5,2 (Pederson, 1979). Aktivitas Air Kebutuhan mikroorganisme akan air dinyatakan sebagai aktivitas air atau yang bisa disebut dengan water activity (a w ). Aktivitas air adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solvent murni pada temperatur yang sama (a w = p/p o ). Nilai a w daging segar adalah 0,99 atau lebih tinggi (Kusnandar, 2010). Kusnandar (2010) menyatakan kisaran nilai a w sosis fermentasi adalah 0,91-0,87. Sejumlah bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada a w lebih kecil dari 0,91, tetapi a w minimum untuk pertumbuhan sangat bervariasi. Produk daging proses sosis mengandung air kira-kira 45-60% dari beratnya, tergantung pada jumlah cairan yang ditambahkan dan jenis daging. Misalnya pada sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno et al., 2005). Warna Penampakan dan daya tarik daging dipengaruhi oleh warna. Warna merah segar berhubungan dengan adanya mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom-c. Kecerahan warna daging dipengaruhi juga oleh umur hewan, karena hewan tua mengandung relatif lebih banyak pigmen dibandingkan dengan hewan muda 12

(Muchtadi, 2009). Selama penyimpanan dapat terjadi perubahan warna. Terdapat lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu pigmen yang ada secara alami pada makanan, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi antara senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna (Winarno, 1997). Aroma Aroma daging terbentuk dari kompleks eter-aldehid beserta asam amino, garam mineral, dan asam lemak. Aroma daging yang khas berbeda-beda tergantung dari jenis hewan, perlakuan pemasakan (Muchtadi, 2009). Keempukan Daging dibentuk oleh jaringan otot, jaringan ikat, dan lemak, yang masingmasing mempunyai kontribusi terhadap keempukan daging setelah dimasak (dipanaskan). Jumlah dan komposisi asam amino juga mempengaruhi keempukam daging. Protein pada jaringan otot akan menggumpal jika dipanaskan, sedangkan protein pada jaringan ikat akan menjadi lunak jika dipanaskan. Demikian juga, pemasakan akan mencairkan lemak, sehingga daging menjadi lunak (Muchtadi, 2009). 13