BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

PEMERINTAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI. NOMOR : 115 TAHUN : 2011 SERI : D aa PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN BELANJA MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI DAN PROGRAM TAHUN ANGGARAN 2014

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

A. Gambaran Umum 1. Organisasi Perangkat Daerah

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

WALIKOTA TASIKMALAYA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 20 TAHUN 2011 SERI : D NOMOR : 2

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Dasar Hukum Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN SEKRETARIAT SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN BIDANG PENGEMBANGAN KEPENDIDIKAN BIDANG PENDIDIKAN NON FORMAL SEKSI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 16 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BPMD Prov.Jateng Tahun

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 16 SERI D

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. 23 Juni 2007 oleh Bupati Sikka. Organisasi Pemerintah Kecamatan Alok Timur

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA WAKIL WALIKOTA ASISTEN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN BAGIAN ADMINISTRASI PEREKONOMIAN BAGIAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 10 TAHUN 2008

PEMERINTAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

RINA KURNIAWATI, SHI, MH

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Bab VIII Indikasi Rencana Program Prioritas dan Kebutuhan Pendanaan

Mata Kuliah Kewarganegaraan OTONOMI DAERAH. Modul ke: Panti Rahayu, SH, MH. Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BANTUL

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN PENDANAAN

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS BADAN DAERAH

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 130 TAHUN 2016 T E N T A N G POLA KOORDINASI PERANGKAT DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN WORKSHOP PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) KABUPATEN MALINAU TAHUN 2016 RABU, 6 APRIL 2016

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak pada berbagai hal. Salah satu dampak perubahan itu adalah

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK: SERTA TANTANGAN TAHUN 2019

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERUBAHAN RENCANA KERJA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI, DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

Tabel 4.3. Prioritas Pembangunan, Program, Indikator dan Target Kinerja SKPD Tahun 2016

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 69 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /622/ /2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH KOTA SURABAYA TAHUN 2011

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, yang dilihat dari sisi situasi dan kondisi perempuan yang bekerja di organisasi birokrasi pemerintahan pada posisi jabatan struktural dan bagaimana organisasi tersebut memperlakukan para pegawai perempuan. Penelitian ini berangkat dari melihat bagaimana pengarusutamaan gender yang terjadi di Indonesia, khususnya di lingkungan organisasi birokrasi pemerintahan. Birokrasi pemerintahan di Indonesia bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada publik sesuai dengan misi yang diberikan kepadanya dari kebijakan-kebijakan publik 1.Sedangkan pengarusutamaan gender merupakan salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. 1 Nugroho, Riant. 2008. Buku Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 197 1

Sebelumnya, telah terdapat studi-studi atau penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini. Terdapat studi yang berjudul Pengaruh Kepribadian Tangguh dan Konflik Peran Ganda Terhadap Kinerja oleh Betril Lovely Burmana pada tahun 2010. Penelitian tersebut membahas tentang bagaimana konflik peran ganda yang dialami oleh pegawai perempuan dapat mempengaruhi kinerja mereka di kantor, namun tidak memiliki spesifikasi bahwa para pegawai perempuan tersebut bekerja di organisasi birokrasi/pemerintahan. Kemudian terdapat studi yang berjudul Implementasi Kebijakan Gender di Lingkungan Departemen Dalam Negeri oleh Siti Barieroh Munir pada tahun 2005. Studi tersebut membahas tentang bagaimana di sebuah Departemen Dalam Negeri yang dimana termasuk sebagai salah satu organisasi birokrasi masih terdapat ketimpangan gender, namun lebih memiliki fokus dari segi kebijakan pengarusutamaan gender yang telah ada. Sedangkan pada penelitian ini, penulis akan membahas dengan lebih mendalam bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan gender serta bagaimana suatu organisasi memperlakukan pegawai perempuannya, dalam hal ini merupakan di posisi jabatan struktural karena penelitian akan dilakukan di organisasi birokrasi pemerintahan. Fenomena mengenai kesetaraan gender di Indonesia pun sudah dimulai sejak lama. Ketika masa pra-kemerdekaan, terdapat beberapa tokoh-tokoh perempuan yang memperjuangkan persamaan hak-hak antara perempuan dan laki-laki, yaitu 2

Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, dan lain-lain. Pada masa kemerdekaan dan masa Orde Lama, gerakan perempuan mulai diperhitungkan dengan cukup tinggi. Tetapi, ketika masa Orde Baru telah berkuasa, terkesan perkembangan akan kesetaraan gender pun mulai berkurang. Orde Baru membentuk sebuah ideologi gender yang berdasar pada ibuisme, sebuah paham yang berarti seorang perempuan seharusnya menjadi peranan seperti seorang ibu seperti kegiatan ekonomi perempuan, dan partisipasi dalam dunia politik dianggap tidak layak. Ketika masa Reformasi telah tiba, pemberdayaan perempuan semakin menemukan bentuknya. Peran perempuan pun semakin diperhitungkan dalam dunia politik, seperti yang terlihat pada komposisi kabinet saat ini. Di Indonesia, pengarusutamaan gender telah mendapatkan perhatian dari pemerintah, yaitu berupa GBHN 1999 yang berisi tentang perlunya meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang pembangunan baik di pusat maupun di daerah. 2 Sehingga kebijakan pengarusutamaan gender pun dikeluarkan. Implementasi dari kebijakan pengarusutamaan gender tidak hanya mengetahui tentang eksistensi perempuan dalam unit-unit pemerintahan, melainkan bagaimana unit pemerintahan mampu memberikan pemikiran dan kebijakan pengarusutamaan gender dalam membangun pemerintahan untuk meningkatkan 2 Sekretariat Negara, Garis-Garis Besar Haluan Negara, Jakarta, 1999. 3

kedudukan, peran, kualitas perempuan, serta upaya untuk mewujudkan terjadinya kesetaraan dan keadilan gender. Kualitas kesetaraan gender dalam administrasi publik di Indonesia terbagi menjadi empat variabel, yaitu kualitas kebijakan publik, organisasi, pendidikan,dan mekanisme. Penelitian ini hanya akan membahas tentang variabel organisasi, yang terbagi lagi menjadi enam organisasi yang paling penting dalam administrasi publik di Indonesia, yaitu legislatif, yudikatif, akuntatif, konsultatif, eksekutif, dan birokrasi. 3 Pada variabel organisasi publik, pengukuran untuk kualitas kesetaraan gender dilakukan dengan menggunakan representasi. Dilihat dari UNDP (United Nations for Development Programmes), pengukuran representasi diletakkan pada ukuran 50/50 4, yang berarti ukuran kesetaraan akan terjadi apabila representasi antara laki-laki dan perempuan berjumlah sama, yaitu 50% dan 50%. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling mendapatkan penerimaan di kalangan para pengarusutamaan gender 5. Untuk memfokuskan penelitian maka yang akan dibahas hanyalah kualitas kesetaraan gender di organisasi birokrasi pemerintahan. Organisasi birokrasi merupakan pegawai negeri sipil yang berada di pusat (nasional) atau pegawai 3 Nugroho, Riant. 2008. Buku Gender dan Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 213 & 243-244 4 Lihat, Megawangi, 1999. 5 Megawangi, 1999. 4

negeri sipil daerah (propinsi dan kabupaten/kota). Birokrasi memiliki kekuatan yang besar dalam administrasi publik karena organisasi ini berhubungan langsung dengan publik yang dilayani secara keseluruhan. Perempuan bekerja bukanlah merupakan suatu hal yang tabu untuk dilakukan. Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja tidak serta merta mengindikasikan bahwa perempuan bekerja hanya untuk mencari nafkah dan mengejar karir. Ada sebab-sebab lain yang membuat perempuan ingin bekerja, khususnya bekerja di organisasi birokrasi. Makna kerja yang paling mendasar selalu dikaitkan dengan kebutuhan ekonomi, seperti: pemenuhan kebutuhan makanan, tempat tinggal, baik untuk individu dan masyarakat, meskipun demikian ditemukan juga adanya makna kerja lain yang lebih bersifat subjektif yang ditawarkan dari suatu pekerjaan seperti prestasi, kehormatan, kontak sosial (Deresky 2002). Singh (2006) mendefinisikan makna kerja sebagai penghayatan seseorang dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi individual dengan melaksanakan tugas pekerjaan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dalam organisasi. Ekonomi tidak selalu menjadi satu-satunya faktor dimana individu bisa memaknai pekerjaannya namun ada kebutuhan lain yang menjadi tujuan/pencapaian selain permasalahan ekonomi. Westwood dan Lok (2003) menyebutkan bahwa makna kerja berkaitan dengan respon terhadap sikap kerja seperti kepuasan, komitmen, dan beberapa variabel. 5

Kompleksitas peran ganda merupakan tantangan tersendiri bagi perempuan. Hal ini dijelaskan dalam kebijakan pemerintah Indonesia (Dzuhayatin, 1997) mengenai empat tugas perempuan, yaitu : - Sebagai istri dan pendamping suami - Sebagai pendidik dan Pembina generasi muda - Sebagai pekerja yang menambah penghasilan Negara - Sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi perempuan dan organisasi sosial Dapat dilihat bahwa perempuan memiliki kondisi dilematis antara pekerjaan dengan keluarga. Hal tersebut yang menyebabkan lahirnya sebuah kebijakan baru, yaitu Family Friendly Policy. FFP tersebut merupakan sebuah kebijakan yang mengatur tentang kebijakan pekerjaan yang ramah akan keluarga. Terdapat beberapa contoh praktik FFP 6 yang telah dilakukan, yaitu : a. Tempat penitipan anak b. Waktu kerja fleksibel c. Fasilitas transportasi publik dan bus sekolah Pada praktiknya di Indonesia, FFP masih belum terlaksana. Bahkan, hanya sedikit yang mengetahui perihal FFP ini. Oleh karena itu, masih sering kita temukan kondisi dimana masih terdapat ketimpangan gender di dalam jabatan 6 Pramusinto, Agus. Family Friendly Policy dan Produktivitas Pegawai Negeri Sipil. Hal 4-6 6

struktural, karena di Indonesia masih belum terdapat fasilitas-fasilitas yang mendukung akan pekerjaan yang ramah akan keluarga. Dalam dunia kerja di bidang birokrasi pemerintahan, memang telah terdapat peraturan dan kebijakan yang mengedepankan akan kesetaraan gender sehingga kecil kemungkinan untuk menemukan ketidaksetaraan gender dalam peraturan dan kebijakan tersebut. Tetapi, masih terdapat hal-hal lain yang membatasi wanita untuk dapat berada pada titik yang tinggi di dalam sebuah jabatan. Terkadang, untuk mendapatkan sebuah posisi yang tinggi diperlukan kinerja yang lebih daripada biasanya, contohnya seperti harus lembur, melakukan perjalanan dinas ke luar kota, dan lain sebagainya. Sedangkan, wanita memiliki prioritas yang lain selain bekerja dan mencari nafkah, yaitu mengurusi keluarga. Maka, seringkali kita temukan bahwa di sebuah organisasi yang bergerak di bidang birokrasi pemerintahan pun terjadi bias gender. Di Indonesia, pelibatan perempuan dalam berbagai aktivitas pembangunan dan pengambilan keputusan merupakan hal yang realistis karena jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai lebih dari 50% dari jumlah penduduk yang ada. Namun, walaupun telah diakui bahwa kedudukan antara lakilaki dan perempuan adalah sama, dalam prakteknya hal tersebut masih terkesan normatif. Hal tersebut dapat terlihat pada kehidupan politik dan pemerintahan. Keterwakilan perempuan di parlemen dan juga lembaga pemerintahan pun 7

jumlahnya masih tergolong kecil, apalagi ketika kita melihat dari keterlibatan perempuan dalam jabatan-jabatan strategis. Menurut data ketenagakerjaan di Indonesia, keterlibatan perempuan di dalam sektor publik belum memuaskan. Contohnya saja, walaupun telah ada Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang berisi tentang kuota 30% jumlah perempuan dalam lembaga legislatif, namun pada hasil pemilu 2009 jumlah perempuan di parlemen hanyalah mencapai 9%. Hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya interest atau ketertarikan perempuan untuk terjun dan memahami dunia politik. Untuk mewujudkan kesetaraan gender di dalam praktek di pemerintahan bukanlah persoalan yang mudah, karena budaya patriarkhi masih dominan di dalam masyarakat kita. Budaya merupakan nilai-nilai yang tertanam kuat di masyarakat dan seringkali diyakini sebagai kebenaran dan mempengaruhi cara orang dalam melihat realitas. Namun di sisi lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam mewujudkan upaya kesetaraan gender melalui pelaksanaan Pengarusutamaan Gender, yang dimana isu gender diutamakan dalam pembangunan dan pemberdayaan perempuan. Terdapat kebijakan-kebijakan yang memberikan peluang untuk PNS perempuan dalam memperoleh jabatan-jabatan strategis di pemerintahan atau organisasi publik. Salah satunya adalah dengan Inpres Nomor 8

9 Tahun 2009 tentang Pengarusutamaan Gender yang diamanatkan untuk dilaksanakan oleh semua lembaga pemerintah termasuk Pemerintah Daerah. Kesuksesan yang diraih oleh organisasi birokrasi pemerintahan bergantung pada seberapa banyak partisipasi laki-laki dan perempuan yang bekerja disana. Tetapi, partisipasi antara laki-laki dan perempuan haruslah seimbang, termasuk pembagian porsi untuk menduduki jabatan struktural di organisasi birokrasi. Kuota minimal aspirasi perempuan pada organisasi birokrasi pemerintah adalah 30%, mengikuti kebijakan kuota minimal untuk lembaga legislatif. Di Indonesia, masih belum ada kebijakan lainnya mengenai kuota minimal perempuan selain di lembaga legislatif, oleh karena itu untuk organisasi birokrasi pemerintahan pun juga menggunakan kebijakan tersebut. Pada dasarnya, penentuan kuota minimal 30% pada lembaga legislatif tersebut dicetuskan karena jumlah laki-laki lebih banyak di parlemen sehingga dapat disebut sebagai politikmaskulinitas. Sehingga 30% pun dirasa sudah cukup untuk mewakili aspirasi perempuan. Dan apabila melihat dari negara-negara lain, juga menerapkan kuota tersebut, yaitu rata-rata antara 20% hingga 30%. Adapula jumlah dan prosentase Pegawai Negeri Sipil menurut Jenis Jabatan dan Jenis Kelamin secara struktural seluruh Indonesia (yang menduduki jabatan struktural eselon I-V pada lembaga pemerintahan pusat), yaitu : 9

Tabel 1.1 Jumlah dan Prosentase PNS Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Jabatan Secara Struktural di Indonesia Tahun 2014 No Lembaga Laki-laki Perempuan Jumlah Prosentasi Perempuan 1 Eselon I 529 133 662 21,38 % 2 Eselon II 11.209 1.985 13.194 15,04 % 3 Eselon III 49.080 12.730 61.810 20,59 % 4 Eselon IV 129.752 65.030 194.782 33,38 % 5 Eselon V 5.022 2.275 7.297 31,17 % Total 195.592 82.153 277.745 29,57 % Sumber: bkn.go.id Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat ketimpangan gender di lingkungan organisasi birokrasi khususnya pada jabatan struktural, bahkan secara keseluruhan pun masih kurang dari 30% walaupun hampir memenuhi kuota.terlebih lagi apabila mengacu pada jabatan Eselon II, jumlah pejabat struktural wanita hanya berkisar 15,04% dari jumlah keseluruhan. Menurut data dari Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta, pada tahun 2013 lingkungan pemerintah Kota Yogyakarta memiliki Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7.784 pegawai. Yang dimana terbagi menjadi 3.616 pegawai laki-laki 10

dan 4.168 pegawai perempuan. Angka tersebut cukup memuaskan, karena jumlah pegawai perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pegawai laki-laki. Dapat dilihat bahwa terdapat beberapa jenis dinas yang berada di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Terdapat pula prosentase keseluruhan dinas di Pemerintah Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin : Tabel 1.2 Prosentase Jumlah Pegawai Keseluruhan Dinas di Pemerintah Kota Yogyakarta Berdasarkan Jenis Kelamin No Lembaga Laki-laki Perempuan Prosentasi Perempuan 1 Dinas Pendidikan 1.564 2.631 62,72% 2 Dinas Kesehatan 189 483 71,87% 3 Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan 54 54 50% Transmigrasi 4 Dinas Perhubungan 93 18 16,21% 5 Dinas Kependudukan Dan 30 18 37,5% Pencacatan Sipil 6 Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan 27 20 42,55% 7 Dinas Permukiman Dan Prasarana 115 19 14,18% Wilayah 8 Dinas Perind., Perdag., Koperasi 79 42 34,71% Dan Pertanian 9 Dinas Pajak Daerah Dan 61 64 51,2% Pengelolaan Keuangan 10 Dinas Perizinan 41 28 40,58 11 Dinas Pengelolaan Pasar 103 21 16,93% 11

12 Dinas Ketertiban 161 11 6,39% 13 Dinas Bangunan Gedung Dan Aset 33 20 37,73% Daerah Total 2.534 3.425 57,47% Sumber : Badan Kepegawaian Daerah, 2013, Jumlah Pegawai Negeri Sipil Berdasarkan Jenis Kelamin Dari keseluruhan dinas-dinas tersebut, dapat dilihat bahwa Dinas Perhubungan merupakan salah satu dinas yang memiliki posisi tiga terbawah untuk jumlah pegawai perempuan. Dinas Perhubungan memiliki jumlah staff atau pegawai sebanyak 111pegawai, yang terbagi menjadi 93 pegawai laki-laki dan 18 pegawai perempuan. Pegawai perempuan memiliki angka yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pegawai laki-laki, sehingga dapat diindikasikan bahwa terdapat ketimpangan gender pada Dinas Perhubungan tersebut. Terlebih lagi, pada jabatan struktural yang memiliki jumlah 19 pegawai, hanya 4 pegawai yang berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya adalah berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 15 orang. Pegawai perempuan yang menduduki jabatan struktural di Dinas Perhubungan hanya memiliki prosentase sebesar 21,04% yang dimana masih jauh dari ukuran indikator kesetaraan gender. Dapat dilihat bahwa dari aspek kuantitas, partisipasi perempuan pada jabatan struktural di Dinas Perhubungan masih kurang, dilihat dari jumlah prosentase masih kurang dari 30%. Berikut adalah rincian dari jumlah pegawai jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta berdasarkan jenis kelamin : 12

Tabel 1.3 Jumlah Pegawai Jabatan Struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Berdasarkan Jenis Kelamin No Jabatan/Unit Kerja Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Dinas Perhubungan 2 0 2 2 Sub Bagian Umum dan 0 1 1 Kepegawaian 3 Sub Bagian Keuangan 1 0 1 4 Sub Bagian Administrasi 0 1 1 Data dan Pelaporan 5 Bidang Lalu Lintas dan 0 1 1 Angkutan 6 Seksi Manajemen Lalu 1 0 1 Lintas 7 Seksi Rekayasa Lalu 1 0 1 Lintas 8 Seksi Angkutan 1 0 1 9 Bidang Perparkiran 1 0 1 10 Seksi Optimalisasi 1 0 1 Perparkiran 11 Seksi Retribusi Parkir 1 0 1 12 Bidang Pengendalian Operasional dan Bimbingan Keselamatan 13 Seksi Pengendalian Operasional 14 Seksi Bimbingan Keselamatan 1 0 1 1 0 1 1 0 1 13

15 UPT Pengelolaan Terminal 1 1 2 16 UPT Pengujian Kendaraan 2 0 2 Bermotor Total 15 4 19 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, 2013, Rekapitulasi Berdasarkan Eselon Jabatan, Yogyakarta. Dengan rendahnya jumlah angka perempuan pada jabatan struktural di Dinas Perhubungan, maka penulis pun ingin melakukan penelitian mengenai faktorfaktor yang menyebabkan ketimpangan gender di jabatan struktural yang terdapat di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta tersebut, karena ingin mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah pegawai perempuan di sebuah jabatan struktural di dalam organisasi birokrasi pemerintahan tersebut. Hal tersebut pun membuat penulis merasa penelitian akan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Gender di Posisi Jabatan Struktural adalah hal yang menarik untuk diteliti. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Apa faktor-faktor yang mempengaruhiketimpangan gender pada posisi jabatan strukturaldi Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta? 14

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan gender pada posisi jabatan struktural di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta 2. Mengetahui apakah kesetaraan gender dan peningkatan pemberdayaan perempuan telah diperhatikan di Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran tentang kondisi kesenjangan dan kesetaraan gender yang sebenarnya terjadi dalam dunia kerja 2. Dapat dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya 15