BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2009 TENTANG PDRD TERHADAP PAD

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG MEKANISAME PERFORASI

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Yerni Pareang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Yudea Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Retribusi

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BUPATI PELALAWAN PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENT ANG TATACARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH WALIKOTA MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

Transkripsi:

12 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Pada era baru kini untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu diberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan arah kebijakan tersebut, maka tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung 3 (tiga) misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, serta memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002: 59). Mardiasmo (2002: 146) menyatakan bahwa untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pemerintahan pusat, pemerintahan 12

13 daerah perlu diberikan otonomi dan keleluasaan daerah. Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dengan melihat besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Provinsi). 2.1.2 Pendapatan Asli Daerah Pendapaan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang diperoleh dari sumber-sumber berpotensi pada wilayah daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundangundangan daerah yang berlaku. Berdasarkan penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dengan adanya prinsip otonomi daerah, menimbulkan dampak positif bagi suatu daerah untuk memacu kreasi dalam mencari sumber penerimaan daerah

14 yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi suatu tolak ukur kemandirian bagi setiap pemerintahan daerah. Semakin besar kontribusi penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka tingkat ketergantungan bantuan keuangan pada pemerintan pusat akan semakin kecil. Dengan demikian, kemampuan daerah dalam memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilakukan melalui peran serta masyarakat dalam pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah. 2.1.3 Sumber Pendapatan Asli Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menetapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari : 1. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

15 3. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan yang dipisahkan, seperti bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah atau BUMD, perusahaan milik negara atau BUMN, dan perusahaan milik swasta atau kelompok. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh pemerintah daerah. 2.1.4 Pajak Negara Indonesia merupakan suatu negara hukum yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negaranya, oleh sebab itu salah satu bentuk perwujudan dari peran serta warga negara dalam rangka pembiayaan dan pembangunan negara adalah dengan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai peraturan undang-undang yang berlaku. Secara umum pajak merupakan iuran wajib dari masyarakat kepada Negara berdasarkan undang-undang yang bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung, tetapi hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan negara demi kemakmuran rakyat.

16 Soemitro (lihat Mardiasmo, 2011: 1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Siahaan (2013: 7) menyatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dari definisi tersebut, yang menjadi ciri-ciri pajak yaitu: 1. Pajak bersifat memaksa dan dipungut berdasarkan ketentuan perundangundangan dan aturan pelaksanaannya. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi dari pemerintah kepada para pembayar pajak secara individual. 3. Pajak dipungut oleh Negara, baik melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut). 4. Pajak digunakan untuk membiayai aktivitas pemerintahan, yakni pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat. 2.1.5 Fungsi Pajak Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara, karena pada dasarnya pemungutan pajak secara

17 umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Sehingga pajak tidak hanya berfungsi sebagai pemasukan kas negara, melainkan juga berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Menurut Resmi (2013:3), terdapat dua fungsi pajak yaitu : 1. Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara) Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyakbanyaknya untuk kas negara. 2. Fungsi Regularend (pengatur) Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Salah satu contoh penerapannya adalah pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah. 2.1.6 Pengelompokan Pajak Mardiasmo (2011:5), mengelompokkan pajak menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut : 1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

18 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadilan wajib pajak. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak atas Barang Mewah dan Bea Materai, Pajak Pertambahan Nilai, dan sebagainya. b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, yang terdiri atas Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/ Kota. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan sebagainya. 2.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:6), tata cara pemungutan pajak terbagi menjadi tiga bagian yaitu : 1. Stelsel Pajak a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan dari stelsel

19 nyata ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada aturan undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c. Stelsel Campuran Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun bersarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, sedangkan pada akhir tahun disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan, wajib pajak harus melunasi kekurangannya, dan sebaliknya. 1. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System (Ditetapkan oleh kepala daerah) Sistem ini memberi kewenangan pemerintah atau kepala daerah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. b. Self Assessment System (Dibayar sendiri oleh wajib pajak) Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan

20 sendiri besarnya pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). c. With Holding System (Dipungut oleh pemungut pajak) Sistem ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga sebagai pemungut pajak pada sumbernya untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Misalnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah sebagai pemungut Pajak Penerangan Jalan atas penggunaan tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. 2. Asas Pemungutan Pajak a. Asas Tempat Tinggal Negara mempunyak hak untuk memungut pajak terhadap dari seluruh penghasilan Wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. b. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diperlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. c. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu negara yang mempunyai pajak.

21 2.1.8 Pajak Daerah Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasal 1 angka 6 bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 1 angka 10 dijelaskan bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan dari kedua definisi dalam undang-undang tersebut, yaitu pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang hasil pemungutannya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam pembangunan daerah demi kemakmuran rakyat. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang rill yang dimiliki oleh daerah tersebut, sehingga bisa diketahui peningkatan kapasitas pajak daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah.

22 Dasar hukum pajak daerah yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di dalam undang-undang tersebut terdapat prinsip pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan beserta mekanisme pemungutannya. Dalam penelitian ini, Pemerintah Daerah telah mengatur dasar hukum ketetapan jenis dan tarif pajak daerah yang berlaku di wilayah Kota Surabaya, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, serta Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur delapan jenis pajak daerah kabupaten/kota lainnya. 2.1.9 Jenis Pajak Daerah Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa jenis-jenis penerimaan pajak daerah terbagi menjadi dua wilayah yaitu : 1. Jenis Pajak Daerah Provinsi, terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaaan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan

23 sepihak atau keadaan yang terjadi Karen jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok, adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. 2. Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota, terdiri atas : a. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah bangunan yang menyediakan jasa penginapan/ peristirahatan beserta fasilitas pelengkap jasanya yang dipungut bayaran, yaitu mencakup motel, losmen, wisma pariwisata, rumah penginapan, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. b. Pajak Restoran, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup rumah makan, kafetaria, kantin, warung, depot, bar, pujasera, toko roti, jasa boga dan kegiatan sejenisnya. c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan yang dipungut bayaran. d. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan maupun media yang dipergunakan dengan tujuan

24 komersial mempromosikan barang, jasa, orang, maupun badan yag bisa didengar, dilihat maupun dibaca oleh umum. e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik memanfaatkan dari sumber alam di dalam maupun permukaan bumi. g. Pajak Parkir, adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet, adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Burung Walet adalah satwa marga collocalia. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.

25 Menurut peraturan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku sebelum pengimplementasian Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009, hanya menetapkan 4 (empat) jenis pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis pajak kabupaten/kota. Di dalam peraturan undang-undang tersebut terdapat kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah kekuasaannya sendiri, serta dapat melakukan penambahan jenis pajak baru selain yang di atur di dalam peraturan undangundang tersebut jika berpotensi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2.1.10 Tarif Pajak Daerah Dalam tiap daerah kabupaten/kota, telah ditetapkan tarif pajak daerah dengan memperhatikan kondisi perekonomian masing-masing daerah. Dalam wilayah objek penelitian ini adalah daerah Kota Surabaya, sehingga perbedaan tarif pajak daerah kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009, serta kesesuaiannya Peraturan Daerah Kota Surabaya dengan undang-undang yang berlaku ditunjukkan pada Tabel 1 halaman 26 sebagai berikut :

26 Tabel 1 Perbedaan Tarif Pajak Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009, serta Peraturan Daerah Kota Surabaya Jenis Pajak Daerah Tarif Tertinggi menurut UU No. 34 Tahun 2000 Tarif Tertinggi menurut UU No. 28 Tahun 2009 Tarif menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya 1. Pajak Hotel 10% 10% Hotel = 10%, Kos = 5% 2. Pajak Restoran 10% 10% 10% 3. Pajak Hiburan 35% 35% - 75% Pagelaran Seni Tradisional = 5%. Tontonan Film, Kontes Binaraga, Pameran Seni Budaya, Sirkus, Pusat Kebugaran, Permainan Ketangkasan dan sejenis =10%. Pertandingan Olahraga = 15%. Pagelaran Kesenian, Pameran Busana/Elektronik/Otomotif/ Property, Pacuan Kuda = 20%. Kontes Kecantikan, Permainan Billyard/Golf/Bowling, Karaoke Keluarga = 35%. Diskotik, Karaoke Dewasa/Kelab Malam, PantiPijat/Refleksi/Mandi Uap/Spa = 50%. 4. Pajak Reklame 25% 25% 25% 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 10% 10% Sumber Lain : Gol. Industri, Tambang Minyak Bumi, Gas Alam = 3%. Gol. Rumah Tangga = 8%. Non Rumah Tangga = 5% Sumber Sendiri : Pembangkit Listrik = 1,5%. 20% 25% Tidak dipungut.

27 7. Pajak Parkir 20% 30% Parkir tetap dan khusus = 20%. Parkir progresif = 25%. Parkir Vallet = 30%. Tidak memungut sewa parkir = 20%. 8. Pajak Air Tanah - 20% 20% 9. Pajak Sarang - 10% 10% Burung Walet (Belum dilakukan pemungutan) 10. Pajak Bumi - 0,3% NJOP < Rp 1.000.000.000,00 = dan Bangunan 0,1%. Perkotaan NJOP > Rp 1.000.000.000,00 = 0,2%. 11. Bea Perolehan - 5% 5% Hak atas Tanah dan Bangunan Sumber : UU No. 34 Tahun 2000, UU No. 28 Tahun 2009, Perda Kota Surabaya No. 10 Tahun 2010, Perda Kota Surabaya No. 11 Tahun 2010, Perda Kota Surabaya No. 4 Tahun 2011 Dari Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa khusus pada Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, tidak adanya peraturan daerah yang mengatur sehingga tidak dilakukan pemungutan pajak tersebut di wilayah daerah Kota Surabaya. Sedangkan pada Pajak Sarang Burung Walet, sudah ada peraturan daerah yang mengatur namun belum dilakukan pemungutan pajak tersebut di wilayah daerah Kota Surabaya. 2.1.11 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pada tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa pemungutan pajak daerah tidak boleh diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

28 berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan ketetapan peraturan yang dibuat Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Sedangkan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan yang dibayar sendiri dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT). 2.1.12 Retribusi Daerah Sebagaimana dengan Pajak Daerah, Retribusi Daerah juga diharapkan mampu dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah, pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, dan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siahaan (2013: 5) retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasal 1 angka 26 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 1 angka 64 dijelaskan bahwa Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

29 Siahaan (2013:6) menyatakan bahwa terdapat beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia yaitu sebagai berikut : 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkaitan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 161, menetapkan bahwa pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi daearah ditetapkan dengan peraturan daerah. 2.1.13 Jenis Retribusi Daerah Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa jenis-jenis penerimaan retribusi daerah terbagi dalam tiga golongan, sebagaimana disebut dibawah ini :

30 1. Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum antara lain sebagai berikut : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Penyediaan dan / atau Penyedotan Kakus k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang (Baru) m. Retribusi Pelayanan Pendidikan (Baru) n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (Baru) 2. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada

31 dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha antara lain adalah sebagai berikut : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan d. Retribusi Terminal e. Retribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa g. Retribusi Rumah Potong Hewan h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyeberangan di Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Retribusi Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain adalah sebagai berikut : a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

32 3. Retribusi Izin Gangguan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu adalah perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum, biaya yang menjadi beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari perizinan tertentu. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain adalah sebagai berikut : c. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan d. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol e. Retribusi Izin Gangguan f. Retribusi Izin Trayek g. Retribusi Izin Usaha Perikanan (Baru) 2.1.14 Tarif Retribusi Daerah Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang (Siahaan, 2013:639). Setiap Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan untuk menentukan dan meninjau tarif retribusi yang sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif penetapan retribusi daerahnya masing-masing. Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi sebagai Wajib Retribusi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan

33 tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 15, bahwa peninjauan tarif retribusi dilakukan paling lama tiga tahun sekali, dengan memperhatikan indeks harga dan perekonomian. Penetapan tarif retribusi ditetapkan dengan peraturan Pemerintah Daerah. 2.1.15 Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktuya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Penagihan retribusi terutang sebagaimana didahului dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. 2.1.16 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah menurut Siahaan (2013:10) ditunjukkan pada Tabel 2 halaman 34 berikut ini :

34 Tabel 2 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Perbedaan Pajak Daerah Retribusi Daerah Kontra prestasi Tidak dapat ditunjuk secara langsung oleh individu maupun golongan tertentu. Dapat ditunjuk secara langsung oleh individu maupun golongan tertentu. Balas jasa pemerintah Sifat pemungutan Sifat pelaksanaan Balas jasa pemerintah berlaku untuk umum, yaitu seluruh rakyat dapat menikmati balas jasa pemerintah, baik yang membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak. Bersifat umum, yaitu berlaku bagi setiap orang yang memenuhi syarat untuk dikenakan pajak. Sifat paksaan pajak adalah yuridis, yaitu setiap orang yang melanggar akan mendapat sanksi hukuman pidana atau denda. Balas jasa pemerintah berlaku khusus, yaitu hanya dinikmati oleh pihak yang telah membayar retribusi. Bersifat khusus, yaitu hanya berlaku bagi orang tertentu yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk. Sifat paksaan retribusi adalah ekonomis, yaitu setiap orang yang ingin mendapatkan suatu jasa tertentu dari pemerintah harus membayar retribusi. Lembaga Dapat dipungut oleh atau badan pemerintah pusat atau pemungut pemerintah daerah. Sumber : Siahaan, (2013:10) Hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.

35 2.1.17 Efektivitas Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Dalam hal ini merupakan pengukuran keberhasilan suatu daerah dalam mencapai tujuan target penerimaan daerahnya. Apabila suatu daerah berhasil mencapai tujuan, maka kinerja daerah tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dianggarkan, akan tetapi efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan organisasi telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009: 134). Apabila konsep efektivitas dikaitkan dengan pemungutan pajak dan retribusi, maka efektivitas yang dimaksudkan adalah seberapa besar realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah berhasil mencapai potensi yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. 2.1.18 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan acuan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti pada halaman 36 sebagai berikut :

36 Tabel 3 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti 1. Choirunnisa (2015) 2. Anita Rizqia Sari (2014) Judul Penelitian Efektivitas Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Sidoarjo. Implementasi Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lamongan di Metode Analisis Penelitian Penelitian Kualitatif dengan analisis : - Efektivitas PDRD - kontribusi PDRD terhadap PAD Penelitian Kualitatif dengan analisis : - pertumbuhan Pajak Daerah - pertumbuhan Retribusi Daerah - kontribusi PDRD terhadap PAD Hasil dan Pembahasan Efektivitas PDRD setelah pengimplementasian UU No. 28 Tahun 2009 mengalami peningkatan dan mencerminkan kategori sangat efektif. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD tahun 2008-2013 mengalami fluktuatif, begitu juga dengan Retribusi Daerah. Hambatan yang dihadapi Pemkab Sidoarjo adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD mengalami peningkatan yang cukup dan fluktuatif dari tahun 2008-2011 yaitu rata-rata 21,26%, sedangkan Retribusi Daerah lebih besar dari Pajak Daerah yaitu rata-rata 21,62%. Implementasi UU No. 28 Tahun 2009 memberikan dampak yang lebih bagus dengan adanya peningkatan penerimaan Pajak Daerah sebelum dan sesudah diimplementasikannya UU tersebut. Ada beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang menghambat dan mempengaruhi kontribusi yang diberikan.

37 3. Dani Melyantika Prabawati (2013) Implikasi Penerapan Undang- Undang 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Mojokerto. di Penelitian Kualitatif dengan analisis : - pertumbuhan Pajak Daerah - pertumbuhan Retribusi Daerah - kontribusi PDRD terhadap PAD Pertumbuhan Pajak Daerah dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan dan sebaliknya pada Retribusi Daerah. Pajak Daerah memberikan kontribusi rendah terhadap PAD, sedangkan Retribusi Daerah memberikan kontribusi cukup besar. Hambatan-hambatan yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak. 4. Siti Ngazizah (2013) Implikasi Pemberlakuan Undang- Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung). Penelitian Kualitatif dengan analisis : - pertumbuhan Pajak Daerah - pertumbuhan Retribusi Daerah - kontribusi PDRD terhadap PAD Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan dan cenderung rendah, sedangkan Retribusi Daerah mengalami penurunan. Untuk pertumbuhan Pajak Daerah mengalami kenaikan, sedangkan Retribusi Daerah berfluktuasi. Langkah yang dilakukan dalam pemberlakuan UU No.28 Tahun 2009 adalah dengan menetapkan Peraturan Daerah yang disesuaikan. 2.2 Rerangka Pemikiran Pelaksanaan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

38 memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sendiri dan mengelola sumber keuangan daerahnya masing-masing. Seperti yang telah diketahui bahwa untuk keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan dan membiayai pembangunan daerah secara mandiri dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun. Semakin tinggi tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun akan menunjukkan bahwa suatu daerah mampu menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan daerah tersebut secara baik guna mempercepat segala program pemerintahan dan pembangunan di daerah. Untuk mengurangi ketergantungan atas bantuan dari Pemerintah Pusat, maka sudah sewajarnya Pemerintah Daerah melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam terkait sumber-sumber penerimaan daerah yang diangggap potensial untuk membiayai aktivitas pemerintahan maupun pembangunan daerah. Sumbersumber penerimaan tersebut dapat berasal dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, maupun pendapatan lain-lain yang dianggap sah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun di antara keempat sumber tersebut, yang diperkirakan memiliki potensi terbesar adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Semakin baik, efisien dan efektif pengelolaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, maka akan semakin meningkat juga Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan diterima. Dengan semakin meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, diharapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat menyelenggarakan aktivitas pemerintah dan program pembangunan daerahnya secara optimal. Dalam hal ini

39 peneliti ingin mengetahui seberapa besar peran kontribusi yang diberikan oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya pada tahun-tahun sebelum dan sesudah diimplementasikannya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Surabaya. Dengan memperhitungkan hasil analisis data akan diketahui perkembangan kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar maupun yang kecil dari tahun ke tahun, sebelum dan sesudah diimplementasikannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Segala kemungkinan adanya implikasi akan berpengaruh dalam pengimplementasian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Surabaya, sehingga akan diperlukan berbagai langkah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya secara efektif dan optimal.